Anda di halaman 1dari 22

“ SEJARAH DIKOTOMI PENDIDIKAN ”

Tugas Makalah
Dibuat dengan tujuan memenuhi tugas individu mata kuliah
Sejarah Pendidikan Islam Klasik dan Modern
Program Studi Pendidikan Agama Islam berbasis
Dakwah dan Komunikasi pada Pascasarjana
Institut Agama Islam As’adiyah

Disusun Oleh:

Irma Suryani
NIM: 09220400409

DOSEN PENGAMPU:

Prof. Dr. H. Ahmad Sewang, MA


Prof.Dr.H.Abd.Rahim Yunus, MA

PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AS’ADIYAH SENGKANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat, petunjuk, dan
kemudahan-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu.
Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw., Nabi yang telah menjadi
panutan bagi umat manusia.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan
Islam,Filsafat,Prinsip dan Perkembangannya ,Gurutta Prof. Dr. H. Ahmad
Sewang, MA dan Prof.Dr.H.Abd.Rahim Yunus, MA yang telah memberikan
tugas makalah ini sehingga penulis terdorong untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai “ Sejarah Dikotomi Pendidikan.”
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami pribadi dan teman
mahasiswa untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Kami menyadari makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat berharap saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan
makalah selanjutnya.

Sengkang, 12 Mei 2023

Penulis

Irma suryani

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
D. Pengertian Dikotomi Pendidikan..................................................................4
E. Sejarah Dikotomi Pendidikan.......................................................................6
F. Islam Penyabab Dikotomi Pendidikan..........................................................8
G. Solusi untuk Menangani Dikotomi Pendidikan Islam................................11
BAB III..................................................................................................................16
PENUTUP..............................................................................................................16
A. Kesimpulan.................................................................................................16
B. Saran............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan formal mandiri merepresentasi pendidikan bagi masyarakat


berkemampuan ekonomi, pendidikan elite, mahal, bermutu, dan menjadi
tempat anak-anak yang memiliki kemampuan akademis tinggi. Sebaliknya,
pendidikan formal standar merepresentasi pendidikan "biasa saja",tempat
berkumpulnya anak-anak yang tidak memiliki kemampuan akademis, miskin,
dan disubsidi pemerintah..

Kebijakan dikotomi pendidikan formal mandiri dan formal standar itu


tampaknya tidak akan menjadi masalah bagi masyarakat lapis menengah ke
atas. Selain akibat aneka kebijakan pemerintah, aspirasi masyarakat, terutama
lapis menengah ke atas juga cenderung menumbuhkan dikotomi-dikotomi itu
selaras dengan kian berkembangnya sistem budaya kapitalistik di masyarakat.

Fenomena di atas hanya merupakan salah satu bentuk dikotomik dalam


sistem pendidikan di Indonesia. Masih terdapat banyak dikotomi, atau
mungkin politomik, yang hidup dan me”lembaga” (menjadi fakta sosial) di
kalangan masyarakat dan pemerintah Indonesia. Pertama, dari segi ciri
keilmuan, terdapat dikotomi antara sekolah dan pesantren, antara sekolah dan
madrasah, serta antara Perguruan Tinggi (PT) Umum dan PT agama (Islam).
Kedua, dari segi penyelenggara dan pengelola, terdapat sekolah dan PT
“miliki” Departemen Pendidikan Nasional, “milik” Departemen Agama, atau
lainnya. Ketiga, dari sekolah prestasi dan animo pendaftar, terdapat dikotomi
antara sekolah unggulan dan sekolah non-unggulan, serta antara PT unggulan
dan PT non-unggulan. Keempat, dari segi pemenuhan Standar Nasional
Pendidikan (SNP), terdapat sekolah yang terakreditasi dan tidak terakreditasi,
serta antara PT terakreditasi dan PT tidak terakreditasi. Kelima, dari segi

1
keilmuan dan skill terdapat dikotomi antara sekolah menangah umum (SMU)
dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Keenam, dari segi pengelola dan
sumber pendanaan, terdapat dikotomi antara sekolah negeri dan sekolah
swasta, dan antara PT Negeri dan PT Swasta.

Secara faktual, politomik tersebut, diakui atau tidak, merupakan fakta


sosial yang belum terantitesiskan.Satu hal yang masih juga dapat diamati
sekarang adalah adanya dualitas sistem pendidikan, yakni satu sisi sistem
pendidikan yang diselenggarakan dan dikelola oleh pemerintah, dan di sisi
lain terdapat sistem pendidikan yang dikelola oleh masyarakat. Dari sudut
ini,dualitas terjadi dan terkutubkan menjadi sekolah Negeri dan sekolah
Swasta. Secara formal, pemerintah menyelenggarakan pendidikan formal
melalui Departemen Pendidakan dan Kebudayaan (Depdikbud) atau kini
dikenal dengan Departeman Pendidikan Nasional (Depdiknas).Satu sisi
semua otoritas penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan berada di
Depdiknas ini, tetapi pada realitasnya Departemen Agama pun (dan beberapa
departemen lainnya) mengelola institusi pendidikan yang berada di bawah
naungannya, yakni madrasah (mulai dari madrasah Ibtidaiyah hingga Aliyah)
dan PTAI. Dengan demikian, pemerintah pada realitasnya telah menerapkan
dualisme sistem pendidikan atau sistem pendidikan yang dikotomik.1

