Tugas Makalah
Dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Genealogi Pemikiran Islam
Program Studi Pendidikan Agama Islam berbasis
Dakwah dan Komunikasi pada Pascasarjana
Institut Agama Islam As‟adiyah
Disusun oleh:
Alias
Nim : 09220200209
DOSEN PENGAMPU:
Dr. H. Kamaluddin Abunawas, M.A
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AS’ADIYAH SENGKANG
2022
KATA PENGANTAR
Puja dan pujian dengan tulus senantiasa dipanjatkan kehadirat yang Maha
terppuji Allah SWT, berkat limpahan taufiq dan hidayah, serta dengan bekal
secercah ilmupemahaman_Nya, Makalah tugas mata kuliah Genealogi Pemikiran
Islam, dengan judul Perbandingan Pemikiran dapat kami selesaikan dan paparkan
ketengah-tengah pembaca yang budiman.
Selawat dan salam semogah senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman, dengan
diringi upayah meneladani akhlaknya yang mulia.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Genealogi
Pemikiran Islam Gurutta Dr. H. Kamaluddin Abunawas, M.A. yang telah
memberikan tugas makalah ini sehingga penulis terdorong untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai “Perbandingan Pemikiran”.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami pribadi dan teman
mahasiswa untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Kami menyadari makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat berharap saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan
makalah selanjutnya.at memenuhi tugas kuliah yang telah diberikan kepada kami.
Nunukan, 14 November 2022
Alias
Nim : 09220200209
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuhan menciptakan alam semesta (langit dan bumi beserta isinya) ini
satunya makhluk yang diberi akal. Hal ini pula yang membedakan dengan seluruh
maupun makhluk yang ada di alam gaib. Manusia dengan akalnya dapat
membedakan antara yang baik dengan buruk, antara perintah dengan larangan,
antara yang hak dengan yang batil, dengan jalan demikian manusia diberi tugas
persoalan aqidah, sehingga melahirkan beberapa aliran dalam Teologi Islam. Ada
atau menjadi kafir, ada yang menempatkan akal lebih tinggi kedudukannya dari
pada wahyu dan sebaliknya menempatkan wahyu lebih tinggi dari akal, sehingga
dapat dikatakan bahwa diantara mereka ada berfaham rasionalis dan ada berfaham
tradisionil.
Makalah ini akan membicarakan mengenai (1) pengertian akal, (2) pengertian
1
2
Wahyu, (3) Fungsi Akal Dan Wahyu, (4) Pemikiran Tiap Aliran Mengenai
Fungsi Akal Dan Wahyu, (5) pemikiran tiap aliran mengenai Perbuatan-
Manusia
B. Rumusan masalah
Tuhan ?
Manusia?
C. Tujuan
2. Untuk menjelaskan pemikiran tiap aliran mengenai fungsi akal dan wahyu
Tuhan
PEMBAHASAN
memiliki banyak makna, sehingga kata al „aql sering disebut sebagai lafazh
musytarak, yakni kata yang memiliki banyak makna. Dalam kamus bahasa
tafakkara (merenung dan berfikir). Kata al-„aqlu sebagai mashdar (akar kata)
mengetahui sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh indera. Al-„aql juga
setelah masuk ke dalam filsafat Islam. Hal ini terjadi disebabkan pengaruh
filsafat Yunani yang masuk dalam pemikiran Islam, yang mengartikan „aql
sama dengan nous yang mengandung arti daya berfikir yang terdapat dalam
3
4
jiwa manusia. Pemahaman dan pemikiran tidak lagi melalui al-qalb di dada
dan kejahatan, bahkan akal merupakan petunjuk jalan bagi manusia dan yang
Letak akal Dikatakan di dalam Al-Qur‟an surat Al-Hajj (22) ayat 46,
yang artinya,” Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu bagi
mereka mempunyai al-qolb, yang dengan al-qolb itu mereka dapat memahami
(dan memikirkan) dengannya atau ada bagi mereka telinga (yang dengan
mata mereka tapi al-qolb (mereka) yang buta ialah hati yang di dalam dada.”
tetapi daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya untuk
1 Harun Nasution.. Akal Dan Wahyu Dalam Islam. (Jakarta: UI Press, 1986), h. 7-8.
2 Harun Nasution.. Akal Dan Wahyu Dalam Islam. (Jakarta: UI Press , 1986), h. 12
5
2. Wahyu
tulisan dan kitab adalah kata arab asli, bukan kata pinjaman dari bahasa asing.
