Anda di halaman 1dari 22

RICKETSIA

Pembimbing: dr. Jufri Makmur, Sp.PD


Kelompok 3
Anggota:
Khalida Khairunnisa
G1A114006
Adinda
G1A114007
Enita Harianti
G1A114008
Nurul Setiani
G1A114009
Shanna Alysia Aziz
G1A114010
Relia Seftiza
G1A114011
Arrinalhaq Andre Sondakh
G1A114014
Laras Zoesfa Rahmalia
G1A114015
Rahayu Afriliza
G1A114016
Achyarini Noviola
G1A114017
Putri Nilam Sari
G1A114019
Hidayanti Br Siregar
G1A114020
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan refrat ini, dengan judul Ricketsia.
Penulisan refrat ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada
blok 4.3 mengenai sistem kelainan neuromuskuloskeletal serta untuk menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan para pembacanya.
Refrat ini disusun berdasarkan sumber-sumber yang ada, didukung oleh
beberapa literatur terkait dari berbagai sumber. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa penyusunan refrat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati kami menerima kritikan dan saran yang bersifat

membangun dari para pembaca dan dosen pembimbing untuk menyempurnakan


refrat ini.
Semoga refrat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jambi , Juni 2016
Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......... 2
DAFTAR ISI 3
BAB I ...............................4
1.1 Pendahuluan................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4
2.1 Anatomi Tulang. 5
2.2 Definisi.............................. 7
2.3 Klasifikasi...... 8
2.4 Etiologi.. 10
2.5 Epidemiologi. 11
2.6 Patofisiologi... 11
2.7 Manifestasi Klinik. 14
2.8 Diagnosis... 16
2.9 Diagnosis Banding... 18
2.10 Penatalaksanaan............. 20
2.11 Komplikasi.21
2.12 Prognosis... 22
BAB III PENUTUP.. 23
3.1 Kesimpulan............ 23
DAFTAR PUSTAKA.. 24

BAB I

1. Pendahuluan
Penyakit riketsia (Rickettsia) adalah infeksi yang disebabkan oleh
kelompok bakteri gram negatif dari golongan Rickettsiae, Ehrlichia, Orientia, dan
Coxiella. Nama Rickettsia diambil dari seorang peneliti dan juga ahli patologi
Amerika, Howard Taylor Ricketts. Beliau akhirnya wafat karena terkena penyakit
turunan tifus yang sedang ditelitinya. Meskipun namanya serupa dengan kelainan
karena kekurangan vitamin D, yaitu rickets, bakteri Rickettsia bukanlah
penyebabnya. Penyakit ini bersifat endemik hampir di seluruh dunia, termasuk
Indonesia. Endemik berarti keadaan suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit)
yang frekuensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang lama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi Tulang
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral
3

dan jaringan organic (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk
suatu kristal garam (hidroksiapatit) yang tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70%
dan osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan materi organik lain yang juga
menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Bagian-bagian dari sebuah tulang panjang berupa epifisis, lempeng
metafisis dan diafisis. Namun histologi yang spesifik dari lempeng epifisis atau
lempeng pertumbuhan ini merupakan faktor yang penting pada penyakit ricketsia

ini. Lempeng epifisis terdiri dan 4 zona:


Zona sel istirahat: lapisan sel paling atas yang letaknya dekat epifisis.
Zona proliferasi: lapisan tempat terjadinya pembelahan aktif sel dan dimulainya

pertumbuhan tulang panjang.


Zona hipertrofi: sel-sel tulang menjadi bengkak, melemah dan secara metabolik

menjadi tidak aktif.


Zona kalsifikasi provisional: sel-sel tulang menjadi keras dan menyerupai tulang
normal.

Gambar 2: Struktur tulang

Gambar 3: Histologi dari


lempeng epifisis

Tulang adalah suatu jaringan


yang dinamis yang tersusun
dan 3 jenis sel:
1. Sel

osteoblas:

membangun
dengan

tulang

membentuk

kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid
melalui suatu proses yang disebut ossifikasi. Osteoblas mensekresi
sejumlah

besar

alkali

fosfatase

yang

berperan

penting

dalam

mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.


