Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN

PERMASALAHAN PENDIDIKAN NON FORMAL DAN


SOLUSI PEMECAHANNYA
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan

Dosen Pengampu : Dra. Sri Susilaningsih, M Pd.

Rif’an Khalili
(6301420029)
Rombel B

PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat, hidayat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Permasalahan pendidikan non
formal dan solusi pemecahannya”. Makalah ini berisi tentang pengembangan pendidikan di
sekolah dasar / sekolah menengah dalam upaya untuk mencetak generasi emas.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibu Sri Susilaningsih, M
pd. sebagai Dosen Pengampu yang telah bersedia memeberikan waktunya, perhatian, serta
bimbingannya dalam penyelesaian makalah ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya hingga makalah ini dapat
diselesaikan.

Saya menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, karena terbatasnya ilmu yang dimiliki,
untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah saya di masa yang akan datang. Akhirnya, saya berharap semoga
makalah ini dapat memberikan sumbangsih serta manfaat bagi kita semua.

Kisaran, 26 Oktober 2020


Penyusun

Rif’an Khalili
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah salah satu upaya manusia untuk bisa menggapai cita citanya,
mengupayakan defenisi pendidikan itu sendiri adalah aktifitas atau usaha manusia untuk
menumbuh kembangkan potensi-potensi bawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan
nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan untuk memperoleh hasil dan potensi.
Dengan pendidikan ini pula, manusia berpikir lebih maju dan ingin selalu tahu sesuatu yang
semula sebelum tahu menjadi tahu, karena penemuan-penemuan itu pula maka terjadilah yang
namanya inovasi. Dan guna efesiensi, relevansi, kualitas dan kualitas .

Saat ini, begitu banyak yang berubah menjadi industri, yang memiliki visi dan misi yang
pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja
untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan
Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. “Gelar”
pernyataan sebagai tujuan utama, ingin segera dan Ciptanya diraih laporan modal yang selama
ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan
memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut
tidak akan menjadikan mereka individu-individu yang beradab.

Mutu pendidikan yang baik akan melahirkan generasi muda yang baik pula. Bila generasi
muda memiliki pendidikan yang baik mereka bisa membangun negara dengan baik pula dan
tidak ketinggalan zaman. Pendidikan sangat diperlukan untuk kemajuan suatu bangsa. Bila
bangsa kita memiliki mutu pendidikan yang baik, perekonomian dan segala aspek pemerintahan
bisa dijalankan dengan baik pula namun bila generasi penerus pendidikannya kurang Negara kita
bisa dijajah lagi oleh bangsa lain. Pendidikan di Indonesia bisa ditempuh dengan tiga cara yaitu
pendidikan formal, nonformal maupun informal. Pendidikan formal mencakup pendidikan dasar,
menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal bisa di dapatkan di sekolah yang sudah
dibangun oleh pemerintah. Pendidikan Tinggi adalah jalur pendidikan lanjutan dari sekolah
menengah ke perguruan tinggi. Pendidikan tinggi ini sangat penting untuk mematangkan ilmu
yang didapat sebelumnya.

Selain pendidikan formal, mutu pendidikan nonformal juga harus ditingkatkan karena
jalur pendidikan ini disediakan bagi mereka yang ingin mematangkan pendidikan sebelumnya
agar mereka bisa bekerja sesuai dengan bidangnya. Pendidikan ini untuk mengembangkan
kemampuan pada peserta didik agar bisa bekerja dengan profesional nantinya. Beberapa
pendidikan tersebut masih perlu ditingkatkan sehingga pemerintah harus bisa meningkatkan
mutu pendidikan di negara ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana permasalahan pendidikan non formal dan solusi


Pemecahannya?
2. pengembangan pendidikan di sekolah dasar / sekolah menengah dalam upaya
untuk mencetak generasi emas?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui permasalahan pendidikan non formal dan solusi


Pemecahannya.
1. Untuk mengetahui tentang pengembangan pendidikan di sekolah dasar /
sekolah menengah dalam upaya untuk mencetak generasi emas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana permasalahan pendidikan non formal dan solusi pemecahannya

Pendidikan non-formal sebagai bagian dari sistem pendidikan memiliki tugas sama
dengan pendidikan lainnya (pendidikan formal) yakni memberikan pelayanan terbaik terhadap
masyarakat. Layanan alternatif  yang diprogramkan di luar sistem persekolahan tersebut bisa
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal sistem
persekolahan.

