Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Dalam Islam
Dosen Pengampu : Dr. H. Mohammad Shofin Sugito, M.A
Supriyati (171350021)
Puji syukur kepada Allah SWT., yang selalu memberikan kita karunia
yang begitu dahsyat sehingga kita tidak bisa menghitung seberapa banyak karunia
yang telah diberikan Tuhan kepada hambanya, semoga kita selalu diberi
kesadaran agar selalu bersyukur akan karunia itu, Aamiin Ya Rabbal’aalamin.
Serta berkat segala kekuasaan dan pertolongannya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dalam waktu yang tepat. Shalawat dan salam tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Beserta keluarga, sahabat-sahabatnya
serta kita sebagai umatnya.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan bisa dijadikan referensi
bagi teman-teman yang membutuhkan kejelasan tentang Pemikiran dalam Islam
yang meliputi Definisi Pemikiran, Al-Qur’an dan Hadits tentang Berfikir,
Membaca, Memproduk Ide, Asas Pemikiran dalam Islam serta Karakter
Pemikiran Islam. Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali
kekurangan dan permasalahan yang kami lalui sehingga makalah ini jauh sekali
dari kata sempurna. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran
dari semua pembaca.
Serang, 20 Maret 2019
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi................................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB ll PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Arti pemikiran
Secara etimologi istilah pemikiran berasal dari kata benda “fikir”.
Asal muasalnya dari bahasa Arab “fakara-yafkuru-fikran” yang berarti apa
yang ada dalam hati, akal budi, ingatan, dan angan-angan. Sedangkan
secara terminologi pemikiran memiliki maksud sebagai satu aktivitas
kekuatan rasional yang ada dalam diri manusia berupa hati, ruh, yang
dengan pengamatan mampu menemukan makna yang tersembunyi dari
persoalan apapun.1
b. Surat dan Hadits apa yang menerangkan tentang membaca, berfikir
dan memproduk ide
Anjuran membaca
Anjuran membaca sangat tergambar secara jelas kepada
Umat Muslim, hal ini diungkapkan atas dasar bukti saat Al-Qur’an
pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat
Jibril dalam Q.S. Al-Alaq : 1-5
1
Mugiono, Perkembangan Pemikiran dan Peradaban Islam dalam Perspektif Sejara, (JIA/Juni
2013/ TH. XIV/1/1-20), hlm 3.
2
menciptakannya dan dari apa ia diciptakan. Ilmu yang medalam
sekali, ilmu tentang asal-usul manusia dan tentang dasar dri segala
dasar. Selanjutnya ayat itu datang bukan dalam bentuk pernyataan,
tetapi dalam bentuk perintah tegasny perintah bagi setiap Muslim
untuk sejalan dengan akal yang diberikan kepada manusia, mencari
Ilmu Pengetahuan.2
Anjuran berfikir
Berbicara mengenai akal fikiran yang Allah anugerahkan
pada manusia yang tentunya memiliki fungsi terselubung
didalamnya. Orang yang tidak mampu memfungsikan akalnya
yaitu orang yang tidak memahami keberadaannya sebagai manusia
dan hamba Allah SWT, serta tidak meyakini keberadaan Tuhan
yang mengakibatkan seseorang itu tidak taat dalam menjalankan
syari’at Agamanya serta tidak mengikuti segala bentuk ajaran
Tuhan. Dalam Qur’an Surat Al-Jumu’ah : 5 Allah SWT berfirman3
:
2
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta : UI-Press, 1986), hlm 45.
3
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Kamil : Al-Qur’an dan Terjemahnya disertai Tema Penjelasan
Kandungan Ayat, (Jakarta : Darus Sunnah, 2013) Hlm 554.
3
manusia tersebut.4 Perbedaan dalam kemampuan seseorang berfikir
dapat disebabkan dari perbedaan lingkungan dan informasi yang
dikelola oleh akal manuisa yang bentuk ini merupakan sunnatullah.