2. Sel osteosit: sel sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat
3. Sel osteoklas: sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral
dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Osteoklas bersifat mengikis tulang
sebab

sel-sel

ini

menghasilkan

enzim-enzim

proteolitik

yang

memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral


tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

Gambar 4: Histologi osifikasi tulang

2.2

Definisi
Richets

merupakan

kelainan

disease/Ricketsia
dengan

gangguan pertumbuhan tulang akibat kegagalan deposisi kalsium pada


matriks tulang (osteoid) dan pada tulang rawan preosseus dari zona kalsifikasi
tulang rawan lempeng epifisis. Deposisi normal kalsium pada osteoid dan tulang
rawan preosseus sangat dipengaruhi oleh kadar kalsium dan fosfor

yang

merupakan hasil interaksi dari 3 faktor yang berjalan seimbang:


Absorbsi beberapa elemen dari usus.
Ekskresi pada ginjal dan usus serta
Mobilisasi kalsium dari dan ke dalam tulang.
Keseimbangan ini diatur oleh vitamin D dan hormon parathyroid.
Adanya gangguan pada salah satu sistem tersebut sehingga menyebabkan rekasi
tulang menyeluruh yang disebut ricketsia.
Vitamin D berfungsi dalam remodelling tulang serta mobilisasi kalsium
dari usus halus dan tulang. Secara alamiah vitamin D yang aktif dalam tubuh
adalah dalam bentuk vitamin D3 (cholecalciferol) yang berasal dari dua sumber
yaitu dari diet sehari hari dan secara tidak langsung terjadi dari perubahan
prekursor vitamin D3 pada kulit di bawah pengaruh sinar matahari (sinar
ultraviolet). Kebutuhan sehari hari tubuh terhadap vitamin D sebesar 400 IU.
Di dalam hati, vitamin D diubah kedalam bentuk 25OH
cholecalciferol sehingga bisa diangkut oleh darah. Kemudian di dalam ginjal,
6

bentuk ini selanjutnya diubah untuk menghasilkan hormon vitamin D 1,25 di


OH-cholecalciferol yang fungsi utamanya adalah meningkatkan penyerapan
kalsium dari usus dan mempermudah pembentukan tulang normal. Pada
kekurangan vitamin D, kadar kalsium dan fosfat dalam darah menurun menyebabkan
penyakit tulang karena tidak terdapatnya kalsium dan fosfat yang cukup untuk
mempertahankan kesehatan tulang. Keadaan inilah yang disebut dengan
ricketsia (pada anak-anak) dan osteomalacia (pada dewasa).
2.3

Klasifikasi

Rickets akibat gangguan hati dan saluran cerna


Pada pasien dengan gangguan hati dn saluran pencernaan akan terjadi
penurunanan absorbs vitamin D sehingga dapat menyebabkan rickets.hati
berperan penting dalam metabolism vitamin D karena menghsilkan enzim 25hidroksilase yang dapat merubah vitamin D menjadi 25-OHD . kelainan sirkulasi
enterohepatik dan penyakit kolestasis terutama hepatobiliaris juga dapat
menyebabkan rickets ataupun osteomalasia. Pada sebagian besar penyakit hati
kronik rata-rata kadar 25-OHD plasma di bawah normal.
Berkurangnya kadar 25-OHD dapat terjadi setelah reseksi usus halus dan pasien
malabsorbsi yang di sebabkan oleh kistik dan penyakit seliak. Kejadian rickets ini
relative jarang dan kemungkinan merupakan gabungan dari gangguan absorbs
vitamin D dan kalsium.kadar 25-OHD dan 1,25 (OH)2 D dalam darah di bawah
normal dapat dijadikan petanda adanya rickets akibat gangguan saluran cerna.
Rickets akibat pengobatan antikonvulsi
Pengobatan antikonvulsi yang lama telah dihubungkan dengan
meningkatnya insidens rickets dan osteomalasia. Rickets biasanya terjadi pada
pasien yang mendapatkan pengobatan fenobarbital dan atau fenitoin. Pada
pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan kadar kalsium dan 25-OHD dalam
darah,sedangkan kadar 1,25 (OH)2 D biasanya masih dalam batas normal.
Antikonvulsi diketahui menyebabkan aktivasi enzim hepatic sitokrom
hidroksilasi yang dapat menghambat metabolism 25-OHD dan meningkatkan
metabolism vitamin D menjadi bentuk yang tidak aktif.
7

