Anda di halaman 1dari 15

KONSEP UMUM PEMBENTUKAN AKHLAK TASAWUF

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Akhlak Tasawuf

Di Susun Oleh :
M. Nafis Aryadin C86215018
Rokfad E01215021
Imam Maksum E07215008
Faisal Moh. Jailani E92218066

Dosen Pengampu :

Zainal Mukhlis.,M.Fil.l

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah Swt. Penguasa seluruh alam semesta
yang menganugrakan kepada kita berbagai macam-macam kenikmatan yang tak
terhingga.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi


Muhammad Saw. Besrta keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Serta kita sekalian orang-
orang yang beriman kepadanya sampai akhir zaman.

Makalah yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Konsep dasar
Pembentukan Akhak” pada prodi studi agama-agama Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya. Tentu masih banyak ditrmukan kesalahan penulisan,penempatan tanda
baca, kiranya bisa dimaafkan dan diberikan masukan atau kritik,dan saran untuk
perbaikan berikutnya.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada pihak yang telah mendukung proses


penyelesaian tugas makalah ini dengan baik. Terutama untuk pimpinan Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya yang sudah menfasilitasi mahasiswa untuk mengikuti
perkuliahan secara aman dan nyaman. Terimalah kepada dosen pengampu bapak Zainal
Mukhlis M.Fil.I yang telah menularkan ilmunya untuk kita semua teruma untuk
mahasiswa. Begitu juga kepada teman-teman kelas yang bersedia berdiskusi produktif
untuk penyusunan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Surabaya,17 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………. i

KATA PENGANTAR ……………………………………. ii

DAFTAR ISI …………………………………..…iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………..1

B. Rumusan Masalah ……………………………………..1

C. Tujuan ……………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Sejarah Pembentukan Akhlak ……………………………..2


B. Pembentukan Akhlak ……………………………..3
C. Urgensitas Pembentukan Akhlak ……………………………..6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama berbicara masalah tujuan
pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah tujuan akhlak. Menurut muhammah athiyah al-abrasyi yang
dikutip oleh abudin nata mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah
jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikian pula ahmad D. Marimba bahwa tujuan
utama pendidikan islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu menjadi
hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahka diri kepadanya dengan
memeluk agama islam.
 Perwujudan akhlak dalam kehidupan dapat dilihat dari perilaku manusia sehari-
hari.perilaku manausia, ada yang bersifat baik ada pula yang bersifat buruk. Karena
perbuatan akhlak tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya. Al-Qur’an selalu menandaskan, bahwa aklak itu baik atau buruknya akan
memantul pada diri sendiri sesuai dengan pembentukan dan pembinaannya.
Akhlak tidak selalu  identik dengan pengetahuan, ucapan, ataupun perbuatan
orang yang bisa mengetahui banyak tentang baik buruknya aklak tapi belum tentu
didukung oleh keluhuran akhlak, orang bisa bertutur kata yang lembut dan manis, tetapi
bisa meluncur dari hati munafik. Dengan kata lain akhlak merupakan sifat-sifat bawaan
manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pembentukan Akhlak ?
2. Apa Pembentukan Akhlak ?
3. Bagaimana Urgensitas Pembentukan Akhlak ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah Pembentukan Akhlak
2. Menjelaskan Pembentukan Akhlak
3. Memahami Urgensitas Pembentukan Akhlak
BAB II

PEBAHASAN
A. Sejarah Pembentukan Akhlak

Banyak ahli-ahli yang mengatakan bahwa manusia membawa akhlak itu dari lahir
atau fitrah. Dan dapat juga terbawa oleh sikap dari hati nurani setiap manusia yang
mengarah kepada kemuliaan atau kebenaran dalam fakta kehidupan, itu berarti akhlaq
terbentuk dengan sendirinya tanpa ada intervensi dari manapun. Ada pula yang
mengatakan  bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan-latihan, pembinaan, dan
perjuangan keras dengan sungguh-sungguh. Proses yang dilakukan Al-Ghzali dalam
membentuk akhlak yaitu memfokuskan pada upaya pendekatan diri kepada Allah melalui
tujuan belajar ilmu pengetahuan.

