Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMU KALAM

MATERI : KEDUDUKAN AKAL DAN WAHYU DALAM


PERSPEKTIF ILMU KALAM

D
I
S
U
S
U
N

OLEH

KELOMPOK 1
Ketua : Fadlia Al Mahdali
Anggota : Gefira Nurfatimah Kue
: Masita Laraba
: Mawu'izatul Fitriah Antu
: Nindi Murniati Tumayahu
: Novita Mihari
: Rahma Busura
: Rahmatia Gobel

MADRASAH ALIYAH BUNTA


TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kehadiran Allah SWT. hanya kepada-NYA lah kami memuji
dan hanya kepada-NYA lah kami memohon pertolongan. Tidak lupa shalawat serta
salam kami haturkan kepada junjungan nabi agung kita, Nabi Muhammad SAW.
Risalah beliau lah yang bermanfaat bagi kita semua sebagai petunjuk menjalani
kehidupan.

Dengan pertolongan-NYA, kami dapat menyelesaikan makalah berjudul


"Kedudukan Akal Dan Wahyu Dalam Perspektif Ilmu Kalam". Dan pada isi makalah
ini kami telah menguraikan materi agar para pembaca dapat mengerti.

Kritik dan saran yang membangun dari setiap pembaca agar perbaikan dapat
dilakukan sangat diharapkan. Dan semoga makalah ini dapat ber-manfaat bagi para
siswa umumnya dan kami sebagai pembuat makalah khususnya.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................


A. Latar Belakang .............................................................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................................
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................2


A. Perspektif Mu'tazilah ...................................................................................2
B. Perspektif Asy'ariyah ...................................................................................4
C. Perspektif Maturidiyah ................................................................................7

BAB III PENUTUP......................................................................................................9


A. Kesimpulan .................................................................................................9

Daftar Pustaka .............................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang penuh dengan kekurangan


Dalam semua sisi kehidupan, kekurangan yang melekat pada manusia menyebabkan
kemampuan yang di miliki menjadi sangat terbatas islam adalah agama yang sangat
memperhatikan peran dan fungsi akal secara optimal, sehingga akal dijadikan sebagai
standar seseorang di berikan beban taklif atau sebuah hukum.
Akal dan wahyu sampai saat ini masih menjadi perdebatan,mengenai dominasi
keduanya dalam kehidupan umat islam khususnya bacaan umat islam pada akhirnya
semakin berkembang, baik bacaan nakliah (wahyu) ataupun akliah (akal)

Muktazilah adalah aliran yang di pelopori oleh washil bin atho karena terbiasa
berfikir secara rasional, melakukan berbagai penelitian, maka menghasilkan beberapa
penemuan Asyariah yang merupakan anti tesis dari muktazilah, mendapat sambutan
baik dari umat islam. Pencerahaannya mampu mengobati dahaga kaum muslimin.
terutama setelah pembantaian para ulama oleh pemerintah (yang waktu itu di
pengaruhi paham muktazilah) kemudian lahirlah maturidiyah, yamg di gagas oleh abu
mansur al maturidi beliau yang sama-sama mengutamakan waktu, dengan sedikit
perbedaan istilah dan perbedaan dalam rincian permasalahan yang cabang yang tidak
banyak jumlahnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan akal dan wahyu dalam islam?
2. Apakah landasan hukum akal dan wahyu?
3. Bagaimana Akal dan Wahyu Menurut Aliran Kalam?