Pemisahan pendidikan umum dan pendidikan agama merupakan sebuah


wacana yang senantiasa menarik untuk dibahas sehingga menimbulkan
perseturuan diantara para ilmuan- ilmuan pendidikan, ada yang mendukung
dan ada juga yang menolak adanya system dikotomi pendidikan.

Kata-kata dikotomi ini membawa pengaruh yang cukup signifikan, karena


istilah dikotomi ini bukan hanya di dalam pendidikan Islam saja dibahas,
namun di agama-agama yang lain pun sangat berpegaruh baik itu dalam
agama Kristen, Yahudi dan Nasrani. Dari berbagai macam istilah yang
dipakai dalam dikotomi pendidikan Islam, pada dasarnya semua mengarah

1
A Basyit, “Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan Di Indonesia,” Jurnal Tahdzibi: Manajemen
Pendidikan Islam 4, no. 1 (2019): 15–27, https://doi.org/10.24853/tahdzibi.4.1.15-28.

2
kepada perbandingan antara pendidikan umum dan agama. Konsekuensi
dikotomi pendidikan sebagaiamana yang disebutkan bahwa akan berimplikasi
pada keterasingan ilmu-ilmu agama terhadap kemodernan sehingga ilmu
pegetahuan dan nilai-nilai agama akan menjauh.

Berdasarkan dari hal tersebut diatas, maka dalam tulisan ini akan dibahas
tentang pengertian dikotomi pendidikan,sejarah dikotomi pendidikan faktor-
faktor penyebab terjadinya dikotomi pendidikan Islam dan solusi dalam
menangani dikotomi pendidikan Islam.2

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Dikotomi Pendidikan Islam ?

2. Bagaimana Sejarah Dikotomi Pendidikan Islam ?

3. Apa Penyebab Dikotomi Pendidikan Islam ?

4. Bagaiaman Solusi untuk Menangani Dikotomi Pendidikan Islam ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu Dikotomi Pendidikan Islam .

2. Untuk mengetahui Sejarah Dikotomi Pendidikan Islam.

3. Untuk mengetahui Penyebab Dikotomi Pendidikan Islam.

4. Untuk mengetahi Solusi untuk Menangani Dikotomi Pendidikan Islam.

2
Muhammad Yusuf, Muslihah Said, and Mawaddah Hajir, “Dikotomi Pendidikan Islam : Penyebab
Dan Solusinya,” Pendidikan Agama Islam 1, no. 1 (2021): 13–19.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dikotomi Pendidikan Islam

Dikotomi dalam bahasa Inggris adalah dichotomy yang berarti


pembagian dalam dua bagian, pembelahan dua, bercabang dalam dua
bagianAda juga yang mendefinsikan dikotomi sebagai pembagian di dua
kelompok yang saling bertentangan.3

Secara etimologi dikotomi dari bahasa Inggris dichotomy yang artinya


membedakan dan mempertentangkan dua hal yang berbeda. Kata yang dalam
bahasa Inggrisnya dichotomy tersebut, digunakan sebagai serapan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi “dikotomi” yang arti harfiahnya dalam kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah pembagian atas dua kelompok yang saling
bertentangan.Dalam implikasinya, disebutkan sebagai ilmu umum dan ilmu
Islam, pendidikan umum dan pendidikan Islam, guru pendidikan umum dan
guru pendidikan Islam, sekolah umum dan sekolah agama.

Secara termenologi dikotomi ilmu adalah sikap yang membagi atau


membedakan ilmu secara teliti dan jelas menjadi dua bentuk atau dua jenis
yang dianggap saling bertentangan serta sulit untuk diintegerasikan. Atau
membedakan, memisahkan ilmu menjadi dua kelompok atau dua bagian yang
saling berbeda dan bertentangan.

Dikotomi adalah sikap atau paham yang membedakan, memisahkan,dan


mempertentangkan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum (non-
agama), ilmu akhirat dan ilmu dunia, ilmu hitam dan ilmu putih, ilmu eksak
dan ilmu non-eksak dan lain-lain. Bahkan ada pembagian yang sangat ekstrim
terhadap ilmu dengan istilah ilmu akhirat dan ilmu dunia; syar’iyyah dan ilmu
ghairu syar’iyyah, dan ada lagi yang menyebutnya sebagai al-ulum al-
3
Anggun Wira Puspita, Rina Muda Siraturrahmah, and Muhammad Khairul Rijal, “Problematika
Dan Solusi Dikotomi Ilmu,” Tarbiyah Wa Ta’lim: Jurnal Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran 5,
no. 2 (2020): 1–5, https://doi.org/10.21093/twt.v5i2.2213.