Sasaran pendidikan non-formal yang semakin beragam, tidak hanya sekedar melayani


masyarakat miskin, masyarakat yang masih buta pendidikan dasar, masyarakat yang mengalami
drop out dan putus pendidikan formal, masyarakat yang tidak terakses pendidikan formal seperti;
suku terasing, masyarakat daerah pedalaman, daerah perbatasan, dan  masyarakat pulau luar.

Namun demikian masyarakat sebagai sasaran pendidikan non-formal terus meluas maju
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan lapangan
kerja dan budaya masyarakat itu sendiri. Mengingat sasaran tersebut, maka program pendidikan
non-formal harus terus diperluas sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perkembangan
masyarakat.

Pada prinsipnya perluasan kegiatan/program pendidikan non-formal harus sejalan dengan


pemikiran baru tentang konsep belajar (learning), di mana belajar yang terkesan hanya
berlangsung di sekolah (formal) kurang tepat lagi dan mulai bergeser ke luar setting 
persekolahan.

Perubahan, pengembangan dan perluasan pendidikan non-formal memberikan suatu


apresiasi dan nuansa baru terhadap cara-cara pendidikan non-formal dalam menyediakan
pendidikan bagi masyarakat, terutama orang dewasa, baik bagi mereka yang tidak memiliki
akses kepada pendidikan formal maupun mereka yang pendidikan formalnya terbukti tidak
memadai dan tidak relevan dengan kehidupan dan situasi yang berkembang di lingkungannya
(masyarakat).

Proses pembangunan menuntut partisipasi jutaan orang dewasa yang terdidik, sementara
lembaga pendidikan formal yang ada tidak mampu mengakses permasalahan- permasalahan
pendidikan di tengah-tengah masyarakat. Di daerah-daerah tertentu sejumlah penduduk
menemukan bahwa sistem pendidikan persekolahan tidak mampu membekali keterampilan-
keterampilan yang mereka butuhkan  untuk bersaing secara terbuka dan gamblang dalam
masyarakat teknologis (Srinivasan, 1977).

Proses pendidikan itu mengembang ke luar dari sistem-sistem formal terstruktur,  ke


dalam suatu sistem konfigurasi baru dari suatu rangkaian pemikiran dan pengalaman yang
terpisah secara melebar, dan jenis pertemuan lainnya dengan mendayagunakan fasilitas yang
tersedia. Peran pendidikan non-formal sebagai komplemen, suplemen maupun substitusi
pendidikan formal (persekolahan) merupakan suatu konfigurasi yang contextual based and life-
relefant, sehingga mampu mewujudkan program/kegiatan pendidikan non-formal yang strategis
dan fungsional bagi masyarakat.

Munculnya konsep masyarakat gemar belajar sepanjang hayat sebagai master concept,
mendorong individu, lembaga, asosiasi, masyarakat peduli pendidikan atau badan usaha lain
untuk ikut berpartisipasi dalam mengembangkan cara berpikir baru dalam merespon tantangan
kebutuhan baru masyarakat tentang pendidikan dan belajar (learning). Sekolah sebagai satuan
pendidikan formal tidak lagi menjadi satu-satunya wadah (wadah tunggal) dan memonopoli
pendidikan (formal) persekolahan dan badan-badan bisnis tidak lagi mengurusi bisnis semata,
akan tetapi sudah mulai bergeser ikut serta mengurusi pendidikan khususnya pendidikan non-
formal. Lahirnya organisasi-organisasi baru berpenampilan pendidikan dan lembaga-lembaga
pendidikan   tanpa label sebagai tambahan, perluasan lanjutan dan lainnya memberi kesempatan
dan kemudahan kepada masyarakat untuk belajar membelajarkan diri. Sehingga menjadi “self-
supporting organizations” untuk ikut andil mengembangkan pendidikan non-formal.