Rickets akibat ketergantungan vitamin D tipe I ( Vitamine D Dependent Rachitis


VDDR Type I)
Penyakit ini di sebabkan oleh defisiensi 1-hidroksilase yang di produksi
oleh ginjal. Rickets tipe ini bersifat herediter yang diturunkan secara resesif
autosomal dan angka kejadian sagat jarang. Gejala klinis sama dengan rickets
yang akibat defisiensi vitamin D, tetapi gejala klinisnya tetap ada walaupun telah
diberikan vitamin D dengan dosis adekuat.
Rickets akibat ketergantungan vitamin D tipe II I (Vitamin D Dependent Rachitis
VDDR Type II)
Penyakit

ini

disebabkan

oleh

organ

target

yang

resisten

terhadap1,25(OH)2 D. Penyakit ini diandai dengan onset penyakit yang cepat


diseratai dengan hipokalsemia, hipoparatiroid, dan kadar 1,25(OH)2 D dalam
darah yang sangat tinggi. Setengah dari kasus rickets ini disertai degn gejala
alopesia dan kebanyakan terjadi pada usia 1 tahun pertama.
Pengobatan tipe ini sangat sulit. Baru-baru ini dilaporkan keberhasilan pengobatan
vddr tipe II dengan memberikan kalsium parental dengan suplementasi pospat.
Pengobatan VDDR tipe II ini

pada pasien biasanya rensponsive terhadap

pemberian 1,25(OH)2 D atau 1-hidroksilase dosis tinggi.namun sebagian pasien


tidak memberikan respon dengan pengobatan yang sama. Beberapa pasien dapat
sembuh spontan setelah berusia 7-9 tahun, meskipun ada beberapa pasien yang
meninggal pada usia 3 tahun pertama.

Rickets akibat defisiensi posfat ( rickets fosfatemia )


Penyakit rickets ini jarang dilaporkan dan merupakan penyakit ginjal
herediter yang diturunkan secara X-linked. Penyakit rickets ini disebabkan oleh
gangguan reabsobsi fosfat pada tubulus proksimal. Manifestasi klinis yang utama
adalah terjadinya

gangguan pertumbuhan dan deformitas

tulang terutama

ekstremitas bawah. Selain itu sering disertai dengan kelainan gigi geligi berupa
lubang-lubang kecil yang dapat menjadi infeksi. Dalam beberapa bulan lahir,

manifestasi penyakit ini biasanya belum tampak tetapi kemudian berkembang


secara progresif. Terdapatnya fosfat dalam urin merupakan petunjuk yang sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit ini.
Pengobatan rickets jenis ini adalah dengan pemberian garam fosfat 13g/hari dalam 4-6 dosis dan 1,25(OH02 D dengan dosis 15-20 g / hari.
Pemberian 1,25(OH)2 D di tujuan untuk mengurangi kebutuhan fosfat dan
mencegah hipokalsemia serta hiperparatiroid.
2.4 Etiologi
Penyebab penyakit rickets adalah sebagai berikut :
1. Defisiensi vitamin D akibat kurang mendapat sinar matahari, diet
yang kurang mengandung vitamin D, malabsorbsi vitamin D, dan
ketergantungan vitamin D tipe I (defisiensi -hidroksilase)
Ricketsia akibat defisiensi vitamin D jarang tampak pada umur kurang dari
6 bulan atau lebih dari 3 tahun. Tipe ini menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
dengan pemberian vitamin D dosis biasa serta makanan yang mengandung banyak
vitamin D, dapat memberikan hasil terapi yang baik. Defisiensi vitamin D dapat
disebabkan oleh diet yang tidak mencukupi, kurang terpapar sinar matahari pagi,
malabsorbsi atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Kekurangan vitamin D dapat
dijumpai pada orang-orang dengan diet vegetarian yang tidak mengkonsumsi
produk susu atau pada orang dengan intoleransi laktosa. Diet yang kekurangan
kalsium dan fosfor dapat juga berperan sebagai bagian dari masalah nutrisi yang
menyebabkan ricketsia. Ricketsia yang disebabkan diet yang kekurangan mineral
ini biasanya banyak di negara berkembang.
Defisiensi vitamin D dapat pula disebabkan oleh gangguan absorbsi pada
usus akibat steatore dan gangguan yang disebut celiac ricketsia, dimana terjadi
peningkatan sensitivitas terhadap gluten yang terdapat dalam tepung terigu dan
gandum yang ditandai dengan atropi vili pada saluran cerna. Oleh karena itu dosis
standar vitamin D tidak akan menyebabkan perubahan pada ricketsia sampai diet
betul-betul dibuat bebas dari gluten. Absorbsi dari kalsium, meskipun sebagian
besar berkurang, dapat dengan cukup mengkalsifikasi tulang pada penyakit ini
(celiac ricketsia) selama hanya ada sedikit atau tidak ada sama sekali

pertumbuhan, tetapi ketika nampak suatu pertumbuhan, defek absorbsi ini akan
menghasilkan pembentukan ricketsia.
2. Resistensi organ akhir akibat ketergantungan vitamin D tipe II
3. Defisiensi fosfat
2.5

