D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 4
Nama : RAHMA DANI (23.150)
MITAHUL HASANAH (23.152)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
STIT AL-HIKMAH TEBING TINGGI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak”. Penulisan Makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf. Penyusunan Makalah ini tidak terlepas dari
dukungan dan bimbingan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Sukma Lestari, M.Pd. yang telah memberikan perhatian dan bimbingannya.
2. Kedua Orang tua kami yang tercinta yang telah memberikan dukungan hingga
terselesaikannya makalah ini,
3. Rekan-rekan kami yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, dan
bagi pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun dan bermafaat dari para
pembaca sangat penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
A. Simpulan ....................................................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................................................. 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai bagian integral dari kehidupan manusia akhlak muncul sejak manusia
pertama kali diciptakan. Akhlak muncul secara alami dari dalam diri seseorang sejak seorang
manusia lahir. Hal ini disebabkan setiap manusia memiliki intuisi dan naluri untuk mengenal
nilai baik dan buruk, benar dan salah, layak dan tidak layak, dan sebagainya. Artinya, tanpa
adanya ajaran apapun yang diterima manusia dari luar, dalam dirinya terdapat sensor alami
atas berbagai hal untuk dinilai sebagai positif atau negatif.
Walaupun secara alami memiliki naluri dan intuisi baik, tidak menutup pula
kemungkinan bahwa pengaruh lingkungan ikut membentuk pola prikehidupan pribadi. Hal
ini disebabkan pengaruh negatif atau buruk darimluar terlalu kuat dan setiap hari atau setiap
saat mempengaruhinya. Sedikit demi sedikit naluri dan intuisi baiknya akan terkontaminasi
menjadi buruk dan negatif. Bahkan tidak sedikit, pengaruh baik lingkungan pun bersaing
dengan pengaruh buruk dalam membentuk pola dan prilaku sesorang yang sering
dimenangkan oleh pengaruh buruk.
Adanya pengaruh luar yang infiltrasi ke dalam diri manusia tersebut yang menjadikan
keburukan cepat menyebar pada orang atau komunitas lain. Hal ini menjadi alasan kemudian
atas turunnya wahyu atau agama pada setiap ummat atau komunitas. Tidak lain tujuannya
adalah memberi petunjuk ke jalan yang baik, yang akan menghadirkan ketentraman dan
kebaikan hidup baik secara personal maupun sosial.
Sejarah mencatat pembunuhan pertama dalam sejarah umat manusia yang dilakukan
oleh Qobil atas adiknya yang bernama Habil. Mereka bersama-sama dididik oleh seorang
Nabi yang mendapatkan bimbingan Tuhan berupa wahyu, dan selalu didengar dan dikabulkan
doa dan permintaannya. Namun, pengaruh baik Nabi Adam kurang kuat tertanam pada diri
Qobil, sebaliknya pengaruh bisikan Iblis dan amarah mencengkramnya dengan cukup kuat.
Di samping itu, juga kepentingan dalam diri Qobil mengalahkan pendangan dan nilai baik
sehingga melakukan hal yang bertolak belakang bahkan ditolak oleh nilai budaya dan
peradaban manapun.
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah:
1. Apa yang dimaksud akhlak?
2. Bagaimana sejarah singkat pertumbuhan dan perkembangan pemikiran akhlak islam?
3. Bagaiamana garis besar perkembangan pemikiran akhlak islam?
C. Tujuan Penulisan
Adapaun tujuan penulisan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian akhlak.
2. Untuk mengetahui sejarah singkat pertumbuhan dan perkembangan akhlak islam.
3. Untuk mengetahui garis besar perkembangan pemikiran akhlak islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Dalam ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting.
Di dalam al-Qur‟an saja ditemui kurang lebih 1.500 ayat yang berbicara tentang akhlak yang
dua setengah kali lebih banyak dari pada ayat-ayat tentang hukum baik yang teoritis maupun
yang praktis. Belum terhitung lagi hadishadis Nabi baik perkataan maupun perbuatan yang
memberikan pedoman akhlak yang mulia dalam seluruh aspek kehidupan.