Ada beberapa peran masyarakat tertentu dalam pendidikan non-formal di antaranya


adalah: Masyarakat ikut membangun PKBM, sanggar-sanggar kegiatan belajar lain, magang,
Kejar Usaha Produktif, Pendidikan keagamaan dalam bentuk pesantren memberikan bekal
kepada santri tidak hanya dalam bentuk pendidikan agama akan tetapi sudah mulai bergeser pada
pendidikan umum, dan keterampilan wirausaha sebagai bekal hidup dan kehidupannya di
masyarakat. Sosialisasi usaha pendidikan secara luas  melalui organisasi masyarakat dalam dunia
pendidikan dikenal juga dengan sebutan “learning society”. Begitu pula bekal-bekal pendidikan
dan keterampilan yang berhubungan dengan mata pencaharian lainnya. (pertanian, perikanan,
industri rumah tangga).

Terciptanya masyarakat gemar belajar (learning society) memberikan nuansa baru dan
ruh pendidikan di tengah-tengah masyarakat. Kondisi ini dicermati sebagai suatu wujud nyata
model pendidikan sepanjang hayat. Iklim tersebut mendorong terbukanya  kesempatan setiap
orang, organisasi dan institusi sosial, industri dan masyarakat untuk belajar lebih luas;
tumbuhnya semangat dan motivasi untuk belajar mandiri (independent learning)  untuk
memenuhi kebutuhan sepanjang hayat, dan memperkuat keberdaya-didikan (educability)
masyarakat agar selalu mendidik diri dan masyarakat di lingkungannya, adalah merupakan sisi
positif dari lahirnya konsep- konsep yang mendasari pendidikan non-formal dalam membangun
kemandirian bangsa.

Ciri masyarakat mandiri dapat dipahami dari tumbuhnya masyarakat gemar belajar, dan
masyarakat yang mampu menciptakan berbagai peluang (pendidikan non-formal) di tempat yang
mudah dijangkau dengan cara-cara yang sesuai potensi, keterampilan dan kecakapannya. Meta
konsep  educability memungkinkan masyarakat (warga belajar) “fully able to take advantage of
any available educational opportunities” (Saraka, 2000), lebih giat belajar dan mencari informasi
baru  yang berkaitan dengan kepentingan hidupnya.Masalah dan Tantangan Pendidikan
NonFormal
Permasalahan pendidikan nonformal bukan hanya sekedar persoalan  masyarakat yang buta
aksara, angka dan buta Bahasa Indonesia. Akan tetapi permasalahan pendidikan nonformal
semakin meluas seperti:

 ketidak jelasan penyelenggaraan pendidikan noformal (standar-standar penjaminan mutu


pendidikan nonformal),
 ketidak jelasan sistem insentif bagi pendidik dan tenaga kependidikan nonformal,
 masih banyaknya lembaga penyelenggara pendidikan nonformal yang belum profesional,
  kurangnya lembaga penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan nonformal.

Permasalahan lain yang berkaitan dengan program-program pendidikan nonformal adalah


masalah sasaran didik (warga belajar) yang selalu bergulat dengan: masyarakat miskin,
terdiskriminasi, penganggur, masyarakat yang kurang beruntung, anak jalanan, daerah konflik,
traffiking, penganggur, masyarakat pedalaman, daerah perbatasan dll.

Di samping itu pula persoalan pendidikan nonformal juga terletak pada tidak adanya
kepedulian kita sebagai masyarakat yang melek pendidikan terhadap keberadaan pendidikan
nonformal dan kondisi masyarakat sekitar.

