Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Akhlak Tasawuf
Di Susun Oleh :
M. Nafis Aryadin C86215018
Rokfad E01215021
Imam Maksum E07215008
Faisal Moh. Jailani E92218066
Dosen Pengampu :
Zainal Mukhlis.,M.Fil.l
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah Swt. Penguasa seluruh alam semesta
yang menganugrakan kepada kita berbagai macam-macam kenikmatan yang tak
terhingga.
Makalah yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Konsep dasar
Pembentukan Akhak” pada prodi studi agama-agama Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya. Tentu masih banyak ditrmukan kesalahan penulisan,penempatan tanda
baca, kiranya bisa dimaafkan dan diberikan masukan atau kritik,dan saran untuk
perbaikan berikutnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan ……………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama berbicara masalah tujuan
pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah tujuan akhlak. Menurut muhammah athiyah al-abrasyi yang
dikutip oleh abudin nata mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah
jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikian pula ahmad D. Marimba bahwa tujuan
utama pendidikan islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu menjadi
hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahka diri kepadanya dengan
memeluk agama islam.
Perwujudan akhlak dalam kehidupan dapat dilihat dari perilaku manusia sehari-
hari.perilaku manausia, ada yang bersifat baik ada pula yang bersifat buruk. Karena
perbuatan akhlak tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya. Al-Qur’an selalu menandaskan, bahwa aklak itu baik atau buruknya akan
memantul pada diri sendiri sesuai dengan pembentukan dan pembinaannya.
Akhlak tidak selalu identik dengan pengetahuan, ucapan, ataupun perbuatan
orang yang bisa mengetahui banyak tentang baik buruknya aklak tapi belum tentu
didukung oleh keluhuran akhlak, orang bisa bertutur kata yang lembut dan manis, tetapi
bisa meluncur dari hati munafik. Dengan kata lain akhlak merupakan sifat-sifat bawaan
manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pembentukan Akhlak ?
2. Apa Pembentukan Akhlak ?
3. Bagaimana Urgensitas Pembentukan Akhlak ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah Pembentukan Akhlak
2. Menjelaskan Pembentukan Akhlak
3. Memahami Urgensitas Pembentukan Akhlak
BAB II
PEBAHASAN
A. Sejarah Pembentukan Akhlak
Banyak ahli-ahli yang mengatakan bahwa manusia membawa akhlak itu dari lahir
atau fitrah. Dan dapat juga terbawa oleh sikap dari hati nurani setiap manusia yang
mengarah kepada kemuliaan atau kebenaran dalam fakta kehidupan, itu berarti akhlaq
terbentuk dengan sendirinya tanpa ada intervensi dari manapun. Ada pula yang
mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan-latihan, pembinaan, dan
perjuangan keras dengan sungguh-sungguh. Proses yang dilakukan Al-Ghzali dalam
membentuk akhlak yaitu memfokuskan pada upaya pendekatan diri kepada Allah melalui
tujuan belajar ilmu pengetahuan.
Menurut istilah etimology (bahasa) perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab
yaitu, احالقyang mengandung arti “budi pekerti,tingkah laku, perangai,dan tabiat”.
Sedangkan secara terminology (istilah), makna akhlak adalah suatu sifat yang melekat
dalm jiwa dan menjadi kepribadian, dari situlah memunculkan perilaku yang spontan,
mudah, tanpa memerlukan pertimbangan.1
Ada beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
1. Menurut Al-Ghozali: “fakhluqu „ibaratu „an haiatin fin nafsi raasikhatun „anha
tashdurul af‟alu bisuhuulatin wa yusrin min ghairi hajaatin ila fikrin wa
ru‟yatin”. (akhlak adalah sifat tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
1
Adjat Sudrajat dkk,Din Al-Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, (Yogyakarta:UNY
Perss,2008),88.