Anjuran memproduk ide
Dalam pelaksanaannya memproduk ide atau dengan kata
lain bisa disebut sebagai berinovasi (membuat sesuatu yang baru)
dalam kehidupannya. Bentuk inovasi ini dapat berbentuk fisik atau
non fisik, contoh yang fisik yaitu berupa benda atau tekhnologi,
sedangkan non fisik dapat berupa tindakan penafsiran yang
dilakukan oleh akal fikiran yang dirangsang dengan perbuatan
(Ijtihad).
Arti dar ijtihad tersendiri yang diungkakan oleh Ulama
Ushul Fiqh yaitu aktifitas memperoleh pengetahuan (istinbath)
hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syariat. Namun proses
ijtihad ini idak sembarang orang dapat diterima, karena seorang
mujtahid ini perlu adanya syarat yang mencakup didalam dirinya.
Bentuk lain dari ijtihad itu bisa seerti ta’wil dan tafsir
terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam Ayat Al-Qur’an memiliki
dua jenis ayat, yaitu Muhkam dan Mutasyabbih. Muhkam adalah
ayat al-qur’an yang sudah jellas maknanaya tanpa akan adanya
timbul pertanyaan didalamnya (penjelasan secara tersurat)
sedangkan Mutasyabbih yaitu ayat Al-Qur’an yang didalamnya
dibutuhkan penjelasan secara terperinci karena hanya mengandung
arti yang tersirat. Dengan keadaan yang seperti ini diperlukannya
nalar dan sejalan dengan akal sehat yang kemudian secara langsung
mengajak manusia untuk memakai akalnya untuk mampu
memahaminya. Tindakan seperti ini sangat disanjung oleh Allah
SWT, sebagaimana terdapat pada Q.S Ali Imran : 1915
4
Andi Aderus, Karakteristik Pemikiran Salafi di Tengah Aliran-Aliran Pemikiran Keislaman,
(Jakarta : Kementrian Agama RI, 2011), hlm 34.
5
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an:Ilmu Untuk Memahami Wahyu, (Bandung:Remaja Rosdakarya,
2013), hlm 3.
4
Artinya :”Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata)
:”Ya Tuhan kami tiadalah engkau menciptakan ini dnegan sia-
sia, Maha Suci Engkau, maka perihalah kami dari siksa api
neraka.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Asas memiliki arti sebagai dasar
atau hukum dasar, sedangkan menurut istilah Asas adalah prinsip dasar yang
menjadi acuan berfikir seseorang dalam mengambil keputusan-keputusan
yang penting dalam hidupnya.6
a. Wahyu
Sedangkan dalam pegertiannya secara terminologi, wahyu
mempunyai arti pemberian isyarat, pembicaraan rahasia, dan
menggerakan hati. Sedangkan secara Istilah Wahyu adalah perkataan
Tuhan yang mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman yang
diperlukan umat manusia dalam perjalanan hidupnya baik di dunia
maupun akhirat, dalam kehidupan ini manusia mengenal perkataan
Tuhan itu dalam bentuk Al-Qur’an atau Kitab Suci Umat Muslim.7
Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang kekal dan selalu diperkuat
oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan yang memiliki fungsi sebagai
pedoman hidup Umat Muslim di dunia maupun diakhirat dengan
mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya penerang.8
6
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: KEMENDIKBUD, 2016), hlm 128.
7
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm 15.
8
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an:Ilmu Untuk Memahami Wahyu, (Bandung:Remaja Rosdakarya,
2013), hlm 3.
5
Wahyu akan datang untuk memperkuat apa yang telah diketahui
akal.
Berikut model-model penyampaian wahyu9
1. Instinc pada hewan
Q.S An-Nahl : 68
9
Andi Aderus, Karakteristik Pemikiran Salafi di Tengah Aliran-Aliran Pemikiran Keislaman,
(Jakarta : Kementrian Agama RI, 2011), hlm 39.
