Anda di halaman 1dari 8

AKAL DAN WAHYU DALAM PERSPEKTIF ALIRAN ILMU KALAM

Fitriah Andina Anwar


Fakultas Agama Islam Universitas Islam Syekh Yusuf
Tangerang, Indonesia
2303020004@students.unis.ac.id

Abstrak
Akal dan wahyu merupakan hal yang terpenting dalam aliran teologi Islam yang mana
permasalahannya yaitu untuk mengetahui Tuhan dan tentang baik maupun buruknya. Seperti yang
terdapat dalam ajaran agama yang diwahyukan itu terdapat dua jalan agar kita dapat memperoleh
ilmu pengetahuan, diantaranya yaitu sebagai komunikasi kita sebagai manusia kepada Tuhan, dan
jalan yang kedua yaitu akal sebagaimana yang telah dianugerahkan-Nya kepada manusia diantaranya
yaitu panca indera sebagai alat berpikir kita. Tujuan dibentuknya artikel ini ialah untuk mengetahui
apa itu akal dan wahyu dalam perspektif ilmu kalam. Metode penelitian ini menggunakan metode
studi literatur yang diperoleh melalui studi pustaka yang berupa data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari penelitian terdahulu yang berupa artikel, jurnal, dan internet yang
dapat mendukung data pada topik permasalahan. Metode penulisan ini menggunakan metode
penulisan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan dan meringkas berbagai
kondisi, situasi, dan peristiwa realita sosial yang ada di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa akal dan wahyu itu sangat berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, karena apabila kita
menggunakan akal, maka wahyu harus diikutsertakan. Kesimpulannya ialah akal dan wahyu
merupakan dua hal yang penting di kehidupan manusia yang mana akal berfungsi sebagai salah satu
karunia Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada manusia sebagai pembeda dengan
makhluk Allah yang lainnya.

Kata kunci : akal, wahyu, ilmu kalam


PENDAHULUAN

Akal dan wahyu ini mempunyai peranan yang sangat amat penting atas perjalanan hidup
manusia. Yang mana wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada manusia yang sudah jelas
memiliki akal dipergunakan sebagai liku-liku atas kehidupan yang ada di dunia ini. Akal pula tidak
akan mampu untuk memahami Wahyu dari Allah. Oleh karena itu, disertailah oleh panca indera
yang mana tugasnya untuk memahami wahyu yang diturunkan Allah. Jadi, ada hubunganlah antara
akal dan wahyu sebagai kebenaran yang mutlak karena berasal dari Tuhan dengan perjalanan hidup
manusia.
Ilmu Kalam yaitu ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan atau yang biasa kita
maksud dengan teologi. Yang mana teologi itu sendiri sebagai salah satu disiplinnya ilmu yang
didalamnya terdapat aliran-aliran beserta paham yang ada didalam islam yang mana tidak akan bisa
lepas dari akal dan wahyu dalam menentukan kadar kebenaran yang real atau yang haqiqi dalam
permasalahan dan keyakinan terhadap agama.
Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa akal inipula sebagai daya berpikir yang ada
dalam diri manusia yang mana agar berusaha keras untuk sampai kepada Tuhan, dan wahyu inilah
sebagai pengkhabaran kepada yang turun kepada manusia sesuai ketentuan Tuhan dan
kewajibannya manusia terhadap Tuhan. Oleh karena itu, hal yang membuat manusia menjadi lebih
baik daripada makhluk yang lain yaitu karena manusia mampu berpikir dengan akalnya, karena
manusia itu dianugerahi oleh Allah sehingga dengan akal tersebut manusia mampu memilih,
mempertimbangkan, dan menentukan jalan berpikirnya sendiri.
Semua aliran yang ada dalam teologi Islam baik itu Asy’ariah, Maturidiyah, dan
Mu’tazillah tentulah disana pasti selalu mempergunakan akal dalam menyelesaikan persoalan-
persoalan teologi yang timbul dikalangan umat Islam. Perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran
itu ialah perbedaan derajat dalam kekuatan yang diberikan kepada akal, kalau Mu’tazillah
berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat, sedangkan Asy’ariyah justru malah sebaliknya
bahwa akal itu mempunyai daya yang lemah. Dan bisa diketahui juga, bahwasannya semua aliran
itu berpegang teguh kepada wahyu.
Berdasarkan hasil kajian yang telah diuraikan dalam latar belakang sebelumnya, maka dapat
di identifikasikan beberapa permasalahannya yaitu satu: permasalahan atas adanya pemahaman
mengenai akal dan wahyu. Sehingga masalah ini harus dapat dipahami khususnya untuk penulis
dan umumnya untuk para pembaca dua: akal dan wahyu yang mana mempunyai banyak sekali
didalamnya aliran-aliran seperti dalam ilmu kalam.
Hal ini menimbulkan rasa keingin tahuan atas adanya akal dan wahyu dalam perspektif ilmu
kalam. Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka pembatasan masalahnya itu adalah satu:
menjelaskan apa itu akal dan wahyu baik dalam perspektif aliran islam atau dalam pendapat para
ahli dan dua: menjelaskan terkait akal dan wahyu dalam perspektif aliran Ilmu Kalam.