C. Tujuan Penulisan
1. Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena islam tak
akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini
sangat berpengaruh dalam segala hal dalam Islam.
2. Dalam Islam kedudukan wahyu adalah sebagai dalil naqliy (nash) dan
kedudukan akal adalah sebagai dalil 'aqly (aqly), maka dalam penempatannya
akal haruslah tunduk dan bisa menalarkan wahyu dengan indera dan intuisi.
3. Tak seperti wahyu, kekuatan akal lebih terlihat jelas dan mudah dimengerti,
seperti contohnya, Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya, Mengetahui adanya
hidup akhirat, Dan Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung
pada mengenaltuhan dan berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada
tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perspektif Mu'tazilah
Dr. Mustafa as-Syak’ah, mengatakan bahwa, akidah Muktazilah berdiri di atas
pondasi akal dan perdebatan. Bahkan di antara kaum Muktazilah -yakni sekte
Jahidiyah-, mencela para fukaha dan Muhaddiṡin, seraya mengatakan bahwa mereka
termasuk orang awwam, karena mereka melakukan taklid dan tidak berinovasi. Dalam
posisi atau kedudukan akal -sebagaimana dikatakan oleh al-Syahrastani-, Mereka
(Muktazilah) sepakat bahwa meskipun wahyu belum diturunkan, manusia pasti
mampu mengetahui pokok-pokok makrifat (mengetahui Tuhan) dan syukur atas
anugerah nikmat yang Tuhan berikan (kedua hal tersebut bisa diketahui melalui akal).
Begitupun dengan keburukan dan kebajikan, mengikuti kebajikan dan
menjauhi keburukan, merupakan hal-hal yang pasti bisa diketahui melalui akal (tidak
mesti melalui wahyu). Adapun diutusnya para Nabi, tidak lebih hanya sebagai ujian
dan cobaan.Abu Hudzail Hamdan, salah satu tokoh Muktazilah bahkan menegaskan :
”wajib bagi seorang Mukallaf (yang sudah balig), mengetahui Allah SWT beserta
alasannya, -meskipun belum datang wahyu- (tentang Allah SWT ) kepadanya. Dan
jika ia membatasi diri mengenaipengetahuan tentang Allah SWT (bahwa Allah SWT
hanya bisa diketahui melalui wahyu),maka ia akan menerima sangsi dari keyakinan
nya tersebut, selama-lamanya.
Selain itu, seorang Mukallaf –meski sebelum datangnya wahyu- juga wajib
mengetahui manfaat sebuah kebaikan dan mudhorot sebuah keburukan, maka ia wajib
condong kepada kebaikan (seperti jujur dan adil), dan menjauhi keburukan (seperti
dusta dan aniaya). Sementara itu, Ibrahim bin Yasar, mengatakan:” Bagi orang yang
berpikir, jika ia berakal dan me-mungkinkan untuk berpendapat, -meskipun wahyu
belum diturunkan- semestinya ia mampu meng-hasilkan pengetahuan tentang Allah
SWT, dengan pertimbangan baik dan buruk berdasarkan akal pikiran terhadap segala
sesuatu yang berkaitan dengan pengetahuan tentang Allah SWT.
Kemudian Isa bin Ṣobih lebih jauh menjelaskan, bahwa akal mampu
mewajibkan mengetahui Allah SWT, dengan seluruh hukum dan sifatnya (sebelum
syari’at diturunkan), dan seseorang wajib mengetahui bahwa jika ia membatasi
pengetahuan tentang Allah SWT (Allah SWT hanya diketahui melalui wahyu), dan ia
juga belum mengetahui Allah SWT, dan belum bersyukur kepada Allah SWT
(padahal ia berakal), maka ia akan mendapatkan hukuman yang kekal, dan
menetapkan kekelan hukuman bagi orang tersebut adalah hal yang wajib ber-dasarkan
pertimbangan akal. Bahkan lebih jauh lagi, Amr bin Bahr mengatakan, bahwa seluruh
Makhluk berakal mengetahui bahwa Allah SWT lah yang telah men-ciptakan mereka,
dan merak mengetahui bahwa mereka membutuhkan Nabi, dan mereka dapat
membuktikan pengetahuan mereka.

