Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

AKHLAK DALAM ISLAM

DOSEN PENGAMPUH
NUR HALIMA, S.Pd.I., M.Pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :


NIK’MA (C20122165)
REVI MARISKA (C20122169)
PUTRI DEA RIZKY (C20122164)
NUR FADILLAH (C20122161)
YOLANDARI (C20122158)

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
2023
KATA PEGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Pendidikan Agama Islam dengan tema “Akhlak dalam islam” ini tepat pada waktu
yang telah ditentukan. Yang akan digunakan untuk memenuhi salah satu tugas
Pendidikan Agama Islam.

Makalah ini mengulas tentang Akhlak dalam islam mulai dari pengenalan
pengertian akhlak, sumber ajaran akhlak, objek kajian dan ruang lingkup studi
akhlak. Kami sadar bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan atau
kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan agar makalah ini
dapat menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhoi semua
usaha kita, Amin.

Palu, 22 Februari 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang......................................................................................... 1

1.2.Rumusan Masalah.................................................................................... 2

1.3 .Tujuan..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Akhlak Dalam Islam………................................................. 3

2.2. Karakteristik Akhlak Dalam Islam......................................................... 7

2.3. Hubungan Tasawuf dengan Akhlak…………….. ................................ 15

2.4. Aktualisasi Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-hari.................................. 16

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan............................................................................................. 17

3.2.Saran........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Menyebut kata Akhlak kadang dianggap sudah terlalu sangat klasik


apalagi untuk diperbincangkan, maka muncullah istilah pengganti seperti moral,
etika dan karakter.

Istilah-istilah di atas selalu dipandang sama, karena objeknya bertumpu


pada perilaku manusia yang memiliki nilai yaitu nilai baik dan buruk. Yang paling
mengkhawatirkan ketika Akhlak dipandang sebagai perilaku biasa yang cukup
diajarkan dengan pembiasaan. Pernyataan seperti ini kemudian dijadikan alasan
untuk meniadakan pendidikan akhlak dalam jam pelajaran sehingga dapat
menambah jam pelajaran bidang studi lain yang dipandang sangat diperlukan
untuk meningkatkan kecerdasan kognetif anak. Peristiwa ini telah berjalan lama
dan telah menghasilkan corak dunia pendidikan yang kaya keberhasilan namun
miskin sopan santun.

Kesempatan untuk merumuskan ulang pertingnya pendidikan akhlak dapat


dimulai dari Perguruna Tinggi. Mahasiswa dengan logika ilmiyahnya dapat
dijadikan ujung tombak untuk menggerakkan kesadaran pentingnya pelajaran
akhlak, setelah kami menyaksikan akibat buruk ketiadaan akhlak. Atas dasar
itulah Makalah ini disusun, dimulai dari pengenalan pengertian akhlak, sumber
ajaran akhlak, objek kajian dan ruang lingkup studi akhlak

(Buku Studi Akhlak. Penulis Dr. Suhayib, M.Ag)


1.2. Rumusan Masalah

A. Apa Yang Dimaksud Akhlak Dalam Islam?

B. Bagaimana Karakteristik Akhlak Dalam Islam?

C. Bagaimana Hubungan Tasawuf dengan Akhlak?

D. Bagaimana Aktualisasi Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-hari?

1.3. Tujuan

A. Memahami Akhlak Dalam Islam

B. Memahami Karakteristik Akhlak Dalam Islam

C. Memahami Hubungan Tasawuf dengan Akhlak

D. Memahami Cara Mengaktualisasikan Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-hari.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akhlak

Kata “akhlak”, secara etimologi berasal dari bahasa Arab (bentuk tunggal)

lalu menjadi (bentuk jamaknya) yang berarti perbuatan atau tingkah laku.

