dan Antropologis
Pendidikan
Disusun Oleh : Delvina Siti Nurfatika
Kelas/NIM : 1B/2109210062
POKOK PEMBAHASAN
Antara Individu, masyarakat, dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan, hal ini sebagaimana kita
maklumi bagaimana bahwa setiap individu bermasyarakat dan berbudaya, adapun masyarakat
itu sendiri terbentuk dari individu-individu. Masyarakat dan kebudayaan mempengaruhi
individu, sebaliknya masyarakat dan kebudayaan dipengaruhi oleh individu yang
membangunnya.
Pendidikan : Sosialisasi
dan Enkulturisasi
• Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menysuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem
norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari
lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Misalnya anak kecil menyesuaikan diri dengan waktu
makan dan waktu minum secara teratur, mengenal ibu, ayah, dan anggota-anggota keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku dalam keluarganya, dan seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup keluarga seperti norma, adat istiadat, serta
hasil-hasil budaya masyarakat.Dalam masyarakat ia belajar membuat alat-alat permainan, belajar membuat alat-alat kebudayaan,
belajar memahami unsur-unsur budaya dalam masyarakatnya. Pada mulanya, yang dipelajari tentu hal-hal yang menarik
perhatiannya dan yang konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya, ia mempelajari unsur-unsur budaya lainnya
yang lebih kompleks dan bersifat abstrak.
• Di samping enkulturasi, terdapat sosialisasi. Sosisalisasi adalah proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang
individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-
individu lain dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, sosialisasi adalah suatu proses di mana anggota masyarakat baru
mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggota.
• Di mana-mana, di berbagai kebudayaan, sosialisasi tampak berbeda-beda tetapi juga sama. Meskipun caranya berbeda, tujuannya
sama, yaitu membentuk seorang manusia menjadi dewasa. Proses sosialisasi seorang individu berlangsung sejak kecil. Mula-mula
mengenal dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam lingkungan terkecil (keluarga), kemudian dengan teman-
teman sebaya atau sepermainan yang bertetangga dekat, dengan saudara sepupu, sekerabat, dan akhirnya dengan masyarakat
luas.
• Apakah perbedaan antara enkulturasi dan sosialisasi? M.J.Herskovits berpendapat bahwa perbedaan antara enculturation
(enkulturasi) dengan socialization (sosialisasi) adalah sebagai berikut:
1) Enculturation (enkulturasi ) adalah suatu proses bagi seorang baik secara sadar maupun tidak sadar, mempelajari seluruh
kebudayaan masyarakat.
2) Socialization (sosialisasi) adalah suatu proses bagi seorang anak untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku
dalam keluarganya.
• Secara singkat perbedaan antara enkulturasi dan sosialisasi adalah dalam enkulturasi seorang individu mempelajari dan
menyesuaikan alam pikirannya dengan lingkungan kebudayaannya, sedangkan sosialisasi individu melakukan proses penyesuaian
diri dengan lingkungan sosial.
• Sosialisasi dan Enkulturasi ditinjau dari sudut masyarakat, sosialisasi dan enkulturasi merupakan fungsi masyarakat dalam rangka
mengantarkan setiap individu khususnya kedalam generasi muda, kedalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya.
Pendidikan Sebagai Pranata Sosial
Pranata sosial adalah suatu sistem aktvitas yang khas dari suatu
kelakuan berpola yang dilakukan oleh berbagai individu atau
manusia yang mempunyai status dan peran masing-masing yang
saling berhubungan atau mempunyai struktur, mengacu kepada
sistem ide,nilai dan norma atau tata kelakuan tertentu dengan
menggunakan berbagai peralatan dan aktiftas yang berungsi untuk
memenuhu kebutuhan dasar anggota masyarakat.
