Anda di halaman 1dari 18

1

ANALISIS PERBANDINGAN ANTAR ALIRAN : AKAL DAN WAHYU,


KONSEP IMAN, PERBUATAN MANUSIA DAN PERBUATAN TUHAN DAN
KEADILAN TUHAN

Tita Rostitawati, M. Fil.I

A. PENDAHULUAN

Ilmu Kalam merupakan warisan intelektual Islam dalam perjalanan awal


sejarahnya. Sebagaimana didefinisikan oleh Ahmad Mahmud Shubhi yang
dikutif oleh Ibn Khaldun bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang membahas
persoalan-persoalan dasar keimanan dengan menggunakan dalil akal dan
menolak unsur-unsur bid’ah.1 Menurut Muhammad Ibn Ali al-Tahawani ialah
ilmu yang mampu menanamkan keyakinan beragama terhadap orang lain dan
mampu menghilangkan keraguan dengan mengajukan argumentasi.2

Dari keterangan di atas dapatlah dipahami bahwa ilmu kalam berfungsi


mengukuhkan dasar-dasar kepercayaan atau akidah dengan merujuk kepada nash
sebagai sumber keyakinan kemudian akal berusaha mencari argumen untuk
memperkokoh keyakinan itu.

Secara fenomena ilmu kalam muncul pada pasca (tahkim) penyelesaian


sengketa antara Ali Ibn Abi Thalib dan Muawiyyah Ibn Abi Sufyan. Karena
pandangan bahwa penyelesaian itu tidak ditetapkan oleh tuntunan Allah dalam
al-quran, kaum khawarij menghukum orang-orang yang menerima tahkim
sebagai pembuat dosa besar. Kemudian muncullah untuk pertama kali suatu
persoalan teologi dalam Islam. Persoalan itu berkenaan dengan seorang muslim
yang melakukan dosa besar : Masihkah ia seorang muslim ataukah ia telah

1
Afrizal M., Ibn Rusyd : Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi Islam (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2006),
1-2.
2
Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Albaqillani : Studi tentang Persamaan dan Perbedaannya dengan Al-
Asya’ri (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1997), h. 1.
2

menjadi kafir ?. Jawaban atas persoalan ini telah disinggung dan dibahas oleh
pemakalah-pemakalah sebelumnya. Tetapi sebagai bangunan ilmu, ilmu kalam
justru dirintis oleh orang-orang Mu’tazilah yang membawa persoalan-persoalan
teologi yang mendalam dan bersifat filosofis, mereka banyak memakai akal
sehingga mereka di sebut kaum rasionalis islam . Aliran Mu’tazilah merupakan
aliran teologi Islam yang terbesar dan tertua, yang telah memainkan peranan
penting dalam sejarah pemikiran Islam. Orang yang hendak mengetahui filsafat
Islam haruslah menggali buku-buku yang dikarang oleh orang-orang Mu’tazilah,
bukan kepada para filosof Islam.

Sebagai lawan dari Mu’tazilah adalah Asy-A’riah yang di pelopori oleh


Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asya’ri, lahir di kota Basrah pada tahun 260 H/ 873
M. Pada waktu kecil al-Asy’ari berguru pada seorang tokoh Mu’tazilah terkenal
al-Jubba’i, yang diakui ketajaman otaknya dan ketangkasan argumentasinya.
Tetapi karena kecewa oleh beberapa pemikiran Mu’tazilah, pada usia 40 tahun
al-Asy’ari meninggalkan aliran tersebut dan mengembangkan aliran yang lebih
sesuai dengan aliran umum ummat yaitu faham Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Selain
Asy’ariah, Maturidiah juga menganut faham Ahlu Sunnah. Dalam
perkembangannya ada dua aliran Maturidiah yaitu Maturidiah Samarkand yang
di kembangkan oleh Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud
al-Maturidi (wafat 944 M), yang mengambil posisi lebih dekat dengan faham
kaum Mu’tazilah. Dan Maturidiah Bukhara yang di kembangkan oleh Abu
al- Yusr Muhammad al- Bazdawi (421-493) yang mengambil posisi lebih dekat
dengan faham kaum Asy’ariah.3

Tulisan ini mencoba melakukan analisis perbandingan antara ketiga


aliran dalam Ilmu Kalam. Adapun permasalahannya adalah “Bagaimanakah
analisis perbandingan antara ketiga aliran tentang fungsi akal dan wahyu, iman
dan kufur ?”