Kata juga bersinonim dengan kata (maru`ah) (adat) dan


(tabiat) (Louwis Ma’luf, Tt: 194). Kemudian kata tersebut sudah diserap ke dalam
bahasa Indonsia menjadi akhlak sehingga menjadi salah satu kosakata dalam
bahasa bahasa Indonesia. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata akhlak
diartikan “budi pekerti, watak, tabiat” (WJS. Poewadarminta, 2002:25). Kata
“akhlak” sama akar katanya dengan “Khaliq” yang berasal dari “khalaqa”. Ini
berarti “akhlak” muncul sebagai mediator yang menjembatani komunikasi antara
khaliq (pencipta) dan makhluk (yang diciptakan) secara timbal balik, yang
kemudian disebut dengan hablum minallah. Dari produk hablum minallah yang
vertikal, lahirlah pola hubungan horizontal antara sesama manusia yang disebut
dengan hablum minannas. Sedangkan menurut terminologi, beberapa pakar
mengemukakan definisi akhlak antara lain:

a. Ibnu Maskawaih

“Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong tindakan-tindakan tanpa perlu


berpikir dan pertimbangan lagi” (Ibnu Miskawaih, Thadzib al-Akhlaq, 1985; 25)

Kondisi jiwa seseorang dalam definisi Ibnu Miskawaih di atas merupakan kondisi
jiwa yang sudah terbiasa melakukan tindakan-tindakan tertentu, sehingga
tindakantindakan tersebut seakan sudah mendarah daging, mereka akan
melakukannya secara sepontan ketika mendapatkan stimulus tertentu.
b. Al-Ghazali

“Akhlak ialah gambaran keadaan jiwa berupa sifat-sifat yang sudah mendarah
daging yang mendorong dilakukannya perbutan-perbuatan dengan mudah lagi
gampang tanpa berfikir panjang” (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-
Muhlikat, 2005; 890)

Gambaran sifat-sifat jiwa yang sudah terlatih dan juga sudah mendarah
daging yang dapat menjadi sumber inspirasi dan mendorong tindakan-tindakan
yang bersifat spontan. Tindakan-tindakan seperti inilah yang dapat dikategorikan
sebagai akhlak. Apabila seuatu perbuatan dilakukan dengan mempertimbangkan
dahulu, apa untung ruginya bagi si pelaku perbuatan tersebut, maka belum
dikatakan sebagai akhlak.