Menurut istilah etimology (bahasa) perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab
yaitu, ‫ احالق‬yang mengandung arti “budi pekerti,tingkah laku, perangai,dan tabiat”.
Sedangkan secara terminology (istilah), makna akhlak adalah suatu sifat yang melekat
dalm jiwa dan menjadi kepribadian, dari situlah memunculkan perilaku yang spontan,
mudah, tanpa memerlukan pertimbangan.1

Belajar mengenai masalah pembentukan akhlak, sama dengan memulai suatu


pendidikan dalam diri kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, yang mana disetiap
usaha – usaha untuk melakukan pembinaan tersebut harus melalui proses yang panjang
dan terus dikembangkan. Hal ini menunjukan bahwa akhlak memang perlu di bina, dan
pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi yang
berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul Nya, hormat kepada orang tua dan guru,
sayang kepada sesama makhluk ciptaanNya dan lain-lain. Pembinaan akhlak merupakan
perhatian pertama dalam islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi
Muhammad SAW yaitu menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu hadits
beliau menegaskan “ innama buitstu li utammima makarim al-akhlak” yang artinya “
hanya saja aku diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia ( HR Ahmad).2

Ada beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:

1. Menurut Al-Ghozali: “fakhluqu „ibaratu „an haiatin fin nafsi raasikhatun „anha
tashdurul af‟alu bisuhuulatin wa yusrin min ghairi hajaatin ila fikrin wa
ru‟yatin”. (akhlak adalah sifat tertanam dalam jiwa yang menimbulkan

1
Adjat Sudrajat dkk,Din Al-Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, (Yogyakarta:UNY
Perss,2008),88.
2
Hadist Shahih Riwayat HR.Ahmad
perbuatan-perbuatan dengan mudah dilakukan tanpa perlu kepada pemikiran dan
pertimbangan).3
2. Menurut Ibnu Mazkawaih, akhlak merupakan keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan tanpa melalui pertimbangan
pikiran dan perencanaan.4

Dari pengertian - pengertian tersebut, dapat disimpuolkan bahwa aklak merupakan


keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar – benar telah
melekat sifat yang melahirkan perbuatan – perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa
dipikirkan dan diangan – angan lagi. Karna begitu banyak hal yang akan terjadi jika kita
selalu menuruti kata hati, pikiran dan jiwa setiap manusia. Maka dari itu Allah Swt,
menciptakan akal yang sehat pada diri kita untuk mengontrol keadaan atau perbuatan
yang akan kita lakukan sesuai dengan perintah atau kata hati. Begitupun setiap perbuatan
– perbuatan yang akan kita lakukan adalah salah satu cerminan dari akhlak – akhlak yang
kita miliki dalam diri manusia masing – masing.

B. Pembentukan Akhlak
a) Pengertian Pembentukan Akhlak
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan
pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Seperti pendapat Muhammad Al-Abrashy
yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam buku yang berjudul “Akhlak Tasawuf “ bahwa
pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam. Demikian
pula Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah
identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yang
percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.5
Hampir semua tokoh akhlak, seperti Ibnu Maskawaih, Ibnu Sina, dan termasuk al-
Ghazali, berpendapat bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan. Pembinaan, dan
perjuangan keras dan sungguhsungguh. Imam al-Ghazali mengungkapkan dalam karyanya Ihya‟
„Ulum al-Din yang dikutip oleh Drs. H. Nasharudin, M.Ag. sebagai berikut:
“Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat,
nasihat, dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadits nabi yang mengatakan perbaikilah
akhlak kamu sekalian”.6
Abuddin Nata dalam bukunya Akhlak Tasawwuf, mengatakan: Pembentukan
akhlak diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak dengan
menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak ini dilakukan