Epidemiologi

1. Rickets sering terjadi pada bayi yang mendapat ASIyang berkepanjangan


tanpa pemberian makanan tambahan dan tidak mendapatkan sinar matahari
yang cukup.
2. Biasanya rickets terjadi pada anak usia 1-2 tahun dan masa remaja karena
memerlukan vitamin D yang lebih banyak untuk pertumbuhannya.
3. Di negara muslim dan juga masyarakat non-muslim di India dan Cina,
angka kejadian rickets masih tinggi, hal ini mungkin disebabkan oleh
kebiasaan berpakaian sehingga kulit kurang mendapatkan sinar matahari.
2.6

Patofisiologi
Pembentukan tulang baru dimulai dengan osteoblast, yang menyebabkan

pengendapan matriks dan selanjutnya mineralisasi (pemasukan mineral).


Osteoblast mengekskresi kolagen dan selanjutnya mengubah polisakarida,
fosfolipid, fosfatase alkali dan pirofosfatase sampai terjadi mineralisasi bila ada
cukup kalsium dan fosfor. Penyerapan tulang terjadi bila osteoklas mensekresi
enzim pada permukaan tulang, melarutkan dan memindahkan matriks dan
mineral. Osteosit yang ditutup oleh tulang menyerap maupun mengendapkan
kembali tulang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tulang kurang
dimengerti, tetapi fosfor, kalsium, fluorida, dan hormon pertumbuhan semuanya
mempunyai beberapa pengaruh.
Pada rickets, pertumbuhan tulang tidak sempurna akibat dari kemunduran
atau penekanan pertumbuhan kartilago epifisis normal dan kalsifikasi normal.
Perubahan ini tergantung pada defisiensi kalsium dan garam fosfor serum untuk
mineralisasi. Sel kartilago gagal untuk menyempurnakan siklus proliferasi dan
degenerasi normalnya, dan kegagalan penetrasi kapiler selanjutnya terjadi dengan
cara selapis demi selapis. Hasilnya adalah garis epifisea tidak teratur, berjumbaijumbai pada ujung batang. Kegagalan kegagalan matriks osseosa dan
10

kartilaginosa memineralisasi daerah persiapan kalsifikasi, disertai dengan


pengendapan osteoid yang dibentuk baru, menghasilkan daerah tidak teratur,
lebar, berjumbai-jumbai jaringan tidak kaku (metafisis rakitis). Daerah ini,
menimbulkan deformitas skelet, menjadi terkompresi dan menonjol ke lateral,
menghasilkan pelebaran ujung tulang dan tasbeh rickets. Mineralisasi pada tulang
subperiosteal juga kurang; korteks yang ada sebelumnya diserap dengan cara yang
normal tetapi diganti dengan jaringan esteoid pada seluruh batang, yang gagal
memberi mineral. Jika proses ini berlanjut, batang kehilangan kekuatannya, dan
hasilnya korteks tulang melunak dan menipis yang dengan mudah dirubah bentuk
oleh penekanan; yang berakibat deformitas dan fraktur.

Kolekalsiferol

(yaitu

vitamin

D3)

dibentuk

di

kulit

dari

5-

dihydrotachyterol. Hidroksilasi dari steroid terjadi dalam 2 fase. Fase pertama


terjadi di dalam hati, di mana hasil hidroksilasi memproduksi kalsidol, yang
beredar dalam plasma

Sebagai metabolit vitamin D dan dianggap sebagai

indicator yang baik terhadap status vitamin D secara keseluruhan. Fase kedua

11

terjadi hidroksilasi di ginjal., dimana kalsidol mengalami hidroksilasi menjadi


metabolit aktif kalsitriol.
Kalsitriol bekerja dengan mengatur metabolism kalsium dengan
meningkatkan asupan ataupun penyerapan kalsium dan fosfor dari reabsorpsi di
usus, serta melepaskan kalsium dan fosfat pada tulang. Kalsitriol juga dapat
langsung memfasilitasi kalsifikasi tulang. Tindakan ini meningkatkan konsentrasi
kalsium dan fosfor dalam cairan ekstraseluler. Peningkatan kalsium dan fosfor
dalam cairan ekstraseluler pada gilirannya akan mengarah pada kalsifikasi
osteoid, terutama pada ujung tulang metapysela dan juga seluruh osteoid pada
tulang rangka. Hormone paratiroid memfasilitasi langkah hidroksilasi dalam
metabolism vitamin D.
Dalam keadaan kekurangan vitamin D, hipokalsemia berkembang, yang
meransang kelebihan hormone paratiroid, yang merangsang kehilangan fosfor
ginjal lebih lanjut mengurangi deposisi kalsium dalam tulang. Kelebihan hormone
paratiroid juga menghasilkan perubahan di tulang serupa dengan yang terjadi pada
hiperparatiroidisme. Pada awal perjalanan rakatis, konsentrasi kalsium dalam
serum menurun. Setelah respon paratiroid, konsentrasi kalsium biasanya kembali
ke kisaran normal., meskipun tingkat fosfor tetap rendah. Alkalin fosfatase yang
dihasilkan oleh sel osteoblas terlalu aktif diproduksi, kondisi ini memberikan
manifestasi kebocoran pada cairan ekstraseluler sehingga konsentrasi alkaline
fosfat meningkat.
Malabsorpsi lemak di usus dan penyakit hati atau ginjal dapat
menghasilkan