2
Mu’tazilah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam, yang menggunakan
pemikiran rasional untuk menjelaskan masalah ketuhanan. Secara epistemologi
pemikiran rasional Mu’tazilah terpengaruh oleh pemikiran filsafat.Mu’tazilah
menggunakan metoda berfikir filsafat untuk memnjelaskan dan menetapkan persolan
Ketuhanan. Mu’tazilah berpandangan bahwa Tuhan telah memberikan kemerdekaan
dan kebebasan bagi manusia dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, karena
Tuhan tidak absolute dalam kehendak-Nya, dan Tuhan mempunyai kewajiban berlaku
adil, berkewajiban menempati janji, berkewajiban memberi rizki.
Dalam hubungannya dengan perbuatan manusia , kehendak mutlak Tuhan jadi
terbatas karena kebebasan itu telah diberikan kepada manusia dalam menentukan
kemauan dan kehendaknya. Menurut mu’tazilah posisi manusia dalam tatanan alam
semesta memiliki pandangan tersendiri. Manusia harus berhubngan dengan alam, dan
tidak dapat menghindarkan diri dari ketentuan-ketentuan yang berlaku berdasarkan
hukum alamiah. Jika dikaitkan dengan paham free will dan free act, sudah menjadi
perdebatan panjang dikalangan teologi Islam. Penelitan ini ingin menemukan
pemikiran rasional mu’tazilah yang tentunya berkaitan erat dengan beberapa
permasalahan, yakni hakikat pemikiran rasionalis mu’tazilah dan cara mengemukakan
pendapatnya, serta pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran Islam yang
tercermin pada pemikiran tokoh-tokoh Islam di Indonesia.
Munculnya golongan atau kelompok Mu’tazilah Sejarah munculnya aliran
mu‟tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliranmu‟ tazilah tersebut muncul di kota
Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105-110 H, tepatnya pada masa
pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dankhalifah Hisyam Bin Abdul
Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrahmantan murid Al-Hasan Al-
Bashri yang bernama Washil bin Atha‟ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini
adalah karena Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan
mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat
mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awalkemunculan paham ini
dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya golongan
mu‟tazi lah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok Mu‟tazilah semakin
berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian paradedengkot mereka
mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifahAl-Makmun.
Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh manhajahli kalam
(yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur‟an dan As
Sunnah). Secara harfiah kata Mu‟tazilah berasal dari I‟tazala yang berarti berisah atau
memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis,istilah
Mu‟tazilah menunjuk ada dua golongan.Golongan pertama, (disebut Mu‟ tazilah I)
muncul sebagai respon politik murni.Golongan ini tumbuh sebahai kaum netral
politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara
Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah
bin Zubair. Menurut penulis, golongan inilah yang mula- mula disebut kaum
Mu‟tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaianmasalah khilafah.
Kelompok ini bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum
Mu‟tazilah yang tumbuh dikemud ian hari.Golongan kedua, (disebut Mu‟tazilah II)
muncul sebagai respon persoalanteologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan
Mur‟jiah akibat adanya peristiwa tahkim.
3
B. Perspektif Asy'ariah

Asyariah pada dasarnya mengakui pentingnya akal dan wahyu. Bagi mereka,
dengan akal seseorang dapat mengetahui adanya Tuhan, sedangkan pengetahuan
tentang baik dan jahat dan kewajiban-kewajiban manusia dapat diketahui melalui
wahyu dan akal adalah bukti kebenaran wahyu. Menurut al-Ghazali, sebagaimana
dikutip oleh Afraniati Affan bahwa akal tidak dapat membawa kewajiban-kewajiban
bagi manusia, kewajiban-kewajiban bagi manusia ditentukan oleh wahyu.Al-
Syahrastani juga mengatakan bahwa menurut Asyariah kewajiban seluruhnya
berdasarkan wahyu, akal tidak mewajibkan apapun, dan tidak menentukan baik dan
buruk. Mengetahui Allah SWT dapat diketahui melalui akal, tetapi kewajiban
mengetahui Allah SWT, diketahui melalui wahyu. Hal ini sebagaimana firman Allah
SWT dalam Q.S al-Isra {17}: 15.