Islam menginginkan suatu masyarakat yang berakhlak mulia. Akhlak yang mulia ini
sangat ditekankan karena di samping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga
membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, akhlak adalah hal
utama yang harus ditampilkan oleh seseorang, yang tidak lain tujuannya adalah untuk
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Secara etimologi, akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari
khuluqun ( )خاقyang berarti budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa
yang berarti menciptakan, membuat, atau menjadikan dan seakar dengan kata Khaliq yang
berarti Pencipta serta makhluq yang berarti diciptakan. Kesamaan akar kata di atas
mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara
kehendak sang Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia).
Menurut (Zulkifli & Jamaluddin, 2018) dalam bukunya menjelaskan bahwa Secara
epistemologi atau istilah akhlak bisa diartikan berbagai perspektif sesuai dengan para ahli
tasawuf diantaranya: 1
Ibnu Maskawaih memberikan definisi sebagai berikut:
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
Imam Al-Ghozali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut:
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih
dahulu)”.
1
Zulkifli & Jamaluddin, Akhlak Tasawuf Jalan Lurus Mensucikan Diri (Kalimedia: Yogyakarta, 2018) h. 3
3
Prof. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa yang disebut akhlak “Adatul-
Iradah” atau kehendak yang dibiasakan. Definisi ini terdapat dalam suatu tulisannya yang
berbunyi:
“Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak
yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan
itu dinamakan akhlak.”
Menurut (Hasbi, 2020) menjelaskan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlakukan, tanpa
memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan
dari luar.2
Akhlak menurut Anis Matta dalam (Rohmah, 2021) adalah nilai dan pemikiran yang
telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, kemudian tampak dalambentuk
tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural atau alamiah tanpa dibuat-buat, serta
refleks.3
2
Muhammad Hasbi, Akhlak Tasawuf (Solusi Mencari Kebahagiaan dalam Kehidupan Esoteri dan Eksoteris)
(TrustMedia Publishing: Yogyakarta, 2020) h. 4.
3
Siti Rohmah, Akhlak Tasawuf (Memahami esensi, upaya pakar dan ide suatu praktik yang berkembang dalam
tasawuf) (PT. Nasya Ekspanding Management: Pekalongan, 2021) h. 5
4
Muhammad Ali, dkk, Perkembangan Pemikiran Akhlaq Islam (Makalah: Sekolah Tinggi Agama Islam Nida El
Adabi, 2022).
4
Yang demikian menunjukkan bahwa secara hakiki akhlak telah ada sejak manusia ada
dan tercipta di muka bumi atau dengan kata lain bahwa akhlak muncul secara langsung
bersamaan dengan diciptakannya manusia pertama kali. Hal ini sebagaimana te-rekam dalam
firman Allah yang bisa kita baca sampai saat ini, di mana Allah bertitah atau memberikan
perintah dan larangan-larangan kepada Nabi Adam, di mana keseluruhannya itu adalah untuk
mengatur perilaku Adam dan istrinya dalam menjalani kehidupannya.
Diantara firman Allah tersebut adalah :
ن ٰ ٰٓي ٰـبدَ ُُم َوقُ ۡلنَب ۡ َُل ۡال َجـنَّ ُةَ َوسَ ۡو ُجكَُ ا َ ۡنت
ُۡ اس ُك ُ َ ث َر َغدًا ِم ۡن َهب َو ُك ُ َ ش َج َز ُة َ ٰه ِذ ُِه ت َۡق َزبَب َو
ُُ ل ِش ۡئت ُ َمب َح ۡي َّ ي ِمنَُ فَتَ ُك ۡىنَب ال ّٰ ال
ُۡ ظ ِل ِم
Artinya :
“Dan kami berfirman hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan jangalah
kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu temrasuk orang-orang yang dholim”
(QS.Al-Baqoroh : 35)
Dalam firman Allah di atas secara jelas nabi Adam mendapat ujian yang dapat
membuka dan memprlihatkan bagaimana prilakunya. Adakah ia taat dan patuh atau
sebaliknya ingkar dan melanggar. Di samping itu juga untuk memberikan pengalaman
berharga bagi nabi Adam sendiri sehinga bisa mengambil pelajaran untuk kebarlangsungan
hidup di masa mendatang.