2
Hadist Shahih Riwayat HR.Ahmad
perbuatan-perbuatan dengan mudah dilakukan tanpa perlu kepada pemikiran dan
pertimbangan).3
2. Menurut Ibnu Mazkawaih, akhlak merupakan keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan tanpa melalui pertimbangan
pikiran dan perencanaan.4
B. Pembentukan Akhlak
a) Pengertian Pembentukan Akhlak
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan
pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Seperti pendapat Muhammad Al-Abrashy
yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam buku yang berjudul “Akhlak Tasawuf “ bahwa
pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam. Demikian
pula Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah
identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yang
percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.5
Hampir semua tokoh akhlak, seperti Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina, dan termasuk al-
Ghazali, berpendapat bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan. Pembinaan, dan
perjuangan keras dan sungguhsungguh. Imam al-Ghazali mengungkapkan dalam karyanya Ihya‟
„Ulum al-Din yang dikutip oleh Drs. H. Nasharudin, M.Ag. sebagai berikut:
“Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat,
nasihat, dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadits nabi yang mengatakan perbaikilah
akhlak kamu sekalian”.6
Abuddin Nata dalam bukunya Akhlak Tasawwuf, mengatakan: Pembentukan
akhlak diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak dengan
menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan
3
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz 3, (Qahirah:Isa Al- Bab Al- Halabi,tt),52.
4
M. Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf., 2.
5
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:Raja Grafindo, 2012), 155.
6
Nasharudin, Akhlak., 292.
berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan
sendirinya.7
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dipahami bahwa pembentukan akhlak
merupakan usaha yang sungguh-sungguh untuk membentuk perilaku dengan
menggunakan sarana pendidikan dan pembiaan yang terprogram dengan baik dan
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Akhlak perlu dibentuk sebab misi
Nabi dan Rasul adalah membina dan membentuk akhlak umat manusia. Manusia
diperintahkan untuk menjadikan perilaku Nabi dan Rasul, sebagai model dalam sebuah
aspek kehidupan, sebagaimana yang disampaikan al-Qur‟an dalam QS. Al-Ahzab ayat
21:
Artinya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21).
Hal ini, menunjukkan bahwa akhlak perlu dibentuk, dibina, dididik, dan
dibiasakan. Adapun, selain pendidikan faktor lain yang mendukung terbentuknya akhlak
seseorang adalah orang tua dan lingkungannya, tanpa binaan orang tua dan
lingkungannya perilaku seorang anak akan tidak terarah kepada yang baik.
Menurut sebagian ahli akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah instinct
atau naluri (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah
akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan
atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang
selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan
tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan. Kelompok ini
lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam
perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang
yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan sendirinya meninggikan dirinya.
Demikian juga sebaliknya.8
Kemudian ada pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari
pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Akhlak
manusia itu sebenarnya boleh diubah dan dibentuk. Orang yang jahat tidak akan
selamanya jahat, seperti halnya seekor binatang yang ganas dan buas bisa dijinakkan
dengan latihan dan asuhan. Maka manusia yang berakal bisa diubah dan dibentuk
perangainya atau sifatnya. Oleh sebab itu usaha yang demikian memerlukan kemauan
yang gigih untuk menjamin terbentuknya akhlak yang mulia.9
7
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, 158.
8
Abuddin, Akhlak Tasawuf…, cet IV, hlm. 154
9
Dayang HK, "Pentingnya Pembentukan Akhlak Mulia", http://www.brunet.bn/ news/pelita/25jan/ teropong.htm
Sabtu, 7 Juni 2014, 07.53. PM
Untuk menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ada
tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama aliran nativisme. Kedua, aliran Empirisme.
Dan ketiga aliran konvergensi.10
Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat
berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki
pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang
tersebut menjadi baik. Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada
dalam diri manusia, dan hal ini kelihatannya terkait erat dengan pendapat aliran
intuisisme dalam penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan di atas. Aliran
ini tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan atau
pembentukan dan pendidikan.
