Anda di halaman 1dari 14

“Pengertian Aqidah dan Akhlak Menurut Para Ulama”

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah pembelajaran Aqidah Ahlak

Yang Diberikan Oleh Bapak Aam Saepul Alam, M.Ag

Disusunoleh:

Llis Siti Warsitoh

Risnawati

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

SILIWANGI GARUT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PIAUD)
Jl. Raya Leles No. 117 LelesGarut 44152
1440 H/ 2019 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Allah SWT mungkin penyusun tidak
akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Pengertian Aqidah
dan Akhlak Menurut Para Ulama” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing sang Penyusun
yaitu bapak Aam Saepul Alam, M. Ag yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti
tentang bagaimana cara kami menyusun karya tulis ilmiah.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih.

Garut, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………….1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……...…………………………………………………………………
A. LATAR BELAKANG…………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah…………………………………………...…………………………….
C. Manfaat dan Tujuan……………………………………..………………………………...
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….
A. Pengertia Ruang Lingkup Aqidan Dan Ahlak……………………………………..
2.1 Pengertian Aqidah…………………………………………………………..
2.2 Nama-nama Ahlak………………………………………………………………
2.3 Ruang Lingkup Ahlak………………………………………………………….
B. Objek Kajian Ilmu Aqidah……………………………………………..
C. Metode Akidah Dan Ahlak…………………………………………..
D. Sistematika Aqidah Dan Ahlak……………………………………………………….
BAB IV PENUTUP………………………………………………………………………
A. KESIMPULAN…………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada makalah ini kami penulis akan membahas tentang pengertian, tujuan , manfaat , dan
ayat al quran juga hadist yang menjelaskan tetang “Pengertian Aqidah dan Akhlak Menurut
Para Ulama”. Kami mengetahui masih banyak sekali pemuda dan pemudi masa kini yang
belum terlalu peduli tentang ilmu agama. Bahkan ada yang tidak peduli sama sekali di
karenakan berbagai macam hal. oleh karena itu pembuatan makalah ini di harapkan dapat
membantu teman – teman dan juga kami penulis dalam memahami agama islam lebih dalam.
Karena dengan kita mengenal agama kita dengan baik maka kita pun insyaallah akan terhindar
dari dosa dan kesesatan.

Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak”


berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan:
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi
persesuain dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ‘’Khaliq”
yang berarti Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan. Pengertian akhlak adalah
kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak .Jadi
pemahaman akhlak adalah seseorang yang memberi benar akan kebiasaan perilaku yang
diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya.

Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran,
perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak
yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan
melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah,
sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat
dan mana yang tidak berguna, mana yang baik dan mana yang buruk.

B. Rumusan Masalah
Dalam menyusun Makalah ini, penulis memiliki beberapa cara terkait dengan judul
makalah yang penulis buat, yaitu cara memecahkan masalah dan pengambilan keputusan. Dalam
makalah ini penulis tidak menjelaskan secara detil.
C. Manfaat Dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini untuk mengerjakan tugas yang telah dosen
berikan kepada penulis, serta untuk memberikan pengertian kepada teman-teman agar dapat
mengerti apa yang akan penulis bahas nantinya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ruang Lingkup Aqidah Dan Akhlak


