Anda di halaman 1dari 16

Sosbud 1

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP


SOSIAL BUDAYA DALAM
PENDIDIKAN
 A.   Pengertian Budaya
Menurut Hidayat, S dan Asroi, (2013) budaya merupakan perilaku, nilai simbol dan
makna dalam masyarakat yang menjadi suatu tradisi dan anutan dalam berbagai kegiatan.
Budaya berasal dari bahasa Inggris culture yang berarti kesopanan dan terpelajar.
Selanjutnya menurut Bomard Gregory kata budaya ini mengandung arti bermacam-macam,
yaitu :
1.    Program kolektif suatu pikiran.
2.    Sistem nilai dan kepercayaan
3.    Cara untuk mengatasi persoalan pada suatu kelompok orang
4.    Cara untuk mengerjakan sesuatu
Kotter dan Heskett memberikan defenisi budaya sebagai totalitas pola perilaku,
kesenian, kepercayaan, kelembagaan dan semua produk atau karya dan pemikiran manusia
yang mencirikan suatu masyarakat atau penduduk atau populasi tertentu. Dengan demikian
budaya merupakan segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan dan diciptakan oleh manusia
dalam masyarakat tertentu serta termasuk juga di dalamnya berbagai akumulasi atau
sejarah dari suatu peristiwa atau perbuatan yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup
lama pada waktu yang lampau.
Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly bahwa setiap organisasi yang efektif memiliki
budaya sendiri, yaitu nilai-nilai merupakan apa yang penting dilakukan oleh seluruh anggota
organisasi, keyakinan lebih menekankan pada bagaimana organisasi bekerja dan
berinteraksi. Jadi budaya organisasi adalah nilai yang menjadi perilaku dan pegangan hidup
dalam menjalankan kewajibannya dalam organisasi.
Budaya organisasi pada intinya adalah asumsi-asumsi, adaptasi, persepsi, dan
pembelajaran dari hal-hal yang didengar dan dirasakan oleh seseorang tentang
organisasinya, menurut Schein (1991:9). Budaya sebagai nilai dan keyakinan bersama
merupakan dasar utama identitas oganisasi, dalam bentuk temat kerja menyenangkan,
kepuasan, kesetiaan/loyalitas, kehangatan, keramahan, kebanggaan, semangat
kebersamaan, stabilitas sistem sosial, dan pencapaian tujuan jangka panjang Kreitner et al
(2007:76).
B.   Pengertian sosial budaya
Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau
tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat
tersebut. Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian,
moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam
bentuk lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat
kompleks. Dari kedua pengertian tersebut bahwa sosial budaya memang mengacu kepada
kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan
masyarakat itu sendiri.
Beberapa pengertian sosial dan budaya di atas dapat disimpulkan bahwa Sosial budaya
adalah struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Landasan sosial budaya,
mengacu pada hubungan antar individu, antar masyarakat dan individu secara alami, artinya
aspek yang telah ada sejak manusia dilahirkan. Definisi sosial budaya itu sendiri adalah
segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan/atau
dalam kehidupan bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu
berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat.
C.   Ruang Lingkup Sosial Budaya dalam Pendidikan
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup
kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi
kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan
lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah.
Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan
alam.Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia
untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti
keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks
kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai
budaya. Karena pada dasarnya pendidikan yang berlangsung adalah suatu proses
pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya yang dimiliki.
Oleh karena itu kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya lewat proses
belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara wujudnya, substansi kebudayaan
itu telah mendarah daging dalam kepribadian anggota-anggotanya. Uraian tentang
pendidikan dan kebudayaan akan diterangkan dalam urutan pembahasan dibawah ini.
1.    Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan
kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun
kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar antropologi,
menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan catur
kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam
hal ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti
bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling
menguntungkan. Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan
seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut.
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi
kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif.Pranata
sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan kepribadian yang
kreatif tersebut.
Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu pula
psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-
dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan
dimana pribadi itu hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan
behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai
berikut.
         Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.
         Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku
tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan
merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku tertentun
         Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap perilaku-perilaku
tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk perilaku yang sesuai dengan
system nilai dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap
perilaku-perilaku yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat
budaya tertentu.
         Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.
Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian tersebut
sebagaimana dikutip Tilaar (1999) dapat dilukiskan sebagai berikut.
         Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga merupakan
suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika.
Tentunya dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi yang muncul dari
aktor dan manipulator dari interaksi tersebut ialah manusia.
         Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi
tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong
tetapi dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
         Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Imajinasi
seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari lingkungan kebudayaannya.
Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini berarti
apabila seseorang hidup terasing seorang diri dari nol di dalam perkembangan
kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan kebudayaan manusia apabila setiap kali
harus dimulai dari nol.
         Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia dapat
hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan hidup yang ada
di dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang akan melawan arus di
dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah dia secara harmonis mencari
keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya.
         Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat dibedakan
antara tujuan dalam waktu yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang panjang. Baik
waktu yang dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang, sangat dipengaruhi
oleh nilai-nilai hidup di dalam suatu masyarakat.
         Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian manusia,
dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan untuk mencapai
tujuan. Learning is agoal teaching behavior.
         Dalam psikoanalisis juga dikemukakan mengenai peranan super-ego dalam perkembangan
kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan yang ideal. Dan seperti
yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal merupakan kemampuan imajinasi yang
dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang hidup di dalam suatu masyarakat.
         Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama-sama dengan ego,
beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang.
2.    Penerusan Kebudayaan
Satu proses yang dikenal luas tentang kebudayaan adalah transmisi kebudayaan.
Proses tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi
kepada generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses
pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan.
Rangkaian transmisi berangkat dari imitasi, identifikasi, dan sosialisasi, berkaitan
dengan bagaimana cara. Pada saatnya proses transmisi kebudayaan di dalam masyarakat
modern akan menghadapi tantangan-tantangan yang berat. Di sinilah letak peranan
pendidikan untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai dari
berbagai lingkungan. Dalam hal ini kita berbicara mengenai keberadaan kebudayaan dunia
yang meminta suatu proses pendidikan yang lain yaitu kepribadian yang kokoh yang tetap
berakar kepada budaya lokal. Hanya dengan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya lokal
akan dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya nilai-nilai global.
3.    Transmisi Kebudayaan
Kebudayaan ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi yang
berikutnya.Manusia atau pribadi adalah actor dan sekaligus manipulator
kebudayaannya.Dengan demikian kebudayaan bukanlah sesuatu “entity” yang statis tetapi
sesuatu yang terus-menerus berubah. Variabel-variabel transmisi kebudayaan yang
dikemukakan oleh Fortes terdapat 3 unsur utama, yaitu:
1.    Unsur-unsur yang ditransmisi.
2.    Proses transmisi.
3.    Cara transmisi.
Unsur-unsur kebudayaan yang ditransmisi, yaitu:
a.    Nilai-nilai budaya, adat istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai
konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat.
b.    Kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam
masyarakat tersebut. Berbagai sikap serta peranan yang diperlukan dalam dunia pergaulan.
c.    Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Imitasi adalah
meniru tingkah laku dari sekitar. Manusia adalah actor dan manipulator dalam
kebudayaannya.
Cara mentransmisikannya yaitu dengan 2 bentuk yaitu:
a.    Peran-serta, Cara transmisi dengan peran serta antara lain dengan perbandingan. Demikian
pula peran serta dapat berwujud ikut serta dalam kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan
masyarakat.
b.    Bimbingan, Bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan
hukuman.Dalam pelaksanaan bimbingan tersebut melalui pranata-pranata tradisional seperti
inisiasi, upacara-upacara yang berkaitan dengan tingkat umur, sekolah agama, dan sekolah
formal yang sekuler.

4.    Pendidikan Sebagai Proses Pembudayaan


Di dalam proses pembudayaan terdapat pengertian seperti inovasi dan penemuan,
difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, fokus, krisis, dan prediksi masa depan serta
banyak lagi terminologi lainnya. Beberapa proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Penemuan atau Invensi
Sudah tentu penemuan-penemuan baru dan invensi-invensi melalui ilmu
pengetahuan akan semakin intens kerana interaksi dengan bermacam-macam budaya akan
bermacam-macam manusia yang dimiliki oleh seluruh umat manusia. Dengan demikian,
penemuan-penemuan dan invensi baru tidak lagi merupakan monopoli dari suatu bangsa
atau suatu kebudayaan tetapi lebih menjadi milik dunia. Kebudayan dunia yang akan muncul
pada milenium ketiga dengan demikian perlu diarahkan dengan nilai-nilai moral yang telah
terpelihara di dalam kebudayaan umat manusia karena kalau tidak dapat saja manusia itu
menuju kepada kehancurannya sendiri dengan alat-alat pemusnah massal yang
diciptakannya.
b. Difusi
Difusi kebudayaan berarti pembauran dan atau penyebaran budaya-budaya tertentu
antara masyarakat yang lebih maju kepada masyarakat yang lebih tradisional.Pada
dasarnya setiap masyarakat setiap jaman selalu mengalami difusi. Hanya saja proses difusi
pada jaman yang lalu lebih bersifat perlahan-lahan. Namun hal itu berbeda dengan
sekarang dimana abad komunikasi mampu menyajikan beragam informasi yang serba cepat
dan intens, maka difusi kebudayaan akan berjalan dengan sangat cepat.

c. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif dalam setiap kebudayaan
terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalam masyarakat yang sederhana yang relatif masih
tertutup dari pengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan lambat.Dalam masyarakat
yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi terbuka karena didorong oleh kondisi
budaya yang memungkinkan. Oleh sebab itu, di dalam masyarakat modern pribadi yang
inovatif merupakan syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan.Inovasi merupakan dasar
dari lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka dewasa ini.
d. Visi Masa Depan
Suatu hal yang baru dalam proses pembudayaan dewasa ini ialah peranan visi masa
depan. Terutama dalam dunia global tanpa-batas dewasa ini diperlukan suatu visi ke arah
mana masyarakat dan bangsa kita akan menuju. Tanpa visi yang jelas yaitu visi yang
berdasarkan nilai-nilai yang hidup di dalam kebudayaan bangsa (Indonesia), akan sulit untuk
menentukan arah perkembangan masyarakat dan bangsa kita ke masa depan, atau pilihan
lain ialah tinggal mengadopsi saja apa yang disebut budaya global. Mengadopsi budaya
global tanpa dasar kehilangan identitasnya. Di sinilah letak peranan pendidikan nasional
untuk meletakkan dasar-dasar yang kuat dari nilai-nilai budaya yang hidup di dalam
masyarakat Indonesia yang akan dijadikan pondasi untuk membentuk budaya masa depan
yang lebih jelas dan terarah.

D.   Penanaman Sosial Budaya Positif di dalam Dunia Pendidikan


Di sekolah kami, telah di sosialisasikan gerakan yang dimaksudkan bisa menjadi
gerakan membudaya yaitu Brain Gym. Brain Gym atau biasa dikenal dengan senam otak,
yang menurut para ahli mampu meningkatkan konsentrasi dan menyeimbangkan pola pikir
belahan kiri otak dengan belahan kanan otak. Dengan keseimbangan pola pikir belahan otak
kanan dan belahan otak kiri di harapkan terjadi sinergi, tidak hanya aspek kognitif saja, tapi
juga karakter siswa/i.
Budaya Brain Gym ini di sosialisasikan dari TK sampai tingkat SMU, untuk setiap
mata pelajaran/bidang studi. Untuk itu semua guru dan tenaga akademik telah dilatih
menerapkan senam otak ini. Pelatihan di lakukan sampai 2 kali pertemuan oleh instruktur
Brain Gym pusat yang sudah bersertifikat.
Gerakan Brain Gym sangat sederhana yang bisa dilakukan saat sedang duduk atau
pun berdiri, yang melibatkan seluruh anggota gerak, dari kepala sampai dengan kaki.
Gerakan-gerakan ini akan mengaktifkan belahan otak kiri maupun belahan otak kanan.
Gerakan-gerakan ini semuanya berurutan dan dipandu dengan brosur maupun spanduk-
spanduk yang ada.
Budaya brain gym ini terus dievaluasi akan pelaksanaannya dan kemajuannya,
ternyata budaya ini membawa kemajuan dan meningkatkan mutu pendidikan dengan
indikator naiknya konsentrasi dalam pembelajaran, motivasi maupun semangat siswa/i.
Semoga budaya brain gym ini akan terus di terapkan oleh seluruh stakeholder di Ricci dan
salah satu alat yang mampu meningkatkan mutu pendidikan untuk sekolah-sekolah lainnya.
a.    Proses Sosial Budaya dalam Pendidikan
Sebagai unsur vital dalam kehidupan manusia yang beradab, sosial budaya
mengambil unsur-unsur pembentuknya dari segala ilmu pengetahuan yang dianggap betul-
betul vital dan sangat diperlukan dalam menginterpretasi semua yang ada dalam
kehidupannya. Hal ini diperlukan sebagai modal dasar untuk dapat berdaptasi dan
mempertahankan kelangsungan hidup (survive). Dalam kaitan ini sosial budaya di pandang
sebagai nilai-nilai yang diyakini bersama dan terinternalisasi dalam diri individu sehingga
terhayati dalam setiap perilaku. Nilai-nilai yang dihayati ataupun ide yang diyakini tersebut
bukanlah ciptaan sendiri dari setiap individu yang menghayati dan meyakininya, semuanya
itu diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar merupakan cara untuk mewariskan nilai-
nilai tersebut dari generasi ke generasi. Proses pewarisan tersebut dikenal dengan proses
sosialisasi atau enkulturasi (proses pembudayaan).