Dalam firman-Nya yang lain Allah menceritakan bagaimana pembunuhan pertama dalam
sejarah kehidupan manusia terjadi. Qobil melakukan pembunuhan terhadap adiknya yang
bernama Habil bukan tanpa sebab. Tragedi tersebut terjadi sebagai akibat dari penentangan
manusia (Qobil) terhadap kaidah (aturan) yang diberikan (ditetapkan) oleh Allah. Lebih
jelasnya pengaruh kepentingan pribadi yang kuat dan bisikan iblis tentu tidak dapat
diabaikan, yang kemudian mengabaikan segala aturan dan hukum. Sesungguhnya kaidah
(aturan) yang dibuat oleh Allah tersebut memuat apa yang disebut dengan akhlak secara
haqiqi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (Allah) dan juga mengatur
hubungan manusia dengan manusia. (Tafsir Baidlowi, 2000)
Namun demikian, secara ilmiah belum ada penyeledikian akhlak pada masa nabi
Adam tersebut. Kabar yang sampai kepada umat manusia periode berikutnya hanya melalui
wahyu dan kitab suci agama-agama samawi. Nabi-nabi menceritakan dan menjelaskan apa
yang disampaikan Tuhan melalui wahyu untuk menjadi pelajaran bagi umatnya masing-
masing di setiap periode nabi.
5
Apabila ditinjau secara Ilmiah, penyelidikan akhlak untuk pertama kali dilakukan oleh
filosof yunani yang bernama Socrates (murid Phytagoras). Pada mulanya para filosof Yunani
tidak banyak yang memperhatikan hal ini (akhlak), kebanyakan mereka disibukkan dalam
menyelidiki alam raya, asal usul dan gejala di dalamnya. Kemudian datanglah “Socrates”
(469-399 SM) yang memusatkan penyelidikannya dalam pemikiran tentang akhlak dan
hubungan manusia satu dengan yang lain. Dalam hal ini ia samai berpendapat bahwa yang
seharusnya difikirkan oleh setiap manusia adalah perbuatan mengenai kehidupan. (Ahmad
Amin, 1983).
Atas pemikirannya, Socrates terpandang dan disebut sebagai perintis ilmu akhlak. Hal
ini karena ia merupakan orang yang pertama berusaha dengan sungguhsungguh membentuk
perhubungan manusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Atas dasar itu, kemudian “Socrates”
secara masyhur disebut sebagai bapak Akhlak. (Ahmad Amin, 1983).
5
Abdul Wahab Syakhrani, dkk, Perkembangan Pemikiran dalam Akhlak Islam (Jurnal Cross-Border, Vol. 6 No. 1
Januari-Juni 2023)
6
memunculkan pandangan mengenai prinsip-prinsip akhlak yang di ikuti dengan berbagai
kecaman terhadap sebagian tradisi lama dan pelajaran-pelajaran yang diberikan generasi
sebelumnya. Hal ini tentu membangkitkan kemarahan kaum konservatif. Plato kemudian
muncul. Ia menentang tokoh-tokoh sofistik, Plato menyebut mereka sebagai “sofistry”
yang artinya “memutar lidah dalam penyelidikan dan perdebatan mereka.”
b. Socrates (469-399 SM)
Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama. Alasannya, ia
adalah tokoh pertama yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia dengan prinsip
ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan antar
manusia harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ia mengatakan bahwa “keutamaan itu
terdapat pada ilmu”. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian bermunculan berbagai
pendapat tentang tujuan akhlak walaupun samasama didasarkan pada Socrates.
c. Cynics dan Cyrenics (444-370 SM)
Cynics dan Cyrenics adalah para pengikut Socrates, tetapi ajaran keduanya bertolak
belakang. Diantara ajarannya adalah bahwa Tuhan dibersihkan dari segala kebutuhan dan
bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang memiliki perangai akhlak ketuhanan.
