Pemerintah juga menekankan betapa perlu dan pentingnya pendidikan seumur hidup itu,
melalui kebijakan Negara ( Tap MPR No. IV / MPR / 1970 jo. Tap No. IV/ MPR / 1978 Tentang
GBHN ) maka dimulailah konsep tentang pendidikan seumur hidup. Didalam UU Nomor 20
tahun 2003, penegasan tentang pendidikan seumur hidup, dikemukakan dalam pasal 13 ayat (1).
Dengan pendidikan seumur hidup manusia di tuntut untuk membantu individunya agar dapat
mengikuti perubahan-perubahan sosial sepanjang hidupnya, yang terpenting adalah manusia
dapat bertahan dari segi apapun di era globalisasi ini.
Karena didasarkan betapa pentingnya pendidikan seumur hidup itu, maka memiliki
beberapa urgensi antara lain: Aspek ideologis, setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini
memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan pengetahuan dan
menambah keterampilannya. pendidikan seumur hidup akan membuka jalan bagi seseorang
untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Aspek ekonomis,
pendidikan seumur hidup akan memberi peluang bagi seseorang untuk meningkatkan
produktivitas, memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya, hidup di
lingkungan yang menyenangkan-sehat, dan memiliki motivasi dalam mendidik anak-anak
secara tepat sehingga pendidikan keluarga menjadi penting. Aspek sosiologis, di negara
berkembang banyak orangtua yang kurang menyadari pentingnya pendidikan sekolah bagi
anak-anaknya. Pendidikan seumur hidup bagi orang tua merupakan problem solving terhadap
fenomena tersebut. Aspek politis, pendidikan kewarganegaraan perlu diberikan kepada seluruh
rakyat untuk memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya.
Tugas pendidikan seumur hidup menjadikan seluruh rakyat menyadari pentingnya hak-
hak pada negara demokrasi. Aspek teknologis, pendidikan seumur hidup sebagai alternatif bagi
para sarjana, teknisi dan pemimpin di Negara berkembang untuk memperbaharui pengetahuan
dan keterampilan seperti dilakukan negara-negara maju. Aspek psikologis dan pedagogis, sejalan
dengan makin luas, dalam dan kompleknya ilmu pengetahuan, tidak mungkin lagi dapat
diajarkan seluruhnya di sekolah. Tugas pendidikan sekolah hanya mengajarkan kepada peserta
didik tentang metode belajar, menanamkan motivasi yang kuat untuk terus-menerus belajar
sepanjang hidup, memberikan keterampilan secara cepat dan mengembangkan daya adaptasi.
Belajar seumur hidup sering menjadi semboyan. Namun sungguh sayang jika ini hanya
menjadi semboyan saja. Karena belajar seumur hidup bisa menjadi filsafat hidup yang sangat
ampuh. Belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus sekolah sepanjang hidup
kita. Belajar banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas belajar yang terperangkap dalam
sebuah “ruang” yang bernama kelas, setiap harinya hanya duduk mendengarkan Guru/Dosen
dan diakhir materi mendapatkan ujian, bukan itu yang dimaksud. Paradigma belajar seperti ini
harus segera kita rubah. Pengertian belajar bukan hanya berada dalam ruangan tapi belajar
disemua tempat, semua situasi dan semua hal. Belajar berarti berlatih diri kita sehingga kita
memiliki sesuatu kemampuan yang baru atau kemampuan yang semakin tinggi. Ini bisa belajar
ilmu pengetahuan, keterampilan fisik, dan belajar bersikap. Kalau kita mau, kita bisa
memandang segala hal yang kita alami sehari-hari sebagai kesempatan belajar. Ini menjadi
semacam filsafat hidup. Hidup seperti sekolah raksasa. Mata pelajaran: bebas. Kurikulum:
kehidupan yang produktif, indah dan bermakna. Kepala sekolahnya: Tuhan sendiri. Setiap hari
kita menyempurnakan rutinitas kita, tindakan kita, trik-trik kita. Kita sempurnakan hubungan
kita dengan orang yang kita sayang. Hidup seperti sekolah raksasa. Mata pelajaran: bebas.
Kurikulum: kehidupan yang produktif, indah, dan bermakna. Kepala sekolahnya: Tuhan
sendiri.
Belajar baru berhasil bila kita mampu membuat Habits / kebiasaan baru. Hal yang kita
lakukan sehari-hari yang meningkatkan kualitas hidup kita. Tentunya akan sia–sia belajar tinggi-
tinggi, susah-susah, kalau tidak ada perubahan dalam tingkah laku kita, akal budi kita,
kepribadian kita, sifat-sifat kita, dan kebiasaan kita sehari-hari. Dan hal yang paling harus kita
perhatikan adalah perubahan Habits ini. Karena ia adalah identitas diri yang sebenarnya. Kita
boleh bilang apa saja, mengklaim apa saja tentang diri kita. Tapi kita yang sebenarnya, the real
me, adalah kebiasaan atau habits kita itu. Itu hal yang kita lakukan, sadar atau tidak.