gambaran

klinis

dan

biokimia

sekunder

riketsia.

Obat

antikonvulsan (misalnya: fenobarbital, fenitoin) dapat mempercepat metabolism


kalsidiol, sehingga menyebabkan kekurangan dan rakitis, terutama pada anakanak yang mengalami terapi anti kejang dalam jangka waktu lama.
Patologi
Perubahan-perubahan patologi pada rickets antara

lain

adalah

berkurangnya secara umum matriks yang mengalami kalsifikasi (tulang) dan


bertambahnya matriks yang tidak mengalami kalsifikasi (osteoid), yang pada foto
rontgen terlihat hipodensitas disertai penipisan tulang. Selain itu pada tulang
rawan pra-ossesus di bagian epifisis tidak terjadi kalsifikasi yang biasanya
terdapat pada penulangan normal tulang rawan. Kalsium berfungsi dalam
12

pengerasan tulang sehingga daerah yang tidak mengalami kalsifikasi menjadi


rapuh serta terjadi deformitas yang progresif pada tulang dan lempeng epifisis.
2.7

Manifestasi Klinis
Berdasarkan gambaran klinisnya, riketsia dapat dibagi atas 3 yaitu:
1. Ricketsia akibat defisiensi vitamin D
Gambaran klinik pada ricketsia akibat defisiensi vitamin D pada bayi

dapat berupa otot yang lemah, perut menonjol serta keterlambatan duduk, berdiri
dan berjalan. Ricketsia yang terjadi ini terutama ditemukan pada anak-anak umur 1
tahun. Pada stadium dini terjadi hipokalsemi yang ditandai dengan konvulsi dan
tetani. Kelainan tulang yang dijumpai adalah kraniotabes, penutupan sutura
yang lambat dan konsistensi tulang kepala seperti perkamen

Gambar 5: Frontal bossing

Pada tulang iga terdapat bentuk seperti tasbih pada hubungan


osteokondral. Pada toraks ditemukan dada burung akibat penonjolan tulang dada
ke depan. Selain itu pada dada sebelah bawah terdapat lekukan mendatar yang
disebut cekungan Harrison akibat tarikan diafragma terhadap tulang iga. Pada
tulang panjang dijumpai kelainan seperti genu varum atau kaki O atau genu
valgum yaitu kaki X. Pada bentuk yang berat akan dijumpai koksa vara dan
kifoskoliosis. Akibat kelainan tungkai bawah dan tulang belakang, penderita dapat
berjalan seperti bebek. Tinggi badan berkurang, panggul menjadi sempit karena
sendi paha pindah ke medial dan cranial setelah anak dapat berdiri dan berjalan.

13

Gambar 6: Cekungan Harrison

2. Ricketsia akibat insufisiensi ginjal kronik


Manifestasi dari lesi ginjal dengan gangguan pertumbuhan termasuk
hambatan pertumbuhan, sering dijumpai derajatnya tidak sesuai dengan beberapa
bentuk infatilism. Berat badan mungkin sesuai adalah kecil, meskipun malnutrisi
tidak ada dan pertumbuhan mental normal. Genu valgum biasanya disertai dengan
pembesaran dari epifis dari ankle, kostokondral Rosary, sulkus Harrison atau tertarik.