3
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz 3, (Qahirah:Isa Al- Bab Al- Halabi,tt),52.
4
M. Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf., 2.
5
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:Raja Grafindo, 2012), 155.
6
Nasharudin, Akhlak., 292.
berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan
sendirinya.7
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dipahami bahwa pembentukan akhlak
merupakan usaha yang sungguh-sungguh untuk membentuk perilaku dengan
menggunakan sarana pendidikan dan pembiaan yang terprogram dengan baik dan
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Akhlak perlu dibentuk sebab misi
Nabi dan Rasul adalah membina dan membentuk akhlak umat manusia. Manusia
diperintahkan untuk menjadikan perilaku Nabi dan Rasul, sebagai model dalam sebuah
aspek kehidupan, sebagaimana yang disampaikan al-Qur‟an dalam QS. Al-Ahzab ayat
21:
Artinya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21).
Hal ini, menunjukkan bahwa akhlak perlu dibentuk, dibina, dididik, dan
dibiasakan. Adapun, selain pendidikan faktor lain yang mendukung terbentuknya akhlak
seseorang adalah orang tua dan lingkungannya, tanpa binaan orang tua dan
lingkungannya perilaku seorang anak akan tidak terarah kepada yang baik.
Menurut sebagian ahli akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah instinct
atau naluri (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah
akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan
atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang
selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan
tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan. Kelompok ini
lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam
perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang
yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan sendirinya meninggikan dirinya.
Demikian juga sebaliknya.8

Kemudian ada pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari
pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Akhlak
manusia itu sebenarnya boleh diubah dan dibentuk. Orang yang jahat tidak akan
selamanya jahat, seperti halnya seekor binatang yang ganas dan buas bisa dijinakkan
dengan latihan dan asuhan. Maka manusia yang berakal bisa diubah dan dibentuk
perangainya atau sifatnya. Oleh sebab itu usaha yang demikian memerlukan kemauan
yang gigih untuk menjamin terbentuknya akhlak yang mulia.9