Kemudian menurut aliran empirisme bahwa faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial,
termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pembinaan dan pendidikan
yang diberikan . jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik,
maka baiklah anak itu. Demikian juga sebaliknya. Aliran ini tampak begitu percaya
kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran. Akan tetapi
berbeda dengan pandangan aliran konvergensi, aliran ini berpendapat pembentukan
akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar
yaitu pendidikan atau pembentukan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau
melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah atau kecenderungan ke arah yang baik
yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.
Aliran yang ketiga ini tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami
dari surat an-Nahk ayat, 78
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur”.(Q.S. An Nahl : 78).11
Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk
dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus
disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.
Menurut Hamzah Ya‟kub Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak
atau moral pada prinsipnya dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu factor
intern dan faktor ekstern.12
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah yang suci
yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan mengandung pengertian
tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-pengaruh luarnya. Setiap anak yang
10
Abuddin, Akhlak Tasawuf…, cet IV, hlm. 165
11
DEPAG RI, Al Qur'an dan Terjemahannya, (Semarang : CV Toha Putra, 1989) hlm. 413.
12
Hamzah Ya‟qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), hlm. 57.
lahir ke dunia ini telah memiliki naluri keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi
dirinya seperti unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak
atau moral, diantaranya adalah ;
a) Instink (naluri) Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang kompleks
tanpa latihan sebelumnya, terarah pada tujuan yang berarti bagi si subyek, tidak
disadari dan berlangsung secara mekanis.13 Ahli-ahli psikologi menerangkan
berbagai naluri yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya,
diantaranya naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu-bapakan, naluri berjuang,
naluri bertuhan dan sebagainya.14
b) Kebiasaan Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak adalah kebiasaan
atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu
diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan.15 Kebiasaan dipandang
sebagai fitrah yang kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi
karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian itu
merupakan kebiasaan yang sering diulangulang.
c) Keturunan Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifatsifat tertentu dari
orang tua kepada keturunannya, maka disebut al- Waratsah atau warisan sifat-
sifat.16 Warisan sifat orang tua terhadap keturunanya, ada yang sifatnya langsung
dan tidak langsung. Artinya, langsung terhadap anaknya dan tidak langsung
terhadap anaknya, misalnya terhadap cucunya. Sebagai contoh, ayahnya adalah
seorang pahlawan, belum tentu anaknya seorang pemberani bagaikan pahlawan,
bisa saja sifat itu turun kepada cucunya.
d) Keinginan atau kemauan keras Salah satu kekuatan yang berlindung di balik
tingkah laku manusia adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini adalah
suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Kehendak ini merupakan
kekuatan dari dalam.17 Itulah yang menggerakkan manusia berbuat dengan
sungguh-sungguh. Seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi
menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat kekuatan „azam (kemauan keras).
Demikianlah seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat memuat
pandangan orang lain karena digerakkan oleh kehendak. Dari kehendak itulah
menjelma niat yang baik dan yang buruk, sehingga perbuatan atau tingkah laku
menjadi baik dan buruk karenanya.
e) Hati nurani Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-waktu
memberikan peringatan (isyarat) apabila tingkah laku manusia berada di ambang
bahaya dan keburukan. Kekuatan tersebut adalah “suara batin” atau “suara hati”
yang dalam bahasa arab disebut dengan “dhamir”. 18 Dalam bahasa Inggris disebut
13
Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung : Mandar Maju, 1996), hlm. 100
14
Hamzah, Etika Islam…, hlm. 30.
15
Hamzah , Etika Islam…, hlm. 31.
16
Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak) terj. Farid Ma‟ruf, (Jakarta : Bulan Bintang,1975), hlm. 35.
17
Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta, : Aksara Baru, 1985), hlm. 93.
18
Basuni Imamuddin, et.al., Kamus Kontekstual Arab-Indonesia, (Depok : Ulinuha Press, 2001), hlm. 314.