4
diniyyah dan al-ulum al-aqliyyah. Ada pendapat yang membagi ilmu menjadi
dua bagian. Pertama, ilmu-ilmu tanziliyah, yaitu ilmu yang dikembangkan
akal manusia terkait dengan nilai yang diturunkan Allah baik dalam Al-Quran
maupun dalam Hadis; kedua, ilmu- ilmu kauniyyah, yaitu ilmu-ilmu yang
dikembangkan akal manusia karena interaksinya dengan alam. Istilah lain
yang diungkapkan oleh Harun Nasution dalam buku Islam Rasional, bahwa
sikap yang memisahkan terhadap ilmu disebut dualisme ilmu.

Dalam dualisme, unsur-unsur yang paling mendasar dari setiap realitas


itu cenderung mempertentangkan namun tidak saling menafikan antara
keduanya, misalnya kejahatan dan kebaikan, Tuhan dan alam semesta, ruhani
dan jasmani, jiwa dan badan dan lainnya. Dalam konteks pendidikan Islam,
dikotomi lebih dipahami sebagai dualisme sistem pendidikan antara
pendidikan agama Islam dan pendidikan umum yang memisahkan kesadaran
keagamaan dan ilmu pengetahuan. Sistem pendidikan yang dikotomik pada
pendidikan Islam akan menyebabkan pecahnya perbedaan Islam dan akan
menafikan peradaban Islam yang kaffah dan universal.4

Dalam penerapannnya, disebutkan sebagai ilmu umum dan ilmu Islam,


pendidikan umum dan pendidikan Islam, guru pendidikan umum dan guru
pendidikan Islam, sekolah umum dan sekolah Islam. Dengan ini, dikotomi
ilmu yang dimaksud di sini adalah pembagian dua kelompok ilmu
pengetahuan, secara lahiriyah kelihatan bertentangan, yang di akui bahwa
ilmu agama berasal dari Islam, sedangkan ilmu umum diklaim berasal dari
Barat.

Pemisahan ilmu dalam dunia pendidikan menjadi ilmu umum dan ilmu
agama telah mengantar dunia pendidikan di Indonesia menjadi suatu
pendidikan yang menghasilkkan ilmuwan-ilmuwan yang tidak
bertanggungjawab tehadap kehidupan kemasyarakatan dan lingkungan. Dan
pendidikan agama yang terlalu memisah dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora
telah melahirkan ahli-ahli agama yang tidak peka terhadap kehidupan sosial
4
Jurnal Pemikiran and Pendidikan Penelitian Ke-islaman, “AHSANA MEDIA,” 2020.

5
dan cenderung buta di zaman modern. Pola pikir yang serba bipolar-
dikotomis ini menjadikan manusia terasing dari dirinya sendiri, terasing dari
keluarga dan masyarakat sekelilingnya, terasing dari lingkungan alam dan
ragam hayati yang menopang kehidupannya, serta terasing dari denyut nadi
lingkungan sosil-budaya sekitarnya. Yang akhirnya terjadi proses
dehumanisasi secara massif baik pada tataran kehidupan keilmuan maupun
keagamaan.

B. Sejarah Dikotomi Pendidikan Islam

Sebagaimana telah dibicarakan bahwa dikotomi pengatahuan merupakan


proses sejarah yang membudaya dalam kehidupan ummat islam. Di sini,
dikotomi muncul dari konteks ruang waktu dan jalin kelindang kehidupan
umat islam dalam kurun waktu tertentu. Ideologi, politik, sosial, dn budaya
dalam hal ini menjadi faktor yang memengaruhi munculnya dikotomi ini.
Dalam perkembangan, dikotomi keilmuan ini akan menyatu terhadap model
pemikiran. Di satu pihak, ada pendidikan yag hanya memperdalam ilmu
pengatahuan modern yang kering dari nlai-nilai keagamaan. Di sisi lain, ada
pendidikan yang hanya memperdalam problem agama yang terpisah dari
perkembangan ilmu pengatahuan.

Islam adalah agama yang sempurna mencakup keseluruhan aspek


kehidupan sehingga Pendidikan Agama Islam mestinya meliputi semua
bidang keilmuan tanpa membedakan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat atau
ilmu umum dan ilmu agama. Hal ini paling tidak terbukti dengan turunnya
ayat pertama yang berbunyi ‘iqro’ yang berarti “bacalah”. Perintah membaca
ini disampaikan sebelum adanya ayat Al-Qur’an yang lain sehingga konotasi
perintah itu bisa diartikan untuk membaca ayat-ayat kauniyah yang tersebar
diseluruh alam semesta ini. Dengan ini berarti pengembangan ilmu
pengetahuan harusnya tidak perlu dibedakan antara ilmu agama dan ilmu
umum, karena keduannya dapat melengkapi dan saling mendukung.
Penggabungan inilah yang terjadi pada periode Islam klasik, bahkan pada saat

6
kejayaan Islam semua disiplin ilmu pengetahuan dikuasai oleh umat Islam,
mulai dari ilmu fiqih sampai dengan ilmu fisika serta ilmu-ilmu yang lain.
Bahkan pada masa kejayaan mereka membuat karangan buku yang dipelajari
dan dikembangkan di Eropa pada periode pencerahan yang kita dapat lihat
sekarang.