b) Faktor-Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak

7
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, 158.
8
Abuddin, Akhlak Tasawuf…, cet IV, hlm. 154
9
Dayang HK, "Pentingnya Pembentukan Akhlak Mulia", http://www.brunet.bn/ news/pelita/25jan/ teropong.htm
Sabtu, 7 Juni 2014, 07.53. PM
Untuk menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ada
tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama aliran nativisme. Kedua, aliran Empirisme.
Dan ketiga aliran konvergensi.10
Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat
berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki
pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang
tersebut menjadi baik. Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada
dalam diri manusia, dan hal ini kelihatannya terkait erat dengan pendapat aliran
intuisisme dalam penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan di atas. Aliran
ini tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan atau
pembentukan dan pendidikan.
Kemudian menurut aliran empirisme bahwa faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial,
termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pembinaan dan pendidikan
yang diberikan . jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik,
maka baiklah anak itu. Demikian juga sebaliknya. Aliran ini tampak begitu percaya
kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran. Akan tetapi
berbeda dengan pandangan aliran konvergensi, aliran ini berpendapat pembentukan
akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar
yaitu pendidikan atau pembentukan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau
melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah atau kecenderungan ke arah yang baik
yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.
Aliran yang ketiga ini tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami
dari surat an-Nahk ayat, 78
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur”.(Q.S. An Nahl : 78).11
Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk
dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus
disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.
Menurut Hamzah Ya‟kub Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak
atau moral pada prinsipnya dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu factor
intern dan faktor ekstern.12
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah yang suci
yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan mengandung pengertian
tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-pengaruh luarnya. Setiap anak yang
10
Abuddin, Akhlak Tasawuf…, cet IV, hlm. 165
11
DEPAG RI, Al Qur'an dan Terjemahannya, (Semarang : CV Toha Putra, 1989) hlm. 413.
12
Hamzah Ya‟qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), hlm. 57.
lahir ke dunia ini telah memiliki naluri keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi
dirinya seperti unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak
atau moral, diantaranya adalah ;
a) Instink (naluri) Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang kompleks
tanpa latihan sebelumnya, terarah pada tujuan yang berarti bagi si subyek, tidak
disadari dan berlangsung secara mekanis.13 Ahli-ahli psikologi menerangkan
berbagai naluri yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya,
diantaranya naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu-bapakan, naluri berjuang,
naluri bertuhan dan sebagainya.14
b) Kebiasaan Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak adalah kebiasaan
atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu
diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan.15 Kebiasaan dipandang
sebagai fitrah yang kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi
karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian itu
merupakan kebiasaan yang sering diulangulang.
c) Keturunan Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifatsifat tertentu dari
orang tua kepada keturunannya, maka disebut al- Waratsah atau warisan sifat-
sifat.16 Warisan sifat orang tua terhadap keturunanya, ada yang sifatnya langsung
dan tidak langsung. Artinya, langsung terhadap anaknya dan tidak langsung
terhadap anaknya, misalnya terhadap cucunya. Sebagai contoh, ayahnya adalah
seorang pahlawan, belum tentu anaknya seorang pemberani bagaikan pahlawan,
bisa saja sifat itu turun kepada cucunya.
d) Keinginan atau kemauan keras Salah satu kekuatan yang berlindung di balik
tingkah laku manusia adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini adalah
suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Kehendak ini merupakan
kekuatan dari dalam.17 Itulah yang menggerakkan manusia berbuat dengan
sungguh-sungguh. Seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi
menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat kekuatan „azam (kemauan keras).
Demikianlah seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat memuat
pandangan orang lain karena digerakkan oleh kehendak. Dari kehendak itulah
menjelma niat yang baik dan yang buruk, sehingga perbuatan atau tingkah laku
menjadi baik dan buruk karenanya.
e) Hati nurani Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-waktu
memberikan peringatan (isyarat) apabila tingkah laku manusia berada di ambang
bahaya dan keburukan. Kekuatan tersebut adalah “suara batin” atau “suara hati”
yang dalam bahasa arab disebut dengan “dhamir”. 18 Dalam bahasa Inggris disebut
13
Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung : Mandar Maju, 1996), hlm. 100
14
Hamzah, Etika Islam…, hlm. 30.
15
Hamzah , Etika Islam…, hlm. 31.
16
Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak) terj. Farid Ma‟ruf, (Jakarta : Bulan Bintang,1975), hlm. 35.
17
Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta, : Aksara Baru, 1985), hlm. 93.
18
Basuni Imamuddin, et.al., Kamus Kontekstual Arab-Indonesia, (Depok : Ulinuha Press, 2001), hlm. 314.
“conscience”.19 Sedangkan “conscience” adalah sistem nilai moral seseorang,
kesadaran akan benar dan salah dalam tingkah laku. 20 Fungsi hati nurani adalah
memperingati bahayanya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya. Jika
seseorang terjerumus melakukan keburukan, maka batin merasa tidak senang
(menyesal), dan selain memberikan isyarat untuk mencegah dari keburukan, juga
memberikan kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang
baik. Oleh karena itu, hati nurani termasuk salah satu faktor yang ikut membentuk
akhlak manusia.
2. Faktor ekstern
Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang mempengaruhi
kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi ;
a. Lingkungan Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau
suatu masyarakat adalah lingkungan (milleu). Milleu adalah suatu yang
melingkupi suatu tubuh yang hidup.30 Misalnya lingkungan alam mampu
mematahkan/mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang ;
lingkungan pergaulan mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku.
b. Pengaruh keluarga Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan jelas
fungsi keluarga dalam pendidikan yaitu memberikan pengalaman kepada anak
baik melalui penglihatan atau pembinaan menuju terbentuknya tingkah laku
yang diinginkan oleh orang tua. Dengan demikian orang tua (keluarga)
merupakan pusat kehidupan rohani sebagai penyebab perkenalan dengan alam
luar tentang sikap, cara berbuat, serta pemikirannya di hari kemudian. Dengan
kata lain, keluarga yang melaksanakan pendidikan akan memberikan
pengaruh yang besar dalam pembentukan akhlak.
c. Pengaruh sekolah Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua setelah
pendidikan keluarga dimana dapat mempengaruhi akhlak anak. Sebagaimana
dikatakan oleh Mahmud Yunus sebagai berikut ; “Kewajiban sekolah adalah
melaksanakan pendidikan yang tidak dapat dilaksanakan di rumah tangga,
pengalaman anakanak dijadikan dasar pelajaran sekolah, kelakuan anak-anak
yang kurang baik diperbaiki, tabiat-tabiatnya yang salah dibetulkan, perangai
yang kasar diperhalus, tingkah laku yang tidak senonoh diperbaiki dan
begitulah seterunya.21Di dalam sekolah berlangsung beberapa bentuk dasar
dari kelangsungan pendidikan. Pada umumnya yaitu pembentukan sikap-sikap
dan kebiasaan, dari kecakapankecakapan pada umumnya, belajar bekerja sama
dengan kawan sekelompok melaksanakan tuntunan-tuntunan dan contoh yang
baik, dan belajar menahan diri dari kepentingan orang lain.22