“conscience”.19 Sedangkan “conscience” adalah sistem nilai moral seseorang,
kesadaran akan benar dan salah dalam tingkah laku. 20 Fungsi hati nurani adalah
memperingati bahayanya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya. Jika
seseorang terjerumus melakukan keburukan, maka batin merasa tidak senang
(menyesal), dan selain memberikan isyarat untuk mencegah dari keburukan, juga
memberikan kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang
baik. Oleh karena itu, hati nurani termasuk salah satu faktor yang ikut membentuk
akhlak manusia.
2. Faktor ekstern
Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang mempengaruhi
kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi ;
a. Lingkungan Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau
suatu masyarakat adalah lingkungan (milleu). Milleu adalah suatu yang
melingkupi suatu tubuh yang hidup.30 Misalnya lingkungan alam mampu
mematahkan/mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang ;
lingkungan pergaulan mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku.
b. Pengaruh keluarga Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan jelas
fungsi keluarga dalam pendidikan yaitu memberikan pengalaman kepada anak
baik melalui penglihatan atau pembinaan menuju terbentuknya tingkah laku
yang diinginkan oleh orang tua. Dengan demikian orang tua (keluarga)
merupakan pusat kehidupan rohani sebagai penyebab perkenalan dengan alam
luar tentang sikap, cara berbuat, serta pemikirannya di hari kemudian. Dengan
kata lain, keluarga yang melaksanakan pendidikan akan memberikan
pengaruh yang besar dalam pembentukan akhlak.
c. Pengaruh sekolah Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua setelah
pendidikan keluarga dimana dapat mempengaruhi akhlak anak. Sebagaimana
dikatakan oleh Mahmud Yunus sebagai berikut ; “Kewajiban sekolah adalah
melaksanakan pendidikan yang tidak dapat dilaksanakan di rumah tangga,
pengalaman anakanak dijadikan dasar pelajaran sekolah, kelakuan anak-anak
yang kurang baik diperbaiki, tabiat-tabiatnya yang salah dibetulkan, perangai
yang kasar diperhalus, tingkah laku yang tidak senonoh diperbaiki dan
begitulah seterunya.21Di dalam sekolah berlangsung beberapa bentuk dasar
dari kelangsungan pendidikan. Pada umumnya yaitu pembentukan sikap-sikap
dan kebiasaan, dari kecakapankecakapan pada umumnya, belajar bekerja sama
dengan kawan sekelompok melaksanakan tuntunan-tuntunan dan contoh yang
baik, dan belajar menahan diri dari kepentingan orang lain.22
19
John. M. Echol, et.al., Kamus Bahasa Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1987), hlm. 139
20
C.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta : Rajawali Press, 1989), hlm. 106.
21
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta : Agung, 1978), hlm. 31.
22
Abu Ahmadi, et.al., Psikologi Sosial, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), hlm. 269.
d. Pendidikan masyarakat Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah
kumpulan individu dalam kelompok yang diikat oleh ketentuan negara,
kebudayaan, dan agama. Ahmad D. Marimba mengatakan; “Corak dan ragam
pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali. Hal ini
meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan. Kebiasaan pengertian
(pengetahuan), sikap dan minat maupun pembentukan kesusilaan dan
keagamaan”.23
c) Tujuan Pembentukan Akhlak
Akhlak mulia merupakan tujuan pokok pembentukan akhlak Islam ini. Akhlak
seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai – nilai yang
terkandung dalam al-Qur‟an.
26
Pengertian tentang amar ma‟ruf adalah yang dijelaskan oleh Imam Abi Hasan dalam Tafsir Nawawi, bahwa amar
ma‟ruf adalah memerintahkan yang baik dengan tauhid dan mengikuti syari‟at nabi Muhammad SAW. (Imam Abi
Hasan , Tafsir Nawawi, (tt.p: Nur Asya‟), Juz 1, hlm. 113)
bahwa mengisi kemerdekaan adalah jauh lebih berat daripada perjuangan bersenjata
merebut kemerdekaan itu sendiri.27
Oleh karena itu program utama dan perjuangan pokok dari segala usaha, ialah
pembinaan akhlak mulia. Ia harus ditanamkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan
masyarakat, mulai dari tingkat atas sampai ke lapisan bawah. Dan para lapisan atas
itulah yang pertama-tama wajib memberikan teladan yang baik kepada masyarakat dan
rakyat.