c. Prof. Dr. Ahmad Amin

Seorang ahli Ilmu Akhlak modern, yakni Ahmad Amin dalam bukunya
Kitab al-Akhlaq, menegaskan bahwa pada dasarnya akhlak adalah kehendak yang
dibiasakan, bukan perbuatan yang tidak ada kehendaknya. Seperti bernafas,
denyut jantung, kedipan mata dan lain-lain (Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, 2012;
10). Akhlak merupakan perbuatan yang mudah dilakukan karena telah didik
dengan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan melalui ikhtiar. Pelakunya
mengetahui baik atau buruk dari perbuatan yang dilakukannya. Karena perbuatan
akhlak juga termasuk perbuatan yang kelak akan dipertanggung-jabawkan di
hadapan Allah Swt. Dengan demikian jelaslah bahwa akhlak adalah daya
kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa
dipikir dan direnungkan lagi. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut akal dan
agama, maka perbuatan tersebut disebut akhlak al-karimah. Sebaliknya apabila
perbuatan spontan tersebut buruk, maka disebut akhlak al- mazmumah.
Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa sesungguhnya “aku diutus hanyalah
pekerti)” umat manusia yang sudah rusak, menunjukkan bahwa manusia yang
hidup sebelum kedatangan Rasul Allah bukan tidak berakhlak sama sekali
melainkan akhlaknya sudah dirusak oleh adat kebiasaan atau tradisi kaum jahiliah
karena mereka tidak mendapat petunjuk dari wahyu Allah. Mereka ibarat orang
buta yang meraba-raba di tengah-tengah kegelapan malam yang tidak ada sinar
atau cahaya penerang. Kadatangan Nabi Muhammad ibarat bulan purnama atau
matahari yang memberikan sinar penerang bagi seluruh jagat raya. Sumber ajaran
akhlak yang dibawa oleh Rasulullah tiada lain adalah Al-Qur`an. Sebagaimana
disebutkan dalam suatu riwayat bahwa ketika Aisyah, isteri Rasulullah, ditanya
tentang ihwal akhlak Rasulullah dia menjawab, “akhlak dia (Rasulullah itu)
adalah Al-Qur`an”. Maksudnya yang menjadi barometer akhlak Rasulullah itu
ialah semua nilai kebaikan yang terkandung di dalam Al-Qur`an. Sedangkan
Rasulullah sendiri merupakan model atau percontohan tehadap nilai-nilai luhur
dimaksud. Dengan kata lain, tingkah laku Rasulullah itu merupakan
pengejawantahan dari nilai-nilai Al-Qur`an. Penjelasan di atas memberikan
pemahaman bahwa pengertian akhlak lebih tinggi dibandingkan dengan istilah-
istillah lain yang digunakan dalam konsep perilaku atau budi pekerti atau karakter.
Akhlak berpangkal dari jiwa sedangkan jiwa adalah pusat kendali hidup manusia
yang mampu menerima wahyu dan hidayah dari Allah SWT. Selain itu,
munculnya akhlak merupakan reaksi spontan tanpa ada pemikiran sebelumnya,
sehingga akhlak mewakili hakekat jiwa yang sesungguhnya. Sementara dalam
konsep moral, etika, adat dan susila bersumberkan dari manusia yang memiliki
berbagai keterbatasan dan perbedaan seperti budaya, tingkat peradaban dan
pemikiran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sikap
seseorang yang dimanifestasikan ke dalam perbuatan dan tingkah laku.Ketinggian
akhlak dengan berbagai karakteristiknya seperti disebutkan di atas semakin
memperjelas kemuliaan tujuan dari agama Islam. Karena akhlak mulia merupakan
tujuan utama dari misi Rasullullah dalam mengemban risalah Islam. Dari
penjelasan di atas tergambar bahwa akhlak secara substansial adalah sifat hati
(kondisi hati) bisa baik bisa burukyang tercermin dalam prilaku.
Jika hatinya baik, maka akan tercermin akhlak yang baik. Sebaliknya jika hatinya
kotor, maka akan tercermin pula akhlak yang jelek.

Lalu muncul pertanyaan,apa yang menyebab hati manusia kotor dan jelek, dan apa
pula yang menyebabkan hati manusia baik dan bersih? Menurut Ibn Miskawaih,
hati manusia bisa jelek dan rusak atau baik dan suci adalah faktor dirinya. Di
dalam diri manusiaada tiga nafsu:

1. Nafsu “syahawaniyah”. Nafsu ini ada pada manusia dan ada pada binatang,
yaitu nafsu yang cenderung kepada kelezatan, misalnya makan, minum dan
syahwat kepada lawan jenis. Jika nafsu ini tidak bisa dikendalikan, maka manusia
tak obahnya seperti binatang, sikap hidupnya menjadi hedonisme.

2. Nafsu “ghadabiyah”, nafsu ini juga ada pada manusia dan binatang, yaitu nafsu
yang cenderung marah, merusak, ambisi, senang menguasai dan mengalahkan
yang lain. Nafsu ini lebih kuat dari nafsu syahwaniyah dan lebih berbahaya bagi
pemiliknya jika tidak dikendalikan.

3. Nafsu “nathiqah”, yaitu nafsu yang membedakan manusia dengan binatang.


Manusia dengan nafsu ini mampu berfikir, berzikir, mengambil hikmah dan
memahami fenomena alam. Dengan nafsu ini manusia menjadi agung, besar cita-
citanya, mampu mengenali dirinya serta bersyukur kepada Tuhannya. Nafsu ini
pula yang dapat mengendalikan kedua nafsu lainnya. Dengan nafsu nathiqah,
manusia dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk dengan tuntunan
ilmu akhlak sehingga dapat menjaga maru’ah (harga diri). Sebaliknya jika nafsu
pertama dan kedua yang mendominasi dalam diri manusia maka samalah manusia
dengan hewan bahkan lebih sesat lagi. (Q.S al-A’raf: 179).