‫َمِن اْهَتٰد ى َفِاَّنَم ا َيْهَتِد ْي ِلَنْفِس ٖۚه َو َم ْن َض َّل َفِاَّنَم ا َيِض ُّل َع َلْيَهۗا َو اَل َتِزُر َو اِز َر ٌة‬
‫ِّو ْز َر ُاْخ ٰر ۗى َو َم ا ُكَّنا ُمَع ِّذ ِبْيَن َح ّٰت ى َنْبَع َث َر ُسْو اًل‬
Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah SWT ), maka sesungguhnya itu
untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya
(kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul
dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang
rasul. (Q.S al-Isra {17} 15).
Salah seorang tokoh Asyariah yaitu Abu Qasim SulaIman bin Nasir al-Ansori
dalam menulis kitabnya (Gunyah fii kalam), beliau justru menyediakan sub khusus
yang membahas tentang pentingnya argumentasi akliah. Aliran Asy'airiah ini
berkembang dengan pesatnya di Irak. Kemudian, ia berkembang di Mesir pada zaman
Salahuddin al-Ayubi, di Syiria dengan sokongan Nuruddin Zanki,di Maghribi dengan
Dukungan Abdullah bin Muhammad, di Turki dengan sokongan Utsmaniah dan di
daerah-daerah yang lain. Ideologi ini juga disokong oleh sarjana-sarjana di kalangan
mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.
Makna dari sifat-sifat Allah yang ditetapkan oleh kaum Asy'ariyah berbeda
dengan sifat-sifat yang ada pada diri manusia. Kemiripan hanya pada namanya saja,
namun dalam pemaknaannya sangat berbeda. Asy'ariyah menggunakan tiga jenis
metodologi yang berbeda untuk menjelaskan akidah di dalam dakwah. Ketiga jenis
metodologi ini yaitu metodologi tekstual. metodologi rasional, dan metodologi
dialektika.
Metodologi rasional digunakan untuk mengaitkan antara akidah dengan
pemahaman yang maksimal melalui akal. Sedangkan metodologi dialektika meliputi
kegiatan diskusi dan pertukaran pikiran. Jenis metodologi dialektika secara khusus
digunakan dalam mazhab Asy'ariyah untuk memenangkan debat dengan mazhab
pemikiran yang berlawanan dengannya, yaitu Metodologi tekstual dalam mazhab
Asy'ariyah untuk menerima wahyu didasarkan kepada Al-Qur'an dan hadits.
Kemudian, metodologi rasional menerapkan ilmu logika.
4
Aliran Asy'ariyah adalah paham akidah yang mana di nisbatkan kepada Abul
Hasan Al-Asy'ari. Nama lengkapnya adalah Abul Hasan Ali Ismail Bin Abi Basyar
Ishaq Bin Salim Bin Ismail Bin Abdillah Bin Musa Bin Bilal Bin Abi Burdah Amir
Bin Abi Musa Al-Asy'ari. Kelompok Asy'ariyah menisbahkan pada Namanya
sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri madzhab Asy'ariyah. Asy'ariyah
mengambil dasar keyakinan dari kulla bilyah,yaitu pemikiran dari Abu Muhammad
Bin Kullah dalam meyakini sifat-sifat allah. Kemudian mengedepankan akal diatas
tekstual ayat dalam memahami Al-qur'an dan Hadits.Aliran Asy'ariyah disebut juga
sebagai aliran Ahli Sunnah yang dimana kemunculannya mengatasi berbagai faham
yang berkembang di kalangan umat islam dan menjadi penengah berbagai persoalan
pemikiran umat.