Paradigma dikotomi ini sebenarnya dimulai pasca Mu’tazilah


meninggalkan pemerintahan Islam. Dan setelah itu umat Islam mulai kurang
dalam mempelajari ilmu umum dikarenakan kurang berkenaan dengan
akhirat. Mereka hanya senang dan peduli pada pengembangan ilmu-ilmu
yang berkaitan langsung dengan ayat-ayat Qur’aniyah dengan memarjinakan
ilmu-ilmu yang berkonotasi pada ayat-ayat kauniah. Padahal kedua ilmu ini
mestinya harus berjalan seimbang dan saling mendukung karena dapat
dikaitkan.

Kondisi dikotomi ilmu ini bertambah parah ketika umat Islam dijajah
oleh bangsa Barat termasuk Indonesia sendiri yang lebih dari 300 tahun
dalam penjajahan kolonial Belanda. Penetrasi Belanda ke bumi Nusantara ini
mengambil bagian yang signifikan dalam mempertegas dikotomisasi
Pendidikan Agama Islam. Sebab para ulama sangat membenci terhadap
semua yang dibawa penjajah termasuk ilmu pengetahuan yang kemudian
dikonotasikan dengan ilmu umum, sehingga semakin tegas mereka
membedakan antara imu agama dan ilmu umum.

Dikotomi ilmu agama dan ilmu umum ini masih kita rasakan sampai
sekarang, sehingga dalam urusan pendidikan di Indonesia pun ilmu umum
menginduk pada Departemen Pendidikan Nasional yang mengurusi
pendidikan umum juga Departemen Agama yang hanya mengurusi
pendidikan agama. Pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum
iniberimplikasi terhadap pengembangan Pendidikan Agama Islam dipesantren
yang hanya terfokus pada orientasi keakhiratan, sedangkan masalah dunia
dianggap tidak penting. Adapun permasalahan dalam pemisahan ilmu yaitu,

7
sekolah agama telah terkotak dalam kubu sendiri, maksudnya ialah sekolah
agama memiliki induk yang berbeda dengan sekolah umum. Sumber masukan
sekolah agama dan perguruan tinggi Agama Islam rata-rata dipandang belum
mampu, maka mutu tamatannya digolongkann menjadi kelas dua karena ilmu
yang dipelajari adalah ilmu agama yang hanya berorientasi pada akhirat saja
tanpa ilmu umum yang berorientasi pada dunia. Hal ini dikarenakan mereka
salah dalam memahami hadis :

“Dunia adalah penjara bagi mukmin, dan surga bagi kafir” (HR Tirmidzi).

Sehingga mereka sangat apatis terhadap urusan dunia dan ilmu-ilmu yang
terkait dengan keduniaan. Dalam hadis di atas sebenarnya bermaksud tentang
kenikmatan dunia yang hanya sangat terbatas seperti halnya kesengsaraan
dalam penjara jika dibandingkan dengan kenikmatan akhirat yang tak
terbatas. Pengaruh-pengaruh negatif dari adanya dikotomi Pendidikan Agama
Islam ini sehingga perlu ada upaya untuk memulihkannya sebagaimana yang
terjadi pada Periode Klasik, di mana Pendidikan Agama Islam mencakup
keseluruhan bidang keilmuan tanpa adanya pemisahan yang berbeda antara
ilmu agama dan ilmu umum.5

C. Penyabab Dikotomi Pendidikan Islam

Terjadinya pemisahan ilmu agama dan ilmu umum yaitu sekitar abad
pertengahan, dimana umat tidak mempedulikan sains, ilmu pengetahuan dan
tekhnologi sehingga umat Islam mulai terpuruk. Waktu itu, yang berpengaruh
hanyalah ulama-ulama fiqih sehingga umat islam mengalami ketebelakangan
dalam hal IPTEK. Contoh yang terjadi pada abad ke 11 M, di salah satu
madrasah yaitu Madrasah Nizamiyah yang mengalami perubahan kurikulum
yang hanya menekankan ilmu-ilmu agama khususnya ilmu-ilmu fiqih saja.
Sehingga ilmu yang dipelajari hanya berkisar pemahaman tentang hukum
islam saja yang menjadi prorioritas dalam pembelajaran.Stagnasi yang
melanda kesarjanaan muslim terjadi sejak abad XVI hingga abad XVII M.