1 1. Pengertian Aqidah
Secara etimologis (lughatan), aqidah berakar dari kata ‘aqada-ya’qidu-‘aqidatan. Aqidatan
berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan
(Al-Munawir 1984, hal. 1023). Relevensi anatara kata aqidan dan aqidah adalah keyakinan itu
tersimpul dengan kokoh di dalam hati, berfungsi mengikat dan mengandung perjanjian.
Istilah Akhlak diambil dari bahasa Arab, plural dari akar kata khuluq, yang menurut kamus
Marbawi yang diartikan sebagai perangai, adat. Kemudian ditranskip ke dalam kamus besar
bahasa indonesia, akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, kelakuan. Jadi akhlak merupakan
sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku
atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal agama, maka disebut
akhlak yang baik atau akhlakul karimah, atau akhlak yang mahmudhah. Akan tetapi apabila
perbuatan-perbuatan itu merupakan perbuatan yang buruk, maka disebut dengan akhlak tercela
atau ahklakul madzmumah.
Meminjam sistematika Hasan al-Banna maka ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:
a. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah
(Tuhan, Allah) seperti wujud Allah dan sifat-sifat allah. Kedua pembahasan tersebut adalah hal
yang wajib diketahui oleh umat muslim, karena dengan mengimani allah dengan sepenuhnya
seorang muslim akan tahu bagaimana cara bersikap dihadapan tuhannya serta beribadah sesuai
dengan tuntutan perintah agama-Nya.
Wujud allah telah dibuktikan dengan beberapa dalil yaitu dalil fitrah, akal, syara’ dan indera.
sedangkan sifat-sifat allah telah tercantum dalam asmaul husna.
b. Nubuwat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi
dan Rasul, termasuk pembahasan tentang Kitab-Kitab Allah, Mu’jizat, karamat dan lain
sebagainya. Seperti yang kita ketahui bahwa allah swt. telah menurunkan 4 kitab suci, yaitu :
1. Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS yang berbahasa Ibrani
2. Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud AS yang berbahasa Qibti
3. Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS yang berbahasa Suryani
4. Kitab Al-Qur`an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berbahasa Arab.
c. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh dan lain sebagainya.metafisik berasal dari
bahasa yunani yaitu “meta” yang berarti setelah atau dibalik dan “phusika” yang berarti hal-hal
yang ada di alam. Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-
benda di alam dan hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Ahli metafisika juga
berupaya memperjelas pemikiran manusia mengenai dunia, seperti kebendaan, sifat, ruang,
hubungan sebab akibat, termasuk memperjelas keberadaan tuhan.
d. Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
sam’i (dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur,
tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain sebagainya. Pembahasan ini harus didasarkan dengan
Al-qur`an, hadits, dan sunnah, tidak berdasarkan pemikiran rasional manusia ataupun filsafat dari
para ilmuan.
Disamping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika
arkanul iiman yaitu:
1. Iman kepada Allah Swt.
2. Iman kepada malaikat Allah Swt.
3. Iman kepada kitab Allah Swt.
4. Iman kepada Rasul Allah Swt.
5. Iman kepada Hari Akhir
6. Iman kepada Qada dan Qadar[1]