dengan cepat. Namun arti yang paling terkenal adalah “apa yang disampaikan
hidup3
diperlukan oleh umat manusia dalam menjani hidup di dunia dan di akhirat
kelak. Dalam Islam wahyu Allah itu disampaikan kepada nabi Muhammad
saw yang terkumpul semuanya dalam al-Qur‟an. Wahyu dalam arrti firman
telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan
kami telah memberikan wahyu (pula) kepada ibrahim, ismail, ishaq, ya‟qub,
dan anak cucuny, isa, ayyub,Yunus, Harun, dan sulaiman. Dan kami berikan
nabi-nabi melalui tiga cara: (1) Melalui jantung hati seseorang dalam bentuk
3 Harun Nasution.. Akal Dan Wahyu Dalam Islam. (Jakarta: UI Press, 1986), h. 15
6
ilham; (2) Dari belakang tabir, seperti yang terjadi pada Nabi Musa dan (3)
1. Mengetahui Tuhan
Dari keempat persoalan ini manakah yang bisa diketahui lewat akal dan
1. Aliran Mu’tazilah
buruk) dan mensyukuri nikmat adalah wajib, sebelum turunnya wahyu. Hal ini
mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk dapat diketahui oleh
akal manusia. Sehingga, seandainya tidak ada wahyu pun, manusia tetap dapat
peranan wahyu. Wahyu menurut mereka tetap memiliki peranan yang sangat
penting dalam keempat masalah tersebut. Dalam kaitan ini, wahyu memiliki
fungsi konfirmasi dan informasi, memperkuat apa yang telah diketahui akal
dan menerangkan apa yang belum diketahui oleh akal.5 Hanya saja, menurut
Mu„tazilah, wahyu tidak selamanya yang menentukan apa yang baik dan apa
yang buruk, karena akal, bagi Mu„tazilah dapat mengetahui sebagian yang
baik dan sebagian dari yang buruk. Dalam artian, akal dapat mengetahui garis-
sungguhpun akal dapat mengetahui Tuhan, akan tetapi akal tidak dapat
oleh akal itu dapat saja berubah-ubah. Demikian halnya tentang perbuatan
baik dan buruk, ada saja yang tidak dapat dijangkau oleh akal, misalnya,
akal dan perbuatan-perbuatan yang tidak baik menurut wahyu. Begitu pula
lokal dan varsial hanya dapat diketahui melalui wahyu. Selanjutnya, wahyu
dari apa yang baik dan buruk, juga dimaksudkan sebagai dasar pembenaran
2. Aliran Asy’ariah
dalam golongan Ahlus Sunnah Wal Jama„ah memberikan peranan yang lebih
manusia hanya dapat diketahui melalui wahyu. Akal tidak dapat membuatu
sesuatu menjadi wajib dan tidak dapat mengetahui, bahwa mengerjakan yang
baik dan meninggalkan yang jahat (buruk) itu adalah wajib bagi manusia.
Memang betul, bahwa akal dapat mengetahui Tuhan dan perlunya berterima
bahwa orang yang taat kepada Tuhan akan mendapat pahala (balasan baik)
dan orang yang berbuat maksiat kepada-Nya akan mendapat hukuman (siksa).
itulah wahyu diperlukan, yakni untuk menetapkan mana yang wajib dan mana
Dengan demikian, jika sekiranya wahyu tidak ada, manusia tak akan
tidak ada, manusia tidak akan berkewajiban mengetahui Tuhan dan tidak
kepada manusia. Demikian juga soal baik dan buruk, ia hanya diketahui
untuk perbuatan orang yang berakal belum ada, sebelum datangnya syara„.
Jadi tetapnya suatu hukum adalah atas landasan syara„, bukan dengan akal.
Akal dalam hal ini, hanyalah merupakan alat untuk memahami khitab syara„.
Pendapat ini juga didukung oleh al-Gazali, bahkan ia menegaskan, bahwa al-
Hakim (pembuat hukum) adalah Allah swt., dan tidak ada sanksi hukum
hanya dapat mengetahui Tuhan. Namun, akal tidak punya otoritas (wewenang)
hukum) yakni Allah swt. Berbeda dengan Mu„tazilah yang menjadikan akal
8 Hamka Haq, Dialog Pemikiran Islam (Ujung pandang: Yayasan AHKAM, 1995), h. 20
10
lebih kecil kepada akal, sedangkan Mu„tazilah wewenang akal lebih banyak.