3
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Cet, 1; Jakarta: UI-Press,
2002), h. 78.
3

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah


perbandingan dari ketiga aliran tersebut mengenai fungsi akal dan wahyu, iman
dan kufur. Adapun kegunaannya untuk menambah pengetahuan dan wawasan
tentang pemikiran islam, khususnya perbandingan antar aliran mengenai akal
dan wahyu, iman dan kufur.

B. PEMBAHASAN

AKAL

Kata akal berasal dari kata al-aql yang dalam kata benda berlainan
dengan al-wahy. Dalam kamus Arab, kata ‘aqala berarti mengikat dan menahan
‘iqal tali pengikat serban, I’taqala menahan orang dalam penjara. Lebih lanjut
lagi ia jelaskan bahwa ‘aqala mengandung arti memahami. Dan orang yang aqil
di Zaman jahiliah yang di kenal dengan hamiyyah atau darah panasnya, adalah
orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil
sikap dan tindakan yang bijaksana dalam menghadapi masalahnya. 4 Pengertian
yang jelas tentang akal terdapat dalam pembahasan para filosof Islam yang
mendapat pengaruh dari filsafat Yunani. Akal menurut pendapat mereka
merupakan salah satu daya dari jiwa (al-nafs atau al-ruh) yang terdapat dalam
diri manusia, kata-kata tersebut dari al-Qur’an dan telah di Indonesiakan menjadi
nafsu, nafas dan roh.

Al-Kindi, filosof Islam pertama menjelaskan bahwa pada jiwa manusia


terdapat tiga daya, daya nafsu yang terdapat di perut, daya berani yang terdapat
di dada dan daya berfikir yang terdapat di kepala. Ibn Miskawaih memberi
55pembagian yang sama. Daya terendah adalah daya nafsu dan daya tertinggi
adalah daya berfikir, daya berani mengambil posisi di antara. Aristoteles
mempunyai sebutan lain bukan daya tetapi jiwa, jiwa tumbuh-tumbuhan (al-nafs
al-nabatiah) jiwa binatang (al-nafs al-hayawaniah) jiwa manusia (al-nafs al-
insaniah) ketiga macam jiwa ini terdapat dalam diri manusia, masing-masing
4
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Cet,11; Jakarta : UI-Press, 1986), h. 6.
4

jiwa mempunyai daya tertentu.5 Sebagai mahluk tertinggi, jiwa manusia di


samping mempunyai daya berfikir juga mempunyai daya-daya yang terdapat
pada jiwa tumbuhan, dan jiwa binatang - yaitu daya menangkap dengan panca
indra, daya bergerak tempat, daya berkembang biak dan daya makan.

Jiwa yang paling rendah adalah jiwa tumbuh-tumbuhan, dan yang paling
tinggi seperti yang telah di sebutkan di atas adalah jiwa manusia dengan daya
berpikir yang di milikinya. Daya berfikir ini di sebut nous, ada dua nous yaitu
pasif dan aktif. Nous aktif berasal dari luar diri manusia, nous pasif perlu
bantuan nous aktif dalam melakukan aktivitasnya. Pengaruh nous aktif tak
ubahnya seperti cahaya yang membuat benda-benda yang potensial menjadi
aktual.

Kalau yang diuraikan di atas adalah akal menurut para filosof, maka
kaum teolog islam mengartikan akal sebagai daya untuk memperoleh
pengetahuan, di samping itu juga akal mempunyai daya untuk membedakan
antara kebaikan dan kejahatan. Akal terutama bagi kaum Mu’tazilah mempunyai
fungsi dan tugas moral adalah petunjuk bagi manusia dalam menciptakan
perbuatannya. Menurut Muhammad Abduh bahwa akal manusia mempunyai
daya serta kesanggupan yang berbeda antara satu dan yang lainnya, lebih jauh
lagi ia berpendapat bahwa manusia terbagi dalam dua golongan. Yang pertama
kaum khawas dan kedua kaum awam, kaum khawas menempatkan akal pada
derajat tertinggi dan akal orang awam tidak sanggup mengetahui hal-hal yang
demikian tinggi. Dalam hubungannya manusia dengan Tuhan, akal kaum khawas
dapat sampai kepada pengetahuan tentang Tuhan.6 Menurut penulis hal ini bisa
dilakukan dengan perenungan dan pemikiran yang mendalam agar di ketahui
bahwa Tuhan maha pencipta.

