Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN AKAL DAN WAHYU

MATKUL : ILMU KALAM/TAUHID

DOSEN PENGAMPU :

NURMALA BUAMONA M.P.D.I

Disusun Oleh:

1. ARIF ARIES (22131063)

2. FARAWATI ABDULLAH (22131064)

3. SITI MUDIA HARUNA (22131062)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puji dan syukur ke hadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan disertasi tentang hubungan anak dengan
wahyu.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam struktur kalimat dan tata bahasa.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar kami
dapat menyempurnakan artikel ini. Semoga makalah kami tentang hubungan akal dengan
wahyu dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi para pembaca.

Ternate, 15 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................2

Daftar Isi................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………………
4
B. Rumusan
Masalah……………………………………………………………………...5
C. Tujuan…………………………………………………………………………………5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Akal Dan Wahyu.................................................................................................6

B. Fungsi Dan Kedudukan Akal dan


Wahyu...............................................................................8

C. Kedudukan Akal dan Wahyu Dalam


Islam.............................................................................9

D. Hubungan Akal dan


Wahyu.................................................................................................10

BAB III PENUTUP

Kesimpulan...............................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang penuh dengan kekurangan. Dalam semua
sisi kehidupan, kekurangan yang melekat pada manusia menyebabkan kemampuan yang
dimiliki menjadi sangat terbatas. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan peran dan
fungsi akal secara optimal, sehingga akal dijadikan sebagai standar seseorang diberikan
beban taklif atau sebuah hukum. Jika seseorang kehilangan akal maka hukum-pun tidak
berlaku baginya. Saat itu dia dianggap sebagai orang yang tidak terkena beban apapun.

Islam bahkan menjadikan akal sebagai salah satu diantara lima hal primer yang diperintahkan
oleh syariah untuk dijaga dan dipelihara, dimana kemaslahatan dunia dan akhirat amat
disandarkan pada terjaga dan terpeliharanya kelima unsur tersebut, yaitu: agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta.

Agama mengajarkan dua jalan untuk mendapatkan pengetahuan. Pertama, melalui jalan
wahyu, yakni melalui komunikasi dari Tuhan kepada/manusia, dan kedua dengan jalan akal,
yakni memakai kesan-kesan yang diperoleh panca indera sebagai bahan pemikiran untuk
sampai kepada kesimpulan. Pengetahuan yang diperoleh melalui wahyu diyakini sebagai
pengetahuan yang absolut, sementara pengetahuan yang diperoleh melalui akal diyakini
sebagai pengetahuan yang bersifat relatif, yang memerlukan pengujian terus menerus,
mungkin benar dan mungkin salah (Harun Nasution, 1986: 1).

Di zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, timbul pertanyaan,


pengetahuan mana yang lebih dipercaya, pengetahuan yang diperoleh melalui akal,
pengetahuan melalui wahyu, atau pengetahuan yang diperoleh melalui kedua-duanya.
Karena itu, masalah hubungan akal dan wahyu ini merupakan masalah yang paling masyhur
dan paling mendalam dibicarakan dalam sejarah pemikiran manusia, telah lebih dua ribu
tahun (Harun Nasution, 1986: 1)

4
Akan tetapi, meskipun demikian akal bukanlah penentu segalanya. Ia tetap memiliki
kemampuan dan kapasitas yang terbatas. Oleh karena itulah, Allah SWT menurunkan wahyu-
Nya untuk membimbing manusia agar tidak tersesat. Di dalam keterbatasannya-lah akal
manusia menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia melampaui batasnya dan menolak mengikuti
bimbingan wahyu maka ia akan tersesat.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Akal dan Wahyu
2. Fungsi dan Kedudukan Akal dan Wahyu
3. Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
4. Hubungan Akal dan Wahyu
C. Tujuan

disusunnya makalah ini untuk menjelaskan bahwa akal dan wahyudalam kehidupan
islam sangat penting akal dan wahyu yang digunakan maqasidas-syari’ah atau maslahah
yang menekankan terjaminnya kebutuhan hidupmanusia, dua di antaranya adalah
mewujudkan terjaganya al-‘aql (intellect), dankeyakinan (ad-din). Dalam hal ini wahyu
merupakan sumber pengetahuan yangdidasarkan kepada keimanan kepada Allah SWT