Belajar berarti memfungsikan hidup, orang yang tidak belajar berarti telah kehilangan
hidupnya, paling tidak telah kehilangan hidupnya sebagai manusia. Karena hidup manusia itu
bukan hanya individu dalam dirinya saja tapi juga interaksi dengan sesamanya, dengan antar
generasi dan kehidupan secara universal. Dalam belajar terdapat interaksi antara tantangan
(challenge) dari alam luar diri manusia dan balasan (response) dari daya dalam diri manusia.
Dalam belajar juga terjadi interaksi komunikasi antara manusia dan berlangsungnya
kesinambungan antar generasi serta belajar melestarikan hidup, mengamankan hidup dan
menghindari pengrusakan hidup. Belajar berarti menghargai hidup kita.
“Pendidikan Seumur Hidup” atau “Life-Long Education” bukan “(long life education”) adalah
makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas serta komprehensif dan
dibuktikan dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapan terutama bagi para
pendidik di negeri kita.
Pendidikan seumur hidup atau belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus sekolah
sepanjang hidup kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas belajar yang
terperangkap dalam sebuah “ruang” yang bernama kelas, bukan itu yang dimaksud. Paradigma
belajar seperti ini harus segera kita rubah. Pengertian belajar bukan hanya berada dalam ruangan
tapi belajar disemua tempat, semua situasi dan semua hal.
Pendidikan seumur hidup bersifat holistik, sedangkan pengajaran bersifat spesialistik,
terutama pengajaran yang terpilih dan terinferensikan dalam berbagai bentuk kelembagaan
belajar. Holistik memiliki arti lebih mengarah kepada pengutuhan atau penyempurnaan.
Manusia selalu berusaha uintuk mencapai titik kesempurnaan dalam segala hal, namun seberapa
besar usahapun kita tidak akan sampai pada kesempurnaan itu. Karena kesempurnaan hanya
milik Sang Pencipta Alam.
Belajar berarti memfungsikan hidup, orang yang tidak belajar berarti telah kehilangan
hidupnya, paling tidak telah kehilangan hidupnya sebagai manusia. Karena hidup manusia itu
bukan hanya individu dalam dirinya saja tapi juga interaksi dengan sesamanya, dengan antar
generasi dan kehidupan secara universal.
Dalam Pendidikan atau Belajar terdapat interaksi antara tantangan (challenge) dari alam
luar diri manusia dan balasan (response) dari daya dalam diri manusia. Dalam belajar juga terjadi
interaksi komunikasi antara manusia dan berlangsungnya kesinambungan antar generasi serta
belajar melestarikan hidup, mengamankan hidup dan menghindari pengrusakan hidup. Belajar
berarti menghargai hidup kita.
Dalam agama sering kita dengar kalimat ” Belajarlah (tuntutlah ilmu) dari ayunan sampai
liang lahat”. Belajar merupakan tugas semua manusia, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin semua
mempunyai tugas tersebut. Kita belajar mengetahui apapun yang ada di dunia ini untuk
kemajuan individu atau universal. Belajar memberi, belajar menerima, belajar bersabar, belajar
menghargai, belajar menghormati dan belajar semua hal.
Asas pendidikan seumur hidup merumuskan bahwa proses pendidikan merupakan suatu
proses kontinu yang bermula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia.
Dasar-Dasar Pendidikan Seumur Hidup:
1. Menurut GBHN 1978 dinyatakan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat sehingga
pendidikan seumur hidup merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
2. Secara yuridis formal konsepsi pendidikan seumur hidup dituangkan dalam Tap MPR No.
IV/MPR/1973 jo Tap MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN, dengan prinsip-Prinsip
pembangunan nasional :
a. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia (arah pembangunan jangka
panjang).
b. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat.
c. Konsepsi manusia Indonesia seutuhnya merupakan konsepsi dasar tujuan pendidikan
nasional (UU Nomor 2 tahun 1989 Pasal 4) yakni pendidikan nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Alasan keadilan
Terselenggaranya PSH secara meluas di kalangan masyarakat dapat menciptakan iklim
lingkungan yang memungkingkan terwujudnya keadilan sosial. Masyarakat luas dengan
berbagai stratanya merasakan adanya persamaan kesempatan memperoleh pendidikan.
Selanjutnya berarti pula paersamaan sosial,ekonomi dan politik. Hinsen menunjukkan konteks
yang lebih luas yaitu dengan terselenggaranya PSH yang lebih baik akan membuka peluang bagi
perkembangan nasional untuk mencapai tingkat persamaan internasional. Dalam hubungan ini
Bowle mengemukakan statemen bahwa PSH pada prinsipnya dapat mengeliminasi peranan
sekolah sebagai alat untuk melestarikan ketidakadilan sosial.