Tantangan utama Pendidikan Nonforamal adalah masih banyaknya masyarakat yang


belum mengerti dan  mengenal secara  jelas tentang keberadaan dan peran pendidikan nonformal
di tengah-tengah mereka. Seringkali masyarakat bertanya tentang apa itu PLS (pendidikan luar
sekolah), apa itu PKBM, apalagi tentang PNF (pendidikan nonformal) sebagai istilah baru
(sebutan lain bagi PLS).

Berdasar pada Undang Undang sistem pendidikan nasional, PLS merupakan sub sistem
dari pendidikan nasional. Dengan rendahnya pemahaman dan partisipasi masyarakat terhadap
program-program PLS, maka kondisi itu memunculkan masalah baru yaitu; sulitnya
mempertahankan lembaga-lembaga penyelenggara satuan pendidikan nonformal agar tetap eksis
dan profesional dalam menyediakan layanan pendidikan alternatif bagi masyarakat yang
membutuhkan, banyak sekali PKBM dan penyelenggaraan satuan PNF lainnya yang bubar,
karena didirikan seadanya dan menunggu bantuan dari pemerintah.

Padahal kita sangat hawatir kalau PKBM, dan lembaga sejenis lainnya bubar, sehingga
tidak ada lagi lembaga penyelenggara pendidikan nonformal yang dapat melayani kebutuhan
pendidikan masyarakat di luar pendidikan formal. Kekahwatiran itu muncul dikarenakan masih
tidak jelasnya standar-standar yang dapat dijadikan patokan bagi penyelenggaraan satuan
pendidikan nonformal, sulitnya dan tidak adanya pendidik yang mau membelajarkan masyarakat
dan masih sedikitnya lembaga pendidikan tinggi (jurusan PLS) yang tetap eksis mengkaji
keilmuan, praktik dan menciptakan model-model pembelajaran pendidikan nonformal.
2.2 pengembangan pendidikan di sekolah dasar / sekolah menengah dalam upaya untuk
mencetak generasi emas.
Pendidikan tersistematis diharapkan dapat menghasilkan generasi penerus bangsa
berkualitas di mana mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
pergaulan internasional dan tentu akan menghasilkan masyarakat yang baik antara lain memiliki
peradaban unggul dan mulia. Indikator masyarakat tersebut terlihat diantaranya adalah memiliki
intelektual yang baik didukung dengan akhlak, moral, watak, etika, tutur kata dan perilaku yang
baik. Oleh karena itu perkembangan pendidikan seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan
budaya kehidupan, karena pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan yang
dinamis dan sarat dengan perkembangan.

Indonesia akan berusia 100 tahun pada tahun 2045 di mana generasi penerus bangsa masa
itu adalah mereka yang sedang menempuh pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini
(PAUD), pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTs), pendidikan menengah (SMA/MA, SMK) dan
Perguruan Tinggi (PT). Generasi ini disebut generasi emas Indonesia 2045 karena pada saat itu
mereka berada pada periode yang sangat produktif, berharga, dan bernilai bagi bangsa dan
negara Indonesia. Oleh karena itu perlu pembinaan secara sistematik dan efektif agar generasi
tersebut menjadi manusia berkualitas, berkarakter, cerdas, dan kompetitif, untuk menghadapi
beberapa permasalahan yang semakin kompleks pada masa yang akan datang. Dapat dipastikan
bahwa pembinaan terhadap pendidikan memerlukan perhatian khusus dari pemerintah dan
pemerintah telah banyak melakukan terobosan baru dalam bentuk kebijakan-kebijakan berskala
besar.