(Buku pendidikan agama islam hal.126-130. Penulis Dr. Hj. Nurhasanah Bakhtiar,
M.Ag.) (Buku Studi Akhlak hal. 9-10, penulis Dr. Suhayin, M.Ag)
2.2. Karakteristik Akhlak dalam Islam

Akhlak Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Alqur’an dan Hadis sebagai sumber Jika etika menjadikan akal sebagai
sumbernya dan moral menjadikan adat istiadat sebagai sumbernya, tetapi akhlak
dalam Islam menjadikan Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber. Al-qur’an adalah
Firman Allah SWT yang kebenarannya bersifat mutlak. Tidak ada satu kata pun
yang diragukan di dalamnya. Demikian hadis Rasullah juga merupakan sumber
hukum Islam yang kedua. Dengan demikian kebenaran aturan akhlak bersifat
mutlak. Bukan berarti dalam melaksanakan akhlak tidak perlu akal, justru peran
akal sangat urgen dalam membedakan mana yang baik dan yang buruk. Namun
bimbingan wahyu mutlak dibutuhkan agar dalam pencariannya akal dapat
menemukan kebenaran yang sesungguhnya.

2. Bersifat umum dan universal

Ajaran akhlak yang terdapat dalam Al-Qur’an bersifat umum dan universal,
artinya dimana pun dan kapan pun masih berlaku dan up to date. Hal ini
disebabkan aturan yang ada bersifat umu dan prinsipil, antara lain tentang
keadilan, berbuat kebajikan, melarang perbuatan keji, munkar dan permusuhan.

(Q.S al-Nahl: 90), seruan untuk memenuhi janji dan mengalokasikan harta anak
yatim secara benar.(Q.S Al-Isra’:34). Ada juga larangan untuk saling mencela,
saling memberi gelar yang buruk (Q.S al-Hujarat). Demikian juga larangan
berlaku sombong dan angkuh (Q.S Luqman: 18-19).

34. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya
janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S al-Isra’ 34)
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.


Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.S Luqman: 18-19

3. Bersifat Menyeluruh

Akhlak dalam Islam menyangkut seluruh sisi kehidupan muslim meliputi akhlak
kepada Allah, Rasul, sesama manusia dan terhadap lingkungan.

a. Akhlak terhadap Allah SWT

Lingkup akhlak terhadap Allah SWT antara lain ialah:

- Beribadah kepada Allah SWT. Hubungan manusia dengan Allah SWT


diwujudkan dalam bentuk ritualitas peribadatan seperti shalat,puasa, zakat, dan
haji. Beribadah kepada Allah SWT harus dilakukan dengan niat semata-mata
karena Allah SWT, tidak mnenduakan-Nya baik dalam hati, melalui perkataan,
dan perbuatan.

- Mencintai Allah SWT di atas segalanya. Mencintai Allah SWT melebihi


cintanya kepada apa dan siapa pun dengan jalan melaksanakan segala perintah dan
menjauhi semua larangan-Nya,mengharapkan ridha-Nya, mensyukuri nikmat dan
karunia-Nya,menerima dengan ikhlas semua qadha dan qadar-Nya setelah
berikhtiar, meminta pertolongan, memohon ampun, bertawakal, dan berserah diri
hanya kepada-Nya merupakan salah satu bentuk dari mencitai Allah SWT.
- Berdzikir kepada Allah SWT. Mengingat Allah SWT dalam berbagai situasi
(lapang, sempit, senang, susah) merupakan salah satu wujud akhlak manusia
kepada-Nya. Berzikir kepada-Nya dianjurkan dalam kitab-Nya. Dia menyuruh
orang mukmin untuk berdzikir kepada-Nya dengan sebanyak-banyaknya. Dengan
berdzikir manusia akan mendapat ketenangan.