a. Tokoh-tokoh Aliran Asy'ariyah


Tokoh-tokoh besar yang mempunyai andil dalam menyebarluaskan dan
memperkuat madzhab ini adalah sebagai berikut:
1. Abu Hamid Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Muhammad Bin Ahmad Al-Ghazali,lahir di thus
pada tahun 450 H.Al-Ghazali adalah tokoh islam yang beraliran Ahli sunnah
wal jama'ah paham teologi yang dimajukan boleh dikatakan tidak berbeda
dengan paham-paham Asy'ari.Menurut Al-Ghazali Allah adalah satu-satunya
sebab bagi alam. Ia ciptakan dengan kehendak dan kekuasaannya,karena
kehendak Allah adalah sebab bagi segala yang ada.
2. Al-Qodhi Abu Bakar Al-Baqillani
Nama lengkapnya adalah Muhammad Bin Thayyib Bin Muhammad Bin Ja'far
Bin Al-Qasim,beliau ahli ushul fikih,lahir di bashrah dan menetap di bagdad.
Menurut Al Baqillani Tuhan adalah gerak yang terdapat pada diri
manusia,adapun bentuk atau sifat dari gerak tersebut dihasilkan oleh manusia
sendiri.
3. Al-Imam Al-Haramaen Al-Juwaini
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Ma'ali Abd Al-Malik Bin Abu Muhammad
Abdullah Bin Yusuf Bin Abdullah Bin Yusuf Bin Muhammad Bin Hayyuyah
Al-juwaini.Menurut nya bahwa tangan Tuhan harus diartikan kekuasaan
Tuhan. Mata Tuhan diartikan penglihatan Tuhan. Dan wajah Tuhan diartikan
wujud Tuhan. Dan duduk di atas tahta kerajaan diartikana Tuhan berkuasa dan
maha tinggi.
4. As-Sanusi
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad Bin Yusuf. Ajarannya
yaitu membahas sifat wajib,mustahil,dan jaiz Allah serta 4 sifat wajib dan
muntasil rasul.
5
b. Doktrin Ajaran Aliran Asy'ariyah
Tuhan memiliki sifat sebagaimana disebut di dalam Al-Qur'an,yang disebut
sebagai sifat-sifat yang azali,qadim,dan berdiri di atas zat tuhan. Keadilan Allah itu
adil,Dia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang
berbuat baik. Menurutnya,Allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia adalah
penguasa mutlak. Qadimnya Al-Qur'an Al-Asy'ari dihadapkan pada dua pandangan
ekstrim dalam persoalan qadimnya Al-Qur'an. Mu'tazilah yang mengatakan bahwa
Al-qur'an di ciptakan oleh makhluk sehingga tidak qadim,serta pandangan madzhab
hambali menyatakan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah.Zahiriyah bahkan
berpendapat bahwa semua huruf,kata,dan bunyi Al-Qur'an adalah qadim, Sedangkan
Asy'ari berpendapat bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata,huruf dan
bunyi,semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim.

Melihat AllahAl-Asy'ari mengatakan bahwa Allah itu dapat dilihat di


akhirat,tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru'yat dapat terjadi manakala
Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilaman ia menciptakan manusia
untuk melihat-Nya. Kedudukan orang yang berdosa Al-Asy'ari berpendapat bahwa
orang mukmin yang berbuat dosa besar adalah orang mukmin yang fasik,seabab iman
tidak mungkin menghilang karena dosa selain kufr. Kebebasan dalam berkehendak
Al-Asy'ari menyatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu,tetapi
berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan.
Akal dan Wahyu dan kriteria baik dan buruk Al-Asy'ari mengutamakan
wahyu,sementara mu'tazilah mengutamakan akal. Al Asy'ari berpendapat bahwa baik
dan buruk harus berdasarkan pada wahyu,sedangkan mu'tazilah mendasarkan pada
akal. Pengaruh Aliran Asy'ariyah Pengaruh ajaran Asy'ariyah tidak lepas dari
beberapa hal: Kepintaran toko sentralnya yaitu imam Al-Asy'ari dan keahliannya
dalam perdebatan dengan basis keilmuan yang sangat dalam. Dan disamping itu,ia
adalah seorang yang saleh dan taqwa sehingga mampu menarik simpati banyak orang.
6
C. Persfekfit Maturidiyah

Maturidiah pun mendasarkan pemikirannya pada al-Qur’an dan wahyu.