19
John. M. Echol, et.al., Kamus Bahasa Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1987), hlm. 139
20
C.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta : Rajawali Press, 1989), hlm. 106.
21
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta : Agung, 1978), hlm. 31.
22
Abu Ahmadi, et.al., Psikologi Sosial, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), hlm. 269.
d. Pendidikan masyarakat Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah
kumpulan individu dalam kelompok yang diikat oleh ketentuan negara,
kebudayaan, dan agama. Ahmad D. Marimba mengatakan; “Corak dan ragam
pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali. Hal ini
meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan. Kebiasaan pengertian
(pengetahuan), sikap dan minat maupun pembentukan kesusilaan dan
keagamaan”.23
c) Tujuan Pembentukan Akhlak

Telah dikatakan di atas bahwa pembentukan akhlak adalah sama dengan


pendidikan akhlak, jadi tujuannya pun sama. Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam
adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus,
jalan yang telah digariskan oleh Allah swt.24

Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di


akhirat. Proses pendidikan atau pembentukan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia
yang berakhlak mulia. Akhlak yang mulia akan terwujud secara kukuh dalam diri
seseorang apabila setiap empat unsur utama kebatinan diri yaitu daya akal, daya marah,
daya syahwat dan daya keadilan, Berjaya dibawa ke tahap yang seimbang dan adil
sehingga tiap satunya boleh dengan mudah mentaati kehendak syarak dan akal.

Akhlak mulia merupakan tujuan pokok pembentukan akhlak Islam ini. Akhlak
seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai – nilai yang
terkandung dalam al-Qur‟an.