- Berdoa,tawaddu',dan tawakal. Berdoa atau memohon kepada Allah SWT sesuai


dengan hajat harus dilakukandengan cara sebaik mungkin, penuh
keikhlasan,penuh keyakinanbahwa doanya akan dikabulkan Allah SWT. Dalam
berdoa,manusia dianjurkan untuk bersikap tawaddu' yaitu sikap rendah hati di
hadapan-Nya,bersimpuh mengakui kelemahan dan keterbatas diri serta memohon
pertolongan dan perlindungannya dengan penuh harap.

b. Akhlak terhadap Makhluk

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri; manusia perlu
berinteraksi dengan sesamanya dengan akhlak yang baik. Di antara akhlak
terhadap sesama itu ialah:

- Akhlak terhadap Rasulullah SAW. Mencintai Rasulullah secara tulus dengan


mengikuti semua sunahnya. Menjadikannya sebagai panutan,suri teladan dalam
hidup dan kehidupan. Menjalankan apa yang disuruhnya dan meninggalkan segala
apa yang dilarangnya.

- Akhlak terhadap kedua orang tua. Mencintai mereka melebihi cintanya kepada
kerabat lainnya. Menyayangi mereka dengan kasih sayang yang tulus.Berbicara
secara ramah,dengan kata-kata yang lemah lembut.Mendoakan mereka untuk
keselamatan dan ampunan kendati pun mereka telah meninggal dunia.

- Akblak erhadap diri sendiri.Memelihara kesucian diri,menutup aurat,adil,jujur


dalam perkataan dan perbuatan,ikhlas,sabar, pemaaf, rendah hati, dan menjauhi
sifat dengki serta dendam.

- Akhlak terhadap keluarga,karib,dan kerabat.Saling membina rasa cinta dan kasih


sayang, mencintai dan membenci karena Allah SWT.
- Akhlak terhadap tetangga.Saling mengunjungi,membantu saat senang maupun
susah, dan hormat-menghormati.

- Akhlak terhadap masyarakat.Memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma


yang berlaku, menaati putusan/peraturan yang telah diambil, bermusyawarah
dalam segala urusan untuk kepentingan bersama.

c. Akhlak terhadap Alam

Islam sebagai agama universal mengajarkan tata cara peribadatan dan interaksi
tidak hanya dengan Allah SWT dan sesama manusia tetapi juga dengan
lingkungan alam sekitarnya. Hubungan segitiga ini sejalan dengan misi Islam
yang dikenal sebagai agama rahmatan lil 'alamin. Hal ini juga menjadi misi
profetik diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagaimana firman Allah SWT (QS.
Al-Anbiya, [21]: 107).

Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam hanya dapat diwujudkan jika
manusia secara sadar mengetahui, memahami,dan melaksanakan misinya sebagai
khalifah-Nya yang bertugas untuk memakmurkan bumi dan segala isinya,
menjalin relasi yang baik dengan sesama manusia dan dengan-Nya(vertikal dan
horizontal).

