A. PENDAHULUAN
1
Afrizal M., Ibn Rusyd : Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi Islam (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2006),
1-2.
2
Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Albaqillani : Studi tentang Persamaan dan Perbedaannya dengan Al-
Asya’ri (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1997), h. 1.
2
menjadi kafir ?. Jawaban atas persoalan ini telah disinggung dan dibahas oleh
pemakalah-pemakalah sebelumnya. Tetapi sebagai bangunan ilmu, ilmu kalam
justru dirintis oleh orang-orang Mu’tazilah yang membawa persoalan-persoalan
teologi yang mendalam dan bersifat filosofis, mereka banyak memakai akal
sehingga mereka di sebut kaum rasionalis islam . Aliran Mu’tazilah merupakan
aliran teologi Islam yang terbesar dan tertua, yang telah memainkan peranan
penting dalam sejarah pemikiran Islam. Orang yang hendak mengetahui filsafat
Islam haruslah menggali buku-buku yang dikarang oleh orang-orang Mu’tazilah,
bukan kepada para filosof Islam.
3
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Cet, 1; Jakarta: UI-Press,
2002), h. 78.
3
B. PEMBAHASAN
AKAL
Kata akal berasal dari kata al-aql yang dalam kata benda berlainan
dengan al-wahy. Dalam kamus Arab, kata ‘aqala berarti mengikat dan menahan
‘iqal tali pengikat serban, I’taqala menahan orang dalam penjara. Lebih lanjut
lagi ia jelaskan bahwa ‘aqala mengandung arti memahami. Dan orang yang aqil
di Zaman jahiliah yang di kenal dengan hamiyyah atau darah panasnya, adalah
orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil
sikap dan tindakan yang bijaksana dalam menghadapi masalahnya. 4 Pengertian
yang jelas tentang akal terdapat dalam pembahasan para filosof Islam yang
mendapat pengaruh dari filsafat Yunani. Akal menurut pendapat mereka
merupakan salah satu daya dari jiwa (al-nafs atau al-ruh) yang terdapat dalam
diri manusia, kata-kata tersebut dari al-Qur’an dan telah di Indonesiakan menjadi
nafsu, nafas dan roh.
Jiwa yang paling rendah adalah jiwa tumbuh-tumbuhan, dan yang paling
tinggi seperti yang telah di sebutkan di atas adalah jiwa manusia dengan daya
berpikir yang di milikinya. Daya berfikir ini di sebut nous, ada dua nous yaitu
pasif dan aktif. Nous aktif berasal dari luar diri manusia, nous pasif perlu
bantuan nous aktif dalam melakukan aktivitasnya. Pengaruh nous aktif tak
ubahnya seperti cahaya yang membuat benda-benda yang potensial menjadi
aktual.
Kalau yang diuraikan di atas adalah akal menurut para filosof, maka
kaum teolog islam mengartikan akal sebagai daya untuk memperoleh
pengetahuan, di samping itu juga akal mempunyai daya untuk membedakan
antara kebaikan dan kejahatan. Akal terutama bagi kaum Mu’tazilah mempunyai
fungsi dan tugas moral adalah petunjuk bagi manusia dalam menciptakan
perbuatannya. Menurut Muhammad Abduh bahwa akal manusia mempunyai
daya serta kesanggupan yang berbeda antara satu dan yang lainnya, lebih jauh
lagi ia berpendapat bahwa manusia terbagi dalam dua golongan. Yang pertama
kaum khawas dan kedua kaum awam, kaum khawas menempatkan akal pada
derajat tertinggi dan akal orang awam tidak sanggup mengetahui hal-hal yang
demikian tinggi. Dalam hubungannya manusia dengan Tuhan, akal kaum khawas
dapat sampai kepada pengetahuan tentang Tuhan.6 Menurut penulis hal ini bisa
dilakukan dengan perenungan dan pemikiran yang mendalam agar di ketahui
bahwa Tuhan maha pencipta.
WAHYU
5
Ibid., h.9
6
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah (Cet, 1; Jakarta : UI-Press , 1987),
h. 35.
5
Berasal dari kata al-Wahy yang berarti suara, api dan kecepatan, di
samping itu juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Al Wahy
selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan
cepat. Tetapi kata itu lebih di kenal dalam arti apa- apa yang di sampaikan Tuhan
kepada para Nabi agar di teruskan kepada umat manusia untuk dijadikan
pegangan hidup. Dalam Islam wahyu atau sabda Tuhan yang di sampaikan
kepada Nabi Muhammad terkumpul dalam Al-Qur’an. 7 Dengan kata lain wahyu
terjadi karena adanya komunikasi antara Tuhan dengan hambanya Dalam falsafat
Tuhan itu di sebut Mind yang berarti akal. Karena Tuhan adalah akal maka
manusia yang mempunyai akal dapat mengadakan komunikasi dengan Tuhan
sebagai akal.
7
Harun Nasution, op. cit., h. 15.
6
Memakai akal dan wahyu dalam memperoleh pengetahuan tentang kedua soal
tersebut, akal sebagai daya berfikir yang ada dalam diri manusia berusaha keras
untuk sampai kepada diri Tuhan, dan wahyu sebagai penghabaran dari alam
metafisika turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan
dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan. Tuhan diibaratkan berdiri di
puncak alam wujud dan manusia di kakinya berusaha dengan akalnya untuk
sampai kepada Tuhan. Tuhan dengan belas kasih-Nya terhadap kelemahan
manusia, diperbandingkan dengan kemahakuasaan Tuhan, menolong manusia
dengan menurunkan wahyu melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul.