5
Puspita, Siraturrahmah, and Rijal, “Problematika Dan Solusi Dikotomi Ilmu.”

8
Kondisi tersebut secara umum merupakan imbas dari kelesuan bidang
politik dan budaya masyarakat Islam saat itu cenderung melihat ke atas,
melihat gemerlapnya kejayaan abad pertengahan, sehingga lupa kenyataan
yang tengah terjadi di lapangan. Maka ilmuan-ilmuan Barat berkata bahwa
keunggulan dan kebanggaan tradisi masa lalu telalh membuat ilmuan- ilmuan
Muslim tidak menanggapi sehingga terlempar atau terdegradasi oleh ilmuan
Barat. Padahal jika tantangan tersebut dapat diolah secara baik, maka dunia
Muslim dapat mengislmisasikan ilmu pengetahuan tersebut kearah yang
Islami.

Adapun sebab-sebab terjadinya dikotomi pendidikan Islam yaitu:

terhadap dunia Islam, khususnya di era globalisasi sekarang ini. Bahkan dapat
dikatakan bahwa ilmu-ilmu Baratlah yang mendominasi kurikulum yang ada
di sekolah-sekolah dalam dunia Muslim Pertama, Penjajahan Barat atas
Dunia Islam; Penjajahan orang-orang Barat terhadap dunia Muslim telah
dicatat oleh sejarawan yang berlangsung sejak abad VIII hingga abad XIX M.
Pada saat itu dunia Muslim benar-benar tidak berdaya di bawah kekuasaan
imperialisme Barat. Dalam situasi seperti ini, maka tidaklah mudah bagi
Muslim mengkanter perilaku yang dilakukan oleh orang-orang Barat.

Tidak adanya penyatuan keilmuan yang menjadi dampak mudahnya


masuk ilmuan-ilmuan Barat yang memang senantiasa ingin memisahkan
pendidikan umum dan agama atau urusan dunia dan urusan akhirat. Menurut
ilmuan Barat bahwa kajian ilmu perlu dipisahkan dari kajian kajian agama
sehingga umat Muslim juga dapat berkembang seperti orang-orang Barat,
dimana umat Muslim harus melek sains dan tekhnologi. Pendekatan keilmuan
seperti ini, tepatnya menjelang akhir abad XIX M mulai mempengaruhi ilmu-
ilmu yang lain seperti ilmu tentang kemasyarakatan yakni sejarah, sosialogi,
antropologi, politi dan ekonomi.

Kedua, Modernasasi atas dunia Islam; Faktor lain yang dianggap telah
menyebabkan munculnya dikotomi system pendidikan di dunia Muslim

9
adalah modernisasi. Yang harus disadari bahwa modernisasi itu muncul
sebagai suatu perpaduan antara dua ideologi Barat, teknikisme dan
nasionalisme. Perpaduan kedua paham modernisme inilah, menurut
Zianuddin, yang sangat membahayakan dibandingkan dengan tradisionalisme
yang sempit. Selain itu, penyebab dikotomi system pendidikan adalah
diterimanya budaya Barat secara total bersama adopsi ilmu pengetahuan dan
teknologinya. Sementara itu, Amrullah Ahmad menilai bahwa penyebab
utama terjadinya dikotomi adalah peradaban umat Islam yang tidak dapat
menyajikan Islam secara kaffah. Sebagai akibat dari dikotomi itu, lahirnya
pendidikan umat Islam yang sekularistik, rasionalistik, dan materialistik.

Ketiga, umat Islam kurang peduli terhadap Iptek; Diantara terjadinya


dikotomi pendidikan Islam adalah umat Islam kurang peduli terhadap sains,
ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi. Hal inilah yang mneyebabkan umat Islam
mengalami kemuduran dalam hal keilmuan dan orang-orang Barat dengan
mudahnya mengubah model pendidikan sehingga mau tidak mau, umat
Muslim harus mengikuti budaya tersebut. Umat Islam saat itu hanya berfokus
pada pembelajaran ilmu-ilmu agama sehingga tertinggal dalam hal sains dan
tekhnologi.

Keempat, adanya tarekat; Bidang ini menanamkan paham taklid dan


membatasi kajian agama pada ilmu-ilmu agama saja seperti ilmu tafsir, ilmu
aqidah, dan seluruh ilmu yang sampai sekarang disebut ilmu agama, serta
menimbulkan sulitnya mengubah anggapan itu. Dalam dunia pendidikan
Islam dikotomi terjadi dikarenakan terdapat beberapa faktor. Pertama, faktor
bidang pengembangan ilmu yang terus berkembang begitu cepat sampai
menghasilkan cabang disiplin ilmu baru, sehingga dapat menjadi jarak antara
cabang disiplin ilmu dengan ilmu induknya, ilmu umum dengan ilmu agama
semakin terbelakang. Epistemology memunculkan. Kedua, faktor sejarah
budaya umat Islam yang mengalami masa kemunduran atau stagnan pada
Abad Pertengahan sekitar tahun 1250-1800 Masehi, yang tidak lain
dikarenakan sebuah kesalahan sejarah yang sampai saat ini pengaruhnya bisa