Gambar 7: Kostokondral Rosary

3. Ricketsia akibat insufisiensi tubulus renalis


Kronik hipofosfatermia merupakan penyakit kronik turunan yang
membuat anak mempunyai defek formasi tulang yang berhubungan dengan
aktivitas alkali fostase yang di dalam serum dan jaringan. Gambaran histologik pada
hipofosfatasia menyerupai gambaran ricketsia yang berat. Disini terjadi kegagalan
mineralisasi dan garis kalsifikasi sementara dan proliferasi kartilago yang
berlebihan pada metafisis. Metafisis sangat lebar oleh produksi osteoid yang
berlebihan tanpa ossifikasi yang cukup lebar dan biasanya telah terdapat distorsi pada

14

daerah ini. Dapat pula ditemukan osteoklerosis pada tulang rangka dan gambaran
rugger jersey pada bagian lateral tulang belakang dimana gambaran ini akibat
berkurangnya densitas tulang. Pada anak-anak dengan ricketsia yang lama dapat
terlihat gambaran epifiolisis
2.8

Diagnosa Banding

1. Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis Imperfekta (OI) merupakan gangguan pembentukan tulang
yang bersifat diturunkan, dengan karakteristik fragilitas tulang dan rendahnya
massa tulang. OI merupakan gangguan jaringan ikat bersifat genetik yang cukup
jarang dijumpai, disebabkan oleh mutasi gen yang bertugas mengkode prokolagen
tipe 1 (COL1A1 dan COL1A2) dan menyebabkan gangguan pada pembentukan
kolagen tipe 1. 1 Spektrum klinis OI sangat luas, mulai dari bentuk letal pada
masa perinatal hingga bentuk ringan yang membuat diagnosis penyakit ini pada
dewasa menjadi kurang jelas.
Pada OI dapat dijumpai tulang yang lemah, sklera berwarna biru, dan tuli,
dibedakan menjadi 4 tipe berdasarkan kriteria klinis dan radiologi. Tipe 1
merupakan tipe yang paling sering dijumpai dan merupakan tipe yang paling
ringan. Tipe II (perinatal lethal) merupakan bentuk paling berat. Bayi dapat lahir
meninggal atau meninggal pada tahun pertama kehidupan. Tipe III merupakan
bentuk paling berat dari bentuk OI nonletal dan menyebabkan kecacatan fisik
yang bermakna. Tingkat keparahan OI tipe IV berada diantara tipe I dan tipe III.
2. Achondroplasia
Achondroplasia adalah suatu gangguan genetik yang mengakibatkan
hambatan pertumbuhan tulang yang dapat didiagnosis sejak bayi lahir dan pada
awal kehidupan mereka. Anak laki maupun perempuan mempunyai kesempatan
yang sama untuk menderita gangguan keturunan ini. Di Australia ada sekitar 1
diantara 20.000 anak menderita kelainan ini. Pada awal masa pertumbuhan, tulang
rawan (cartilago), berkembang normal menjadi tulang sejati, tetapi pada penderita
penyakit ini sel tulang rawan berkembang lebih lambat daripada normal. Hal ini
terjadi terutama pada tulang panjang seperti tulang lengan dan kaki, dan

15

cenderung lebih pendek dan menyebabkan pendeknya tulang secara keseluruhan


(kerdil). Tetapi bentuk tulang tubuh dan tulang lainnya kadang terlihat normal,
sedangkan tulang lengan dan kakinya lebih pendek. Bentuk lain yang terjadi
adalah tulang kepalanya besar yang biasanya bagian depan (kening) lebih
menonjol dengan bagian hidung melekuk kedalam, lengan pendek dengan jari
tangan pendek dan besar, siku melengkung, pendengaran agak berkurang dan
bernafas agak terengah-engah.
3. Metaphyseal Chondroplasia
Pembentukan tulang endochondral yang terhambat akan mengakibatkan
pertumbuhan yang abnormal dari growth plates dan metafisis dari tulang panjang
yang

akan

memberikan

gambaran

khas

pada

penyakit

Metaphyseal

Chondroplasia. Kelainan ini ditandai dengan short-limbed dwarfism yang


disebabkan oleh terlambatnya diferensiasi dari kondrosit dan sel lainnya, biasanya
hiperkalsemia dan hipofosfatemia berat. Kelainan ini disebabkan karena mutasi
dari PTHR1 yang banyak terdapat pada ginjal dan tulang, dan pada metafisis
growth plate.

2.9

Diagnosis
Pada bayi harus dipikirkan kemungkinan adanya penyakit ricketsia bila

ditemukan konvulsi, tetani, demam, iritabilitas dan lemas serta gangguan


perkembangan fisik dan mental pada bayi. Pada anak yang sudah berjalan, penyakit
ricketsia harus dipikirkan bila terdapat deformitas pada anggota gerak bawah
(seperti genu valgum, genu varus, deformitas torsional, scoliosis, kifosis, tulang
dada yang menonjol keluar), adanya nyeri tulang, pertumbuhan gigi yang terlambat
dan ukuran tubuh yang kecil (cebol).