Pranata pendidikan merupakan salah satu pranata sosial dalam
rangka proses sosialisasi dan ekulturasi untuk mengantarkan
individu ke dalam kehidupan bermasyrakat dan berbudaya serta
untuk menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat dan
kebudayaannya. Melalui pranata pendidikan sosialisasi dan
enkulturasi diselenggarakan oleh masyarakat , sehingga dengan
demikian eksitensi masyarakat dan kebudayaannya dapat bertahan
sekalipun individu -individu anggota masyarakatnya berganti
karena terjadinya kelahiran, kematian dan pepindahan.
Pendidikan Informal, Formal, dan Non Formal
Tujuan dari pendidikan dalam keluarga ialah agar anak menadi pribadi yang mantap,bermoral dan menjadi anggota
masyarakat yang baik. Sedangkan fungsinya sebagai peletak dasar dan persiapan ke arah kehidupan anak dalam
masyarakatnya. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang bersifat informal, artinya suatu keluarga dibangun bukan
pertama-tama sebagai pranata pendidikan. Pelaksanaan pendidikan dalam keluargaberlangsung tidak dengan cara-cara
formal an artificial, melainkan melalui cara dan suasanan yang wajar.
Komponen Sekolah antara lain 1) Tujuan pendidikan 2) Manusia (guru, d. Fungsi mengembangkan kepribadian individu
murid, kepala sekolah, dll.) 3) Kurikulum 4) Media dan Teknologi e. Fungsi mempersiapkan anak untuk suatu
Pendidikan 5) Sarana, Prasarana, dan Fasilitas 5) Peneglola Sekolah pekerjaan
Redja Mudyahardjo (Odang Muchtar,1991) antara lain mengemukakan f. Fungsi inovasi atau mengtransformasi
masyarakat untuk suatu pekerjaan
bahwa sebagai lembaga pendidikan formal sekolah mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
a. Sekolah mempunyai fungsi atau tugas khusus dalam bidang Perbedaan sosialisasi disekolah dan di dalam
keluarga :
pendidikan.
a. Kemandirian
b. Sekolah mempunyai tatanan nilai dan norma yang dinyatakan secara
tersurat. b. Prestasi
c. Universalisme
c. Sekolah mempunyai program yang terorganisi dengan ketat.
d. Specifity
d. Kredensialis dipandang penting baik dalam, penerimaan siswa baru
maupun untuk menunjukan bukti kelulusan.
C . Pendidikan Nonformal
Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang (Pasal 1 ayat 12 UU RI No. 20 Tahun 2003). Pendidikan nonformal
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan,
pengetahuan, dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
professional.
Pendidikan Nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidik manusia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan kerja dan pelatihan kerja serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
Satuan Nonformal terdiri atas lembaga kursus, pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar
masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil pendidikan nonformal
dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pola-Pola Kegiatan Sosial Pendidikan
1. Pola Nomotheis
Pola Nomothetis mengutamakan fungsi dimensi tingkah laku yang bersifatnormative/nomothetis daripada fungsi tingkah laku
ideografis. Tingkah laku pendidik dan pesrtadidik akan lebih mengutamakan tuntutan-tuntutan institusi, peranan-peranan yang
seharusnya, danharapan-harapan sosial.Pendidikan berdasarkan pola nomothetis mempunyai pengertian sebagaisosialisasi
kepribadian dan dipandang sebagai upaya pewarisan nilai-nilai sosial kepada generasimuda
2. Pola Ideografis
Pendidikan mempunyai pengertian sebagai personalisasi peranan yaitu upaya membantu seseorang untuk mengetahui dan
mengembangkan pengetahuan atau upaya membantu seseorang untuk mengetahui dan mengembangkan tentang apa yang ingin
diketahui, hal ini menimbulkan psikologisme dalam pendidikan.
3. Pola Transaksional
Lebih mengutamakan keseimbangan berfungsinya dimensi tingkah laku nomothetis dantingkah laku ideografis. Mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut : (1) setiap individu menegtahui tujuan sistem, (2) individu percaya harapan sosial kepada dirinya, (3) individu merasa
bahwa ia termasuk suatu kelompok yang emosional yang sama.