METODE PENELITIAN

Secara keseluruhan, pengumpulan data berupa penelusuran pustaka, yaitu digital browsing
internet yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti, dan diambil dari berbagai jurnal online.
Menggunakan metode kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati, dan juga menggunakan
pendekatan kualitatif yang menghasilkan sebuah sudut pandang yang jelas.

PEMBAHASAN

Wahyu dan akal merupakan dua entitas yang sebenarnya tidak perlu dipertentangkan secara
diametral. Wahyu sebagai tuntunan Illahi diturunkan tidak lain untuk membimbing entitas akal
menuju jalan yang benar sesuai rambu-rambu Tuhan.1 Sebaliknya akal pikiran diciptakan Tuhan
menjadi Mi’yar (tolak ukur) dalam menentukan baik-buruk, suci-najis dan mashlahah-mafsadah.2
Dalam teologi Islam, akal dan wahyu dihubungan dengan persoalan mengetahui Tuhan dan
persoalan baik-jahat.3
Akal digunakan sebagai daya pikir yang ada dalam diri manusia, berusaha untuk sampai
kepada diri Tuhan, dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika turun kepada manusia
dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan.4
Sedangkan wahyu didefinisikan sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada seorang Nabi.
Wahyu dalam pengertian Muhammad Abduh berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk
menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi. Lebih jauh lagi menurutnya,
bahwa menggunakan akal merupakan salah satu dasar Islam.

___________________________________
1 Hamzah Mahmudin Rangkuti, Metode Penelitian (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h.1.
2 Abu Yazid, Islam Moderat (Jakarta : Erlangga, 2014), h.76.
3 Afrizal M., Ibn Rusyd : Tujuh Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam (Jakarta : Erlangga, 2006), h.37.
4 Harun, Teologi..., h.79.
Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan pada akal. Islam adalah agama yang
pertama kali mempersaudarakan antara akal dan agama. Menurutnya, kepercayaan kepada
eksistensi Tuhan juga berdasarkan akal. Kemudian dia beranggapan bahwa wahyu yang dibawa
Nabi tidak mungkin bertentangan dengan akal. Kalau ternyata antara keduanya pertentangan,
penyimpangan, maka diperlukan interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.5
Ilmu dalam Islam tidak hanya diformulasikan dan dibangun melalui akal semata, tetapi juga
melalui wahyu. Akal berusaha bekerja maksimal untuk menemukan dan mengembangkan ilmu,
sedangkan wahyu datang memberikan bimbingan serta petunjuk yang harus dilalui akal.6 Secara
fungsional, wahyu tidak akan berfungsi tanpa adanya akal-pikiran, begitu juga akal, ia akan
kehilangan arah tanpa bimbingan wahyu. Karena kedua entitas tersebut berasal dari sumber yang
sama dan memiliki fungsi yang sama, hanya saja wilayah kerjanya berbeda, walaupun demikian
tentu akan bertemu pada titik yang sama pula.7
Sepintas kelihatannya kedudukan akal dan wahyu itu sama. Namun sebagian mutakallimin
menyuarakan kedudukan yang istimewah itu pada wahyu, sedang akal adalah membantu
menjelaskan lebih rinci pernyataan wahyu. Wahyu berfungsi sebagai pemberitahuan yang sama
sekali belum diketahui (i’lam), sedangkan akal berfungsi memberikan penjelasan terhadap
informasi wahyu (bayan).8 Maka dari itu, kedudukan akal dalam Islam itu sangat penting. Dengan
menggunakan akalnya secara baik dan benar, sesuai dengan petunjuk Allah, manusia akan selalu
merasa terkait dan dengan sukarela mengikatkan diri kepada Allah. Karena posisinya yang
demikian, dapatlah dipahami kalau dalam ajaran Islam ada ungkapan yang menyatakan: Akal
adalah kehidupan, hilang akal berarti kematian.9
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tertulis, yang didalamnya terdapat berbagai macam
pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari akal, dan di dalam Al-Qur’an sendiri akal diberikan
penghargaan yang tinggi. Tidak sedikit ayat-ayat yang menganjurkan dan mendorong manusia
supaya banyak berfikir dan mempergunakan akalnya. Kata-kata yang dipakai dalam Al-Qur’an untuk
menggambarkan perbuatan berfikir, bukan hanya ‘aqala saja (1). Oleh karena itu kata “aql” ini
dipakai untuk memahami berbagai obyek yang ril maupun abstrak, dan yang bersifat empiris sensual
sampai empiris transcendental.