Alasan ekonomi
Persoalan PSH dikaitkan dengan biaya penyelenggaraan pendidikan,produktivitas kerja,
dan peningkatan GNP. Di negara sedang berkembang biaya untuk perluasan pendidikan dan
meningkatkan kualitas pendidikan pendidikan hampir-hampir tak tertanggulangi. Di satu sisi
tantangan untuk mengejar keterlambatan pembangunan dirasakan, sedangkan di sisi lain
keterbatasan biaya dirasakan menjadi penghambat. Tidak terkecuali di negara yang sudah maju
teknologinya yaitu dengan munculnya kebutuhan untuk memacu kualitas pendidikan dan jenis-
jenis pendidikan.
Pendidikan seumur hidup didasarkan pada konsep bahwa seluruh individu harus memiliki
kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk “instrucktion”, studi dan “learning” di disetiap
kesempatan sepanjang hidup mereka. Pendidikan seumur hidup sering pula disebut pendidikan
sepanjang jaga.
Konsep pendidikan seumur hidup sebenarnya sudah sejak lama dipikirkan oleh para pakar
pendidikan dari zaman ke zaman. Apalagi bagi umat islam, jauh sebelum orang barat
mengangkatnya islam sudah mengenal pendidikan seumur hidup. Pada zaman nabi
Muhammad SAW 14 abad yang lampau, ide dan konsep itu telah disiarkannya dalam bentuk
himbauan. Yaitu “Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat” (HR. Muslim) “. Hakekatnya manusia
selalu belajar di sepanjang hidupnya, meskipun dengan cara yang berbeda dan melalui proses
yang tidak sama. Dorongan pendidikan/ belajar sepanjang hayat itu terjadi karena dirasakan
sebagai suatu kebutuhan.
Pendidikan itu merupakan bagian integral dari hidup itu sendiri. Prinsip pendidikan
seperti itu mengandung makna bahwa pendidikan itu lekat dengan diri manusia. Pendidikan
seumur hidup berfungsi sebagai peningkatan pengetahuan masyarakat yang pada umumnya
masyarakat makin lama makin berkembang, dan pada perkembangannya itu selalu mengalami
kemajuan dan makin banyak pula tuntutan.
Di dalam UUD Nomor 20 tahun 2003, penegasan tentang pendidikan seumur hidup
dikemukakan dalam pasal 13 ayat (1) yang berbunyi : “ Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya “
Dikatakan pula oleh Silva, 1973, “ Pendidikan seumur hidup berkenaan dengan prinsip
pengorganisasian yang akhirnya memungkinkan pendidikan untuk melakukan fungsinya”.
Fungsinya adalah “ Proses perubahan yang menuntut perkembangan individu”.
Dalam garis-garis Besar Haluan Negara dikatakan : Pendidikan berlangsung seumur hidup
dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu
pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, daan pemerintah.
Menurut Prof. Darji Darmodiharjo, SH. secara garis besar tahapan pendidikan yang diterima
manusia selama hidupnya adalah dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pendidikan dalam keluarga
Tahap ini dimulai sejak manusia di dalam kandungan sampai masuk sekolah. Apapun yang
ditanamkan orang tua kepada anaknya asalkan dilakukan dengan kasih sayang dan penuh
tanggung jawab maka akan berpengaruh terhadap perkembangan anak di masa mendatang.
Pendidikan keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai
moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang
mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarga
yang bersangkutan. Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan
dirinya dengan belajar setiap saat sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya masing-
masing.
2. Pendidikan di sekolah
Pendidikan ini merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Pada tahap ini
pendidik ada 2 yaitu orang tua waktu anak di rumah dan guru waktu mereka di sekolah.
Terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan atas/tinggi. Dan
pendidikan ini mencakup pendidikan umum, kejujuran, akademik profesi, vokasi,
keagamaan dan khusus. Selain nilai dari orang tua dan guru yang dengan teratur masuk
pada anak, masih terdapat beragam nilai-nilai yang disadari atau tidak masuk pada anak.
Nilai tersebut masuk/ diterima anak dari masyarakat bebas. Semuanya mempengaruhi
perkembangan kepribadiannya.
3. Pendidikan di masyarakat
Pendidikan masyarakat diperlukan karena sekolah tidak mampu lagi dapat memenuhi
tuntutan-tuntutan perkembangan manusia akan pendidikan. Pada tahap ini terdapat 2
kelompok manusia, yaitu :
a. Mereka yang telah tamat dari sekolah, tetapi memerlukan pendidikan lain.
b. Mereka yang karena keterbatasan daya tampung sekolah tidak terpenuhi tuntutannya
akan pendidikan di sekolah.
Kedua kelompok diatas sudah mendapatkan pendidikan dari keluarga langsung dan
masyarakat. Termasuk pendidikan pematangan profesi dan tanggung jawab
kemasyarakatan sebagai warga Negara.