Persoalan kekuasaan akal dan fungsi wahyu ini dihubungkan dengan dua
masalah pokok yang masing-masing bercabang dua.
1. Mengetahui Tuhan
Dari keempat persoalan ini manakah yang bisa diketahui lewat akal dan
mana yang bisa diketahui dengan menggunakan wahyu. Masing-masing aliran
memberikan jawaban terhadap persoalan ini. Menurut kaum Mu’tazilah segala
pengetahuan dapat diketahui dengan menggunakan akal sedangkan segala
kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.
Dengan demikian berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah
wajib.
Dalam hal ini di perkuat oleh Abu Huzail dengan tegas mengatakan
bahwa sebelum turunnya wahyu, orang telah berkewajiban mengetahui Tuhan,
dan jika tidak berterima kasih kepada Tuhan orang demikian akan mendapat
hukuman, baik dan jahat juga menurut pendapatnya dapat diketahui dengan akal,
dan dengan demikian orang wajib mengerjakan yang baik dan menjauhi yang
7
8
Harun Nasution, op. cit., h. 81-83.
9
Ibid., h. 85.
8
Tabel : 1
ALIRAN – ALIRAN
MASALAH MATURIDIYAH MATURIDIYAH
MU’TAZILAH ASY’ARIYAH
SAMARKAND BUKHARA
Mengetahui Tuhan AKAL AKAL AKAL AKAL
Kewajiban berterima kasih
AKAL AKAL WAHYU WAHYU
kepada Tuhan
10
Harun Nasution, op. cit., h. 55.
9
11
Yunan Yusuf. Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990) h. 60-61.
10
KONSEP IMAN
Bagi aliran kalam tradisional yang memberikan daya kecil kepada akal,
iman adalah pengakuan dalam hati (al-tashdiq bi al-qalb). Sedang bagi aliran
kalam rasional yang memberikan daya besar kepada akal, iman di samping
pengakuan dalam hati, juga merupakan pengetahuan (ma’rifah) dan perbuatan
(amal). Akal dan iman bagi kaum Mu’tazilah tidak dapat dipisahkan. Seorang
mu’min harus benar-benar mengetahui adanya Tuhan melalui pembuktian
akalnya oleh karena itu iman bagi mereka tidak sekedar menyatakan bahwa
wahyu yang dibawa rasul, benar (al-tasdiq).12
Iman bagi kaum Asy’ariyah ialah al-tasdiq, dan batasan iman yang
diberikan al-Asy’ari ialah al-tasdiq billah, yaitu menerima dengan benar. Kabar
tentang adanya Tuhan. Al-Bagdadi memberikan batasan yang lebih panjang,
iman adalah tasdiq tentang adanya Tuhan, rasul-rasul dan berita yang dibawa
oleh mereka kepada umatnya.
Kaum Maturidiyah Bukhara mempunyai paham yang sama dalam hal ini
dengan Asy’ariyah, sejalan dengan pendapat mereka bahwa akal tidak dapat
sampai kepada kewajiban mengetahui adanya Tuhan. Iman tidak bisa mengambil
bentuk ma’rifah atau amal,tetapi haruslah merupakan tasdiq. Batasan yang
diberikan Al- Bazdawi tentang iman adalah menerima dalam hati, dengan lidah
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang serupa dengan Dia.
12
Ilhamuddin, op. cit., h. 126.
11
Bagi golongan Samarkand iman mestilah lebih dari tasdiq, karena bagi
mereka akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan, iman juga
ma’rifah dan sekaligus amal. 13 Untuk lebih jelas analisis perbandingan tentang
Konsep Iman menurut Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah, sebagai berikut :
Tabel : 2
KONSEP IMAN
ALIRAN – ALIRAN
MASALAH MATURIDIYAH MATURIDIYAH
MU’TAZILAH ASY’ARIYAH
SAMARKAND BUKHARA
Tasdiq,
Tasdiq dan
Konsep Iman ma’rifah dan Tasdiq Tasdiq
ma’rifah
amal
Iman dan kufur adalah dua istilah yang berlawanan. Iman diartikan
dengan kepercayaan, dan kufur ketidak percayaan. yang ditekankan dalam
pembahasan ini bukan pada siapa yang beriman dan siapa yang tidak beriman,
tetapi ditekankan kepada konsep kufur bagi aliran-aliran teologi islam. Kufur
menurut bahasa adalah menutup, bila orang menyangkal dan musyrik disebut
kafir, karena orang itu menutupi dirinya dari nikmat Allah dan menutup jalan
untuk mengenal-Nya. Malam juga di sebut Kafir karena malam itu menutupi
segala sesuatu dengan kegelapan, orang yang berdosa besar menjadi kafir karena
dia selalu menutupi dirinya dengan dosa.14
Kufur adalah term pertama muncul dalam lapangan teologi, aliran yang
menggunakan istilah kufur bagi orang yang melakukan dosa besar adalah
khawarij. Pendapatnya bahwa semua orang yang menyetujui arbitrase termasuk
13
tion , op, cit., h. 149.
14
Afrizal M. op. cit ., h. 45.
12
Ali Ibn Abi Thalib, Muawiyah, Amr bin As, Abu Musa al-Asy’ari adalah telah
melakukan dosa besar dan menjadi kafir.
Manusia Manusia
(Kiasan) (Kiasan)
K N M S K S
K N
C. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
M. Afrizal, Ibn Rusyd : Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi Islam. Jakarta :
Erlangga, 2006
2. Dalam perbandingan antar aliran tentang fungsi akal dan wahyu aliran
Mu’tazilah lebih mengutamakan akal. dimanakah fungsi wahyu bagi aliran
Mu’tazilah? Jelaskan!