10
dirasakan, waktu itu yang mendominasiahli agama atau ulama fiqh dalam
pendidikan Islam, sampai terkesan bahwa mempelajari ilmu agama tergolong
sebuah keharusan atau wajib bagi semua ummat Islam, sehingga terjadi
kristalisasi keilmuan, sedangkan mempelajari ilmu umum merupakan
kewajiban kolektifatau fardlu kifayah, Akibatnya Negara Indonesia yang
mayoritas berpenduduk muslim kalah bersaing dalam bidang iptek atau ilmu
pengetahuan dan teknolgi bila dibandingkan dengan Negara lain. Ketiga,
faktor permasalahan internal bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan
budaya yang dihadapi penduduk masyarakat Indonesia mayoritas beragama
Islam. tidak mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaruan di
kelembagaan bidang pendidikan Islam yang akibatnya, terjadi dikotomi ilmu
agama dan ilmu umum. pola pemikiran dikotomisasi masih terdapat dalam
kelembagaan pendidikan Islam yaitu antara urusan ukhrawi dengan duniawi,
ilmu dan iman, Akal dan Wahyu,Ilmu agama dengan Umum sehingga
masyarakat mempunyai paradigma berfikir yang terkotakkan seperti itu
seperti doktrinasi sebuah jarak pemisah.

Pada dasarnya dikotomi pendidikan dalam lembaga-lembaga pendidikan


terjadi atas ketidaktahuan terhadap makna dari pendidikan Islam sebagai
disiplin ilmu dan pendidikan Islam sebagai lembaga pendidikan yang formal
yang merupakan penyebab utama terjadi dikotomi pendidikan Islam.

D. Solusi untuk Menangani Dikotomi Pendidikan Islam

Ulama-Ulama dahulu tidak mengenal yang namnya dikotomi ilmu


pengetahuan, apalagi membedakan pengetahuan umum dan pengetahuan
agama. Kedua ilmu ini sangat penting baik itu ilmu umum maupun ilmu
agama, hal ini menurut Muhammad Abduh. Adanya skala prioritas utama
dimana ilmu agama diberikan dan diajarkan pada masa kecil karena
merupakan kebutuhan dasar sebagai orang beragama dan landasan dasar
dalam beragamanya, ilmu agama merupakan identitas umat Muslim sehingga
ia merupakan pondasi utama dalam diri seorang Muslim.

11
Ulama dahulu begitu menguasai dan menghargai keutamaan berbagai
disiplin ilmu dilihat dari otoritas keilmuan yang mereka miliki dan
kuasai.Sampai saat ini, dapat dikatakan bahwa system pendidikan yang ada
saat ini tidak mengalami perpaduan yang erat. Kenyataan ini diperburuk oleh
ketidakpastian hubungan antara pendidikan umum dan pendidikan
agama.Dualisme dan dikotomi pendidikan merupakan system pendidikan
warisan zaman kolonial yang memisahkan antara pendidikan umum dan
pendidikan agama, adalah penyebab utama dari kerancuan dan kesenjangan
pendidikan khususnya di Indonesia dengan segala akibat yang
ditimbulkannya.

Para sarjana Muslim harus bersatu menciptakan ajaran-ajaran mereka


sendiri guna mengembangkan ilmu pengetahuan alam, sosial dan ilmu
kemanusiaan lainnya. Selain itu, para pemikir Muslim harus berani
menantang ilmuan Barat karena pikiranpikiran mereka dipenuhi hipotesis
materialistik, yang menolak berlakunya kehendak Allah di alam ini. Harapan
terhadap umat Islam agar dapat kembali menemukan sistem pendidikan Islam
dalam bentuk utuhnya. Sementara itu, Zianuddin Sardar memberikan solusi
untuk menghilangkan dikotomi itu dengan cara meletakkan epistemologinya
dan teori sistem pendidikan yang bersifat utama. Menurutnya, untuk
menghilangkan sistem pendidikan dikotomi di dunia Islam perlu dilakukan
usaha-usaha sebagai berikut:

Pertama, dari segi epistemologi, umat Islam harus berani mengembangkan


kerangka pengetahuan masa kini yang teraktualisasi secara menyeluruh. Ini
berarti kerangka ilmu pengetahuan perlu dirancang dengan baik sehingga
dikotomi pendidikan Islam dapat teratasi. Kerangka pengetahuan dimaksud
setidaknya dapat menggambarkan metode-metode dan pendekatan yang tepat
dan nantinya dapat membantu para pakar Muslim dalam mengatasi masalah-
masalah moral dan etika yang sangat dominan di masa sekarang.

12
Kedua, perlu ada suatu kerangka teoritis ilmu dan teknologi yang
menggambarkan beberapa gaya dan metode aktivitas ilmiah serta teknologi
yang sesuai tinjauan dunia yang mencerminkan nilai dan norma budaya
Muslim.