6
4. Informasi syetan
Q.s Al-An’am : 121
10
Andi Aderus, Karakteristik Pemikiran Salafi di Tengah Aliran-Aliran Pemikiran Keislaman,
(Jakarta : Kementrian Agama RI, 2011), hlm 27.
7
manusiapun kalo belum akhil baligh dan orang yang tidak waras
fikirannya, tidak bertaggungjawab atas perbuatannya dan tidak
mendapat hukuman atas kesalahan dan kejahatan yang dilakukannya.
Begitulah keistimewaan akal dalam ajaran Islam, bukan hanya dalam
hal dunia tetapi juga dalam keagamaan sendiri. Penghargaan tertinggi
terhadap akal ini sejalan pula dengan ajaran Islam.11
Contoh yang tergambar secara nyata yaitu: dalam proses
pelaksanaan Ulangan Tengah Semester di UIN SMH Banten, semua
Mahasiswa wajib mengikutinya secara tertib dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku diantaranya harus memakai almamater UIN
SMH Banten, tidak boleh mencontek, dan harus hadir tepat waktu
saat pelaksanaan. Suatu ketika di Jam Mata Kuliah Ilmu Kalam
berlangsung saat pukul 14:00-15:00 WIB dengan jumlah soal 5 Essai.
Si Fulan lupa untuk mengulang pelajaran yang telah diajarkan dengan
secara hati terpojok ia ingin mencontek agar nilainya bagus, namun
karena ia mengetahui fungsi akal itu untuk membedakan hal yang
baik dan buruk, maka ia tidak ikut terjerumus untuk mencontek saat
ulangan. Hal demikian terbukti dengan proses dalam menjalankan
hidupnya di dunia segala bentuk keputusan merupakan hasil
rangsangan dari akal.
Dengan demikian dapat kita tarik perkataan bahwa akal merupakan
salah satu bentuk struktur tubuh manusia yang memiliki fungsi
terpenting dalam menentukan baik dan buruknya jasad itu.
Menurut para Salafi yang diungkapkan dalam tulisannya Andi
Aderus, Karakteristik Pemikiran Salafi di Tengah Aliran-Aliran
Pemikiran Islam mengungkapkan bahwa :
“Akal adalah salah satu Masadir Al-Ma’rifah, namun ia
memiliki batasan-batasan yang tidak mungkin
dipaksakan melampaui batas tersebut, akal hanya
mampu memahami hal-hal yang bersifat fisik, akal
inilah yang dipakai untuk mengembangkan Ilmu
11
Marup Baihaki, Pandangan Harun Nasution Terhadap Muhammad Abduh Tentang Akal dan
Wahyu Dalam Islam, (Serang: IAIN SMH BANTEN, 2015), hlm 15.
8
Pengetahuan dengan cara eksperimen. Hal-hal yang
bersifat metafisika, kal hanya mampu mencernanya
lewat bayangan-bayangan yang digambarkan oleh
wahyu.”
Dalam kutipan tersebut bukan berarti melakukan pengekangan
terhada akal yang telah dikaruniakan Tuhan pada manusia, namun hal
ini dimaksudkan agar manusia mempergunakan akal pada hal-hal
yang bersifat metafisik melalui tuntunan wahyu atau bertadabbur
dengan mengikuti petunjuk wahyu.
Berikut ini adalah fungsi lain akal dilihat dari berbagai susunannya
yaitu12 :
a. Digunakan untuk memikirkan dalil-dalil dan dasar
keimanan.
b. Digunakan untuk memikirkan dan memahami alam
semesta, serta hukum-hukumnya (sunnatullah).
c. Dihubungkan dengan pemahaman terhadap peringatan dan
wahyu Allah.
d. Dihubungkan dengan pemahaman terhadap proses sejarah
keberadaan umat manusia didunia.
e. Dihubungkan dengan pemahaman terhadap kekuasaan
Allah.
f. Dihubungkan dengan pemahaman terhadap hukum-hukum
yang berkaitan dengan moral.
g. Dihubungkan dengan pemahaman terhadap makna ibadah,
semacam shalat.