Proses pembudayaan (enkulturasi) adalah upaya membentuk perilaku dan sikap
seseorang yang didasari oleh ilmu pengetathuan, keterampilan sehingga setiap individu
dapat memainkan perannya masing-masing. Dengan demikian, ukuran keberhasilan
pembelajaran dalam konsep enkulturasi adalah perubahan perilaku siswa. Hal ini sejalan
dengan 4 (empat) pilar pendidikan yang dikemukakan oleh Unesco, Belajar bukan hanya
untuk tahu (to know), tetapi juga menggiring siswa untuk dapat mengaplikasikan
pengetahuan yang diperoleh secara langsung dalam kehidupan nyata (to do), belajar untuk
membangun jati diri (to be), dan membentuk sikap hidup dalam kebersamaan yang harmoni
(to live together). Untuk itu, pembelajaran berlangsung secara konstruktivis (developmental)
yang didasari oleh pemikiran bahwa setiap individu peserta didik merupakan bibit potensial
yang mampu berkembang secara mandiri. Tugas pendidikan adalah memotivasi agar setiap
anak mengenali potensinya sedini mungkin dan menyediakan pelayanan yang sesuai
dengan potensi yang dimiliki serta mengarahkan pada persiapan menghadapi tantangan ke
depan. Pendidikan mengarah pada pembentukan karakter, performa yang konkrit
(observable) dan terukur (measurable) yang berkembang dalam tiga ranah kemampuan,
yaitu: kognitif, psikomotor, dan afektif.
Pendidikan formal adalah salah satu media proses pembudayaan (enkulturasi).
Manusia yang berbudaya adalah manusia yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan
dan sikap sehingga mereka mampu berpikir secara rasional, kritis dan memiliki karakter
serta kepribadian yang cinta pada keharmonian kehidupan.
Dengan demikian, peranan pendidikan formal dalam proses pembudayaan bertujuan
mendidik individu menjadi manusia pembelajar sehingga tumbuh menjadi makhluk yang
berbudaya yang memiliki cara berfikir kebiasaan belajar, dan terus belajar (relearn), untuk
mengetahui dan memahami, berdaptasi, menginterpretasi dan memanfaatkan sesuatu
dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup guna menciptakan kedamaian dan
keharmonisan dalam masyarakat yang multi kultur yang bermoral, berbudaya sehingga
kelestarian potensi alam dapat dipertahankan serta menjaga diri dari dari hal-hal yang
bertentangan dengan nilai dan norma budaya dan mampu berpartisipasi, komit, kooperatif,
dan emphati dalam berbagai hal.
b.    Sosial Budaya Berhubungan dengan Nilai Pendidikan
Pendidikan adalah upaya menanamkan sikap dan keterampilan pada anggota
masyarakat agar mereka kelak mampu memainkan peranan sesuai dengan kedudukan dan
peran sosial masing-masing dalam masyarakat. Secara tidak langsung, pola ini menjadi
proses melestarikan suatu kebudayaan. Sejalan dengan ini, Bertrand Russel mengatakan
pendidikan sebagai tatanan sosial kehidupan bermasyarakat yang berbudaya. Melalui
pendidikan kita bisa membentuk suatu tatanan kehidupan bermasyarakat yang maju,
modern, tentram dan damai berdasarkan nilai-nilai dan norma budaya. Ibnu Khaldun
mempertegas lagi bahwa pendidikan dan pengajaran sebagai salah satu gejala sosial yang
memberi ciri masyarakatnya-masyarakat maju.
Lebih jauh, Ibnu khaldun membagi ilmu dan pengajaran ke dalam berbagai kategori,
yaitu (1) ilmu Naqli yang bersumber pada Kitab Alqur’an dan Sunnah, (2) ilmu Aqli (ilmu
yang berhubungan dengan otak) terdiri dari ilmu fisika (ilmu tentang benda), ilmu ilahiyat
(ketuhanan atau metafisika), ilmu matematika, ilmu musik “pengetahuan tentang asal-usul
ritme, ilmu hay’ah (astronomi), (3) ilmu logika yaitu ilmu yang memilihara otak dari
kesalahan. Sejalan dengan ini, konsep agama tentang pendidikan pada hakekatnya upaya
untuk melakukan perubahan dari sifat-sifat negatif seperti kebodohan, iri, dengki, sombong,
congkak, boros, tidak efisien, emosional, dsb.Ke sifat-sifat yang positif seperti cerdas,
tenggang rasa, teliti, efisien, berpikiran maju dan bertindak atas dua dasar aturan yaitu
hubungan dengan sesama manusia dan hubungan dengan Allah.
Semua sifat positif yang diharapkan tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang
religius, cekatan, terampil, dapat membedakan yang baik dan yang buruk, yang salah dan
benar, menghargai semua hal yang menjadi bahagian kehidupan di alam ini termasuk
segala bentuk perbedaan di antara kita sesama manusia. Memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan yang tepat pada saat yang tepat, serta mampu mengembangkan
potensi diri dalam upaya meningkatkan kualitas pribadi, keluarga, kelompok, agama, bangsa
dan negara. Semua ini merupakan unsur pokok dalam proses pembentukan masyarakat
yang sejahtera, survive, adil, makmur, dan penuh kedamaian.