Ketiga, Perlu diciptakan teori-teori pendidikan yang memadukan ciri-ciri


terbaik system tradisional dan sistem modern. Sistem pendidikan integralistik
itu secara sentral harus mengacu pada konsep ajaran Islam, seperti tazkiah al-
nafsu, tauhid dan sebagainya. Selain itu sistem tersebut juga harus mampu
memenuhi kebutuhan- kebutuhan masyarakat Muslim secara
multidemensional masa depan. Hal penting lainnya adalah pemaknaan
pendidikan, mencari ilmu sebagai pengalaman belajar sepanjang hidup.
Pendidikan.

Pendidikan Islam Terpadu merupakan salah satu cara dalam menangani


terjadinya dikotomi pendidikan. namun pendidikan islam Terpadu hanya bisa
dilaksanakan dengan catatan bahwa system pendidkan yang ada di Negara-
negara Muslimdapat disatukan dalam satu system, asalkan tetap berlandsakan
Islam. Bentuk pendidikan Islam Terpadu merupakan peleburan dari berbagai
system pendidikan yang ada tanpa adanya dikotomi ilmu umum dan agama,
sehingga dapat memunculkan system pendidikan yang berjiwa Islam.

Islam tidak pernah beranggapan adanya dualism ilmu pengetahuan. Ilmu


pengetahuan dan agama merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dengan yang lainnya. Sebab Allahlah yang menciptakan manusia
untuk mengkaji, menganlisa, mempelajari apa yang ada di alam semesta ini
sebagai bahan renungan dan pelajaran bagi umat manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini. Hal ini menggambarkan kepada kita bahwa ilmu
agama dan ilmu umum merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahan
di alam dunia ini.

Ilmu agama dan ilmu umum harus dimiliki secara integral atau kedua-
duanya agar fungsi manusia senagai seorang hamba dan khalifah fil ard’ bisa

13
terlaksana sesuai yang digariskan dalam al-Qur’an dan Sunnah. Untuk
menciptakan suatu system pendidikan terpadu, yang dapat mengakomodir
seluruh potensi peserta didik dengan utuh, maka perlu menghasilan manusia
yang insan kamil yakni manusia yang sempurnah. Maka perlu adanya
keterpaduan yang harmonis dalam semua aspek pendidikan. Adapun aspek-
aspek yang perlu dipadukan dalam mengelolah sistem pendidikan,
diantaranya adalah:

Pertama, keilmuan; Para ilmuan Muslim mengklasifikasikan cang ilmu itu


kedalam dua bagian yaitu: a) ilmu naqliyah yaitu ilmu yang disampaikan
melalui wahyu , namun melibatkan juga akal yaitu ilmu-ilmu agama; b) ilmu
aqliyah yaitu ilmu-Ilmu yang diperoleh melalui pemikiran dan pengalaman
empiris yang disebut dengan sains.

Kedua, ilmu ini dapat diibaratkan dengan dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan. Ilmu agama dan ilmu umum dipandang sebagai satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yang harus diketahui oleh setiap
muslim untuk meningkatkan daya saing. Perpaduan atau perimbangan antara
ilmu agama dan ilmu umum akan dapat menghadapi tantangan di era
globalisasi sekarang ini. Kedua, kurikulum; Ilmu agama dan ilmu umum
dapat dipadukan dalam satu materi kurikulum. Integrasi ilmu agama dan
umum dapat dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Artinya,
secara kuatitatif porsi pendidikan agama dan pendidikan umum diberikan
materi secara seimbang. Sedangkan secara kualitatif, dimana menjadikan
pendidikan umum dapat diperkaya dengan nilai-nilai keagamaan, begitu juga
sebaliknya pendidikan agama dapat dimasuki pendidikan umum sehingga
kedua ilmu ini mejatuh menjadi satu kesatuan dalam bingkai kurikulum.

Islamisasi Ilmu

14
Islamisasai ilmu merupakan suatu upaya dalam membangkitkan kembali
gairah umat Muslim dalam ilmu pengetahuan melalui nalar intelektualnya dan
pengembangan-pengembangan ilmu yang berdasarkan kepada al-Qur’an dan
sunah Rasulullah saw. Begitu juga, islamisasi ilmu pengetahuan adalah
mengislamkan sains produk Barat yang selama ini dijadikan sebagai panduan
dalam system pendidikan Islam. Dengan menjadikan al-Qur’an dan Hadis
sebagai panduan termasuk dalam mengislamkan produk Barat, maka nilai-
nilai keislam akan tertanam dengan mantap dalam diri peserta didik. Para
peserta didik dapat memiliki keterampilan umum dan juga memiliki
pengetahuan agama.