Adapun peran akhlak dalam membina kehidupan masyarakat sekarang ini, yaitu:
akhlak dapat mewujudkan kehidupan yang makmur, akhlak mencegah terjadinya tindak
kejahatan tidak di dalam masyarakat, dan akhlak akan membentuk manusia yang
berkarakter mulia dan terhormat, baik di dunia maupun diakhirat.
1. Akhlak Dapat Mewujudkan Kehidupan yang Makmur Suatu masyarakat yang
memiliki akhlak yang baik tentunya akan berupaya melakukan hal-hal yang
mendatangkan maslahat atau kebaikan untuk diri dan masyarakatnya. Mereka akan
bekerja dan berjuang untuk mewujudkan secara nyata kemakmuran masyarakatnya.
Bagi orang yang berakhlak merasa berkewajiban untuk membangun masyarakatnya
dan belum merasa tenang dan bahagia bila masyarakatnya belum mencapai
kemakmuran, sebagimana digambarkan dalam QS. Ibrahim ayat 24: “Tidaklah kamu
perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik” (TQS. Ibrahim: 24).28
Maksudnya orang yang berakhlak bagaikan pohon rindang yang buahnya
senantiasa memberi manfaat kepada manusia, lantaran orangorang yang berakhlak itu
tidak pernah berkata kecuali yang baik dan tidak pernah berbuat kecuali yang baik pula.
2. Akhlak Mencegah Terjadinya Tindak Kejahatan Fakta historis menunjukkan bahwa
tidak pernah dijumpai orang-orang yang berbuat dan bertindak jahat itu memiliki
akhlak yang baik. Karena pendidikan akhlak itu sendiri tidak mengajarkan perbuatan
perbuatan jahat sekecil apapun. Perilaku yang mengandung akhlak buruk akan selalu
menjadi pengganggu di dalam masyarakat dan tentunya akan menjadi upaya pada
masyarakat itu sendiri untuk memberantasnya. Ajaran Islam memiliki ajaran yang
sempurna dan didalamnya mengandung ajaran akhlak yang mulia yang menjadi
rujukan kaum muslim. Olehnya itu, setiap muslim yang taat kepada Allah pasti ia
memiliki akhlak yang baik dan mulia. Maka sungguh ironis bilamana kita masih
menemukan ada orang-orang Islam yang memiliki moral yang buruk. Haell itu
menunjukkan bahwa ajaran Islam belum dijiwai dan dijalankan dengan benar.
BAB III
27
Nasruddin Razak, 1993:35
28
TQS. Ibrahim: 24
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut istilah etimology (bahasa) perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab
yaitu, احالقyang mengandung arti “budi pekerti,tingkah laku, perangai,dan tabiat”.
Sedangkan secara terminology (istilah), makna akhlak adalah suatu sifat yang melekat
dalm jiwa dan menjadi kepribadian, dari situlah memunculkan perilaku yang spontan,
mudah, tanpa memerlukan pertimbangan. Berdasarkan berbagai macam definisi akhlak,
Akhlak tidak memiliki pembatasnya, ia melingkupi dan mencakup semua kegiatan,
usaha, dan upaya manusia, yaitu dengan nilai-nilai perbuatan. Dalam perspektif Islam,
akhlak itu komprehensif dan holistik, dimana dan kapan saja mesti berakhlak. Oleh sebab
itulah merupakan tingkah laku manusia dan tidak akan pernah berpisah dengan aktivitas
manusia
Adjat Sudrajat dkk,Din Al-Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum,
(Yogyakarta:UNY Perss,2008),
Deden Makbulloh, pendidikan Agama Islam : Arah Baru Perkembangan Ilmu dan Kepribadian
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2011),
Amin, Ahmad, 1995. ETIKA Ilmu Akhlak, Jakarta: PT. Bulan Bintang