Untuk mewujudkan hal tersebut, para penyelenggara pendidikan harus yakin bahwa
program dan proses pembelajaran dapat menggiring siswa agar mampu menggunakan
segala apa yang telah dimilikinya yang diperoleh selama proses belajar sehingga
bermanfaat dalam kehidupan selanjutnya, baik kehidupan secara akademis maupun
kehidupan sehari-hari. Perlu juga ditekankan di sini bahwa dalam dunia kehidupan nyata,
antara kehidupan akademis dan non akademis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Untuk itu seharusnya, program dan proses pembelajaran tidak membuat dikotomi
(memisahkan secara tegas) di antara keduanya. Semua ini menunjukkan bahwa pendidikan
adalah upaya membangun budaya suatu masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang
modern, maju, dan harmoni yang didasari oleh nilai-nilai budaya yang diyakini bersama oleh
suatu masyarakat.
c.    Perubahan Sosial Budaya dalam Pendidikan
Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat
memakan waktu lama.Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu puluhan
tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan
masyarakat seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara buruh dan majikan yang
telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk
merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama
sekali baru. Revolusi senantiasa berkaitan dengan dialektika, logika, romantika, menjebol
dan membangun.
Kedua, perubahan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu (lambat) yang
disebut evolusi. Dalam konteks biologi modern, evolusi berarti perubahan sifat-sifat yang
diwariskan dalam suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sifat-
sifat yang menjadi dasar dari evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan pada keturunan
suatu makhluk hidup. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen oleh mutasi, transfer
gen antar populasi, seperti dalam migrasi, atau antar spesies seperti yang terjadi pada
bakteria, serta kombinasi gen mealui reproduksi seksual. Meskipun teori evolusi selalu
diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusi telah berakar
sejak jaman Aristoteles.Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang
mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah.
Sampai saat ini, teori Darwin tentang evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh
mayoritas masyarakat sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.
Perubahan sosial mencakup aspek-aspek yang kompleks, mulai dari politik,
ekonomi, kebudayaan, hukum, keamanan dan sebagainya. Perubahan yang terjadi, baik
secara cepat maupun lambat akan memberikan dampak bagi masyarakatnya, juga
pendidikan. Perubahan yang berlangsung cepat (revolusi) memang pada umumnya lebih
berpeluang mengagetkan masyarakat sehingga tidak siap menghadapi perubahan itu.
d.    Eksistensi Pendidikan
Pendidikan merupakan investasi besar bagi suatu negara. Pendidikan menyangkut
kepentingan semua warga negara, masyarakat, negara, institusi-institusi dan berbagai
kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat dengan outcomenya berupa
tersedianya SDM yang handal untuk menyuplai berbagai kepentingan. Oleh sebab itu titik
berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu setiap jenis dan jenjang,
serta perluasan kesempatan belajar pada pendidikan dasar. Pendidikan memegang kunci
keberhasilan suatu negara di masa depan. Namun kenyataan membuktikan, khususnya di
Indonesia, pendidikan masih belum dipandang vital, khususnya oleh para pemegang tampuk
kepemimpinan negara.
Menurut Tilaar (2004), pendidikaan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan
intelektual semata sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya
identitas lokal dan nasional. Perubahan global dan liberalisasi pendidikan memaksa
lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Pendidikan yang hanya berorientasi pasar sesungguhnya telah kehilangan akar pada
kesejatian dan identitas diri. Gejala-gejala pendangkalan ini sekarang mudah dibaca.
Misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu
yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaban).
Secara umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang concern
terhadap enerasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu
menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab.Apabila berbicara pendidikan berskala
nasional maka secara umum konsep pendidikan nasional di Indonesia tak lagi
memperlihatkan keberpihakan terhadap dunia pendidikan di berbagai daerah. Salah satu
contoh yaitu kontroversial mengenai Ujian Nasional yang memperlihatkan betapa
sentralistiknya pendidikan saat ini. Pusat terkesan memaksa seleranya terhadap anak didik
di daerah.
Salah seorang pakar pendidikan di Indonesia, Dr Anita Lie dalam presentasi
mengenai Renstra Biro Pendidikan LPMAK yang berlangsung di Sheraton Hotel Timika
belum lama ini mengakui ada ketidakberesan dalam konsep pendidikan nasional. Anita
bahkan merujuk pada materi Ujian Nasional yang cenderung membebani masyarakat
pendidikan di daerah-daerah.
Tak saja Anita Lie, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu pun menilai konsep
pendidikan nasional saat ini tak lagi relevan untuk diterapkan di daerah termasuk di Papua.