Masalah yang berkaitan dengan kewajiban, bagi Maturidiah, hanyalah bisa diketahui
melalui wahyu. Maturidiah juga mengakui bahwa tidak segala sesuatu bisa dikenali
baik dan buruknya oleh akal. Maturidiah membagi sesuatu yang berkaitan dengan
akal ke dalam 3 bagian, yaitu:
1) Sesuatu yang hanya bisa diketahui kebaikannya oleh akal
2) Sesuatu yang hanya bisa diketahui keburukannya oleh akal
3) Sesuatu yang tidak bisa diketahui kebaikan dan keburukannya oleh akal, kecuali
setelah ada petunjuk wahyu.
Aliran Matudridyah meyakini bahwa akal dan syariat saling melengkapi untuk
mencapai kebenaran ilahiyah. Sementara penamaan Maturidiyah dinisbahkan kepada
nama pendirinya: Abu Mansur Al-Maturidi. Adapun Abu Mansur Al-Maturidi adalah
tokoh pemikir Islam yang lahir di Maturid, Samarkand pada tahun 853 Masehi atau
Abad 3 Hijriah, tepatnya semasa pemerintahan Khalifah Al-Mutawakkil dari Dinasti
Abbasiyah. Saat ini, wilayah Maturid berada di Uzbekistan.
Di masa silam, aliran ini berkembang pesat di Maturid, Samarkand sehingga
dikenal sebagai aliran Maturidiyah Samarkand. Selain di Samarkand, Maturidiyah
berkembang di Bukhara. Dua tempat ini dianggap sebagai episentrum tumbuhnya
aliran pemikiran Maturidiyah. Aliran Maluridiyah berdiri atas prakarsa al maturidi
pada tahun pertama Abad ke-4 hijriyah di wilayah Samarkand. Aliran ini Sebenarnya
dilahirkan untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang Menyerukan untuk
menyelamatkan diri dari Cetrimifos Kaum tacionalis, dimana pada waktu itu yang
berada di barisan paling depan adalah Mutazilah maupun kaum tekstualitas yang
dipelopori oleh kaum Hambaliyah (para pengikut Imam Ibnu hambal).
Abu Mansur Al-maturidi (pendiri Maturidiyah Samarkand) Nama Lengkap
beliau adalah Muhammad bin Mulammad Abu Manshur Almaturidi, dia lahir di kota
maturid, Samarkana tahun kelahirannya tidak ditetahui dengan jelas, namun
diperkirakan diperkirakan sekitar tahun 238 dan Kemudian meninggal pada tahun
tahun 333 beliau digelari Imam Al- huda Ama al mutakallimin dan rays beliau
berbagi dalam & cabang penting. yaitu for Beliau dabm Ilmu kalam adalah kitab
tauhid yang Menunjukan kemampuann nalar dan keluasan dan wawasannya dalam
menggunakan dalil-dalil meragurator aqaid untuk mempertahankan pendapatnya.
Imam al batzawi (pendiri Maturidiyah bukhara), Nama lengkapnya bilah abu yusr
muhammad bin muhammad bin husain bin abdkarim albazdawi dilahirkan pada tahun
421 hijriyah.

Adapun dari Karangan-karangan al maturidi yang dipelajaril ialah Kitab


attauhid dan tawilan alquran. Albazdawi berada dibukhara pada tahun 478
hijriah/1085 maschi kemudian ia menjabat sebagai kadhi samarkhand pada tahun 481
H / 1088 M. Lalu kembali di bukhara dan meninggal di kota tersebut tahun 493
H/1099M. Kemunculan Maturidiyah dianggap menjadi respons atas berkembangnya
aliran Mu'tazilah di masa Dinasti Abbasiyah.
7
Aliran Mu'tazilah berpandangan bahwa kebenaran dapat dicapai hanya dengan
rasio atau akal manusia. Sedangkan Maturidiyah menyangkal hal itu dan
menyodorkan pemikiran bahwa, untuk mencapai kebenaran ilahiyah, seorang muslim
tidak dapat hanya berpegang kepada akal, melainkan harus mengiringi pertimbangan
rasio dengan syariat dari Allah SWT. Dari sisi fikih, penganut Maturidiyah pada masa
awal kemunculannya bermazhab Hanafi. Mazhab ini berpengaruh besar pada aliran
pemikiran Maturidiyah. Mazhab Hanafi dikenal sebagai mazhab fikih yang
menelurkan banyak pemikiran tentang hukum Islam dengan disertai pertimbangan
rasio tanpa mengabaikan sumber-sumber utama dalam syariat.
Dalam sejarah Islam, pernah berkembang pemikiran teologi yang
menggabungkan rasio dan dalil-dalil nas Al-Quran maupun hadis untuk memahami
akidah keislaman. Salah satu aliran populer di arus pemikiran ini adalah Maturidiyah.
Aliran Matudridyah meyakini bahwa akal dan syariat saling melengkapi untuk
mencapai kebenaran ilahiyah. Sementara penamaan Maturidiyah dinisbahkan kepada
nama pendirinya: Abu Mansur Al-Maturidi. Adapun Abu Mansur Al-Maturidi adalah
tokoh pemikir Islam yang lahir di Maturid, Samarkand pada tahun 853 Masehi atau
Abad 3 Hijriah, tepatnya semasa pemerintahan Khalifah Al-Mutawakkil dari Dinasti
Abbasiyah. Saat ini, wilayah Maturid berada di Uzbekistan. Di masa silam, aliran ini
berkembang pesat di Maturid, Samarkand sehingga dikenal sebagai aliran
Maturidiyah Samarkand. Selain di Samarkand, Maturidiyah berkembang di Bukhara.