16

Gambar 8: Deformitas anggota gerak bawah

Diagnosis

penyakit
ditegakkan

berdasarkan:
Gambaran klinis
Terdapat pembengkakan pada lokasi lempeng epifisis khususnya bagian distal
radius dan tumit dan pada costochondral junction yang dikenal dengan rachitis
rosary

Gambar 9: Tibial Bowing

Pemeriksaan
Gambaran

radiologis
yang spesifik pada foto roentgen adalah

adanya gambaran radiolusen yang luas pada lempeng epifisis karena tidak terjadi
kalsifikasi pada tulang rawan pre-osseus dan juga terlihat gambaran cupping dari distal
radius dan femur.

Gambar 10: Tampak gambaran radiolusen yang luas pada lempeng epifisis

17

Gambar 11: Genu valgum dan Genu varus

Pemeriksaan

Laboratorium
Peningkatan kadar alkali fosfatase (isoenzim ALP2) darah yang menunjukkan adanya

peningkatan osteoblastik yang abnormal.


peningkatan kadar ureum dan fosfat anorganik darah yang menunjukkan adanya lesi pada

glomerulus renalis.
Hipofosfatemia dengan kadar ureum yang normal dan tanpa disertai defisiensi vitamin

D yang menunjukkan adanya gangguan pada tubulus renalis.


Pemeriksaan biopsi tulang
Sebenarnya dari gambaran klinik dan radiologi, diagnosis klinik dari ricketsia sudah dapat
ditegakkan. Namun pada kasus-kasus yang tipikal, pemeriksaan biopsi tulang dapat dilakukan
untuk memberikan diagnosis pasti. Dimana pada biopsi tulang akan terlihat osteoid yang
tampak melebar ekstensif pada kedua sisinya dan dengan pemberian tetrasiklin akan
memperlihatkan adanya gangguan mineralisasi.

2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan
Pengobatan untuk rickets, cholecalciferol (vitamin D3, Ddrops Anak, Delta-D3)
dapat diberikan secara bertahap selama beberapa bulan atau dalam satu hari dosis
15.000 mcg (600.000 U) yang biasanya dibagi menjadi 4 atau 6 dosis oral
(suntikan intramuscular jg ada). Jika metode bertahap dipilih, 125-250 mcg (500010,000 U) diberikan setiap hari selama 2-3 bulan sampai penyembuhan dan
konsentrasi alkali fosfatase mendekati kisaran referensi. Karena metode ini

membutuhkan perawatan harian, kesuksesan tergantung pada kepatuhan.


Vitamin D (cholecalciferol) baik disimpan dalam tubuh dan secara bertahap
dilepaskan selama beberapa minggu. Karena kedua calcitriol dan calcidiol
memiliki hidup yang singkat, agen ini tidak cocok untuk pengobatan, dan mereka
melewati kontrol fisiologis alami sintesis vitamin D.
18

Jika deformitas terjadi, konsultasi ortopedi mungkin diperlukan setelah

penyembuhan. Sebagian besar deformitas dapat diperbaiki dengan pertumbuhan.


Dianjurkan konsultasi dengan ahli endokrinologi pediatrik.
ASI mengandung sedikit vitamin D dan berisi terlalu sedikit fosfor untuk bayi
yang beratnya kurang dari 1500 gram. Bayi dengan berat kurang dari 1500 gram
perlu suplemen khusus (yaitu, vitamin D, kalsium, fosfor) jika ASI adalah sumber
makanan utama mereka. Dianjurkan suplemen vitamin D dari minggu pertama

pada bayi yang rentan untuk mendapat ASI aman dan efektif .
Sinar ultraviolet yang cukup atau 10 mcg (400 IU) secara oral (PO) setiap hari
vitamin D dan pasokan makanan yang cukup kalsium dan fosfor mencegah
rickets. Sedikitnya 20 min / d dari sinar ultraviolet untuk wajah bayi berkulit
terang yang cukup. Namun periode lebih lama dari paparan yang diperlukan untuk
anak-anak dengan peningkatan pigmentasi kulit.

Tes berikut dapat membantu mendiagnosa rickets:


Gas darah arteri dapat mengungkapkan asidosis metabolik
Tes darah (serum kalsium) dapat menunjukkan tingkat yang rendah kalsium,

fosfor serum mungkin rendah, dan fosfatase alkali serum dapat menjadi tinggi.
Tulang biopsi jarang dilakukan tetapi akan mengkonfirmasi rakitis
Sinar-x tulang yang terkena bisa menunjukkan hilangnya kalsium dari tulang atau

perubahan bentuk atau struktur tulang


Serum alkaline phosphatase
fosfor serum

Tes dan prosedur lainnya adalah sebagai berikut:


Alkali fosfatase (ALP) isoenzim
Kalsium (terionisasi)
PTH
Urine kalsium

Pencegahan
Imbangi asupan gizi anak dengan makanan-makanan yang kaya akan
vitamin D dan mineral, misalnya telur, ikan sarden atau salmon, kacang-kacangan,

tahu dan tempe, sayur-sayuran, serta susu.