Barnabas Suebu malah menyentil konsep pendidikan nasional ibarat pakaian jadi (pakaian
konveksi). “Pakaian tersebut diukur dan dijahit di Jakarta kemudian dikirim ke
daerah.Masyarakat di Papua yang butuh pakaian langsung mengenakan saja tanpa melihat
ukuran. Orang di Jakarta pun tidak tahu tentang postur orang Papua, mereka hanya asal
jahit berdasarkan seleranya,” begitu kata Barnabas mengibaratkan konsep pendidikan
nasional saat ini.
e.    Pengaruh perubahan sosial pada Pendidikan
Carut-marut situasi pendidikan di Indonesia memang tidak lepas dari pengaruh
perubahan sosial.Dan setiap berbicara mengenai pendidikan, orang selalu berkonotasi
sekolah formal. Meski tidak semuanya salah namun konsep ini menisbikan peran pendidikan
informal dan non formal, padahal keduanya sama pentingnya. Dengan demikian
keterpurukan pendidikan tidak boleh didefinisikan sebagai kegagalan pendidikan formal
semata.Kebobrokan sistem dan perilaku sejumlah pemuka masyarakat dan negara, dengan
demikian bukan dosa sekolah semata.
Oleh sebab itu sekolah juga mendapat tempat yang istimewa dalam pemikiran tiap
orang dalam usahanya meraih tangga sosial yang lebih tinggi.Sedemikian istimewanya
hingga sekolah telah menjadi salah satu ritus yang harus dijalani orang-orang muda yang
hendak mengubah kedudukannya dalam susunan masyarakat.Mudah diduga bahwa jalan
pikiran seperti itu secara logis mengikuti satu kanal yang menampung imajinasi mayoritas
mengalir menuju sebuah muara, yakni credo tentang sekolah sebagai kawah condrodimuko
tempat agen-agen perubahan dicetak.
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat menyangkut nilai-nilai sosial, pola-
pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan
dan wewenang, yang terjadi secara cepat atau lambat memiliki pengaruh mendasar bagi
pendidikan. Perubahan sosial tak lagi digerakkan hanya oleh sejenis borjuis di Eropa abad
17 – 18 melawan kaum feodal, atau oleh kelas buruh yang ingin mengakhiri semacam
masyarakat borjuis di abad 19 untuk kemudian menciptakan masyarakat nir kelas, atau oleh
para petani kecil yang mencita-citakan suatu land-reform. Juga lebih tak mungkin lagi
keyakinan bahwa perubahan hanya dimotori oleh kaum profesional yang merasa diri bebas
dan kritis. Masyarakat sipil terdiri dari aneka kekuatan dan gerakan yang membawa dampak
perubahan di sana sini.
Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan pokok perkara dalam pendidikan adalah
belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah menjadikan setiap murid di dalamnya
lulus sebagai orang dengan karakter yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga
yang siap pakai untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-
perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan
perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu
juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat. Ekonomi mengalami
pasang dan surut berganti-ganti sulit diprediksi. Konstelasi kekuatan-kekuatan politik juga
berubah-ubah.Kita tak lagi hidup dengan anggapan lama tentang dunia yang teratur
harmonis. Sebaliknya setiap individu sekarang menghadapi suatu keadaan yang cenderung
tak teratur.Kecenderungan chaos seperti ini harus dihadapi dan hanya dapat dihadapi oleh
orang-orang yang selalu siap untuk belajar hal-hal baru. Bukanlah mereka yang bermental
siap pakai yang akan dapat memanfaatkan dan berhasil ikut mengarahkan perubahan-
perubahan kontemporer melainkan mereka yang pikirannya terbuka dan antusias pada hal-
hal baru.
Keadaan tersebut akan berpengaruh besar pada pendidikan. Oleh sebab itu sekolah,
di tingkat manapun, yang tetap menjalankan pendidikan dengan orientasi siap pakai untuk
para pelajarnya tidak boleh rusak akibat perubahan tetapi sebaliknya harus mampu menjadi
pengemban misi sebagai agent of changes tetapi sekedar consumers of changes. Dari
sekolah dengan pandangan siap pakai tidak akan dihasilkan orang-orang muda yang
dengan kecerdasannya berhasil memperbaiki kedudukannya dalam susunan sosial output
dari sekolah semacam itu hanya dua. Pertama, orang-orang muda yang terlahir berada dan
akan terus menduduki strata sosial tinggi, Kedua, para pemuda tak berpunya yang akan
tetap menelan kecewa karena ternyata mereka makin sulit naik ke tangga sosial yang lebih
tinggi dari orang tua mereka. Sekolah yang tetap kukuh dengan prinsip-prinsip pedagogis,
metode-metode pendidikan dan teknik-teknik pengajaran yang bersemangat siap pakai
hanya akan menjadi lembaga reproduksi sosial bukan lembaga perubahan sosial. Indonesia
perlu sekolah baru.
f.     Dampak Dari Perubahan Sosial Budaya Dalam Masyarakat
Adanya perubahan sosial budaya secara langsung atau tidak langsung akan
memberikan dampak negatif dan positif.