12
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm 41.
9
hubungan yang erat antara wahyu sebagai kebenaran mutlak karena
berasal dari Tuhan dengan perjalanan hidup manusia.13
Setiap suatu yang diciptakan oleh Allah SWT pasti memiliki keistimewaan
atau kekhasannya, berikut merupakan bentuk kekhas-san pemikiran Islam
yaitu : bersifat Komprehensif (syumuliyah), luas, praktis (amally), dan
manusiawi.
1. Bersifat Komperhensif
Dalam keadaan ini pemikiran manusia itu harus difungsikan secara
baik sehingga mampu menerima pengetahuan serta memahaminya
yang dikemudian hari dijadikan sumber dalam melaksanakan kerja
otaknya.
Dalam dunia pendidikan yang berbasis Muslim, kita sering
mendengar bahwa terdapat istilah Hablum Minallah dan Hablum
Minannas. Hablum Minallah yaitu suatu perkara kehidupan manusia
yang berkaitan dengan ketuhanan yang mencakup Akidah dan Ibadah.
Sedangkan Hablum Minannas yaitu suatu perkara dalam kehidupan
manusia yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia,
mencakup semua pola dalam hidupnya baik secara individual,
masyarakat, bangsa dan negara.
Menafikan fungsi akal sangat dilarang oelh Allah, sebagaimana
Allah SWT berfirman:14
“Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab (yaitu al-Qur’an) sebagai
penjelas segala sesuatu.” (Qs. an-Nahl [16]: 89).
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan
telah Kucukupkan untuk kalian nikmat-Ku.’ (Qs. al-Mâ’idah [5]: 3).
13
Efrianto Hutasuhut, Akal dan Wahyu dalam Islam : Perbandingan Pemikiran Harun Nasutin Dan
Muhammad Abduh ,( Al-lubb, vol 2. No 1. 2017), hlm 177.
14
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an:Ilmu Untuk Memahami Wahyu, (Bandung:Remaja Rosdakarya,
2013), hlm 27.
10
Setelah memahami kedua ayat di atas seorang muslim tidak boleh
menyatakan bahwa, ada sebagian perbuatan manusia yang tidak ada
status hukumnya dalam Islam. Semua persoalan dari sejak Islam turun
ke bumi 15 abad yang lalu hingga hari kiamat, semua masalah pasti
tercakup dalam perkara yang dipecahkan oleh Islam. Kalau sekilas saja
kita membaca buku-buku fiqih, kita akan mendapatkan bahwa masalah
yang dipecahkan oleh syariah itu tidak hanya masalah ritual belaka,
tapi seluruh masalah kehidupan.
2. Bersifat Luas dan Luwes
Keluasan pemikiran Islam memungkinkan para Ulama untuk
melakukan istinbath (menggali) hukum-hukum syari’iy dari nash-nash
syariat-syariat tentang perkara baru apapun jenisnya, baik perbuatan
ataupun benda. Dalil-dalil syariat hadir dalam bentuk gaya bahasa
yang mampu mencakup perkara apa saja hingga hari kiamat.15 Apabila
ditanyakan kepada seorang muslim hingga saat ini, apa dalil syariat
tentang kebolehan mengendarai roket, pesawat atau kapal selam,
kemudian ia meneliti dalil-dalil syariat untuk mengetahui hukumnya,
niscaya dia akan menemukannya dalam firman Allah:
“Dia menundukan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi semua.” (Qs. al-Jâtsiyah [45]:13).
“Suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa
kami mengangkut keturunan mereka dalam ahtera yang penuh muatan
dan kami menciptakan bagi mereka kendaraan seperti bahtera itu.”
(Qs. Yâsîn [36]: 41 – 42 ).