WAHYU
5
Ibid., h.9

6
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah (Cet, 1; Jakarta : UI-Press , 1987),
h. 35.
5

Berasal dari kata al-Wahy yang berarti suara, api dan kecepatan, di
samping itu juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Al Wahy
selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan
cepat. Tetapi kata itu lebih di kenal dalam arti apa- apa yang di sampaikan Tuhan
kepada para Nabi agar di teruskan kepada umat manusia untuk dijadikan
pegangan hidup. Dalam Islam wahyu atau sabda Tuhan yang di sampaikan
kepada Nabi Muhammad terkumpul dalam Al-Qur’an. 7 Dengan kata lain wahyu
terjadi karena adanya komunikasi antara Tuhan dengan hambanya Dalam falsafat
Tuhan itu di sebut Mind yang berarti akal. Karena Tuhan adalah akal maka
manusia yang mempunyai akal dapat mengadakan komunikasi dengan Tuhan
sebagai akal.

Menurut ajaran tasawuf, komunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan


melalui daya rasa manusia yang berpusat dalam hati, dengan cara mempertajam
daya rasa atau kalbunya menjauhi hidup kematerian dan memusatkan perhatian
dan usaha pada pensucian jiwa. Dengan banyak beribadah, melakukan shalat,
puasa membaca Al-Qur’an dan mengingat Tuhan. Kalbu yang demikian bersih
dan jernih dengan mudah menerima cahaya yang dipancarkan Tuhan. Dalam
tasawuf dikenal dengan nama ma’rifah dimana seorang sufi dapat melihat Tuhan
dengan kalbunya dan dapat pula berdialog. Komunikasi antara sufi dan Tuhan
tidak sampai pada bentuk wahyu, karena wahyu khusus bagi nabi-nabi. Adanya
komunikasi antara orang-orang tertentu dengan Tuhan bukanlah hal yang ganjil.
Oleh karena itu adanya wahyu dari Tuhan kepada Nabi Muhammad bukanlah
suatu hal yang tidak masuk akal.

FUNGSI AKAL DAN WAHYU

Setelah menguraikan tentang pengertian akal dan wahyu, hal yang


penting dan perlu pengkajian yang mendalam adalah fungsi akal dan wahyu
yang menjadi salah satu obyek perdebatan dikalangan para teolog Islam.

7
Harun Nasution, op. cit., h. 15.
6

Memakai akal dan wahyu dalam memperoleh pengetahuan tentang kedua soal
tersebut, akal sebagai daya berfikir yang ada dalam diri manusia berusaha keras
untuk sampai kepada diri Tuhan, dan wahyu sebagai penghabaran dari alam
metafisika turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan
dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan. Tuhan diibaratkan berdiri di
puncak alam wujud dan manusia di kakinya berusaha dengan akalnya untuk
sampai kepada Tuhan. Tuhan dengan belas kasih-Nya terhadap kelemahan
manusia, diperbandingkan dengan kemahakuasaan Tuhan, menolong manusia
dengan menurunkan wahyu melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul.

Persoalan kekuasaan akal dan fungsi wahyu ini dihubungkan dengan dua
masalah pokok yang masing-masing bercabang dua.

1. Mengetahui Tuhan

2. Kewajiban mengetahui Tuhan

3. Mengetahui baik dan buruk

4. Kewajiban mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk.

Dari keempat persoalan ini manakah yang bisa diketahui lewat akal dan
mana yang bisa diketahui dengan menggunakan wahyu. Masing-masing aliran
memberikan jawaban terhadap persoalan ini. Menurut kaum Mu’tazilah segala
pengetahuan dapat diketahui dengan menggunakan akal sedangkan segala
kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.
Dengan demikian berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah
wajib.