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akal Dan Wahyu
1. Akal
Akal berasal dari bahasa Arab 'aqala-ya'qilu' yang secara harfiah memiliki banyak
arti, sehingga kata al 'aql sering disebut lafazh musytarak, yang memiliki banyak arti.
Dalam kamus bahasa Arab al-munjid fi al-lughah wa al a'lam dijelaskan bahwa 'aqala
memiliki arti adraka (mewujudkan, mengetahui), fahima (memahami), tadarabba wa
tafakkara (merenung dan berpikir). Kata al-'aqlu sebagai mashdar (akar) juga berarti
nurun nuhaniyyun bihi tudriku al-nafsu ma la tudrikuhu bi al-hawas, cahaya spiritual
yang dapat dijangkau seseorang, mengetahui sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh
indera. Al-'aql juga berarti al-qalb, hati nurani atau hati.
Menurut pemahaman Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliah digunakan dalam arti
kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut
kecakapan memecahkan masalah (problem solving capacity). Dengan demikian, orang
berakal adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah,
memecahkan problem yang dihadapi dan dapat melepaskan diri dari bahaya yang
mengancam. Lebih lanjut menurutnya, kata ‘aql mengalami perubahan arti setelah
masuk ke dalam filsafat Islam. Hal ini terjadi disebabkan pengaruh filsafat Yunani yang
masuk dalam pemikiran Islam, yang mengartikan ‘aql sama dengan nous yang
mengandung arti daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Pemahaman dan
pemikiran tidak lagi melalui al-qalb di dada akan tetapi melalui al-aql dalam pikiran
(Harun Nasution, 1986: 7-8).
Pengaruh filsafat Yunani terhadap para filosof Muslim tercermin dalam pandangan
mereka tentang akal, yang dipahami sebagai salah satu kekuatan jiwa (an-nafs/ar-ruh)
yang terkandung dalam diri manusia. Sebagaimana dijelaskan oleh Al-Kindi yang
dipengaruhi Plato (796-873) bahwa ada tiga kekuatan dalam jiwa manusia, kekuatan
keinginan dalam perut (al-quwwah ash-syahwatiyah) dan kekuatan keberanian (al-
quwwah) al- -ghadabiyyah) terletak di perut. Dada dan kapasitas berpikir (al-quwwah an-
natiqah) terkonsentrasi di kepala.

6
Pada saat yang sama, di kalangan teolog Muslim, akal dijelaskan sebagai kekuatan
untuk memperoleh pengetahuan, sebagaimana diyakini oleh Abu al-Huzail, akal adalah
kekuatan untuk memperoleh pengetahuan, kekuatan yang memungkinkan manusia untuk
membedakan dirinya dari objek lain, dan untuk mengabstraksikan. oleh panca indera.
Dalam Mutazirisme, akal memiliki fungsi dan tugas moralitas, yaitu selain untuk
memperoleh pengetahuan, akal juga memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik
dan yang jahat, bahkan akal adalah pembimbing manusia, menjadikan manusia sebagai
pencipta tingkah lakunya sendiri. (Harun) Nasution, 1986). : 12).
Adapun dalam Al-quran Surah Al-Hajj Ayat 46

‫وبُ ٱلَّتِى‬OOُ‫ ُر َو ٰلَ ِكن تَ ْع َمى ْٱلقُل‬O‫ْص‬


َ ٰ ‫ا اَل تَ ْع َمى ٱَأْلب‬OOَ‫ان يَ ْس َمعُونَ بِهَا ۖ فَِإنَّه‬
ٌ ‫ض فَتَ ُكونَ لَهُ ْم قُلُوبٌ يَ ْعقِلُونَ بِهَٓا َأوْ َءا َذ‬ ۟
ِ ْ‫َأفَلَ ْم يَ ِسيرُوا فِى ٱَأْلر‬
‫ُور‬
ِ ‫فِى ٱلصُّ د‬

Artinya: Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati
yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah
hati yang di dalam dada.