2. Pengertian Akhlak
Istilah Akhlak diambil dari bahasa Arab, plural dari akar kata khuluq, yaitu yang menurut
kamus Marbawi yang diartikan sebagai perangai,adat.Kemudian ditranskip ke dalam kamus
besar bahasa indonesia,akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, kelakuan. Jadi akhlak
merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam
tingkah laku atau perbuatan.Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal agama,maka
disebut akhlak yang baik atau akhlakul karimah,atau akhlak yang mahmudhah. Akan tetapi
apabila perbuatan-perbuatan itu merupakan perbuatan yang buruk, maka disebut dengan akhlak
tercela atau ahklakul madzmumah. Akhlak merupakan fungsionalisasi agama. Itu berarti bahwa
keberagamaan menjadi tidak berarti bila tidak dibuktikan dengan berakhlak. Seseorang yang
menjalankan segala perintah agama seperti shalat, puasa, zakat, membaca Al-qur`an tetapi jika
perilakunya tidak berakhlak, seperti mencuri, merampok, dan lain sebagainya. Maka
keberagamaannya akan menjadi sia-sia.
3. Ruang lingkup akhlak
Ruang lingkup akidah akhlak membahas mengenai setiap perilaku, tindakan, dan
perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sekaligus menetapkan mana perbuatan yang
baik dan yang buruk. Dalam hal ini ruang lingkup pembahasan akhlak dibagi menjadi beberapa
hal yaitu akhlak terhadap diri sendiri, terhadap keluarga dan terhadap orang lain.
a. Akhlak terhadap Allah Swt.
Titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada tuhan selain
Allah. Pengakuan dan kesadaran mengantarkan manusia untuk tunduk dan patuh terhadap
perintah Allah serta menjauhkan diri dari segala larangannya. Berikut beberapa contoh berakhlak
mulia kepada Allah :
1. Mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan
2. Bersabar dalam menghadapi segala kesulitan yang dihadapi
3. Bertawakkal kepada Allah dalam segala sesuatu
4. Menjauhkan diri dari segala perbuatan riya`
b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Akhlak terhadap diri sendiri adalah akhlak, sikap, tabiat, pribadi seseorang. Maksudnya
adalah pemenuhan kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri baik yang menyangkut jasmani
maupun rohani. Akhlak terhadap diri sendiri dapat dirtikan sebagai menghormati, menyayangi,
dan menghargai segala hal yang ada pada diri sendiri. Beberapa akhak mulia terhadap diri sendiri
diantaranya :
-. Menjaga kebersihan diri dan kesucian diri dalam berhias, berpakaian, berjalan, dsb.
-. Bersikap santun
-. Bersikap sederhana, jujur, dan rendah hati.
-. Menghindarkan diri dari perbuatan dosa besar dan tindakan tercela, seperti mabuk-mabukan,
judi, zina, dll.
c. Akhlak Terhadap Masyarakat
Titik tolak akhlak kepada orang lain adalah kesadaran bahwa manusia hidup didalam
masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang berbeda. Untuk itu sangat
diperlukan akhlak dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Islam menggariskan bahwa akhlak
muslim terhadap masyarakat adalah sebagai berikut:
1). Senantiasa meneggakkan keadilan di muka bumi. Syari’at islam telah meneggakkan keadilan
ditengah masyarakat yang direalisasikan dalam suatu timbangan manusiawi yang mampu
menempakan sesuai tempatnya (adil). Ia harus tegak berdiri menegakkan keadilan dan meyuakan
kebenarannya dimanapun ia berada dengan berpijak kepada keadaan, kebiasaan yang ada
disekelilingnya.
2). Seorang muslim harus menjadikan masyarakat sebagai lapangan dakwah dan aktuasi nilai-nilai
keseimbangan. Dengan ini maka setiap muslim harus menyadari sepenuhnya bahwa dakwah
merupakan kewajiban yang harus disampaikan.
3). Seorang muslim harus seantiasa melakukan amar ma’ruf nahy munkar. Artinya seorang
muslim tidak bisa menjadi seorang yang pemasif, acuh tak acuh, cuek terhadap juga mencegah
terhadap lingkungannya, tetapi seorang muslim ketika berada dimana saja harus senantiasa
mengajak terhadap kebaikan juga mencegah terhadap kemungkaran, yaitu suatu penyimpangan
dari aturan yang telah di garisi oleh Allah dan rasulnya.
4). Seorang muslim senantiasa mempunyai peran dan nilai positif (bermanfaat) bagi
masyarakatnya.

d. Akhlak Kepada Alam


Alam ialah segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi beserta isinya selain Allah. Allah
melalui Al-qur’an mewajibkan kepada manusia untuk mengenal alam semesta beserta isinya.
Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah untuk mengelola bumi dan menggelola
alam semesta ini. Manusia diturunkan ke bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada
alam dan isinya. Ada kewajiban manusia untuk berakhlak kepada alam sekitarnya. Ini didasarkan
kepada hal-hal berikut:
1). Bahwa manusia hidup dan mati berada di alam, yaitu bumi
2). Bahwa alam merupakan salah satu hal pokok yang dibicarakan oleh Al-qur`an
3). Bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga pelestarian alam yang
berssifat umum yang khusus.
4). Bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk mengambil manfaat yang sebesar
besarnya dari alam, agar kehidupannya menjadi makmur.
Berakhlak dengan alam sekitarnya dapat dilakukan manusia dengan cara melestarikan alam di
sekitarnya sebagai berikut:
1). Melarang penebangan pohon-pohon liar
2). Melarang pemburuan binatang secara liar
3). Melakukan reboisasi
4). Membuat cagar alam dan suaka margasatwa
5). Mengendalikan erosi
6). Memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan kepada seluruh lapisan
masyarakat
7). Menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai
8). Memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggan-pelanggannya1
9). Menjaga kebersihan lingkungan
10). Tidak membuang sampah sembarangan