Dalam hal ini di perkuat oleh Abu Huzail dengan tegas mengatakan
bahwa sebelum turunnya wahyu, orang telah berkewajiban mengetahui Tuhan,
dan jika tidak berterima kasih kepada Tuhan orang demikian akan mendapat
hukuman, baik dan jahat juga menurut pendapatnya dapat diketahui dengan akal,
dan dengan demikian orang wajib mengerjakan yang baik dan menjauhi yang
7

buruk. Dengan demikian dapatlah disimpulkan jawaban kaum Mu’tazilah atas


pertanyaan di atas, keempat masalah pokok itu dapat di ketahui dengan akal. 8

Aliran Asy’ariah menolak sebagian besar dari pendapat kaum Mu’tazilah


menurut pendapatnya segala kewajiban manusia hanya dapat di ketahui melalui
wahyu. Akal tak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui
bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib. Betul akal
dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang dan berterima
kasih kepada Tuhan.

Akal menurut Al-Baghdadi dapat mengetahui Tuhan tetapi tidak dapat


mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan karena segala kewajiban
hanya diketahui melalui wahyu. Oleh karena itu sebelum turunnya wahyu tidak
ada kewajiban-kewajiban dan tidak ada larangan-larangan bagi manusia. Jika
seseorang sebelum wahyu turun dapat mengetahui Tuhan kemudian percaya
kepadanya, maka orang tersebut adalah mukmin tetapi tidak berhak mendapat
upah dari Tuhan. Jika orang itu dimasukkan kedalam surga, maka itu adalah atas
kemurahan Tuhan. Dan sebaliknya jika seseorang sebelum adanya wahyu tidak
percaya kepada Tuhan, tidak mesti adanya hukuman dan sekiranya Tuhan
memasukkan kedalam neraka selama-lamanya hal itu bukanlah suatu hukuman.

AL-Ghazali juga berpendapat bahwa akal tak dapat membawa


kewajiban-kewajiban bagi manusia, kewajiban-kewajiban hanya bisa ditentukan
oleh wahyu. Dengan demikian kewajiban mengetahui Tuhan dan kewajiban
berbuat baik dan menjauhi yang jahat hanya bisa diketahui dengan wahyu.
Faham ini menurut al-Ghazali rapat hubungannya dengan definisi baik dan jahat,
kata wajib merupakan sifat bagi perbuatan-perbuatan dan sesuatu perbuatan
sebenarnya bersifat wajib kalau tidak dilakukannya perbuatan itu menimbulkan
kemudaratan bagi manusia kelak di akhirat.9

8
Harun Nasution, op. cit., h. 81-83.

9
Ibid., h. 85.
8

Dari uraian di atas dapatlah dilihat bahwa diantara pengikut-pengikut


al-Asy’ari terdapat persesuaian faham yang dapat diketahui akal hanyalah
wujud Tuhan untuk ketiga soal lainnya wahyu diperlukan.

Sebelum melanjutkan pembahasan ini ada baiknya terlebih dahulu


diadakan perbandingan antara kedua sistem teologi Mu’tazialah dan Asy’ariyah,
Bagi aliran Mu’tazilah keempat soal pokok yang diperdebatkan dapat diketahui
dengan akal, hanya wujud Tuhan bagi al-Asy’ariah yang dapat diketahui dengan
akal dan yang lainnya hanya bisa diketahui lewat wahyu.

Al-Maturidiyah terpecah menjadi dua golongan yaitu Maturidiyah


Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Dalam pendapat Maturidiyah Bukhara
hanya dua yang dapat diketahui lewat akal yaitu mengetahui Tuhan dan
mengetahui baik dan buruk, sedang kewajiban-kewajibannya hanya bisa
diketahui lewat wahyu. Maturidiyah Samarkand berpendapat hanya satu yang
tak dapat diketahui lewat akal yaitu kewajiban mengerjakan yang baik dan
menjauhi yang buruk.10

Untuk lebih mudah di dalam memahami perbandingan antara keduanya


maka dikemukakan tabel analisis perbandingan tentang Fungsi Akal dan Wahyu
menurut Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah, sebagai berikut :