Dalam hal ini, akal menurut Asy„ariyah kemampuannya terbatas dalam hal
3. Maturidiah
banyak terpengaruh oleh pemikiran Imam Abu Hanifah, yang juga banyak
a. Maturidiyah Samarkand
Asy„ariyah.9
bahwa akal dapat mengetahui eksistensi Tuhan, oleh karena Allah sendiri yang
memerintahkan manusia untuk menyelidiki dan merenungi alam ini. Hal ini
9 Harun Nasution, Islam Rasionalis (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1996), h. 115.
11
datangnya wahyu. Sehingga akan berdosa bila tidak percaya kepada Tuhan
Begitu pula mengenai baik dan buruk, akal pun dapat mengetahui sifat
baik yang terdapat di dalamnya, dan sifat buruk yang terdapat dalam yang
kemestian akal.
Tuhan (berterima kasih kepada Tuhan); serta mengetahui baik dan buruk.
b. Maturidiyah Bukhara
al-Bazdawy. Pemikiran teologi dari kedua tokoh ini sedikit berbeda dan tidak
12
kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk, karena akal
hanya dapat mengetahui baik dan buruk saja. Sedangkan yang menentukan
kewajiban mengenai yang baik dan buruk itu adalah Tuhan sendiri. Demikian
adalah wahyu.
sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib bagi manusia. Bahkan mereka (para
kepada Tuhan tidaklah wajib dan tidak percaya kepada Tuhan bukanlah suatu
dosa. Dari sini, kelihatan bahwa Maturidiyah Bukhara lebih mendekati faham
1. Aliran Mu’tazilah
dalam satu kewajiban. Yaitu kewajiban berbuat baik. Namun, tidak berarti
Artinya : “ Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada
diantara keduanya, melainkan dengan tujuan yang benar “
bahwa ayat yang diatas memberi petunjuk bahwa tuhan hanya berbuat
ketika seseorang yang dikenal baik, dan secara nyata berbuat baik, maka
tidak perlu ditanya mengapa berbuat baik ?. Sedangkan, ayat yang kedua
menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentulah tidak
baik dan terbaik terhadap manusia. Dalam istilah arabnya berbuat baik dan
terbaik bagi manusia. Hal ini memang merupakan salah satu keyakinan
adalah bertentangan dengan faham berbuat baik dan terbaik. Oleh karena
itu kaum Mu‟tazilah tidak dapat menerima faham bahwa tuhan dapat
memberikan manusia beban yang tak dapat dipikul. Hal ini juga bertentang
dengan faham mereka tentang keadilan tuhan. Tuhan akan bersifat tidak
d. Pengiriman Rasul-rasul.
tuhan.
Mu‟tazilah, hal ini erat hubungannya dengan dasar kedua , yaitu keadilan.
Tuhan tidak akan bersifat tidak adil jika tidak menepati janji untuk
ancaman terhadap orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu, menepati
2. Asy’ariyah
terhadap makhluknya.
d. Pengiriman Rasul-rasul.
13 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: Setia Pustaka, 1998), h. 183
membawa akibat yang tidak baik. Sekiranya tuhan tidak mengutus rasul
dalam al-Qur‟an dengan tegas dikatakan bahwa siapa yang berbuat baik
akan masuk surga dan siapa yang berbuat jahat akan masuk neraka.
kata “ siapa” dalam ayat “ Barang siapa menelan harta anak yatim piatu
dengan cara tidak adil, maka ia sebenarnya menelan api masuk kedalam
menelan harta yatim piatu. Yang sebagian akan terlepas dari ancaman atas
3. Maturidiah
Dalam sejarah pertumbuhan aliran-aliran kalam, dikenal dua subsekte
yang kedua lahir Bukhara dengan pendirinya adalah Abu Yasr Muhammad
Al-Basdawi.
terhadap manusia.
beban yang tidak terpikul memang dapat sejalan dengan faham golongan
d. Pengiriman Rasul-rasul.
16 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: Setia Pustaka, 1998), h. 183
20
memberi upah kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan
kepada orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu nasib orang yang berdosa
menepati janji untuk memberi upah kepada yang berbuat baik. Dengan
terhadap manusia. Dari sini dapat diketahui bahwa menurut paham al-
melanggar janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik.
17 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung : Setia Pustaka, 1998), h. 184
21
tuhan, tetapi dalam hal itu ingin pula mempertahankan keadilan tuhan.