B. Objek Kajian Ilmu Aqidah


Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu sesuai konsep Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah meliputi topik-topik : Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyyat (hal-hal gaib), kenabian,
takdir, berita-berita ( tentang hal-hal yang telah lalu dan akan datang), dasar-dasar hukum
yang qath’i(pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap
ahlul ahwa’ wal bida’ ( pengkikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), semua aliran dan sekte yang
menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka.
Disiplin ilmu aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama-nama
tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan Firqah—firqah ( golongan-golongan) lainnya.[2]
· Penanaman aqidah menurut Ahlus Sunnah
Diantara nama-nama aqidah menurut ulama Ahlus Sunnah adalah:
1. Al-Iman
Aqidah disebut juga al-iman sebagaimana yang disebutkan dalam Al-QUR’AN dan hadits-
hadits Nabi, karena aqidah membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan
dengannya.sebagaimana penyebutan al-imam dalam sebuah hadits yang mahsyur disebut dengan
hadits jibril dan para ulama Ahlus sunnah sering menyebut istilah aqidah dengan al-iman dalam
kitab-kitab mereka.
2. Aqidah
Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut ilmu aqidah dengan istilah Aqidah Salaf : Aqidah
Ahlul Atsar dan al- I’tiqad didalam kitab-kitab mereka.

3. Tauhid
Aqidah dinamakan dngan tauhid Karena pembahasannya berkisar seputar Tauhid dan
pengesaan kepada Allah didalam Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ Wa Shifat. Jadi, Tauhid
merupakan kajian ilmu aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya.
4. As-Sunnah
As-Sunnah artinya jalan. Aqidah salaf disebut As-Sunnah karena para penganutnya mengikuti
jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabat di dalam masalah aqidah.
5. Ushuludin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun iman, rukun-rukun islam dan masalah-masalah yang qath’i serta hal-
hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.
6. Al-Fiqhul Akbar
Kumpulan hukum-hukum ijtihadi.
7. Asy-Syari’ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya berupa
jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushulludinn ( masalah-masalah
aqidah)
Itulah nama lain dari ilmu aqidah yang paling terkenal, dan adakalanya kelompok selain
Ahlus sunnah menamakan Aqidah mereka dengan nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah,
seperti sebagian aliran (asy`ariyyah), terutama para ahli hadits dari kalangan mereka. Seperti
kitab al-fiqhul karya Imam Abu Hanifah (wafat th. 150 H).

· Penamaan aqidah menurut Firqah ( sekte) lain:


Selain penamaan menurut Ahuls Sunnah, berikut juga terdapat penamaan aqidah menurut Firqah,
diantaranya :
· Ilmu Kalam
Penamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis muttakalamin
(penanggung ilmmu kalam), seperti aliran Mu’tazilah.namun nama ini tidak diperbolehkan untuk
digunakan, karena ilmu kalam merupakan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan mempunyai
prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu) atas nama Allah dengan tidak didasari oleh ilmu. Selain
itu, juga karena bertentangan dengan metodologi ulama salaf dalam menetapkan masalah-
masalah yang berkaitan dengan aqidah.

