1
Lihat : Minhajul Abidin, trj. Abd. Hiyadh ( surabaya : Mutiara Ilmu, 1995) hlm.16.
lainnya dikategorikan dalam kategori ini. Ilmu tercela adalah ilmu yang
menyebabkan berbagai kerusakan baik kerusakan individual maupun
kerusakan social. Sihir, manta, ramalan dan sebagainya masuk dalam kategori
ini. Dalam mempelajari ilmu Astronomi (perbintangan), hendaklah dibatasi
dengan pembahasan dan pendalaman dalam mencari suatu arahadan mencari
kiblat. dalam ilmu kimia hendalaklah dibatasi dengan ilmu kedokteran
secukupnya.2
Hubungan antara ilmu dan agama adalah pandangan yang telah lama
dikemukakan oleh para ulama, filosof dan teolog. Masalah ini telah
diungkapkan dari sudut pandang yang berbeda-beda dalam teologi dan filsafat
ilmu-ilmu sosial dan filsafat ilmu. Sebagai Hujjatul Islam, al-Ghazali tidak
mentabukan adanya hubungan antara ilmu dan agama. Dalam kitabnya
Mukhtashar ihya’Ulumuddin, beliau berkata “iman itu telanjang pakainnya
adalah takwa perhiasannya adalah rasa malu dan buahnya adalah ilmu. “Ilmu
dan ibadah adalah dua mata rantai yang saling terkait, pada dasarnya segala
sesuatu yang kita lihat, kita kita dengar, kita rasakan dan kita pelajari adalah
hanya untuk ilmu dan ibadah. Bagi al-Ghazali, ilmu dan agama sangat terikat
dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Dalam mendiskripsikan hubungan
keduanya, beliau menggunakan logikanya dengan mencoba memahami sebuah
pohon. Pada sebuah pohon, ilmu merupakan pohonnya dan agama merupakan
buahnya. Maka jika kita beragama dan beribadah sesuai tuntutannya tanpa
dibekali ilmu, ilmu tersebut akan lenyap bagaikan debu ditiup angin. Buah pun
tidak akan dapat diraih. Sebaliknya, ketika pohon itu hanya mampu memberi
daun dan tidak bisa menghasilkan sebuah buah maka eksistensi pohon itu
menjadi kurang sempurna.3
2
al-Ghazali, Mukhtashar Ihya’ Ulumiuddin (Bairut : Muassasah al-Kutubas-Tsaqafiah,
1990) trj. Irwan Kurniawan (Bandung : Mizan, 1997), hlm. 32.
3
Minhajul Abidin, trj. Abd. Hiyadh (surabaya : Mutiara Ilmu, 1995) hlm. 17.