tugas dari Dosen Agama Islam kami, Bapak Drs. Zainul Muhibbin
untuk memenuhi kompetensi pembelajaran pada Bab yang
berkaitan. Dalam makalah ini berisi tentang Konsep Ketuhanan
Dalam Islam yang kami kelompokkan menjadi 3 garis besar yaitu :
Filsafat Ketuhanan, Keimanan dan Ketakwaan serta yang terakhir
Wujudulah dan Tauhidulah. Yang mana dari makalah ini nanti
akan kami buat sebuah file Power Point yang nantinya akan kami
presentasikan di depan kelas dan pada akhirnya dapat dijadikan
bahan diskusi oleh kami, teman-teman dan mungkin oleh Bapak
Dosen kami.
Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1. Yang pertama untuk bahan pembelajaran untuk kami dan teman-
teman sekalian dalam memahami Bab Konsep Ketuhanan Dalam
Islam. Yang kedua untuk bahan diskusi kami dan teman-teman saat
pelajaran agama Islam berlangsung. Dan yang terakhir adalah
untuk memenuhi kompetensi kami pada bab yang kami bahas ini.
2. Membuktikan adanya tuhan dari kajian ilmiah, sehingga dapat
memantapkan iman.
3. Mengimplementasikan iman dengan ibadah dan amal saleh
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Menerangkan peranan iman dan takwa dalam menghadapi
tantangan kehidupan modern, sehingga meyakini benar perlunya
beriman dan bertakwa.
I. Filasafat Ketuhanan
1. Arti dari Filsafat Ketuhanan
Pembahasan pertama mengenai konsep ketuhanan Islam
dalam makalah ini akan dimulai dari Filsafat Ketuhanan. Terdiri
dari 2 kata yaitu Filsafat dan Ketuhanan.
Arti kata filsafat dalam KBBI adalah pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, asal, dan hukumnya atau bisa juga teori yang mendasari
alam pikiran atau suatu kegiatan dan yang terakhir ilmu yang
berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.
Untuk kata Ketuhanan berasal dari Kata dasar Tuhan yang
memiliki arti-arti yang berbeda dibalik penamaannya. Ada dua
versi asal kata tuhan, yang pertama adalah Tuhan berasal dari kata
Tuan, lalu yang kedua Tuhan bersal dari bahasa sansekerta yaitu
Tu Hyang, yang artinya Kepala Dewa. Versi pertama menyatakan
pada mulanya kata tuhan hanyalah plesetan dari kata tuan.
Sedangkan versi kedua menyebutkan Tuhan berasal dari kata Tu
dan Hyang. Hyang sendiri memiliki beberapa makna, yaitu
Dewa atau Eyang yang berarti kakek atau nenek. Menurut
Prof. Hamka bahwa Tuhan adalah kata yang didapat oleh Islam
dan terus diapakai. Padahal arti asli kalimat Tuhan itu sama saja
dengan dewa. Kebanyakan kata-kata ini berasal dari bahasa
sansekerta dipakai setelah agama Hindu tersiar di Indonesia lalu
disambut dan dipakai oleh Islam, dan telah menjadi bahasa
Melayu, selanjutnya menjadi bahasa Indonesia.
Sedangkan dalam bahasa Arab, Tuhan adalah Ilah kata Ilah
sendiri berasal dari kata Aliha yang artinya menentramkan.
Disebut Aliha karena yang mengabdi kepada-Nya, cinta dan
cenderung kepada-Nya. Jadi, arti dari Filsafat Ketuhanan adalah
pengetahuan yang berkaitan dengan masalah Ketuhanan.
2. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
a. Berdasarkan pemikiran Orang Barat
Menurut pemikiran Orang barat yang dimaksud konsep Ketuhanan
menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas
hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah,
baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin.
Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu
teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Proses
perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
1. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui
adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula
sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap
benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh
positif dan ada pula yang berpengaruh negatif.
2. Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam
hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai
roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang
aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap
sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa
tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi.
3. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak
memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi
sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian
disebut dewa.
4. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum
cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui
diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang
sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi
lebih definitif (tertentu).
5. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan
untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk
monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga
paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
b. Berdasarkan Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid,
Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul
sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada
aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat
di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena
adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan
Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang
bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain
memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual
sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional.
Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu
ketuhanan dalam Islam.