1. Filsafat
Istilah ini dipakai oleh para filsuf dan orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak
boleh dipakai dalam aqidah, karena dasar filsafat it adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan
pandangan-padangan khurafat tentang hal-hal gaib.
2. Tasawwuf
Ini adalah nama yang tidak boleh dipaka di dalam aqidah, karena merupakan penanaman
yang baru. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-
pengakuan khurafat mereka yang dijadikan rujukan dalam aqidah. Penamaan ini tidak dikenal
pada awal islam. akan tetapi, penamaan ini ada setelah agama islam muncul, atau bisa dikatakan
bahwa penamaan tasawwuf berasal dari ajaran atau keyakinan selain islam.
3. Ilabiyyat (teologi)
Adalah kajian aqidah dengan metodologi filsafat. Ini adalah nama yang dipakai oleh
muttakallimin, para filsof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan
yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai. Karena yang mereka maksud adalah
filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan muttakalimin tenntang Allah menurut
presepsi mereka
4. Kekuatan di Balik Alam Metafisik
Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang
sejalan dengan mereka. Nama ini tidak noleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran
manusia semata dan bertentanggan dengan Al-qur`an dan As-Sunnah.
Tidak sedikit orang yang menamakanapa yang mereka yakini dari prinsip-prinsip atau
pemikiran-pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan, sekalipun hal tersebut palsu (bathil)
atau tidak mempunyai dasar (dalil) `aqli ataupun naqli.[3]
Dari kedua pemaparan mengenai penamaan aqidah tersebut, sesungguhnya `aqidah
aqidah yang mempunyai pengertian yang benar ialah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama`ah yang
bersumber dan didasari oleh Al-qur`an, hadits, serta sunnah Nabi SAW.

C. Metode Akidah dan akhlak


Akhlak memperoleh perhatian khusus dalam ajaran-ajaran akidah islam. Dengan ini,
dalam usaha membentuk manusia berakhlak mulia dan terselamatkan dari dekandesi moral,
akidah mengikuti metode-metode tersebut antara lain:
1. Menjanjikan pahala ukhrawi bagi orang yang berakhlak mulia. Akidah menjanjikan pahala
yang besar dan derajat yang tinggi di akhirat kelak bagi orang yang berakhlak mulia, dan siksa
yang pedih bagi oranng berakhlak tidak terpuji dan menyembah hawa nafsu.
2. Menjelaskan efek-efek duniawi akhlak, seseorang yang berakhlak terpuji akan mampu
beradaptasi dengan sesamanya, hidup bahagia, tentram dan melangkah dengan mantap. Adapun
orang yang tidak memiliki nilai dan prinsip-prinsip moral, ia akan jatuh dalam jurang kegelapan,
hidup dalam kecemasan dan kebingungan sehingga dirinya tersiksa, tidak disenangi oleh
sesamanya dan akhirnya akan terjerumus ke dalam jurang kesesatan yang tidak memiliki akibat
yang terpuji.

D. Sistematika Akidah Akhlak


Sistematika aqidah akhlak ini mengikuti sistematika Arkanul Iman yaitu:
1. Iman kepada Allah
Pengertian iman kepada Allah ialah:
· Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah
· Membenarkan dengan yakin keesaan-nya,baik dalam perbuatannya menciptakan alam,
makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibbadat segenap makhluknya.
· Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari
sifat kekurangan yang suci pula dari menyerupai segala yang baru. (makhluk).
Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan segala
perbuatan dengan beribadah kepadanya, melaksanakan segala larangannya, mengakui bahwa
Allah Swt. Bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-nya di muka bumi seebagai bukti
keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah. Allah SWT memiliki al Matsal al A’la yakni
sifat-sifat yang tidak menyerupai sifatn-sifat makhluknya. Allah SWT yang mengatur dan
menyiptakan seluruh alam semesta serta menyakini bahwa satu-satunya yang berhak disembah
hanyalah Allah SWT, tidak ada sesembahan lain selain Allah SWT.