Menurut Ali Abdul Halim Mahmud tujuan pembentukan akhlak setidaknya


memiliki tujuan yaitu: 25

1. Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu beramal sholeh. Tidak


ada sesuatu pun yang menyamai amal saleh dalam mencerminkan akhlak mulia ini.
Tidak ada pula yang menyamai akhlak mulia dalam mencerminkan keimanan
seseorang kepada Allah dan konsistensinya kepada manhaj Islam.
2. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani kehidupannya sesuai dengan
ajaran Islam; melaksanakan apa yang diperintahkan agama dengan meninggalkan apa
yang diharamkan; menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala
sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan munkar.
3. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi secara baik dengan
sesamanya, baik dengan orang muslim maupun nonmuslim. Mampu bergaul dengan
orang-orang yang ada di sekelilingnya dengan mencari ridha Allah, yaitu dengan
23
Marimba, Pengantar Filsafat…, hlm. 63.
24
Aboebakar Aceh, Pendidikan Sufi Sebuah Karya Mendidik Akhlak Manusia Karya Filosof Islam di Indonesia, (Solo:
CV. Ramadhani, 1991, cet. 3, hlm. 12
25
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 159.
mengikuti ajaran-ajaran-Nya dan petunjuk-petunjuk Nabi-Nya, dengan semua ini
dapat tercipta kestabilan masyarakat dan kesinambungan hidup umat manusia.
4. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau mengajak orang lain
ke jalan Allah, melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar 26 dan berjuang fii sabilillah
demi tegaknya agama Islam.
5. Mempersiapkan insan beriman dan saleh, yang mau merasa bangga dengan
persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan hak-hak persaudaraan
tersebut, mencintai dan membenci hanya karena Allah, dan sedikitpun tidak kecut
oleh celaan orang hasad selama dia berada di jalan yang benar.
6. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia adalah bagian dari
seluruh umat Islam yang berasal dari daerah, suku, dan bahasa. Atau insan yang siap
melaksanakan kewajiban yang harus ia penuhi demi seluruh umat Islam selama dia
mampu,
7. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga dengan loyalitasnya
kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji Islam di
muka bumi. Atau insan yang rela mengorbankan harta, kedudukan, waktu, dan
jiwanya demi tegaknya syari‟at Islam.
C. Urgensitas Pembentukan Akhlak
Masalah akhlak adalah masalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya
lahir bermacam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran
dan pertimbangan. Masalah baik dan buruk, terkadang dinggap relatif. Persepsi
manusia tentangnya sangat beragam. Karena itu, lahir berbagai teori tentang akhlak.
Apa yang menjadi standar ukuran kebaikan dan keburukanpun tidak sama dalam
persepsi manusia. Ada yang menjadikan adat istiadat sebagai tolak ukur, ada pula
kebahagiaan (hedonism) dan bahkan intuisi.
Menurut ajaran Islam berdasarkan praktek Rasulullah, pendidikan akhlakul
karimah (akhlak mulia) adalah factor penting dalam membina suatu ummat atau
membangun suatu bangsa. Suatu pembangunan tidaklah ditentukan semata dengan
factor kredit dan investasi materiil. Betapapun melimpah-ruahnya kredit dan besarnya
investasi, kalau manusia pelaksananya tidak memilki akhlak, niscaya segalanya akan
berantakan akibat penyelewengan dan korupsi. Demikian pula pembangunan tidak
mungkin berjalan hanya dengan kesenangan melontarkan fitnah kepada lawan-lawan
politik, atau hanya mencari-cari kesalahan orang lain. Bukan pula dengan jalan
memasang slogan-slogan kosong atau hanya dengan bertopang dagu. Yang diperlukan
oleh pembangunan ialah keikhlasan, kejujuran, jiwa kemanusiaan yang tinggi,
sesuainya kata dengan perbuatan, prestasi kerja, kedisiplinan, jiwa dedikasi, dan selalu
berorientasi kepada hari depan dan pembaharuan. Itulah sebabnya sering dikatakan

26
Pengertian tentang amar ma‟ruf adalah yang dijelaskan oleh Imam Abi Hasan dalam Tafsir Nawawi, bahwa amar
ma‟ruf adalah memerintahkan yang baik dengan tauhid dan mengikuti syari‟at nabi Muhammad SAW. (Imam Abi
Hasan , Tafsir Nawawi, (tt.p: Nur Asya‟), Juz 1, hlm. 113)
bahwa mengisi kemerdekaan adalah jauh lebih berat daripada perjuangan bersenjata
merebut kemerdekaan itu sendiri.27
Oleh karena itu program utama dan perjuangan pokok dari segala usaha, ialah
pembinaan akhlak mulia. Ia harus ditanamkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan
masyarakat, mulai dari tingkat atas sampai ke lapisan bawah. Dan para lapisan atas
itulah yang pertama-tama wajib memberikan teladan yang baik kepada masyarakat dan
rakyat.
Adapun peran akhlak dalam membina kehidupan masyarakat sekarang ini, yaitu:
akhlak dapat mewujudkan kehidupan yang makmur, akhlak mencegah terjadinya tindak
kejahatan tidak di dalam masyarakat, dan akhlak akan membentuk manusia yang
berkarakter mulia dan terhormat, baik di dunia maupun diakhirat.
1. Akhlak Dapat Mewujudkan Kehidupan yang Makmur Suatu masyarakat yang
memiliki akhlak yang baik tentunya akan berupaya melakukan hal-hal yang
mendatangkan maslahat atau kebaikan untuk diri dan masyarakatnya. Mereka akan
bekerja dan berjuang untuk mewujudkan secara nyata kemakmuran masyarakatnya.
Bagi orang yang berakhlak merasa berkewajiban untuk membangun masyarakatnya
dan belum merasa tenang dan bahagia bila masyarakatnya belum mencapai
kemakmuran, sebagimana digambarkan dalam QS. Ibrahim ayat 24: “Tidaklah kamu
perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik” (TQS. Ibrahim: 24).28
Maksudnya orang yang berakhlak bagaikan pohon rindang yang buahnya
senantiasa memberi manfaat kepada manusia, lantaran orangorang yang berakhlak itu
tidak pernah berkata kecuali yang baik dan tidak pernah berbuat kecuali yang baik pula.
2. Akhlak Mencegah Terjadinya Tindak Kejahatan Fakta historis menunjukkan bahwa
tidak pernah dijumpai orang-orang yang berbuat dan bertindak jahat itu memiliki
akhlak yang baik. Karena pendidikan akhlak itu sendiri tidak mengajarkan perbuatan
perbuatan jahat sekecil apapun. Perilaku yang mengandung akhlak buruk akan selalu
menjadi pengganggu di dalam masyarakat dan tentunya akan menjadi upaya pada
masyarakat itu sendiri untuk memberantasnya. Ajaran Islam memiliki ajaran yang
sempurna dan didalamnya mengandung ajaran akhlak yang mulia yang menjadi
rujukan kaum muslim. Olehnya itu, setiap muslim yang taat kepada Allah pasti ia
memiliki akhlak yang baik dan mulia. Maka sungguh ironis bilamana kita masih
menemukan ada orang-orang Islam yang memiliki moral yang buruk. Haell itu
menunjukkan bahwa ajaran Islam belum dijiwai dan dijalankan dengan benar.