Tidak dapat dipungkiri bahwa setelah 72 tahun kemerdekaan Indonesia telah banyak hasil
pembinaan di bidang pendidikan yang telah tercapai namun belum sepenuhnya sesuai dengan
harapan. Diperlukan optimisme dan upaya yang kuat, sistematik dan berkelanjutan dengan
berbagai macam tantangan yaitu meningkatkan komitmen menjadikan pendidikan sebagai
wahana utama untuk mewujudkan generasi penerus bangsa menjadi generasi berkualitas,
mandiri, berkarakter, cerdas dan kompetitif,  bermartabat, religius, dan berdaya saing tinggi di
dunia Internasional. Untuk itu diperlukan pengembangan nilai-nilai karakter dalam pendidikan di
sekolah yang diintegrasikan dalam semua mata pelajaran sangat penting dilakukan dengan tujuan
untuk menanamkan semangat, tekad dan energi yang kuat, pikiran positif, sikap optimis, rasa
persaudaraan,  persatuan  dan kebersamaan yang tinggi melalui kegiatan pembelajaran dalam
kelas termasuk pembelajaran matematika.

Kurikulum menempati kedudukan dan posisi sangat sentral dalam keseluruhan proses
pendidikan sehingga berperan penting dan strategis dalam menentukan keberhasilannya terutama
dalam pendidikan formal. Ketercapaian kurikulum dapat diketahui melalui intervensi pemerintah
dalam bentuk pengawasan dan penilaian di mana guru sebagai pelaku pendidikan di sekolah
seharusnya mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan tuntutan jaman dalam mencetak
generasi emas Indonesia 2045. Terdapat banyak hal yang harus dikuasai oleh guru dalam
mengembangkan kurikulum, termasuk di dalamnya adalah penguasaan model dan metode
pembelajaran.
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menjelaskan bahwa pendidikan karakter
adalah poros pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah dan merupakan dimensi terdalam atau
inti pendidikan nasional sehingga menjadi keharusan untuk melakukan internalisasi   nilai-nilai
karakter dalam pendidikan formal sebagai wujud dukungan terhadap gerakan tersebut. Fokus
PPK adalah struktur yang telah ada dalam sistem pendidikan nasional yang digunakan sebagai
media untuk memperkuat pendidikan karakter bangsa.

Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang cemerlang, kompetensi yang
memadai, dan dengan karakter yang kokoh, kecerdasan yang tinggi, dan kompetitif, merupakan
produk pendidikan yang diidam-idamkan.

Peserta didik dalam setiap jenjang, jenis, dan jalur pendidikan merupakan individu yang
sedang dalam masa-masa pertumbuhan dan perkembangan, sedang dalam proses pengembangan
dan pembentukan diri secara terus menerus untuk menjadi generasi emas yaitu insan yang
bekarakter, cerdas dan kompetitif. Proses pembentukan diri terus-menerus (on going formation)
ini terjadi dalam kerangka ruang dan waktu, melalui proses pendidikan bermutu. Generasi emas
merupakan generasi yang berkarakter.

Insan Indonesia berkarakter adalah insan yang memiliki sifat pribadi yang relatif stabil
pada diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan
norma yang tinggi. Insan yang memiliki sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang
kokoh dan benar. Indikator karakter yang terwujud dalam perilaku insan berkarakter adalah iman
dan takwa, pengendalian diri, sabar, disiplin, kerja keras, ulet, bertanggung jawab, jujur,
membela kebenaran, kepatutan, kesopanan, kesantunan, taat pada peraturan, loyal, demokratis,
sikap kebersamaan, musyawarah, gotong royong, toleran, tertib, damai, anti kekerasan ,hemat,
konsisten. Insan yang berperilaku berkarakter hendaknya disertai tindakan yang cerdas dan
perilaku cerdas hendaknya pula diisi upaya yang cerdas. Karakter dan kecerdasan dipersatukan
dalam perilaku yang berbudaya. Kehidupan yang berkarakter tanpa disertai kehidupan yang
cerdas akan menimbulkan berbagai kesenjangan dan penyimpangan serta ketidakefisienan. Insan
Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual, cerdas
emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis. Cerdas spiritual, yaitu
beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan,
ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul. Cerdas
emosional, yaitu beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan
apresiativitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk
mengekspresikannya. Cerdas sosial, yaitu beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang (i)
membina dan memupuk hubungan timbal balik,(ii) demokratis, (iii) empatik dan simpatik, (iv)
menjunjung tinggi hak 392 asasi manusia, (v) ceria dan percaya diri, (vi) menghargai
kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara, (vii) berwawasan kebangsaan dengan
kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. Cerdas intelektual, yaitu beraktualisasi diri
melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi; aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif, inovatif dan imajinatif. Cerdas
kinestetik, yaitu beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan sehat, bugar,
berdaya-tahan, sigap, terampil dan trengginas; serta aktualisasi insan adiguna.