Dari sisi fikih, penganut Maturidiyah pada masa awal kemunculannya


bermazhab Hanafi. Mazhab ini berpengaruh besar pada aliran pemikiran Maturidiyah.
Mazhab Hanafi dikenal sebagai mazhab fikih yang menelurkan banyak pemikiran
tentang hukum Islam dengan disertai pertimbangan rasio tanpa mengabaikan sumber-
sumber utama dalam syariat. Sepanjang hidupnya, Abu Mansur Al-Maturidi
menyebarkan ajaran Maturidyah di Samarkand. Dia meninggal di kota itu pada 333 H
pada usia sekitar 100 tahun. Salah satu muridnya, Abu Qasim Al-Samarkandi
memahat batu nisan makam Abu Mansur Al-Maturidi dengan kalimat penghormatan.
Setelah berguru pada ayahnya, Al-Bazdawi mengembangkan Maturidiyah sehingga
amat populer di Bukhara pada 478 H/1085 M. Al-Bazdawi menyebarkan ajaran aliran
Maturidiyah dan memperoleh banyak pengikut di kota kelahiran ahli hadis yang
termasyhur, Imam Al-Bukhari, tersebut. Karena kecemerlangannya itu, Al-Bazdawi
dipanggil untuk menjadi hakim di Samarkand pada 481 H/1088 M. Setelah selesai
menjalankan tugasnya, ia lalu kembali lagi ke Bukhara dan meninggal di kota Asia
Tengah itu. Al-Maturidi dan Al-Bazdawi dianggap sebagai tokoh paling berpengaruh
peletak dasar-dasar ajaran Maturidiyah. Pemikiran mereka terus dipelajari hingga
sekarang.

Menurut aliran Maturidiyah, meski akal dapat mengetahui kebaikan dan


keburukan secara objektif, tetapi pemikiran manusia tidak dapat mencapai
pengetahuan agama (perintah Allah SWT) secara sempurna. Dengan demikian, akal
manusia tetap membutuhkan syariat Islam untuk mengetahui kewajiban yang
diperintahkan Allah SWT kepada hambanya.
8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akal adalah wahyu alat spiritual atau rohaniah manusia yang berfungsi untuk
membedakan antars benar dan salah Wahyu adalah sabda Tuhan yang mengandung
ajaran, petunjuk dan pedoman yang diperlukan umat manusia dalam perjalanan
hidupnya baik di dunia maupun akhirat yaitu yang sudah tertulis di dalam Al-Quran
Dalam Islam wahyu atau sabda yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw,
terkumpul semuanya dalam Al-Quran. Fungsi Akal, manusia bisa membedakan yang
baik dan yang buruk, dan bisa membedakan yang membahayakan dan menyenangkan
pada dirinya.
Karakteristik Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan
manusia baik perintah maupun larangan Karakteristik Akal karena landasannya yang
berakar pada adat dan tradisi maka akal sehat cenderung untuk bersifat kebiasaan dan
pengulangan; Pentingnya akal Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman
tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan,
bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.
Kekuatan Akal, Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya. Kekuataan Wahyu Untuk
memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib. Menurut
Mu'tazilah, fungsi wahyu adalah dibawah fungsi akal. Mereka lebih memuji akal
mereka dibanding dengan ayat-ayat suci dan hadits-hadits Nabi. Menurut Salafiyah,
fungsi wahyu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan fungsi akal.

Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena Islamtak


akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal inisangat
berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukumIslam, antar
wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum Islam berbicara yang
identik dengan wahyu, maka akal akan segera menerima danmengambil kesimpulan
bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yangterkena hukum tersebut.

Karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memilikikesamaan yang diberikan


Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentuyang mendapatkanya tanpa
seorangpun yang mengetahui, dan akal adalah hadiahterindah bagi setiap manusia
yang diberikan Allah.Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia.
9
DAFTAR PUSAKA
Burhanudin Nunu,Ilmu Kalam dari Tauhid menuju Keadilan,
(Depok: PRANAMEDIA GROUP, 2018)
10

Anda mungkin juga menyukai