Jika ada yang menanyakan, apakah umat Islam boleh memiliki bom
atom, maka dia akan menjumpai hukum syara tentang itu, dalam
firman Allah:
15
Abduh Rozak-Rosihon Anwar, Ilmu Kalam Edisi Revisi, (Bandung : Pustaka Setia, 2016), hlm 29.
11
“Siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang
dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh
kalian.” (Qs. al-Anfâl [8]: 60).
Sebab, arah dari perintah Allah SWT dalam Qs. al-Anfâl [8]: 60
tersebut adalah untuk menakut-nakuti musuh (irhabul aduww). Kalau
di masa lalu, adanya pasukan berkuda (al khail) adalah efektif untuk
menakut-nakuti musuh, karena pasukan kavaleri yang ada pada waktu
itu adalah pasukan berkuda. Di masa sekarang, pasukan kavaleri bisa
berkendaraan panser atau yang lain. Dan untuk menakut-nakuti musuh
di masa sekarang, bisa dilakukan dengan parade kapal induk, pesawat
tempur supersonik yang dilengkapi dengan rudal berkepala nuklir, dan
persenjataan canggih lainnya.
Proses interaksi dengan unsur lain dalam masyarakat
mengakibatkan saling bergantung. Ketika hukum Islam berinteraksi
dengan kehidupan sosial masyarakat senantiasa dihadapkan pada
masalah, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Oleh karena itu,
konsep pembaruan hukum Islam menuntut adanya sikap adaptatif
dengan kondisi sosial masyarakat di mana ia berinteraksi. Hal ini
penting karena prilaku mukallaf yang menjadi obyeknya dipandang
sebagai sesuatu yang kontinum dan senantiasa mengalami perubahan.16
Dengan secara sederhana pemikiran yang bersifat luwes ini
mengandung kesimpulan bahwa manusia diberi fikiran oleh Allah
harus memiliki kesesuaian dengan zaman, agar memperoleh
kesesuaian pemikiran itu Islam menganjurkan manusia untuk selalu
menuntut ilmu. Sesuai dengan HR Ibnu Abdil Barr
“Mencari Ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki
maupun perempuan.”
16
Muhammadong, Dinamika Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia Dan Tantangannya,
(Sulesana: Volume 8 Nomor 2 Tahun 2013), hlm 79.
.
12
HR Tirmidzi “Barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan di dunia
maka harus dengan ilmu, dan barang siaapa yang menginginkan
kebahagiaan dikahirat harus dengan ilmu, dan barang siapa yang
menginginkan kebahagiaan keduanya maka harus dengan ilmu.”
3. Bersifat Praktis
Hukum-hukum Islam hadir untuk diterapkan dan dilaksanakan
ditengah-tengah kehidupan. Manusia tidak akan dibebani melebihi
yang dia sanggupi. Allah berfirman:
17
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Kamil : Al-Qur’an dan Terjemahnya disertai Tema
Penjelasan Kandungan Ayat, (Jakarta : Darus Sunnah, 2013) Hlm 50
18
Acep Hermawan, Ulumul Qur’an:Ilmu Untuk Memahami Wahyu, (Bandung:Remaja Rosdakarya,
2013), hlm 41.
13
lagi ras atau warna kulitnya serta dengan kemampuan yang sesuai.
Firman Allah swt:
19
QS. Al-Ahzab ayat 40
20
QS. Al-Rum ayat 30
14
Swt langsung yang memberikan istilah tersebut untuk menyebut
sebuah ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad akan berdampak
positif, inklusif, komprehensif dan holistik.21
21
Muhammad Makmun Rasyid, Islam Rahmatan Lil Alamin Perspektif Kh. Hasyim Muzad,
(Epistemé, Vol. 11, No. 1, Juni 2016), hlm 98.
15
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPILAN
3.2. SARAN
Kami menyadaari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan jauh
dari keempurnaan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
mengenai pembahasan makalah ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta : UI-Press, 1986.
17