Dari ayat ini maka kita tahu bahwa al- ’aql itu ada di dalam al -qolb, karena, seperti yang
dikatakan dalam ayat tersebut, memahami dan memikirkan (ya’qilu) itu dengan al-qolb dan
kerja memahami dan memikirkan itu dilakukan oleh al- ‘aql maka tentu al- ‘aql ada di dalam
al -qolb, dan al-qolb ada di dalam dada. Yang dimaksud dengan al-qolb tentu adalah jantung,
bukan hati dalam arti yang sebenarnya karena iatidak berada di dalam dada, dan hati dalam
arti yang sebenarnya padanan katanyadalam bahasa Arab adalah al-kabd.

Dengan demikian akal dalam pengertian Islam, bukanlah otak, akan tetapi daya berfikir yang
terdapat dalam jiwa manusia, daya untuk memperoleh pengetahuandengan memperhatikan
alam sekitarnya. Dalam pengertian inilah akal yangdikontraskan dengan wahyu yang
membawa pengetahuan dari luar diri manusia,yakni dari Allah SWT.

2. Wahyu

7
Kata wahyu berasal dari kata arab (‫ي‬
ُ ‫الو ْح‬
َ ) dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan
pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu
berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat.oleh sebab itu wahyu sering
disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa
seorang pun yang mengetahuinya.Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhada
Nabi-Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi. Menurut
Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan
yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiridi sertai keyakinan bahwa semua itu
datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik menjelma
seperti suara yang masuk dalamtelinga ataupun lainya.

B. Fungsi Dan Kedudukan Akal Dan Wahyu

1. Akal

Al-quran juga memberikan tuntunan tentang penggunaan akal dengan mengadakan


pembagian tugas dan wilayah kerja pikiran dan qalbu. Daya pikir manusia menjangkau
wilayah fisik dari masalah-masalah yang relatif, sedangkan qalbu memiliki ketajaman untuk
menangkap makna-makna yang bersifat metafisik dan mutlak. Oleh karenanya dalam
hubungan dengan upaya memahami islam, akal memiliki kedudukan dan fungsi yang lain
yaitu sebagai berikut:

1. Akal sebagai alat yang strategis untuk mengungkap dan mengetahui kebenaran yang
terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Rosul, dimana keduanya adalah sumber utama
ajaran islam.

2. Akal merupakan potensi dan modal yang melekat pada diri manusia untuk mengetahui
maksut-maksut yang tercakup dalam pengertian al-Qur’an dan Sunnah Rosul.

3. Akal juga berfungsi sebagai alat yang dapat menangkap pesan dan nsemangat al-Qur’an
dan Sunnah yang dijadikan acuan dalam mengatasi dan memecahkan persoalan umat manusia
dalam bentuk ijtihat.

4. Akal juga berfungsi untuk menjabarkan pesan-pesan al-Quran dan Sunnah dalam
kaitannya dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, untuk mengelola dan
memakmurkan bumi seisinya.

2. Wahyu

8
Adapun wahyu dalam hal ini yang dapat dipahami sebagai wahyu langsunng (al-Qur’an)
ataupun wahyu yang tidak langsung (al-Sunnah), kedua-duanya memiliki fungsi dan
kedudukan yang sama meski tingkat akurasinya berbeda karena disebabkan oleh proses
pembukuan dan pembakuannya. Kalau al-Qur’an langsung ditulis semasa wahyu itu
diturunkan dan dibukukan di masa awal islam, hanya beberapa waktu setelah Rosul Allah
wafat (masa Khalifah Abu Bakar), sedangkan al-hadis atau al-Sunnah baru dibukukan pada
abat kedua hijrah (masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz), oleh karena itu fungsi dan
kedudukan wahyu dalam memahami Islam adalah:

1. Wahyu sebagai dasar dan sumber pokok ajaran Islam. Seluruh pemahaman dan
pengamalan ajaran Islam harus dirujukan kepada al-Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa pemahaman dan penngamalan ajaran Islam tanpa merujuk pada al-
quran dan al-sunnah adalah omong kosong.

2 .Wahyu sebagai landasan etik. Karena wahyu itu akan difungsikan biala akal difungsikan
untuk memahami, maka akal sebagai alat untuk memahami islam (wahyu) harus dibimbinng
oleh wahyu itu sendiri agar hasil pemahamannya benar dan pengamalannya pun menjadi
benar. Akal tidal boleh menyimpang dari prinsip etik yang diajarkan oleh wahyu.