Dengan akhlak ketuhannan ini seseorang sedapat mungkin meminimalisasi kebutuhan
dan terbiasa dengan hidup menderita. Ia menganggap hina kekayaan, menjauhi segala
kelezatan, terbiasa dengan kemiskinan, dan tidak memedulikan hinaan orang atas
kemiskinannya. Jika cynics berpendapat bahwa kebahagian itu terletak pada upaya
menghindari kelezatan, Cyrenics berpendapat bahwa kebahagiaan itu justru terletak pada
upaya mencari kelezatan.
d. Plato (427-347 SM)
Datanglah Plato (429-347 SM) murid Socrates, dia berpendapat bahwa dibelakang alam
wujud (fisik) ada alam lain yang bersifat ruhani (metafisika) dan setiap benda yang
berjasad itu mempunyai gambar yang tidak berjasad di alam ruhani. Dia juga
berpandapat bahwa di dalam jiwa ada berbagai kekuatan yang berlainan, dan keutamaan
timbul dari keseimbangan kekuatan-kekuatan itu yang juga tunduk kepada akal. Menurut
ajarannya terdapat empat pokok-pokok keutamaan yaitu kebijaksanaan, keberanian,
kesucian, dan keadilan, yang manjadi syarat untuk tegak dan lurusnya bangsa-bangsa dan
perseorangan.
7
e. Aristoteles (394-322 SM)
Kemudian datang Aristo atau Aristoteles (384-322 SM) murid Plato. Dia membuat
aliran baru dan pengikutnya dinamakan peripatetics. Dia berpendapat bahwa tujuan
terakhir manusia adalah kebahagiaan. Cara mencapai kebahagiaan menurutnya ialah
dangan mempergunakan kekuatan akal sebaik-baiknya. Aristoteles juga menciptakan
teori “tengah-tengah” yaitu setiap keutamaan berada diantara dua keburukan.
8
AlBalagah yang banyak dikutip oleh ulama sunni, seperti Abu Ahmad bin Abdillah Al-
„Asykari dalam kitabnya Az-Zawajir wa Al-Mawa‟izh.
Kedua, tokoh islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin Mahran
Abu An-Nasr As-Saukuni, ulama abad kedua H. Ia menulis kitab Al-Mu‟min wa Al-Fajr,
kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam islam. Selain itu dikenal tokoh-tokoh akhlak
walaupun mereka tidak menulis kitab tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Gifhari, Amr bin
Yasir , Nauval Al_Bakali, dan Muhammad bin Abu Bakar.
Ketiga, pada abad ketiga H, Ja‟far bin Ahmad Al-Qumi Menulis kitab Al-Mani‟at min
Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam bidang akhlak adalah:
a. Ar-Razi (250-313H) walaupun masih ada filusuf lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina.
Ar-Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul Ath-Thibb Ar-Ruhani
(kesehatan ruhani). Buku ini menjelaskan kesehatan ruhani dan penjagaannya. Kitab ini
merupsksn filsafat akhlak terpenting yang bertujuan memperbaiki moral-moral manusia.
b. Pada abad ke empat H, Ali bin ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab dan Makarim Al-
akhlak. Pada abad ini dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-Farabi yang melakukan
penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga ikhwan Ash-Shafa dalam Rasa‟ilnya, dan
Ibnu Sina (370-428H).
c. Pada abad ke lima H, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib Al-Akhlak wa
Tath-hir Al-A‟araq dan Adab Al-„Arab wa Al-Furs. Kitab ini merupakan uraian suatu
aliran akhlak yang sebagai materinya berasal dsari konsep-konsep akhlak dari Plato dan
Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan hukum islam serta diperkaya dengan
pengalaman hidup penulis dan situasi zamannya.
d. Pada abad ke enam H, Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih Al-Khatir wa
Nuzhah An-Nazhir.
e. Pada abad ke tujuh H, Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis kitab Al-Akhlak An-
Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab AlMuta‟alimin.
Pada abad-abad sesudahnya dikenal bebera kitab, seperti Irsyad Ad-Dailami Ashabih
Al-Qulub karya Syairazi, Makarim Al-Akhlak karya Hasan bin Amin Ad-Din Al-Adab, Ad-
Dhiniyah karya amin Ad-Din AthThabarsi, dan Bihar Al-Anwar (Rosihon Anwar, 2010).
9
Apa yang telah diperintahkan oleh wahyu itu tentu benar. Oleh karena itu, tidak ada artinya
lagi penggunaan akal dan penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja asal tidak
bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan
menguatkan pendapat geraja. Diluar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak
diperkenankan. Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat akhlak yang lahir pada masa
itu merupakan perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran Nasrani. Pemuka-pemukanya
yang termasyhur adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquinas (1226-1274). Kemudian
datang Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan adanya perasaan naluri pada manusia
dapat digunakan untuk membedakan baik dan buruk.