1. Iman Kepada Malaikat


Beriman kepada maikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai makhluk yang
dinamai “ malaikat” yang tidak pernah durhaka kepada Allah, yang senantiasa melaksanakan
tugasnya dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya. Lebih tegas, iman akan malaikat ialah
beritkad adanya malaikat yang menjadi perantara antara Allah dengan rasul-rasulnya yang
membawa wahyu kepada rasul- rasulnya.[4]
Wajib beriman dengan adanya para malaikat, mereka adalah mahkluk ciptaan Allah Swt
yang taat dan patuh pada perintah Allah. Malaikat terbuat dari cahaya dan tidak memiliki nafsu
sehingga selalu tunduk dan patuh pada Allah Swt dan selalu mengerjakan perintahnya. Iman
kepada malaikat juga bermakna bahwa kita harus mengetahui nama-nama beserta tugas-tugas
dari para malaikat beserta sifat-sifat dari para malaikat Allah. Berikut nama beserta tugas para
malaikat Allah :
1. Jibril bertugas menyampaikan wahyu Allah Swt
2. Mikail bertugas membagi rezeki, seperti menurunkan hujan.
3. Israfil bertugas meniup sangkakala ketika hari kiamat
4. Izrail bertugas mencabut nyawa setiap makhluk Allah Swt
5. Munkar bertugas menanyai amal perbuatan manusia di dalam kubur
6. Nakir bertugas menanyai amal perbuatan manusia di dalam kubur
7. Raqib bertugas mencatat perbuatan baik manusia selama masih hidup
8. Atid bertugas mencatat perbuatan buruk manusia selama masih hidup
9. Malik bertugas menjaga pintu neraka
10. Ridwan bertugas menjaga pintu surga
Adapun sifat dari malaikat Allah adalah :
1. Merupakan makhluk baik
2. Terbuat dari nur (cahaya)
3. Tidak makan dan minum
4. Senantiasa tunduk dan patuh terhadap perintah Allah Swt
5. Tidak memiliki hawa nafsu, rasa lapar, dan tidak tidur
6. Selalu berrtasbih siang dan malam
7. Memiliki kekuatan dan kecepatan cahaya
8. Mampu berubah wujud
9. Tidak pernah berbuat kemasiatan

1. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah


Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu
membuat wahyu Allah. Beriman kepada Kitab-kitab Allah ialah beritikad bahwa Allah ada
menurunkan beberapa kita kepada Rasulnya, baik yang berhubungan dengan muamalat dan
syasah, untuk menjadi pedoman hiduup hidup manusia, baik untuk akhirat, maupun untuk dunia.
Baik secara individu maupun masyarakat.
Jadi yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani sebagaimana yang
diterangkan oleh Al-qur’an dengan tidak menambah dan mengurangi. Kitab-kitab yang
diturunkan Allah telah turun berjumlah banyak, sebanyak rasulnya. Akan tetapi, yang masih ada
sampai sekarang nama dan hakikatnya hanya Al-Qur’an. Sedangkan yang masih ada namanya
saja ialah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa dan Zabur kepada
Daud.
1. Iman Kepada Nabi dan Rasul
Perbedaan antara Nabi dan Rasul terletak pada tugas utamanya. Para Nabi menerima
tuntunan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu
kepada umat manusia. Rasul adalah utusan (Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu
yang diterima kepada umat manusia. Wajib beriman kepada utusan Allah SWT yaitu, para nabi
dan rasul. Para Nabi dan Rasul dipertemukan oleh Allah SWT untuk menyampaikan wahyu
kepada manusia. Kita wajib mengimani akan benarnya wahyu tersebut langsung berasal dari
Allah SWT. salah satu wujud keimanan umat muslim kepada nabi dan rasul Allah adalah
mengetahui nama-nama nabi dan rasul Allah serta mengetahui jumlah nabi dan rasul Allah
2. Iman Kepada Hari Akhir
Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini sangat
penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya. Sebab tanpa mempercayai hari akhirat
sama halnya deangan orang yang tidak mempercayai agama islam, itu merupakan hari yang tidak
diragukan.Mengimani bahwa segala hal baik dan buruk yang terjadi semuanya adalah berasal
dari Allah SWT. Mengimani bahwa Allah SWT yang menghendaki segala apapun yang terjadi di
eluruh muka bumi ini yang baik maupun yang buruk. Tidaklah manusia bergerak sedikitpun
melainkan Allah yang mengizinkan. Tidak pula lah sehelai daun yang gugur dari pohonya
melainkan atas izin Allah SWT.