Aliran tersebut yaitu:
a. Mutazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan
muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam
memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang
islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia
berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal
manzilatain).
Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu
logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan
kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mutazilah yang
bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan
akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan
dengan kaum Islam ortodoks. Mutazilah lahir sebagai pecahan
dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari
Khawarij.
b. Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai
kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri
yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal
itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas
perbuatannya.
c. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murjiah berteori bahwa
manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak
dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan
dipaksa oleh Tuhan.
d. Asyariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara
Qadariah dan Jabariah
Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam
kalangan umat islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-
aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar
Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja
diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang
dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi
situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat
Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan
Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu.
Di antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat menunjang
perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja
adalah aliran Mutazilah dan Qadariah.
3. Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas
pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan
pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib,
sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia
biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran
rasional, tidak akan benar.
Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara
lain tertera dalam:
QS 21 (Al-Anbiya): 92, Sesungguhnya agama yang diturunkan
Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya
manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah.
Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi
mereka.
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa
sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan
sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya,
Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa
para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai
terakhir.
Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di
antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran
yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan
manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.
2. QS 5 (Al-Maidah):72, Al-Masih berkata: Hai Bani Israil
sembahlah Allah Tuhaku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah
neraka.
3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang
Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala
sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia.
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah.
Kata Allah adalah nama isim jumid atau personal name.
Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah
diterjemahkan dengan kata Tuhan, karena dianggap sebagai isim
musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini
dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35
dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan
pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi
sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara
lain surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah
adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat
46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka
menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang
benar-benar Tuhan adalah sebutan Allah, dan kemahaesaan
Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang
datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak
datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran
adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari
bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau
disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang
mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan
dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran
memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan
untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan
kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.
4. Pembuktian Wujud Tuhan
a. Metode Pembuktian Ilmiah
Pemikiran rasional Thales yang coba menjelaskan mitos-mitos
mendorong pemikiran ilmiah tentang asal-usul alam, seperti plato
yang menyatakan bahwa sumber dari alam adalah Yang Maha
Sempurna dan sumber kebaikan Yang Maha itu adalah satu.
Allah berfirman :
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi ? pasti mereka akan menjawab,
Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa, Maha
Mengetahui. (QA : 43 : 9)
Selanjutnya pemikiran mereka dilanjutkan oleh filusuf Muslim
seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, dan lain-lain. Al-Kindi
berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam arti
aniah atau maiah. Tuhan tidak aniah karena Dia adalah pencipta
alam. Dia tidak tersusun dari materi dan bentuk (Al-Hayula Wa
At-Surah) tuhan juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk
mahiah karena tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan
hanya satu dan tidak ada yang serupa dengannya.
b. Metode pembuktian dengan alam
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan
rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak memberikan penjelasan
bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu
Akal yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya
bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini ada.
Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap
bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
c. Metode pembuktian dengan Pendekatan Fisika
Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam
menciptakan dirinya sendiri (alam bersifat azali) masih banyak
pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan hukum kedua
termodinamika (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini
telah kehilangan landasan berpijak.
d. Metode pembuktian dengan Pendekatan Astronomi
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan
penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi
istilah dalil ikhtira. Di samping itu Ibnu Rusyd juga
menggunakan metode lain yaitu dalil inayah. Dalil inayah
adalah metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan
penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah
Daradjat, 1996:78-80).
II. Keimanan dan Ketakwaan
1. Pengertian Iman
Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman berasal
dari kata kerja amina-yumanu-amanan yang berarti percaya. Oleh
karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang
terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah
dan selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam
sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan dan kepatuhan
(taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang
yang beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan
mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah
dan dengan membaca dua kalimah syahadat telah menjadi Islam.
Dalam surah al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang
yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah
(asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman kepada Allah
berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran
menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah,
menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat
menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau
perlu mempertaruhkan nyawa.
Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman
didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan
lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Immaanu
aqdun bil qalbi waigraarun billisaani waamalun bil arkaan).
Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan
antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan
sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam al-Quran selalu dirangkaikan dengan
kata lain yang memberikan corak dan warna tentang sesuatu yang
diimani, seperti dalam surat an-Nisa:51 yang dikaitkan dengan
jibti (kebatinan/idealisme) dan thaghut (realita/naturalisme).
Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan kata
bathil, yaitu walladziina aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak
benar menurut Allah. Dalam surat lain iman dirangkaikan dengan
kata kaafir atau dengan kata Allah. Sementara dalam al-Baqarah:
4, iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan Allah
(yuminuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila min qablika).
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam
al-Quran, mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman
yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya,
dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan
selainnya, disebut iman bathil.
2. Wujud Iman
Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman bukan hanya
berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang
muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas,
bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim
yang disebut amal saleh.
Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu,
melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan
melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman
bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara
utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam
agama Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari
segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang sebagai
muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia
berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan
bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila
tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa,
kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran
manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim,
sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari
Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini
dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam.
Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.
3. Tanda-tanda Orang Beriman
Al-Quran menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai
berikut:
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha
agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika
dibacakan ayat al-Quran, maka bergejolak hatinya untuk segera
melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan memahami ayat yang
tidak dia pahami.
2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka
ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup
dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-
Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah:
10, dan at-Taghabun:13).
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga
pelaksanaannya (al-Anfal: 3 dan al-Muminun: 2, 7).
Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia
segera shalat untuk membina kualitas imannya.
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-
Mukminun:4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa
harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya
pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang
kaya dengan yang miskin.
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga
kehormatan (al-Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau
yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Quran
menurut Sunnah Rasulullah.
6. Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mukminun: 6).
Seorang mumin tidak akan berkhianat dan dia akan selalu
memegang amanah dan menepati janji.
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74).
Berjihad di jalan Allah adalah bersungguh-sungguh dalam
menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki
maupun dengan nyawa.
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur:
62). Sikap seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang
mukmin, orang yang berpandangan dengan ajaran Allah menurut
Sunnah Rasul.
Para ulama telah banyak yang memberikan pengertian tentang
takwa diantaranya adalah perkataan Thalq bin Habib rahimahullah,
beliau mengatakan: Takwa yaitu melakukan ketaatan kepada
Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah semata-mata
mengharap pahala dari-Nya. Dan meninggalkan kemaksiatan
kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah karena
takut akan adzab-Nya.
4. Makna Takwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti
takut, menjaga, memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna
etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara
keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam
secara utuh dan konsisten ( istiqomah ). Karakteristik orang
orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan kedalam
lima kategori atau indicator ketaqwaan.
1. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab kitab dan para nabi.
Dengan kata lain, instrument ketaqwaan yang pertama ini dapat
dikatakan dengan memelihara fitrah iman.
2. Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak
yatim, orang orang miskin, orang orang yang terputus di
perjalanan, orang orang yang meminta minta dana, orang
orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi
kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang
kedua ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama umat
manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan
harta.
3. Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain,
memelihara ibadah formal.
4. Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara
kehormatan diri.
5. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau
dengan kata lain memiliki semangat perjuangan.
2. Wujudullah
Konsep mengesakan Allah dibangun atas tiga landasan
pemikiran, yaitu Wujudullah (keberadaan
Allah),Wahddaniyatullah (keesaan Allah),
dan Rububiyatullah (ketuhanan Allah). Menanamkan benih
pemikiran tauhid akan sangat kondusif pada anak dalam usia pra
sekolah dimana dalam fase itu daya serap anak terhadap segala
masukan -positif maupun negatif- sangatlah besar.
DAFTAR PUSTAKA
http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-
dalam-islam/
http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_Islam
http://hikmah.blog.uns.ac.id/2010/05/08/konsep-ketuhanan-dalam-
islam/
http://arieshieddin.blogspot.com/2009/04/konsep-ketuhanan-dan-
hakikat manusia.html
http://kirliankid.wordpress.com/2010/04/02/konsep-ketuhanan-
dalam-islam/
http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/04/11/makna-tauhid-
kepada-allah-tauhidullah/
http://www.isparmo.com/2006/02/tauhidullah.html
http://religionforheaven.blogspot.com/2009/09/tauhidullah.html
Mansoer, Hamdan, dkk. 2004. Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi Umum. Jakarta. Departemen Agama RI
Ahmadi Abu, dkk. 1991. Dasar Dasar Pendidikan Agama Islam.
Jakarta. Bumi Aksara
Darajat, Zakiah, dkk. 1986. Dasar Dasar Agama Islam. Jakarta.
Departemen Agama RI
http://www.isparmo.com/2006/02/tauhidullah.html
http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/04/11/makna-tauhid-
kepada-allah-tauhidullah/