____________________________________
5 Abdul Hamid, Pengantar Study Al-Qur’an (Jakarta : Prenada Media, 2016), h.78-79.
8 M. Ridwan Lubis, Agama Dan Perdamaian: Landasan Tujuan, Dan Realitas Kehidupan Beragama di Indonesia
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2017) h.184-185.
9 Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan..., h.5.
Wahyu adalah sabda Tuhan yang mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman yang
diperlukan umat manusia dalam perjalanan hidupnya baik di dunia maupun akhirat yaitu yang
sudah tertulis di dalam Al-Qur;an Dalam Islam wahyu atau sabda yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw, terkumpul semuanya dalam Al-Qur’an. Menurut bahasa, wahyu mempunyai arti
pemberian isyarat, pembicaraan rahasia, dan mengerakan hati. Sedangkan menurut istilah adalah
wahyu merupakan pemberitahuan yang datangnya dari Allah kepada para nabi-Nya yang di
dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan dan petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar.10

Dalam kata wahyu terdapat makna penyampaian sabda Tuhan kepada orang pilihan-Nya agar
diteruskan kepada umat manusia dalam perjalanan hidupnya baik di dunia ini maupun di akhirat.
Dalam Islam wahyu disampaikan kepada nabi Muhammad saw terkumpul semuanya dalam Al-
Qur’an.11
Dari sisi peruntukannya, wahyu terbagi dalam tiga macam; wahyu yang ditujukan kepada
orang khawas dan ‘awam; wahyu yang hanya ditujukan kepada orang khawas saja dan wahyu yang
ditujukan kepada orang awam saja.12 Masalah akal dan wahyu ini dalam pemikiran Ilmu Kalam
seringkali dibicarakan dalam konteks, yang mana diantara kedua akal dan wahyu itu sebuah sumber
pengetahuan manusia tentang ilmu ketuhanan. Aliran-aliran itu sendiri terdapat mu’tazilah,
asy’ariyah dan maturidiyah. Aliran mu’tazilah sebagai penganut paham pemikiran kalam tradisional
ini berpendapat bahwa akal itu mempunyai suatu kemampuan mengetahui empat konsep tersebut.
Bagi kaum mu’tazilah segala pengetahuan dapat diperoleh dengan perantara akal, dan kewajiban ini
dapat diperoleh dengan melakukan pemikiran yang mendalam. Dengan demikian berterima kasih
kepada Allah sebelum datangnya wahyu adalah wajib.13

Begitupun wajib hukumnya mengetahui perbuatan baik dan buruk meskipun wahyu Allah
belum datang. Dengan demikian seakan-akan mu’tazilah ini ingin mengatakan bahwa akal
merupakan suatu yang harus dinikmati yang sudah diberikan oleh Allah yang mana untuk digunakan
sebagai sarana berfikir. Bahkan asy-syahrahtani menulis dalam bukunya bahwa salah satu aliran
yang ada dalam kelompok mu’tazilah yaitu an-nazhamiyah mengatakan bahwa ketentuan (Qadar)
baik dan buruk berasal dari manusia. Menurutnya, Allah tidak kuasa untuk menciptakan keburukan
dan maksiyat karena hal itu tidak termasuk dari kehendak (qudrah) Allah.

______________________________
10
H. Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986.
11
A. Khomaidi, Akal dan Wahyu Dalam Perspektif Harun Nasution, 2006.
12
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid. Jogjakarta: Totah Surga, 1987.
13
H. Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Penerbit Universitas Indonesia,
1983.
Sementara itu aliran maturidiyah samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam
tradisional, mengatakan juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang buruk akan
mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.14 Tapi bahkan sebaliknya bahwa aliran
asy’ariyah, yang mana aliran ini sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga berpendapat
bahwa akal hanya dapat untuk mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya, yakni kewajiban
berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban melaksanakan yang baik dan
menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan wahyu. Dengan demikianlah asy’ariyah tidak
terlalu mengagung-agungkan akal, meskipun asy’ari sendiri tidak dapat menjauhkan dirinya dari
pemakaian akal sebagai alat argumentasi pikiran. Menurut beliau akal tidak mampu menentukan
untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia. Untuk itulah wahyu diperlukan. Wahyu sebagai
alat untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan diwajibkannya segala sesuaatu terhaap
manusia, sedangkan akal sebagai alat untuk menela’ah dan mengkaji apa yang di sampaikan Allah
dalam wahyunya dan juga akal menurut asy’ariyah mampu mengetahui perbuatan baik dan
perbuatan jahat. Sedangkan menurut salafiyah, fungsi wahyu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
fungsi akal. Yang mana tujuannya yaitu untuk mengetahui aqidah dan hukum-hukum dalam Islam
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan itu, baik yang pokok maupun yang cabang, baik aqidah
itu sendiri maupun dalil-dalil pembuktiannya, tidak lain sumbernya ialah wahyu Allah SWT yakni
Al-Qur’an dan juga hadits-hadits Nabi SAW sebagai penjelasannya. Apa yang telah ditetapkan oleh
Al-Qur’an dan dijelaskan oleh sunnah Nabi harus diterima dan tidak boleh ditolak. Akal pikiran tidak
mempunyai kekuatan untuk mentakwilkan Al-Qur’an atau mentafsirkannya ataupun menguraikannya,
kecuali dalam batas-batas yang diizinkan oleh kata-kata (bahasa) yang dikuatkan pila oleh hadits-
hadits. Kekuatan akal sesudah itu tidak hanya membenarkan dan tunduk pada nash, serta mendekatnya
kepada alam pikiran.Jadi fungsi akal pikiran tidak lain hanya menjadi saksi pembenaran dan penjelas
dalil-dalil Al Qur’an , bukan menjadi hakim yang mengadili dan menolaknya.15