3. Iman Kepada Qada dan Qadar


Iman kepada qada dan qadar bermakna bahwa kita harus percaya atau yakin terhadap
takdir atau ketentuan Allah. Qada dan qadar adalah takdir, namun keduanya memiliki perbedaan.
Qada adalah ketentuan atau takdir dari Allah yang telah ditetapkan sejak zaman azali atau
sebelum manusia itu sendiri dilahirkan. Dengan kata lain takdir ini sudah ditetapkan atau sudah
diputuskan dan akan menjadi kenyataan serta tidak dapat dirubah. Misalnya, prihal jodoh dan
pernikahan. Adapun pengertian qadar adalah ketentuan dari Allah yang pasti berlaku bagi
umatnya sejak zaman azali. Misalkan seseorang yang menderita penyakit kronis dan telah
berusaha keras sebisa mungkin untuk sembuh, akan tetapi orang tersebut tetap meninggal setelah
segala usaha yang ia lakukan. Hal ini merupakan qadar atau takdir Allah yang sudah ditetapkan
sejak zaman azali. Dimana tidak akan ada seorang pun yang akan tahusebelum hal tersebut
terjadi atau menjadi kenyataan.
Dalam menciptakan sesuatu. Tuhan selalu berbuat menurut sunahnya, yaitu hukum
sebab akibat. Sunnahnya ini adalah tetap tidak berubah-ubah, kecuali dalam hal-
hal khusus yang sangat jarang terjadi. Sunnah Tuhan ini mencakup dalam ciptaanya. Baik
yang jasmani maupun yang bersifat rohani. Makna qada dan takdir ialah aturan umum
berlakunya hukum sebab akibat, yang ditetapkan olehnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa aqidah berakar dari kata ‘aqada-ya’qidu-
‘aqidatan. Aqidatan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi
aqidah berarti keyakinan. Sedangkan, Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila
membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak. Jadi aqidah akhlak adalah
keyakinan dalam diri seseorang dalam berbuat dan bertingkah laku yang menjadi kebiasaan dari
pribadi tersebut. Terdapat beberapa penamaan aqidah, tetapi penamaan yang tepat dan benar
adalah menurut para Ahlus Sunnah bukan menurut firqah yang hanya menamakan aqidah hanya
didasari oleh pemikiran rasional manusia, dengan kata lain tidak berdasarkan Al-qur`an, Hadits
ataupun Sunnah
Aqidah akhlak juga memperoleh perhatian khusus dalam ajaran islam, karena setiap
tindakan umat muslim selalu mencerminkan pribadi keagamaannya. Setaat apapun, sepatuh
apapun seseorang dalam beribadah kepada Allah jika tidak memiliki akhlak yang baik maka
keagamaannya akan menjadi sia-sia saja.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan ataupun kesalahan, baik dari penyajian materi maupun penulisan makalah. Hal ini
dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Tentunya untuk lebih meningkatkan kualitas pada
makalah berikutnya, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Daftar Pustaka

Yunahar Ilyas. 2013. Kuliah Aqidah Islam. LPPI: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2016. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaa`ah. Bandung: PT
Imam As-syafi`i
Ahmad Amin. 1976. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: PT Bulan Bintang

[1] Yunahar Ilyas, 2013 Kuliah Aqidah islam, LPPI : Universitas Muhamadiyah Yogyakarta
Hlm. 15
[2] Ibid. Hlm. 16
[3] Yazid bin Abdul Qadir jawas, syarah Aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah, PT. Imam As-
Syafi’i. Hlm 23
[4] Ahmad Amin. 1976. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: PT Bulan Bintang

Anda mungkin juga menyukai