Tabel : 1

FUNGSI AKAL DAN WAHYU

ALIRAN – ALIRAN
MASALAH MATURIDIYAH MATURIDIYAH
MU’TAZILAH ASY’ARIYAH
SAMARKAND BUKHARA
Mengetahui Tuhan AKAL AKAL AKAL AKAL
Kewajiban berterima kasih
AKAL AKAL WAHYU WAHYU
kepada Tuhan

10
Harun Nasution, op. cit., h. 55.
9

Mengetahui yang baik dan


AKAL AKAL AKAL WAHYU
yang buruk
Kewajiban mengerjakan yang
AKAL WAHYU WAHYU WAHYU
baik dan menjauhi yang buruk

 Sumber : Harun Nasution; Tabelisasi dari Penulis

Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh Mu’tazilah dan Maturidiyah


Samarkand yaitu : Qs Fussilat: 53, al-Gasyiyah: 17, al-A’raf: 185. Ketiga ayat ini
mengisyaratkan bahwa Allah telah mewajibkan perenungan dan pemikiran terhadap
ciptaannya agar di ketahui bahwa dia Maha Pencipta. Ini berarti bahwa ketiga ayat ini
menunjukan beriman kepada Allah sebelum turunnya wahyu, karena dengan kemampuan
akalnya manusia mampu mengetahui bahwa beriman kepada Allah itu wajib dan kekufuran
itu haram.

Sementara itu ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan dalil Asy’ariyah dan


Maturidiyah Bukhara adalah al-Isra: 15, Toha; 134, al-Nisa; 165, al-Mulk: 8 – 9. Keempat
ayat ini menjelaskan bahwa Allah baru memberikan ganjaran atas perbuatan manusia yang
baik dan yang buruk setelah nabi dan rasul diutus. Akal hanya mampu mengetahui bahwa
Tuhan itu ada adapun kewajiban dan hal-hal yang baik dan yang buruk baru di ketahui oleh
manusia setelah di beri tahu oleh Allah lewat utusannya.11

Begitu dominannya fungsi akal bagi Mu’tazialah dan bagi Maturidiah


Samarkand, sehingga kedua aliran ini sering dikelompokan kedalam aliran
rasionalis. Sementara dua aliran lainnya Asy’ariyah dan Maturidiyah Bukhara
disebut aliran-aliran tradisionalis .

Dominannya fungsi akal bagi Mu’tazilah menimbulkan pertanyaan :


Dimanakah fungsi wahyu menurut mereka ?. Bagi Mu’tazilah wahyu berfungsi
konfirmatif - yaitu memperkuat apa-apa yang telah diketehui lewat akal, dan
informatif - yaitu menerangkan apa-apa yang belum diketahui oleh akal.

11
Yunan Yusuf. Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990) h. 60-61.
10

Misalnya akal dapat mengetahui adanya Tuhan dan kewajiban berterima


kasih kepada Tuhan, tetapi ia tidak mengetahui cara yang tepat untuk
menyatakan bentuk terima kasih tersebut, disinilah fungsi konfirmatif wahyu
berperan.

Akal menurut Mu’tazilah, ternyata tidak mengetahui segala apa yang


baik dan segala apa yang buruk yang diketahuinya hanya sebagian disinilah
fungsi informatif ilmu berperan.

KONSEP IMAN

Bagi aliran kalam tradisional yang memberikan daya kecil kepada akal,
iman adalah pengakuan dalam hati (al-tashdiq bi al-qalb). Sedang bagi aliran
kalam rasional yang memberikan daya besar kepada akal, iman di samping
pengakuan dalam hati, juga merupakan pengetahuan (ma’rifah) dan perbuatan
(amal). Akal dan iman bagi kaum Mu’tazilah tidak dapat dipisahkan. Seorang
mu’min harus benar-benar mengetahui adanya Tuhan melalui pembuktian
akalnya oleh karena itu iman bagi mereka tidak sekedar menyatakan bahwa
wahyu yang dibawa rasul, benar (al-tasdiq).12

Iman bagi kaum Asy’ariyah ialah al-tasdiq, dan batasan iman yang
diberikan al-Asy’ari ialah al-tasdiq billah, yaitu menerima dengan benar. Kabar
tentang adanya Tuhan. Al-Bagdadi memberikan batasan yang lebih panjang,
iman adalah tasdiq tentang adanya Tuhan, rasul-rasul dan berita yang dibawa
oleh mereka kepada umatnya.