10
4) Ide menjadi pelaku bermoral dalam kehidupan manusia. Kebaikan moral adalah yang
memuaskan hasrat pelaku moral. Kebaikan yang sesungguhnya adalah tujuan yang
memiliki nilai yang mutlak. Ideal dari kehidupan yang sempurna adalah
kesempurnaan manusia dalam alam, ditentukan oleh kehendak yang selaras, kehendak
yang mendorong tindakan yang utama.
c. Victor Cousin (1792-1867) dan August Comte (1798-1857)
Cousin adalah salah seorang yang bertanggung jawab menggeser filsafat Prancis
sensasionalisme ke arah spiritualisme meurut pemikirannya sendiri. Ia mengajarkan
bahwa dasar metafisika adalah pengamatan yang hati-hati dan analisis atas fakta-fakta
tentang kehidupan yang sadar.
August Comte atau Auguste Comte (nama panjang Isidore Marie Auguste Francois
Xavier Comte) lahir di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798 – meninggal di Paris,
Perancis, 5 September 1857 pada umur 59 tahun) adalah seorang ilmuwan Perancis yang
dijuluki sebagai “bapak sosiologi”. Dia dikenal sebagai seorang pertama yang
mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial.
Dari bahasan diatas dapat dipahami bahwa pada era modern itu bermunculan
berbagai mazhab etika antara lain sebagai berikut:
1) Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama.
2) Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran.
3) Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika teologis, yaitu ajaran
akhlak yang berdasarkan ketuhanan (agama).
11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani Socrates dipandang sebagai perintis
Ilmu Akhlak. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi benar
kecuali bila didasarkan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli
Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya dalam Etika
berdasarkan „teori contoh‟. Dia berpendapat alam lain adalah alam rohani. Kemudian disusul
Aristoteles (394-322 SM), dia adalah muridnya plato. Pengukutnya disebut Peripatetis karena
ia memberi pelajaran sambil berjalan atau di tempat berjalan yang teduh.
Pada saat islam masuk lahirlah seorang guru besar dalam bidang akhlak yaitu Nabi
Muhammad saw. Bahkan diutusnya beliau ke muka bumi tiada lain untuk menyempurnakan
akhlak, namun yang pertama kali menggagas atau menulisnya masih terus diperbincangkan.
Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit dan mulai merngkaji ilmu tentang
akhlak dengan mengkritik sebagian ajaran klasik dan menyelidiki ajaran akhlak tersebut.
Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak namun masih terdapat dan di temui
kekurangan-kekurangan yang menjadikannya kurang sempurna dan ditemui celah, hanya satu
yang kebenarannya mutlak dan absolut yaitu akhlak yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad
saw. Dengan panduannya yaitu Al-Qur‟anul Karim yang diwahyukan oleh Allah swt.
Kepadanya.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat bertujuan untuk memperkaya wawasan dan
pengetahuan dalam bidang akhlak tasawuf. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua
pihak dan penulis berharap para pembaca mulai dari sekarang membuat konsep
penulisansumber data sesuai dengan aturan yang tepat dan benar. Mohon maaf jika dalam
makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. dkk. (2022). Perkembangan Pemikiran Akhlaq Islam. Makalah: Sekolah Tinggi
Agama Islam Nida El Adabi. URL:
https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/9e19d-1-makalah-
perkembangan-pemikiran-akhlak-islam
Rohmah, S. (2021). AKHLAK TASAWUF (Memahami esensi, upaya pakar dan ide suatu
praktik yang berkembang dalam tasawuf). PT. Nasya Expanding Management (Penerbit
NEM - Anggota IKAPI).
Syakhrani, A. W., Maulida, E., Tinggi, S., Tarbiyyah, I., Tinggi, S., & Tarbiyyah, I. (2023).
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DALAM AKHLAK ISLAM. 6(1), 52–60. URL:
https://journal.iaisambas.ac.id/index.php/Cross-Border/article/download/1637/1246/
Zulkifli, & Jamaluddin. (2018). AKHLAK TASAWUF (Jalan Lurus Mensucikan Diri).
KALIMEDIA.
13