Muhammad(2007) menegaskan secara eksplisit bahwa akhlak manusia terhadap


alam diwujudkan dalam bentuk tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan
dengan tujuan yang hanya untuk ambisi dan hasrat ekonomi.Allah SWT secara
tegas memperingatkan kepada manusia supaya tidak berbuat kerusakan di muka
bumi (la tufsidu fi al-ardli),karena esensinya bahwa berbuat kerusakan terhadap
alam juga berarti berbuat kerusakan pada diri sendiri dan masyarakat luas (QS.
Al-A'raf [7]:56).Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diperkenankan untuk
menikmati apa yang ada di bumi,tetapi tidak untuk mengeksploitasi secara
berlebihan melebihi kebutuhan hidup (lihat QS.Al-Mulk[67]:15 dan QS.Asy-
Syūra [42]: 42). Sebaliknya, justru suatu kemuliaan apabila manusia menjaga
kelestarian alam untuk kepentingan makhluk lain. Dalam sebuah sabdanya Nabi
Muhammad SAW mengatakan:
Tidaklah seorang Muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman yang
kemudian (hasilnya) dimakan burung, manusia atau binatang, melainkan hal itu
menjadi sedekah bagi penanamnya. (HR.Bukhari).

Secara sederhana dapat dimaknai bahwa sesungguhnya manusia tidak memiliki


hakuntuk mengeksploitasi alam secara berlebihan melebihi dari kebutuhan
dasar.Hal ini disebabkan karena alam dan mahluk apa pun yang ada di dalamnya
juga merupakan umat (hamba-hamba-Nya)sebagaimana halnya manusia (lihat
juga QS. Al-An'am [6]: 38).

Dalam sejumlah film produksi Hollywood sering diperlihatkan bagaimana


marahnya suku Indian sebagai penduduk asli benua Amerika terhadap para
pendatang baru dari benua Eropa yang dengan seenaknya membuang tubuh hewan
yang telah dikuliti. Sementarasuku Indian sudah sejak oleh leluhur mereka
untuk membunuh hewan cukup untuk dimakan dan sebagai persediaan pada
musim dingin ketika berburu merupakan pekerjaan yang sulit.

4. Konsisten dalam cara dan tujuan Antara satu ajaran dengan ajaran lainnya tetap
ada konsistensi. Sekali perkara itu baik, pada ayat-ayat berikutnya akan dikatakan
baik. Demikian juga sebaliknya sekali perkara itu dikatakan buruk, tetap akan
buruk.

5. Berpangkal pada iman dan taqwa kepada Allah SWT. Seorang muslim dalam
melaksanakan akhlak berdasarkan atas iman dan taqwa kepada Allah SWT. Iman
yang kuat akan melahirkan akhlak yang mulia. Kebobrokan akhlak yang terjadi
merupakan pertanda kerapuhan iman.

6. Akhlak mulia menjanjikan balasan dari Allah SWT.

Karena akhlak mulia dilandasi dengan keiman kepada Allah, maka semua yang
dilakukan akan mendapat balasan dari Allah. Kebaikan yang ditanam, akan
menghasilkan kebaikan disisi Allah SWT.

7. Sesuai dengan Fitrah yang bersih


Akhlak yang terdapat dalam aturan-aturan Islam pada dasarkan sesuai dengan
fitrah manusia. Kecenderungan fitrah manusia untuk mencari kebenaran
memperkukuh aturan akhlak yang mengajarkan kebaikan dan melarang
keburukan.

(Al-Islam Buku Pendidikan Agama Islam( hal. 96-102), penulis Drs.H.Rois


Mahfud, M.Pd)
2.3 Hubungan Tasawuf dengan Akhlak

Taswuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan (Al-lah) dengan cara
mensucikan hati. Hati yang suci bukan hanya bisa dekat dengan Tuhan malah bisa
melihat Tuhan (al-ma’rifah). Dalam tasawuf disebutkan bahwa Allah Yang Maha
Suci tidak bisa didekati kecuali oleh hati yang suci. Seperti yang telah dijelaskan
bahwa akhlak adalah gambaran hati (al-qalb) yang dari padanya timbul perbuatan-
perbuatan. Jika hatinya suci dan bersih, maka yang akan keluar adalah perbuatan-
perbuatan yang baik (akhlak mahmudah). Sebaliknya jika hatinya kotor dan penuh
dosa, maka yang akan muncul adalah perbuatan-perbuatan yang buruk (akhlak
mazmumah). Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana yang
buruk serta bagaimana mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara
zahiriyah, maka ilmu tasawuf menerangkan bagaimana cara mensucikan hati
(tasfiat al-qalb), agar setelah hatinya bersih dan suci maka akan timbul prilaku dan
akhlak yang baik. Perbaikan akhlak harus diawali dengan penyucian hati.