Kaum Maturidiyah Bukhara mempunyai paham yang sama dalam hal ini
dengan Asy’ariyah, sejalan dengan pendapat mereka bahwa akal tidak dapat
sampai kepada kewajiban mengetahui adanya Tuhan. Iman tidak bisa mengambil
bentuk ma’rifah atau amal,tetapi haruslah merupakan tasdiq. Batasan yang
diberikan Al- Bazdawi tentang iman adalah menerima dalam hati, dengan lidah
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang serupa dengan Dia.
12
Ilhamuddin, op. cit., h. 126.
11

Bagi golongan Samarkand iman mestilah lebih dari tasdiq, karena bagi
mereka akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan, iman juga
ma’rifah dan sekaligus amal. 13 Untuk lebih jelas analisis perbandingan tentang
Konsep Iman menurut Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah, sebagai berikut :

Tabel : 2

KONSEP IMAN

ALIRAN – ALIRAN
MASALAH MATURIDIYAH MATURIDIYAH
MU’TAZILAH ASY’ARIYAH
SAMARKAND BUKHARA
Tasdiq,
Tasdiq dan
Konsep Iman ma’rifah dan Tasdiq Tasdiq
ma’rifah
amal

 Sumber : Yunan Yusuf; Tabelisasi dari Penulis

Iman dan kufur adalah dua istilah yang berlawanan. Iman diartikan
dengan kepercayaan, dan kufur ketidak percayaan. yang ditekankan dalam
pembahasan ini bukan pada siapa yang beriman dan siapa yang tidak beriman,
tetapi ditekankan kepada konsep kufur bagi aliran-aliran teologi islam. Kufur
menurut bahasa adalah menutup, bila orang menyangkal dan musyrik disebut
kafir, karena orang itu menutupi dirinya dari nikmat Allah dan menutup jalan
untuk mengenal-Nya. Malam juga di sebut Kafir karena malam itu menutupi
segala sesuatu dengan kegelapan, orang yang berdosa besar menjadi kafir karena
dia selalu menutupi dirinya dengan dosa.14

Kufur adalah term pertama muncul dalam lapangan teologi, aliran yang
menggunakan istilah kufur bagi orang yang melakukan dosa besar adalah
khawarij. Pendapatnya bahwa semua orang yang menyetujui arbitrase termasuk

13
tion , op, cit., h. 149.

14
Afrizal M. op. cit ., h. 45.
12

Ali Ibn Abi Thalib, Muawiyah, Amr bin As, Abu Musa al-Asy’ari adalah telah
melakukan dosa besar dan menjadi kafir.

Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh Maturidiyah Samarkand


adalah al-Hujurat: 14, al-Baqarah: 260. Mu’tazilah menambah dalil Maturidiyah
Samarkand dengan al-Anfal:2. Ayat kedua menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim
meminta Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan menghidupkan orang yang
sudah mati. Dengan permintaan ini tidak berarti bahwa Ibrahim belum beriman,
tsetapi dengan maksud agar iman yang telah dipunyainya dapat meningkat dari
iman tasdiq menjadi iman ma’rifah. Sementara itu sikap tawakkal pada ayat
ketiga menurut Mu’tazilah menuntut manusia untuk melaksanakan usaha sesuai
dengan tuntunan yang diberikan oleh Allah.

Adapun Asy’ariyah dan Maturidiyah Bukhara menggunakan surat Yusuf:


17, sebagai dalil. Pada ayat itu difahami adanya hubungan antara kata mu’min
dan sadiqin; karena itu iman adalah tasdiq (kata benda dari sadiqin)

PERBUATAN MANUSIA DAN PERBUATAN TUHAN: ANALISIS PER


BANDINGAN ANTARA MU’TAZILAH, ASY’A RIYAH DAN MATURIDIYAH.