Insan Indonesia kompetitif, yaitu insan yang berkepribadian unggul dan gandrung akan
keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri, pantang menyerah, pembangun dan pembina
jejaring, bersahabat dengan perubahan,inovatif dan menjadi agen perubahan, produktif, sadar
mutu, berorientasi global, pembelajar sepanjang hayat, dan menjadi rahmat bagi semesta alam.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitaspendidikan di Indonesia.


Faktor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana
fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru,
rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan
kesempatan pendidikan.
Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah
sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga
manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi
kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan
kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi
segala permasalahan pendidikan di Indonesia.
Dalam membentuk pribadi suatu generasi emas 2045 di perlukan suatunilai-nilai karakter
didalamnya agar tercipta generasi penerus bangsa yangmemiliki moral dan kelakuan yang
berbudi luhur, adapun upaya tersebut dapatdilakukan dengan cara memasukan pendidikan
karakter pada sistem pendidikan,misalnya dimasukannya pembelajaran karakter ke dalam
kurikulum. Sehinggadalam mencapai target pendidikan tidak hanya berfokus pada tercapainya
targetkemampuan pengetahuan secara akademik namun juga berfokus pula pada pengetahuan
secara psikologis dan etitude.

3.2 Saran

Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem
pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang.
Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan
negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir
akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam
segala bidang di dunia internasional.
Kepada seluruh lembaga pendidikan yang memiliki peran penting sebagai pencetak
generasi penerus yang berkualitas, diharapkan dapat menerapkankegiatan pembelajaran yang
lebih mengarah pada menciptakan kemampuan dankualitas peserta didik baik dari segi
intelektual, emosional maupun spiritualnyakhususnya karakternya.Kepada pemerintah, dalam hal
ini Dinas Pendidikan Nasional agar kiranyalebih memperhatikan lagi kelayakan fasilitas sebagai
sarana dan prasarana yangmendukung kegiatan pembelajaran pada lembaga-lembaga pendidikan
sekolahmaupun perguruan tinggi secara merata, sehingga lembaga-lembaga pendidikanyang ada
diseluruh wilayah Indonesia dapat menghasilkan generasi-generasi penerus sesuai yang
diharapkan.Bagi para tenaga pengajar dan masyarakat kiranya memiliki hubungan baik,
pemerhati dan peduli pendidikan agar dapat mendukung upaya-upaya peningkatan mutu
pendidikan dan kualitas pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Sutarto, Joko. Pendidikan nonformal (konsep dasar, proses pembelajaran, dan pemberdayaan


masyarakat  : semarang, UNNES press, 2007
Nurhalim, Khomsun. Pendidikan Seumur Hidup. PLS FIP UNNES 2014
http://abdulraiz-raish.blogspot.com/2013/12/makalah-permasalahan-pendidikan.html
Ramli. 2013.Grand Desain Pendidikan Karakter Generasi Emas. Medan: Balferik
Manulang
Kemendiknas. 2010.Generasi Emas Indonesia: Menyambut Hari Pendidikan
Nasional, dalam
http://www.ykai.net/index.php?option=com_content&view=article&id=928:generasi-emas-
indonesia-menyambut-hari-pendidikan-nasional&catid=117:terkini&Itemid=136, diakses pada 5
April 2017.

Anda mungkin juga menyukai