Kedudukan wahyu terhadap akal manusia adalah seperti cahaya terhadap indera
penglihatan manusia.. Oleh karena itulah, Allah SWT menurunkan wahyu-Nya untuk
membimbing manusia agar tidak tersesat. Di dalam keterbatasannya-lah akal manusia
menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia melampaui batasnya dan menolak mengikuti bimbingan
wahyu maka ia akan tersesat.

Meletakkan akal dan wahyu secara fungsional akan lebih tepat dibandingkan
struktural, karena bagaimanapun juga akal memiliki fungsi sebagai alat untuk memahami
wahyu, dan wahyu untuk dapat dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan manusia harus
melibatkan akal untuk memahami dan menjabarkan secara praktis. Manusian diciptakan oleh
tuhan dengan tujuan ang jelas, yakni sebagai hamba Allah dan khalifah Allah, dan untuk
mencapai tujuan tersebut manusia dibekali akal dan wahyu

B. Kedudukan Akal Dan Wahyu Dalam Islam

1. Kedudukan Akal

9
Akal tidak dapat diterjemahkan atau disamakan dengan otak. Otak adalah  bentuk
material yang memiliki fungsi untuk menyimpan dan mengolah data atau informasi yang
dikumpulkan oleh panca indera. Data dan informasi yang bersumber dari panca indera
manusia itulah yang kemudian menjadi kerja akal yang harus menimbang dalam dua hal
yaitu antara intelek (budi) dan intuisi (hati). Dapat pula disebutkan bahwa kerja akal adalah
berusaha menyeimbangkan antar pikiran dan emosi manusia. Dengan demikian maka Intelek
adalah merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang  bersumber
dari alam sekitar yang bersifat konkrit atau nyata. Sementara Intuisi merupakan alat untuk
mengolah data dan informasi yang bersifat abstrak atau tak nyata. Intuisi memiliki
kecenderungan di mana seseorang dapat dengan tiba-tiba memeiliki pengetahuan atau
kebijaksanaan tertentu tanpa perlu melewati beberapa tahapan proses seperti proses yang
dilewati aspek intelektual. Dari perbedaan antara intelek dan intuisi itu yang menyebabkan
terjadinya  perbedaan cara memperoleh pengetahuan atau kebenaran. Jika Intuisi dapat
mengubah seseorang dengan cepat yang dihidupkan melalui  pengayaan batin, baik dari sisi
keyakinan, kebudayaan, dan lain-lain. Maka Intelek hanya dapat mengubah seseorang sedikit
demi sedikit melalui tahapan yang pada akhirnya akan bermuara pada  produkyang lebih
utuh dan menyeluruh.

 2. Kedudukan Wahyu

Wahyu adalah merupakan firman Allah yang diturunkan kepada manusia melalui manusia
pilihan untuk menjadi tuntunan bagi manusia untuk menjalankan tugas dan fungsi
kekhalifaannya. Wahyu adalah bimbingan fungsional biologis bagi manusia, di samping
wahyu juga memuat tentang  bimbingan ajaran agama kepada manusia. Dalam proses
pemberian wahyu kepada manusia memalui manusia pilihan (Nabi) maka dari cara
penyampaian yang beragam (langsung dan tidak langsung) sesungguhnya memuat hikmah
bahwa wahyu tersebut disesuaikan dengan tingkat kemampuan manusia dalam menerima
wahyu tersebut. Melalui wahyu ditegaskan agar manusia tidak mendominasi akal rasionalnya
dalam menemukan kebenaran, akan tetapi tetap menjadikan wahyu sebagai pedoman dasar.
Dengan demikian, maka penggunaan akal rasional manusia sesungguhnya tidak boleh
menyalahi ketentuan-ketentuan wahyu dalam menetapkan sebuah kebenaran.

C. Hubungan Akal dan Wahyu

10
Akal adalah potensi berharga yang diberikan Allah SWT hanya kepada manusia,
anugerah tersebut diberikan Allah SWT untuk membekali manusia yang mengemban misi
penting menjadi khalifah fil ardi, dengan kata lain manusiasebagai duta kecil Allah SWT.

Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akal lah manusiamempunyai


kesanggupan untuk memenaklukan kekuatan mahkluk lain disekitarnya. Bertambah tinggi
akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupanyauntuk mengalahkan mahluk lain.
Bertambah rendah akal manusia, bertambah rendah pulalah kesanggupanya menghadapi
kekuatan-kekuatan lain tersebut.

Salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah Hubungan Antara Akaldan Wahyu.Ia
menjelaskan bahwa hubungan antara akal dan wahyu seringmenimbulkan pertanyaan, tetapi
keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyaikedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an.
Dalam pemikiran islam, baik dibidangfilsafat, ilmu kalam apalagi ilmu fiqh, akal tidak
pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk pada wahyu. Akal dipakai untuk memahami
teks wahyu dantidak untuk menentang wahyu. Yang bertentangan adalah pendapat akal
ulamatertentu dengan pendapat akal ulama lain.

Dengan adanya akal manusia mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik, dan
dapat menemukan kebenaran yang hakiki sebagaimana pendapatMu’tazilah yang
mengatakan segala pengetahuan dapat diperoleh dengan akal,dan kewajiban-kewajiban dapat
diketahui dengan pemikiran yang mendalam sehingga manusia sebetulnya ada wahyu atau
tidak tetap wajib bersyukur kepadaAllah SWT, dan manusia wajib mengetahui baik dan
buruk; indah dan jelek; bahkan manusia wajib mengetahui Tuhan dengan akalnya walaupun
wahyu belum turun.

Menurut Mu’tazilah , seluruh pengetahuan dapat diperoleh melalui akal,termasuk


mengetahui adanya Tuhan dan kewajiban beribadah kepada Tuhan. AbuHuzail, menegaskan
bahwa meskipun wahyu tidak turun, maka manusia tetapwajib beribadah kepada Tuhan,
sesuai dengan pengetahuannya tentang Tuhan.Begitu juga dengan kebaikan dan keburukan
juga dapat diketahui melaluiakal.Jika dengan akal manusia dapat mengetahui baik dan buruk,
maka dengan akal juga manusia harus tahu bahwa melakukan kebaikan itu adalah wajib, dan
menjauhi keburukan juga wajib.

Menurut Asy’ariyah , pertama semua kewajiban manusia hanya dapatdiketahui melalui


wahyu. Jika wahyu tidak turun, maka tidak ada kewajiban(taklif) bagi manusia.Karena akal

11
tidak mampu membuat kewajiban tersebut,terutama kewajiban beribadah pada Tuhan, dan
kewajiban melakukan yang baik serta kewajiban menjauhi yang buruk.

Adapun berkaitan dengan mengetahui Tuhan, Asy’ariyah sepakat dengan Mu’tazilah


yaitu dapat diketahui melalui akal. Sedangkan mengetahui baik dan buruk, akal tidak
mampu, karena sifat baik dan buruk sangat terkait dengansyari’at. Sesuatu disebut baik, jika
dapat pujian syari’at, dan dianggap buruk jikadikecam oleh syari’at. Karena pujian dan
kecaman bersumber dari wahyu, maka sesuatu dapat dikatakan baik atau buruk juga melalui
wahyu.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:

1. Akal merupakan hidayah Allah yang diberikan kepada menusia berfungsi sebagai alat
untuk mencari kebenaran, akal mampu merumuskan yang bersifat kognitif dan manajerial.

2. Wahyu merupakan firman Allah yang berfungsi sebagai pedoman hidup manusia. Wahyu
baik yang langsung (al-Qur’an) maupun tidak langsung (al-Sunnah) sebagi sumber ajaran
Islam

3. Akal dan wahyu dilihat secara fungsional bukan struktural, akal berfungsi untuk
memahami wahyu, dan wahyu berfungsi untuk meluruskan kerja akal.

4. Dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan
hanya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam
perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam itu sendiri.

5. Kedudukan wahyu terhadap akal manusia adalah seperti cahaya terhadap indera
penglihatan manusia

12
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Nasution, Harun. 1986. Akal Dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta: UI Press

Absori, Sudarno Shobron, Yadi Purwanto dkk. 2009. Studi Islam 3. Surakarta: LPIDUMS

Asy’arie, Musa. 1992. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al - Qur’an. Yogyakarta:


Lembaga studi Filsafat Islam.

13

Anda mungkin juga menyukai