Aliran Mu’tazilah Maturidiyah Maturidiyah Asy’ariyah


Samarkand Bukhara
Masalah
Allah (?)
KEHENDAK Manusia Manusia Tuhan Tuhan
(Efektip)
Tuhan (Efektip) Tuhan
DAYA Manusia Manusia Manusia (?) (Efektip)
Manusia(Tdk
efektip)
PERBUA Tuhan(sebenar Tuhan(sebenarn
TAN Manusia Manusia nya) nya)
13

Manusia Manusia
(Kiasan) (Kiasan)

PERAN Menciptakan Menciptakan Menciptakan Menciptakan


Sunnatullah
ALLAH Daya perbuatan Perbuatan

PERAN Mentaati Memakai Mengerjakan Memperoleh


perbuatan yang perbuatan yang
MANUSIA Sunnatullah Daya dicipta dicipta

Bagi aliran kalam rasional manusia sendirilah yang mewujudkan


perbuatannya, atas dasar kehendaknya sendiri dan digerakkan oleh dayanya
sendiri. Tuhan tidak punya peran dalam mewujudkan perbuatan itu. Kalau begitu
tidak adakah peran Tuhan ? Di sinilah Mu’tazilah berbeda dari Maturidiyah
Samarkand. Bagi Mu’tazilah peran Allah adalah menciptakan Sunnatullah.
Kebebasan manusia dalam berbuat, pada hakekatnya dibatasi oleh ketaatannya
terhadap sunnatullah. Sedangkan bagi Maturidiyah Samarkand peran Allah adalah
menciptakan daya pada diri manusia agar ia mampu berbuat sendiri,
fungsionalisasi daya tergantung pada kebebasan dan kehendak manusia
sepenuhnya.

Sedangkan menurut aliran kalam tradisional, manusia itu tidak


mempunyai kemerdekaan atas kehendak dan perbuatannya. Mereka yakin
kekuasaan Allah itu tiada terbatas, Allah adalah pencipta segala sesuatu, termasuk
manusia dan perbuatannya. Setiap gerak dan perbuatan apapun yang terjadi di
alam semesta ini berlangsung atas kodrat dan iradat kehendak Allah. Jika
dinisbahkan kepada manusia suatu gerak dan perbuatan, maka hal itu hanya
sekedar kiasan. Bila demikian tidak adakah peran manusia? Di sinilah Asyariyah
berbeda dari Maturidiyah Bukhara, bagi yang terahir walau Tuhan yang
14

menciptakan perbuatan manusia (baik dan buruk), tetapi manusia mempunyai


peranan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan tersebut melalui daya yang
dimilikinya; dengan adanya daya itu manusia tidak lagi semata-mata terpaksa
dalam perbuatannya. Adapun bagi Asy’ariyah daya itu tidak terwujud sebelum
adanya perbuatan, melainkan bersamaan dengan kegiatan melakukannya. Dengan
cara seperti itulah manusia melakukan suatu perbuatan, dalam arti tidak
menciptakannya karena pencipta perbuatan pada hakekatnya adalah Tuhan.
Dengan demikian daya manusia menjadi kelihatan tidak efektip. Yang efektif
dalam mewujudkan perbuatan manusia tetap daya dan kehendak Tuhan. Manusia
benar-benar di tempatkan pada posisi pasif.

Ayat-ayat yang menjadi dalil Mu’tazilah adalah :


Ali Imran: 133, Al Baqarah: 108, An-Nisa: 79, At-Taubah: 82, Al-Kahfi: 29, Al-
Tagabun:2, Al-Ahqaf: 14.
Ayat-ayat yang menjadi dalil Asy’ariyah adalah:
Al-Saffat: 96. Al-Insan: 30, sementara dalil yang dipake oleh Maturidiah Bukhara
Al-Mulk: 13-14, Al-Rum: 22, Al-Rad: 16.