Persoalannya kemudian adalah bagaimana menyucikan hati dalam taswuf?


Menurut pendapat para sufi ada beberapa hal yang harus dilakukan:

(1) ijtinab al-manhiyyat (menjauhilarangan Tuhan), (2) Ada’ al-wajibat


(melaksanakan kewajiban), (3) Ada’ al-nafilat (melakukan hal-hal yang sunat) dan
(4) riyadhah (latihan spritual seperti yang diajarkan Rasul).

Kemaksiatan dapat mengakibatkan hati manusia kotor,kelam dan berkarat


sehingga hati mejadi tidak berfungsi malah mati. Pendapat para sufi, keadaan hati
itu ada tiga macam: (1) hati yang mati yaitu hati orang kafir, (2) hati yang hidup
yaitu hati orang beriman dan (3) hati orang yang kadang-kadang hidup dan
kadang mati yaitu hati orang-orang fasiq dan munafiq. Ketika Rasulullah ditanya
tentang perbedaan mukmin dan munafik. Rasul menjawab, orang mukmin
keseriausannya dalam shalat, puasa dan ibadah. Sedangkan orang munafik
keseriauannya dalam makan dan minum layaknya binatang. Hatim al-‘Asam
seorang ulama tabiin menambahkan bahwa indikator mukmin adalah manusia
yang sibuk dengan berfikir dan hikmah, sementara munafik sibuk dengan obsesi
yang panjang angan-angan. Orang mukmin banyak berharap kepada Allah
sedangkan orang munafik banyak berharap kepada sesame manusia. Orang
mukmin berani mengorbankan hartanya demi agamanya. Orang munafik berani
mengorbankan agamanya demi hartanya. Dengan demikian jelaslah orang yang
berakhlak mulia adalah gambaran orang yang betul-betul beriman kepada Allah
SWT. Akhlak merupakan gambaran iman. Karena akhlak bersumber dari hati,
maka untuk menciptakan akhlak yang baik, terlebih dahulu hati harus dibersihkan.

Tanda-tanda orang yang baik akhlaknya menurut para sufi antara lain: memiliki
budaya malu, tidak menyakiti orang lain, banyak kebaikannya, benar dan jujur
dalam ucapannya, tidak banyak bicara tapi banyak bekerja, penyabar, hatinya
selalu bersama Allah, tenang, suka berterima kasih, ridha terhadap ketentuan
Tuhan, bijaksana, hati-hati dalam bertindak, disenangi teman dan lawan, tidak
pendendam, tidak suka mengadu domba, sedikit makan dan tidur, tidak pelit dan
hasad, cinta karena Allah dan benci karena Allah. Dengan demikian jelaslah
bahwa kondisi hati dan tingkat keimanan sangat menentukan cerminan akhlak
seseorang. (Buku Pendidikan Agama Isla hal.133-135, penulis Dr. Hj.
Nurhasanah Bakhtiar, M.Ag.)
2.4 Aktualisasi Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Akhlak kepada Allah SWT

a. Beribadah kepada Allah sebagai bukti ketundukan dan kepatuhan kepda-Nya.

b. Al- Hubb, mencintai Allah melebihi cinta kepada apapun

c. Berzikir, yaitu selalu mengingat Allah dalam semua kondisi dan situasi, baik
diucapkan dengan mulut maupun dalamhati.

d. Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan
inti ibadah dan merupakan mengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan
manusia.

e. Bertaubat, sikap menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukan.

f. Tawakkal kepada Allah, berserah diri sepenuhnya kepada Allah setelah


melakukan usahan secara maksimal.

g. Tawadhu’ kepada Allah, merasa rendah hati di hadapan Allah. Mengakui


bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa.

h. Bersyukur, berterimakasih kepada Allah atas segala nikmat yang diberikannya


dengan cara memanfaatkan nikmat tersebut di jalan Allah serta meningkatkan
ibadah kepada-Nya.

i. Ridha dan ikhlas terhadap segala keputusan Allah,

menjauhkan diri dari riya’.