Pola Sikap Guru Terhadap Siswa dan Implikasinya Terhadap
Tugas/Peranan Guru
Pendidikan sosiologis dan atropologis dapat dikaitkan dengan pola sikap guru terhadap murid. David Hargreaves
(Sudarja Adiwikarta, 1988) mengemukakan tiga kemungkinan pola sikap guru terhadap muridnya serta
implikasinya terhadap fungsi dan tipe/kategori guru. Pola tersebut yakni:
• Pola Pertama: Guru berasumsi bahwa para muridnya belum menguasai kebudayaan, sedangkan pendidikan
diartikan sebagai enkulturasi (pembudayaan). Implikasinya maka tugas dan fungsi guru adalah menggiring
murid-muridnya untuk mempelajari hal-hal yang dipilihkan oleh guru dengan peretimbangan itulah yang
terbaik bagi mereka. Tipe guru dalam kategori ini dinamakan Hargreaves sebagai penjinak atau penggembala
singa (“lion tamer”).
• Pola Kedua: Guru berasumsi bahwa para muridnya mempunyai dorongan untuk belajar yang harus meghadapi
materi pengajaran yang baru baginya, cukup berat dan kurang menarik. Implikasinya maka tugas guru adalah
membuat pengajaran menjadi menyenangkan, menarik dan mudah bagi para muridnya. Tipe guru demikian
dikategorikan sebagai penghibur atau “entertainer”.
• Pola Ketiga: Guru berasumsi bahwa para muridnya mempunyai dorongan untuk belajar, ditambah dengan
harapan bahwa murid harus mampu menggali sendiri sumber belajar, dan harus mampu mengimbangi dan
berperan dalam kehidupan masyarakat yang terus menerus berubah, bahkan dengan kecepatan yang semakin
meningkat. Implikasinya guru harus memberikan kebebasan yang cukup luas kepada murid. Baik secara
individual maupun kelompok kecil, guru dan murid bersama-sama menyusun program kurikuler. Hubungan
guru-murid didasari kepercayaan, dan arah belajar-mengajar adalah pengembangan kemampuan dan kemauan
belajar di kalangan murid. Tipe guru demikian dikategorikan oleh Hargreaves sebagai “guru romantik”
Kesimpulan
Objek kajian sosiologi adalah masyarakat, dan kita juga tahu
masyarakat sudah pasti berkebudayaan, namun perlu diingat antara
masyarakat dan kebudayaan tidak sama, tetapi berhubungan erat.
Dalam hal ini masyarakat menjadi kajian pokok sosiologi dan
kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa masyarakat lebih mendasar dan merupakan
tanah dimana kebudayaan itu berpijak.
Dari masing-masing tujuan pembelajaran sosiologi pendidikan dan
antropologi pendidikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari sosio-antropologi pendidikan antara lain adalah agar kita :
·Dapat melihat dengan jelas siapa diri kita, baik sebagai pribadi
maupun anggota kelompok atau masyarakat.
• Mampu mengkaji tempat kita dalam masyarakat dan dapat melihat
dunia atau budaya lain yang belum kita ketahui sebelumnya.
• Semakin memahami norma, tradisi, keyakinan, dan nilai-nilai yang
dianut oleh masyarakat lain.
• Lebih tanggap, kritis dan rasional menghadapi gejala sosial
masyarakat yang makin kompleks
DAFTAR PUSTAKA
https://cecepkustandi.wordpress.com/2016/05/12/landasan-sosiologis-dan-antropologis
/
http://damiangsri.blogspot.com/2018/03/landasan-sosiologis-dan-antropologis.html?m
=1
https://www.scribd.com/doc/94751345/Landasan-Sosiologis-Dan-Antropologis-Pendidik
an
Thank you…