Dampak Positif
Perubahan dapat terjadi jika masyarakat dengan kebudayaan mampu menyesuaikan
diri dengan perubahan.Keadaan masyarakat yang memiliki kemampuan dalam
menyesuaikan disebut adjusment, sedangkan bentuk penyesuaian dengan gerak perubahan
disebut integrasi. Dampak positif tersebut berdampak pada :
1.    Kemajuan ilmu pengetahuan
2.    Kebutuhan mudah terpenuhi
3.    Pola pikir yang lebih maju
Dampak Negatif
Akibat negatif terjadi apabila masyarakat dengan kebudayaannya tidak mampu
menyesuaikan diri dengan gerak perubahan.Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri
dengan perubahan disebut maladjusment. Maladjusment akan menimbulkan disintegrasi.
Penerimaan masyarakat terhadap perubahan sosial budaya dapat dilihat dari perilaku
masyarakat yang bersangkutan. Apabila perubahan sosial budaya tersebut tidak
berpengaruh pada keberadaan atau pelaksanaan nilai dan norma maka perilaku masyarakat
akan positif. Namun, jika perubahan sosial budaya tersebut menyimpang atau berpengaruh
pada nilai dan norma maka perilaku masyarakat akan negatif, diantaranya :
1) Dekadensi Moral
Dekadensi moral adalah menurun atau merosotnya moral seseorang yang
ditunjukkan dari perilakunya yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Biasanya perilaku orang tersebut merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
Beberapa contoh yang termasuk dekadensi moral adalah perilaku pergaulan bebas di
kalangan remaja maupun orang tua, prostitusi, perselingkuhan dan lain-lain.
2) Kriminalitas
Donald R. Gressey berpendapat bahwa kriminilitas adalah suatu kondisi dan proses
sosial yang menghasilkan perilaku lain. Kriminalitas merupakan tindakan yang melanggar
norma hukum dan menyakitkan orang lain secara langsung. Beberapa contoh yang
termasuk tindak kriminalitas antara lain korupsi, pencurian, penodongan, pemerkosaan, dan
pembunuhan.
3) Aksi Protes dan Demonstrasi
Demonstrasi adalah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan
umum.Demonstrasi biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau
menentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak.Aksi protes merupakan gerakan atau
tindakan yang dilakukan secara perorangan atau untuk menyampaikan pernyataan tidak
setuju yang oleh sebagian besar orang dilancarkan melalui kecaman yang
pedas.Demonstrasi umumnya dilakukan oleh kelompok mahasiswa yang menentang
kebijakan pemerintah/para buruh yang tidak puas dengan perlakuan majikannya.Namun
demonstrasi juga dilakukan oleh kelompokkelompok lainnya dengan tujuan lainnya.
Unjuk rasa kadang dapat menyebabkan pengrusakan terhadap benda-benda.Hal ini
dapat terjadi akibat keinginan menunjukkan pendapat para pengunjuk rasa yang berlebihan.
Di Indonesia, unjuk rasa menjadi hal yang umum sejak jatuhnya rezim kekuasaan Orde Baru
pada tahun 1998, di mana unjuk rasa menjadi simbol kebebasan berekspresi di Negara
tersebut. Unjuk rasa terjadi hampir setiap hari di berbagai bagian di Indonesia, khususnya
Jakarta.
4) Konsumerisme
Konsumerisme adalah pandangan yang diikuti dengan tindakan atau perbuatan
penggunaan barang dan jasa secara berlebihan.Pembelian barang-barang yang bukan
kebutuhan pokok dan sifatnya hanya tersier jika dilakukan secara berlebihan dikategorikan
konsumerisme.
E.    Pengaruh Sosial Budaya dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan
kehidupan sehari-hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak akan pernah lepas dari unsur
sosial budaya. Sebab sebagian terbesar dari kegiatan manusia dilakukan secara
kelompok.Artinya bahwa kegiatan tersebut dilakukan hubungan antar individu, antar
masyarakat, individu dengan masyarakat, dan masyarakat dengan individu.Aspek sosial
melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik
agar menjadi matang.Di samping tugas pendidikan untuk mengembangkan aspek sosial,
karena aspek tersebut sangat membantu dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan
dirinya. Maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses pendidikan.
Salah satu masalah yang sangat serius dalam pendidikan di tanah air kita saat ini
adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan.Banyak pihak
berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan.Merupakan salah satu faktor yang
menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan
keterampilan untuk memenuhi tuntutan pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan mutu secara merata.Untuk itu
diperlukan langkah dan tindakan nyata ditingkat sekolah dan masyarakat sekitar tempat
sekolah berada. Ada dua srtategi utama yang dapat dilakukan dalam meningkatkan dan
mengembangkan mutu sekolah, yaitu strategi yang berfokus pada: (1) dimensi struktural;
dan (2) dimensi kultural (budaya) dengan tekanan pada perubahan perilaku nyata dalam
bentuk tindakan .