BAB III

27
Nasruddin Razak, 1993:35
28
TQS. Ibrahim: 24
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut istilah etimology (bahasa) perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab
yaitu, ‫ احالق‬yang mengandung arti “budi pekerti,tingkah laku, perangai,dan tabiat”.
Sedangkan secara terminology (istilah), makna akhlak adalah suatu sifat yang melekat
dalm jiwa dan menjadi kepribadian, dari situlah memunculkan perilaku yang spontan,
mudah, tanpa memerlukan pertimbangan. Berdasarkan berbagai macam definisi akhlak,
Akhlak tidak memiliki pembatasnya, ia melingkupi dan mencakup semua kegiatan,
usaha, dan upaya manusia, yaitu dengan nilai-nilai perbuatan. Dalam perspektif Islam,
akhlak itu komprehensif dan holistik, dimana dan kapan saja mesti berakhlak. Oleh sebab
itulah merupakan tingkah laku manusia dan tidak akan pernah berpisah dengan aktivitas
manusia

Pembentukan akhlak merupakan usaha yang sungguh-sungguh untuk membentuk


perilaku dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembiaan yang terprogram dengan
baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten Pentingnya Nabi dan
Rasul untuk mendidik manusia kepada akhlak yang baik disebabkan manusia tidak akan
mengetahui secara keseluruhan mana yang baik mana yang buruk. Karena, persoalan
yang baik dan yang buruk ditentukan wahyu yang disampaikan Rasul. Secara faktual,
usaha-usaha pembentukan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan baik lembaga
formal, informal, dan non formal serta melalui berbagai cara terus dilakukan dan
dikembangkan. Hal ini, menunjukkan bahwa akhlak perlu dibentuk, dibina, dididik, dan
dibiasakan.

Ugensitas Pembentukan Akhlak akhlak dalam membina kehidupan masyarakat


sekarang ini, yaitu: akhlak dapat mewujudkan kehidupan yang makmur, akhlak
mencegah terjadinya tindak kejahatan tidak di dalam masyarakat, dan akhlak akan
membentuk manusia yang berkarakter mulia dan terhormat, baik di dunia maupun
diakhirat.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012),

Adjat Sudrajat dkk,Din Al-Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum,

(Yogyakarta:UNY Perss,2008),

Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz 3, (Qahirah:Isa Al- Bab Al- Halabi,tt),52.

Deden Makbulloh, pendidikan Agama Islam : Arah Baru Perkembangan Ilmu dan Kepribadian

di Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO Persada, 2012

Hadist Shahih Riwayat HR.Ahmad

M. Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf.,

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2011),

Nasharudin, Akhlak, 292

Amin, Ahmad, 1995. ETIKA Ilmu Akhlak, Jakarta: PT. Bulan Bintang

Ya’qub, Hamzah. 1993. Etika Islam. (Bandung: Diponegoro)

Anda mungkin juga menyukai