Dari berbagai pemaparan diatas dapat dipahami bahwa dalam menangani


terjadinya dikotomi pendidikan Islam, maka perlu adanya formulasi-
formulasi yang dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan proses
pendidikan di instansi-instansi pendidikan Islam agat tidak terjadi dikotomi.
Solusi-solusi yang ditawarkan oleh pakar pendidikan sangat bagus diterapkan
khususnya dalam hal kurikulum pendidikan Islam yang perlu dilakukan perlu
dibuatkan kerangka yang dapat mengantisipasi terjadinya dikotomi sehingga
pendidikan Islam dapat merata kepada sekolah-sekolah baik itu di sekolah
umum maupun swasta.6

BAB III

6
Yusuf, Said, and Hajir, “Dikotomi Pendidikan Islam : Penyebab Dan Solusinya.”

15
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dikotomi berasal bahasa


Inggris “dichotomy” yang berarti pembagian dalam dua bagian, pembelahan
dua, bercabang dalam dua bagian. Dalam penerapan dikotomi ilmu itu
disebutkan sebagai ilmu umum dan ilmu Islam, pendidikan umum dan
pendidikan Islam, guru pendidikan umum dan guru pendidikan Islam, sekolah
umum dan sekolah Islam. Dan dengan adanya sistem dikotomi ini pun
timbulah permasalahan yang disebabkan oleh dikotomi itu sendiri seperti
memilah ilmu umum dengan agama dan pembedaan yang menanggung
jawabi ilmu agama oleh Departemen Agama dan ilmu umum oleh Dinas
Pendidikan..

Beberapa faktor munculnya dikotomi dalam Islam telah mempengaruhi


para ilmuwan muslim khususnya setelah periode pertengahan dalam sejarah
Islam yang dikenal dengan masa kemunduran baik aspek politik maupun
pengembangan ilmu pengetahuan. Mereka sudah fanatik kepada pendapat
ulama, sehingga enggan untuk menelaah kembali apa yang difatwakan ulama
tersebut, bahkan mereka sudah merasa cukup dengan mengikuti pendapat-
pendapat ulama tersebut. Pada masa itu, juga muncul pernyataan tertutupnya
pintu ijtihad dalam Islam, hal tersebut sangat mempengaruhi pola pikir para
ilmuwan yang sudah fanatik buta kepada pendapat ulama atau madzhab yang
dianutnya.

Adapun sebab-sebab terjadinya dikotomi pendidikan Islam yaitu:


Pertama, Penjajahan Barat atas Dunia Islam; Penjajahan orang-orang Barat
terhadap dunia Muslim telah dicatat oleh sejarawan yang berlangsung sejak
abad VIII hingga abad XIX M. Pada saat itu dunia Muslim benar-benar tidak
berdaya di bawah kekuasaan imperialisme Barat.

Kedua, Modernasasi atas dunia Islam; Faktor lain yang dianggap telah
menyebabkan munculnya dikotomi system pendidikan di dunia Muslim

16
adalah modernisasi. Yang harus disadari bahwa modernisasi itu muncul
sebagai suatu perpaduan antara dua ideologi Barat, teknikisme dan
nasionalisme.

Ketiga, umat Islam kurang peduli terhadap Iptek; Diantara terjadinya


dikotomi pendidikan Islam adalah umat Islam kurang peduli terhadap sains,
ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi.

Keempat, adanya tarekat; Bidang ini menanamkan paham taklid dan


membatasi kajian agama pada ilmu-ilmu agama saja seperti ilmu tafsir, ilmu
aqidah, dan seluruh ilmu yang sampai sekarang disebut ilmu agama, serta
menimbulkan sulitnya mengubah anggapan itu.

Salah satu solusi untuk mengatasi soal dualisme sistem pendidikan Islam,
adalah perlu dirumuskannya sistem pendidikan terpadu, perlu diciptakan dan
dikembangkan kerangka- kerangka pengetahuan masa kini yang bisa
diaktualisasikan sesuai dengan ajaran Islam.

B. Saran

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


banyak kekurangan yang harus dibenahi.Untuk itu masukan dari
pihak-pihak yang merespon makalah ini sangat kami tunggu.Dan kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya semoga kita bersama
dapat menjalani ini semua dengan Ridha-Nya tentunya.Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA

Basyit, A. “Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan Di Indonesia.” Jurnal Tahdzibi:

17
Manajemen Pendidikan Islam 4, no. 1 (2019): 15–27.
https://doi.org/10.24853/tahdzibi.4.1.15-28.

Pemikiran, Jurnal, and Pendidikan Penelitian Ke-islaman. “AHSANA MEDIA,”


2020.

Puspita, Anggun Wira, Rina Muda Siraturrahmah, and Muhammad Khairul Rijal.
“Problematika Dan Solusi Dikotomi Ilmu.” Tarbiyah Wa Ta’lim: Jurnal
Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran 5, no. 2 (2020): 1–5.
https://doi.org/10.21093/twt.v5i2.2213.

Yusuf, Muhammad, Muslihah Said, and Mawaddah Hajir. “Dikotomi Pendidikan


Islam : Penyebab Dan Solusinya.” Pendidikan Agama Islam 1, no. 1 (2021):
13–19.

18

Anda mungkin juga menyukai