2. Akhlak kepada rasulullah

a. Mencintai Rasulullah secara tulus dan mengikuti semua sunnahnya

b. Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri teladan dalam kehidupan

c. Melakukan apa yang disuruhnya dan meninggalkan apa yang dilarangnya.


3. Akhlak kepada Ibu Bapak

a. Mencintai dan menyayangi ibu bapak

b. Bertutur kata sopan dan lemah lembut

c. Mentaati segala perintahnya selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.

d. Menyantuni mereka jika sudah tua

e. Mendoakan keduanya, baik ketika masih hidup apalagi setelah meninggal


dunia.

f. Meneruskan silaturrahmi dengan kerabat ibu bapak.

4. Akhlak kepada sesama manusia

a. Saling hormat menghormati dan bersikap sopan santun

b. Saling Bantu menbantu

c. Saling nasehat menasehati

d. Suka memaafkan Apabila semua itu terwujud, maka akan tercipta suatu
masyarakat yang aman dan makmur.

5. Akhlak kepada Diri sendiri

a. Menjaga kesucian diri dan tidak menzalimi diri sendiri

b. Menjaga kesehatan diri

c. Memperhatikan hak-hak diri baik secara fisik maupun psikis

d. Sabar dan pengendalian diri.

6. Akhlak terhadap lingkungan

a. Memakmurkan bumi dan mengelola sumber daya alam (Hud,11:16).

b. Tidak membuat kerusakan di muka bumi (Alqashas, 28


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Akhlak merupakan refleksi dari tindakan nyata atau pelaksanaan akidah dan
syariat. Kata akhlak secara bahasa merupakan bentuk jamak dari kata khulukun
yang berarti budi pekerti, perangai,tabiat,adat, tingkah laku, atau sistem perilaku
yang dibuat. Sedangkan secara terminologis akhlak adalah ilmu yang menentukan
batas antara baik dan buruk, antara yang terbaik dan tercela, baik itu berupa
perkataan maupun perbuatan manusia, lahir dan batin.

Akhlak berarti budi pekerti atau perangai. Dalam berbagai literatur Islam, akhlak
diartikan sebagai (1) pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, tujuan
perbuatan, serta pedoman yang harus diikuti (Amin, 1975: 3); (2) pengetahuan
yang menyelidiki perjalanan hidup manusia sebagai parameter perbuatan,
perkataan, dan ihwal kehidupannya; (3) sifat permanen dalam diri seseorang yang
melahirkan perbuatan secara mudah tanpa membutuhkan proses berpikir (Al-
Gazali :52 [t.t]);(4) sekumpulan nilai yang menjadi pedoman berperilaku dan
berbuat.

Akhlak memiliki wilayah garapan yang berhubungan dengan perilaku manusia


dari sisi baik dan buruk sebagaimana halnya etika dan moral. Akhlak merupakan
seperangkat nilai keagamaan yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-
hari dan merupakan keharusan,siap pakai, dan bersumber dari wahyu llahi.

3.2. Saran

Sebagai Mahasiswa kita wajib menanamkan akhlak baik dalam kehidupan


kita, baik dilingkungan kampus, masyaratkat maupun keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Islam Buku Pendidikan Agama Islam( hal. 96-102), penulis Drs.H.Rois


Mahfud, M.Pd

Buku Studi Akhlak, penulis Dr. Suhayin, M.Ag

Buku Pendidikan Agama Islam, penulis Dr. Hj. Nurhasanah Bakhtiar, M.Ag.

Anda mungkin juga menyukai