1. Jabariyah
sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar Tuhan yang menghendaki
memunyai pilihan.
manusia tidaklah majbur (di paksa oleh Tuhan). Tidak seperti wayang yang
dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan. Tetapi
2. Qadariyah
hukuman atas kejahatan yang telah ia perbuat. Dalam kaitan ini bila
sunatullah.
doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri banyak
ayat Al-qur‟an yang mendukung pendapat ini misalnya dalam surat Al-kahfi
ayat ke-29.
18 Yusran Asmuri, Ilmu Tauhid, (PT. Raja Grafindo Persada, Ed I, Cet. II; Jakarta:
1994), h. 110
23
3. Aliran Mu’tazilah
besar dan bebas. Oleh karena itu, Mu‟tazilah menganut faham Qadariyah
atau free will. Menurut al-juba‟i dan abd al-jubraa (tokoh Mu‟tazilah),
yang berbuat baik dan buruk kepada Tuhan dan ketaatan seseorang kepada
runtuhlah teori pahala dan hukuman yang muncul dari konsep faham
4. Asy’Ariyah
hidupnya. Oleh karena itu, aliran ini lebih dekat dengan faham Jabariyah
perolehan).
tersebut. Jadi, perbuatan di sini adalah ciptaan Allah dan merupakan kasb
berbarengan kodrat dan iradat pada manusia dengan yang ada pada
5. Maturidiah
faham asy‟ariyah. Kehedak dan daya berbuat pada diri manusia menurut
maturidiyah samarkand adalah kehendak dan daya manusia dalam arti kata
kecil dari pada daya yang terdapat dalam faham Mu‟tazilah. Oleh karena itu,
Mu‟tazilah.
dalam masalah daya. Menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua
baginya.
PENUTUP
A. Simpulan :
sebagai alat untuk mencari kebenaran, akal mampu merumuskan yang bersifat
berfungsi sebagai pedoman hidup manusia. Wahyu baik yang langsung (al-
yang bersifat lokal dan varsial hanya dapat diketahui melalui wahyu. Sedangakan
akal bagi Paham Asya„ariyah hanya dapat mengetahui Tuhan. Namun, akal tidak
adalah al-Hakim (pembuat hukum) yakni Allah swt., dan akal menurut Asy„ariyah
akal dapat mengetahui tiga dari empat persoalan pokok tersebut, yakni:
Tuhan); serta mengetahui baik dan buruk. Sedangkan yang terakhir, kewajiban
mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang jahat adalah wewenang wahyu
atau Tuhan. Sedangkan akal menurut paham Paham Maturidiyah Bukhara, tidak
26
27
sebab-sebab dari proses kewajiban itu menjadi wajib. Oleh karenanya, mengetahui
Tuhan dalam arti berterima kasih kepada Tuhan, sebelum turunnya wahyu
bahwa perbuatan tuhan hanya terbatas pada hal- hal yang sama dikatakan
baik.. Ini tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu malakukan perbuatan buruk.
buruk itu. Bahkan, didalam Al-Q uran jelas dikatakan bahwa Tuhan tidak berbuat
perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (ja‟iz) dan tidak satupun darinya yang
mengenai paham bahwa Tuhan tidak memiliki kewajiban. Akan tetapi, Tuhan
harus memenuhi janji-Nya, seperti memberi upah kepada orang yang berbuat
baik, meskipun Tuhan mungkin membatalkan ancaman bagi orang yang berdosa
sesuai dengan paham mereka tentang kekuasaan dari kehendak mutlak Tuhan,
baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian
daya yang besar dan bebas. O leh karena itu, manusialah yang menciptakan
posisi yang lemah, ia diibaratkan anak kecil yang tidak mempunyai pilihan
terbatas, tetapi daya tuhan yang tidak terbatas. Paham Maturidiah: terdapat
pertama lebih dekat dengan paham Mu‟tazilah, yang kedua lebih dekat dengan
paham Asy‟ariah. Kehendak dan daya berbuat pada diri manusia, menurut
Maturidiah Samarkand adalah kehe ndak dan daya manusia dalam arti kata
29
sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Maturidiah Bukhara dalam banyak hal
perlu ada dua daya. Manusia tidak dapat mencipta, dan manusia hanya dapat
B. Saran
karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan
arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan
makalah berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. Akal Dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta: UI Press, 1986
Haq, Hamka. Dialog Pemikiran Islam : Ujung pandang: Yayasan AHKAM, 1995
30