Program aksi untuk peningkatan kualitas sekolah secara konvensional senantiasa
bertumpu pada peningkatan kualitas proses belajar mengajar (PBM), sedikit menyentuh
aspek aspek budaya sekolah. Pilihan tentu tidak salah, karena aspek itulah yang berkait
dengan prestasi siswa.Sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja tidak
cukup.Upaya peningkatan kualitas sekolah harus dimulai dari internal sekolah itu sendiri
yaitu harus memperhatikan nilai nilai yang hidup sebagai budaya sekolah.
Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didukung oleh lengkapnya
sarana dan prasarana, guru yang berkualitas ataupun input siswa yang baik, tetapi budaya
sekolah sangat berperan terhadap peningkatan keefektifan sekolah. Budaya sekolah
merupakan jiwa (spirit) sebuah sekolah yang memberikan makna terhadap kegiatan
kependidikan sekolah tersebut, jika budaya sekolah lemah, maka ia tidak kondusif bagi
pembentukan sekolah efektif. Sebaliknya budaya sekolah kuat maka akan menjadi fasilitator
bagi peningkatan sekolah efektif.
Guru yang tidak menguasai aspek sosial budaya dalam mendidik peserta didik, tidak
akan mungkin menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Oleh karena itu, agar
menghasilkan peserta didik yang berkulitas, guru/pendidik harus menguasai dan menyadari
bahwa aspek sosial budaya sangat berpengaruh dan berperan penting terhadap jalannya
proses pendidikan.
Menurut Depdiknas, elemen penting budaya sekolah adalah norma, keyakinan,
tradisi, upacara keagamaan, seremoni dan mitos yang diterjemahkan oleh sekelompok
orang tertentu, Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan warga sekolah
terus menerus. Perbaikan sistem persekolahan pada intinya adalah membangun sekolah
dengan kekuatan utama sekolah yang bersangkutan.Perbaikan mutu sekolah perlu adanya
pemahaman terhadap budaya sekolah.Melalui pemahaman terhadap budaya sekolah, maka
berfungsinya sekolah dapat dipahami, aneka permasalahan dapat diketahui, dan
pengalaman-pengalamannya dapat direfleksikan. Oleh sebab itu, dengan memahami ciri-ciri
budaya sekolah akan dapat diusahakan tindakan nyata peningkatan mutu sekolah.
Dengan demikian sosial budaya menyangkut seluruh cara hidup dan kebudayaan manusia
yang diciptakan oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau pengembangan anak.
Sebaliknya pendidikan juga dapat mengubah kebudayaan anak.
Implikasi terhadap bisnisBisnis internasional terjadi karena negara-negara dan
masyarakat berbedamenimbulkan kebutuhan yang berbeda pula dan mempunyai
hubungan saling melengkapisatu sama lain. Persinggungan yang terjadi ketika
melakukan bisnis menyebabkab adanyapergeseran budaya sebagai dampak dari
hubungan yang kontiniu. Kultur merekabertukar-tukar karena perbedaan dalam
dalam struktur sosial, agama, bahasa, pendidikan,filosofi ekonomi, dan filosofi
politis. Tiga implikasi penting untuk bisnis internasionalyang menyebabkan terjadinya
perbedaan ini adalah: pentingnya perkembangan budaya,koneksi antara kultur dan
etika di dalam pengambilan keputusan, serta koneksi budayadengan kegiatan
nasional.HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN SISTEM EKONOMISama
halnya dengan sistem politik, kebudayaan juga mempengaruhi sistemekonomi.
Banyak contoh yang dapat kita temukan, seperti: kebudayaan islam yang
sangatmenentang adanya sistim bunga. Dari segi produk dan jasa yang ditawarkan
pun akanmengalami pengaruh dari kebudayaan disuatu negara. Jadi dapat
dikatakan pengaruhbudaya sangat kompleks terhadap sistem ekonomi suatu
negara.Orientasi nilai kebudayaan
Para peneliti berusaha untuk mengidentifikasi dimensi dimana nilai dari
berbagaikebudayaan berbeda. Dalam suatu ringkasan atas riset ini para ilmuan
mengidentifikasienam dimensi dasar dari nilai kebudayaan.1.Individual/Kolektif:
sejauh mana nilai kebudayaan individu lebih besar daripadakelompok atau
sebaliknya.2.Maskulinitas/Femininitas: sejauh mana karakteristik suatu jenis kelamin
dinilailebih dari jenis kelamin lainnya.3.Orientasi Waktu: apakah para anggota
masyarakat berorientasi pada masa lalu,kini, atau yang akan datang.4.Penghindaran
Ketidak Pastian: sejauh mana anggota masyarakat maumentolerir ambiguitas dan
perilaku yang tidak biasa.5.Orientasi Kegiatan: sejauh mana masyarakat menilai
tindakan atas refleksi.6.Hubungan Dengan Alam: sejauh mana masyarakat hidup
selaras dengan alamatau mencoba mendominasi alam.

Anda mungkin juga menyukai