KEADILAN TUHAN: NALISIS PERBANDINGAN ANTARA MU’TAZLAH,


ASY’ARIYAH DAN MATURIDIYAH
Tabel 4

Masalah Mu’tazilah & Maturidiyah Asy’ariyah


Maturidiyah Bukhara
Samarkand
Keadilan Tuhan Raja Konstitusional Raja penuh Raja Absolut

M S Mahabbah & Rida M N

K N M S K S

K N

K---N: adil K---N:tidak adil


15

K----S: rahmat M---N : mungkin

M----N: tidak adil K----S: mungkin

Sesuai dengan pendapatnya bahwa walaupun Tuhan menciptakan


perbuatan manusia tetapi manusia mempunyai peranan dalam mewujudkan perbuatan-
perbuatan tersebut melalui daya yang dimilikinya sehingga ia merasa tidak terpaksa.
Maturidiyah Bukhara memandang Tuhan itu adil bila memasukkan seorang mu’min
kedalam surga dan memasukkan seorang kafir kedalam neraka, dan adalah tidak adil
bila dia memasukkan seorang mu’min kedalam neraka, serta adalah rahmat dariNya
bila seorang kafir dimasukkan olehNya kedalam surga, karena bagaimanapun
perbuatan manusia itu diciptakan olehNya. Keadilan Tuhan menurut Maturidiyah
Bukhara dengan demikian ibarat keadilan seorang Raja yang penuh Mahabbah dan
Rida.

Sepanjang penelitian Yunan Yusuf, belum ditemukan ayat-ayat al-Qur’an


yang mendukung baik pendapat Asy’ariyah maupun pendapat Maturidiyah Bukhara.
Adapun ayat-ayat yang mendukung pendapat Mu’tazilah adalah al-Anbiya: 47,
Yasin:54, Fussilat: 46, dan al-Nisa: 40, sementara ayat yang digunakan dalil oleh
Maturidiyah Samarkand adalah al-An’am: 160, Ali’Ismran: 9.

C. PENUTUP

Setelah mencermati bahasan dalam tulisan ini, penulis mengambil


kesimpulan bahwa wahyu mempunyai kedudukan yang penting dalam aliran
Asy’ariyah dan fungsi terkecil dalam faham Mu’tazilah. Bertambah besar fungsi
diberikan kepada wahyu dalam suatu aliran, bertambah kecil daya akal dalam
aliran itu. Sebaliknya bertambah sedikit fungsi wahyu dalam suatu aliran
bertambah besar daya akal dalam aliran itu. Akal dalam usaha memperoleh
pengetahuan bertindak atas usaha dan daya sendiri dengan demikian
menggambarkan kemerdekaan dan kekuasan manusia. Wahyu sebaliknya
16

menggambarkan kelemahan manusia karena wahyu diturunkan Tuhan untuk


menolong manusia memperoleh pengetahuan. ۞

DAFTAR PUSTAKA

Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqillani: Studi tentang persamaan dan


perbedaannya dengan al-Asy’ar. Yogyakarta : Tiara wacana, 1997.

M. Afrizal, Ibn Rusyd : Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi Islam. Jakarta :
Erlangga, 2006

Nasution, Harun, Teologi Islam : Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.


Jakarta : UI-Press, 2002.

_______________, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah. Jakarta : UI-


Press, 1987

_______________, Akal Dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta : UI-Press, 1986.

Yusuf, Yunan. Corak pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka


Panjimas,1990

Ahmad Azhar Basyir, Refleksi terhadap persoalan-persoalan ke Islaman


17

Ujian Tengah Semester

Jelaskan Pertanyaan – Pertanyaan dibawah ini

1. Apa penyebab timbulnya aliran-aliran kalam. Jelaskan !

2. Sebutkan sekte-sekte yang terdapat dalam aliran Khawarij

3. Apa persamaan dan perbedaan aliran Qadariah dan Jabariah. Jelaskan!

4. Bagaimanakah konsep tauhid menurut aliran Mu’tazilah. Jelaskan!

5. Mengapa Abu Hasan Al-Asy’ari keluar dari aliran Mu’tazilah. Jelaskan!

Ujian Akhir Semester

Jelaskan pertanyaan – pertanyaan dibawah ini

1. Apa penyebab perbedaan pendapat dalam konsep Iman

2. Dalam perbandingan antar aliran tentang fungsi akal dan wahyu aliran
Mu’tazilah lebih mengutamakan akal. dimanakah fungsi wahyu bagi aliran
Mu’tazilah? Jelaskan!

3. Konsep Keadilan Tuhan Menurut Asyariah dan Mu’tazilah

4. Jelaskan kelebihan dan kekurangan masing-masing aliran

5. Jelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam konsep Iman Tasdiq, Ma’rifah,


Amal,
18

Anda mungkin juga menyukai