KESIMPULAN

Manusia adalah makhluk yang memiliki akal. kecerdasan akal manusialah yang telah
menempatkan manusia pada posisi yang mulia di dunia dibandingkan dengan hewan dan tumbuhan.
Akal dan wahyu merupakan dua hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

_________________________________
14
Dr. Fokky Fuad Wasitaatmadja, Filsafat Hukum Akar Reliositas Hukum - Google Buku.
15
A. Hikmawan, Akal dan Wahyu Menurut Harun Nasution dan M. Quraish Shihab (Studi Perbandingan),
PhD Thesis, Universitas Muhammadiyah Surakata.
Yang mana akal berfungsi sebagai salah satu karunia Allah SWT yang diberikan kepada manusia
sebagai pembeda dengan mahluk Allah yang lainnya. Di samping itu, Allah menciptakan akal
disertai dengan fungsi-fungsinya yaitu diantaranya sebagai alat untuk mensyukuri hal-hal yang telah
jelas terdapat dalam kitabullah (Al-Qur’an), memikirkan tentang penciptaan Allah sehingga
menemukan karunia Allah yang tersimpan didalamnya, dan juga yang paling penting adalah bisa
menimbang-nimbang perbuatan baik dan buruk. Menurut mu’tazilah, segala pengetahuan dapat
diperoleh dengan perantara akal, dan kewajiban-kewajiban yang mana kewajiban itu dapat diperoleh
dengan melakukan pemikiran yang mendalam.

Dengan demikian berterima kasih kepada Allah sebelum datangnya wahyu adalah wajib.
Sedangkan menurut asy’ariah bahwa kewajiban manusia hanya dapat diketahui melalui wahyu. Akal
tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjahui yang buruk adalah wajib bagi
manusia. Betul akal dapat mengetahui tuhan, tetapi wahyu-lah yang mewajibkan orang mengetahui
Tuhan dan berterima kasih kepadanya. Sedangkan menurut salafiyah bahwa akal pikiran tidak
mempunyai kekuatan untuk mentakwilkan Al-Qur’an atau menafsirkannya ataupun
menguraikannya, kecuali dalam batas-batas yang diizinkan oleh kata-kata (bahasa) yang dikuatkan
pilar oleh hadits-hadits.

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah Mahmudin Rangkuti, Metode Penelitian (UIN Syarif Hidayatullah


Jakarta), h.1. Abu Yazid, Islam Moderat (Jakarta : Erlangga, 2014), h.76.
Afrizal M., Ibn Rusyd : Tujuh Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam (Jakarta : Erlangga,
2006), h.37. Harun, Teologi..., h.79.
Abdul Hamid, Pengantar Study Al-Qur’an (Jakarta : Prenada Media, 2016), h.78-79.

Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga Metode
Kritik (Jakarta : Erlangga, 2005) h.143.

Bukhori At-Tunisi, Konsep Teologi Ibn Taimiyah (Yogyakarta : Deepublish, 2017), h.12.
M. Ridwan Lubis, Agama Dan Perdamaian: Landasan Tujuan, Dan Realitas Kehidupan
Beragama di Indonesia (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2017) h.184-185.

Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan..., h.5.


H. Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986.
A. Khomaidi, Akal dan Wahyu Dalam Perspektif Harun Nasution, 2006.
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Jogjakarta: Totah Surga, 1987.

H. Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Penerbit


Universitas Indonesia, 1983.
Dr. Fokky Fuad Wasitaatmadja, Filsafat Hukum Akar Reliositas Hukum - Google Buku.

A. Hikmawan, Akal dan Wahyu Menurut Harun Nasution dan M. Quraish Shihab (Studi
Perbandingan), PhD Thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009.

Anda mungkin juga menyukai