Apabila asupan gizi dari makanan masih kurang, mintalah dokter untuk
meresepkan suplemen vitamin D dan kalsium sesuai dengan usia dan kebutuhan
anak. Ibu hamil dan menyusui juga memerlukannya.
19

Jemur anak di bawah sinar matahari secara rutin sekitar 15-20 menit

karena sinar matahari juga merupakan sumber vitamin D yang baik.


2.11 Komplikasi
Infeksi pernapasan seperti bronchitis dan bronekhopneumoni sering terjadi
pada bayi rakhitis dan ateletaksis paru, dan sering disertai deformitas dada berat
akibat kurangnya vit D sehingga kalsium tidak dapat diserap dari usus dan
menyebabkan deformitas tulang. Anemia karena defisiensi besi atau infeksi yang
menyertai sering timbul pada rakhitis berat.
2.12 Prognosis
Jika jumlah vitamin D di berikan cukup, penyembuhan mulai dalam
beberapa hari dan membaik perlahan-lahan sampai struktur tulang menjadi
normal. Bahkan,pembengkokan kaki yang agak berat dapat menghilang dalam
beberapa tahun tanpa osteotomi. Rakhitis sendiri bukan merupakan penyakit yang
mematikan, tetapi komplikasi dan infeksi yang menyertai seperti pneumonia,
tuberculosis, dan enteritis yang lebih mungkin menyebabkan kematian pada anak
rakhitis dari pada anak-anak normal

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Richets disease/Ricketsia merupakan kelainan dengan gangguan

pertumbuhan tulang akibat kegagalan deposisi kalsium pada matriks tulang


(osteoid) dan pada tulang rawan preosseus dari zona kalsifikasi tulang rawan
lempeng epifisis. Deposisi normal kalsium pada osteoid dan tulang rawan
preosseus sangat dipengaruhi oleh kadar kalsium dan fosfor yang merupakan

20

hasil interaksi dari 3 faktor yang berjalan seimbang:


Absorbsi beberapa elemen dari usus.
Ekskresi pada ginjal dan usus serta
Mobilisasi kalsium dari dan ke dalam tulang.
Penyebab penyakit rickets adalah sebagai berikut :
1. Defisiensi vitamin D akibat kurang mendapat sinar matahari, diet yang
kurang mengandung vitamin D, malabsorbsi vitamin D, dan ketergantungan
vitamin D tipe I (defisiensi -hidroksilase)
2. Resistensi organ akhir akibat ketergantungan vitamin D tipe II
3. Defisiensi fosfat

Klasifikasi rickets adalah sebagai berikut:


Rickets akibat gangguan hati dan saluran cerna
Rickets akibat pengobatan antikonvulsi
Rickets akibat ketergantungan vitamin D tipe I ( Vitamine D Dependent Rachitis
VDDR Type I)
Rickets akibat ketergantungan vitamin D tipe II I (Vitamin D Dependent Rachitis
VDDR Type II)
Rickets akibat defisiensi posfat ( rickets fosfatemia )

DAFTAR PUSTAKA
Batubara, JRL, Tridjaja, B, Pulungan, AB 2010, Buku Ajar Endokrinologi Anak
ED. 1 , Badan Penerbit IDAI, Jakarta
Darmono.
Autosomal
dominan

dan

resesif.

http://penyakitgenetik.yolasite.com/resources/Autosomal-dominan.pdf.
Diakses pada 14 Juni 2016
Holick MF. Vitamin D deficiency. N Engl J Med. 2007
Marini JC. Osteogenesis imperfecta. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, editors. Nelson text book of pediatrics. Philadelphia: Saundres, 2004. h.
2338-8.
Rasjad Chairuddin prof. MD. Ph.D, Pengantar ilmu bedah Ortopedi, Bintang
Lamumpatue, 2003

21

Rezaee, Dr. Amir. Goel, Dr. ayush, et al. 2015. Metaphyseal Chondroplasia.
http://radiopaedia.org/articles/metaphyseal-chondrodysplasia. Diakses pada
tanggal 14 Juni 2016
Sjamsuhidayat, R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, EGC: Jakarta,
2005
Sudoyo, Aru W. dkk.2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi
V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

22

Anda mungkin juga menyukai