Anda di halaman 1dari 18

KONSEP ULUL ALBAB DAN KECERDASAN MAJEMUK (MULTIPLE

INTELLIGENCES)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dari Mata Kuliyah Kajian Psikologi dalam Pembelajaran
PAI

Dr. Halimatus Sakdiyah, M.Si.

OLEH

RABIATUL ADAWIYAH

(190211020036)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BANJARMASIN

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................ 1
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 2
A. Latar Belakang ................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
A. Pengertian Ulul Albab ................................................................................................3
B. Pengertian Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences).......................................... 10
C. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dalam Tinjauan Psikologi........11
D. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dan Konsep Fitrah dalam Islam..12

BAB III
PENUTUP.................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangkan potensi dari
individu. lalu, melalui pendidikan lah potensi dari individu tersebut akan diubah menjadi
kompetensi. Kompetensi tersebut akan mencerminkan kemampuan dan kecakapan
individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan.
Ada salah satu teori kecerdasan yang telah memperoleh banyak pengakuan akhir-
akhir ini yang dikenal dengan Multiple Intellegencies Pencetusnya adalah Howard
Gardner, seorang Psikolog dari Harvard. Dalam dunia pendidikan, teori ini mulai diterima
karena dianggap lebih melayani semua kecerdsan yang dimiliki anak. Konsep MI
menjadikan seorang tenaga pendidik lebih bijaksana dalam melihat perbedaan yang
muncul pada individu tiap masing- masing anak dan menjadikan anak lebih bisa diterima
dan dilayani dengan baik. Dengan adanya konsep ini maka akan menghapus mitos
diferensiasi antara anak cerdas dan anak tidak cerdas karena menurut konsep ini, semua
anak adalah hakikatnya cerdas. hanya saja konsep ini perlu diredefinisi dengan landasan
baru.
Pada makalah ini penulis akan membahas tentang konsep ulul albab dan kecerdasan
majemuk (Multiple Intelligences).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengerian Ulul Albab dan Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) ?
2. Bagaimana Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dalam Tinjauan Psikologi ?
3. Bagaimana Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dan Fitrah dalam Islam ?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan Pengerian Ulul Albab dan Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences).
2. Menjelaskan Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dalam Tinjauan Psikologi.
3. Menjelaskan Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dan Fitrah dalam Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulul Albab
Istilah ulul albab berasal dari dua kata yaitu ulu dan albab. Kata ulu dalam bahasa Arab
bermakna dzu yaitu memiliki.1 Sedangkan albab berasal dari kata al-lubb yang artinya otak
atau pikiran (intellect) albab di sini bukan mengandung arti otak atau pikiran beberapa
orang, melainkan hanya dimiliki oleh seseorang. Dengan deminikan ulul albab artinya orang
yang memiliki otak yan berlapis-lapis. Ini sebenarnya membentuk arti kiasan tentang orang
yang memiliki otak yang tajam.2
Dalam kamus besar bahasa Indonesia ulul albab diartikan sebagai orang yang cerdas
berakal atau orang yang mempunyai kecerasan tinggi dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu
pengetahuan.3 Menurut Abuddinata ulul albab adalah orang yang melakukan dua hal yaitu
tadzakkur yakni mengingat (Allah) dan tafakkur memikirkan (ciptaan Allah).4
Istilah Ulul-albaab‫ اولو االلباب‬disebut 16 kali dalam kitab suci Al-Quran,5 dan menurut
Al-Quran sendiri adalah kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah
SWT.Diantara keistimewaannya tersebut mereka diberi hikmah, kebijaksanaan dan
pengetahuan yang luas. Kemudian Istilah Ulul Albab ditemukan dalam -teks Al-Quran pada
QS Al-Baqarah: 179, 197, 269, QS Ali-Imran: 7, 190, QS Al Maidah: 100, QS Yusuf: 111,
QS Al Ra’d: 19, QS Ibrahim: 52, QS Shad: 29, 43, QS Al Zumar: 9, 18, 21, QS. Gafir: 54,
dan QS Al-Thalaq: 10.
Enam belas ayat tersebut, yang apabila kita relevansikan dengan konteks penegakan
hukum, maka akan melahirkan sepuluh karakteristik yang dimiliki oleh manusia ulil albab
sebagai penegak hukum. Yaitu sebagaimana yang akan dijelaskan dalam uraian berikut ini:
1. Mampu mentadabburi ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun qauliyah, yang
mencakup:
a. Mampu mengambil pelajaran dari suatu peristiwa sejarah.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. Yusuf: 111:

1
Ahmad Warson al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Krapyak, 1984), hlm. 49.
2
M. Darmawan Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur`an Tafsir Sosial Brdasarkan Konsep-konsep Kunci,
(Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 557.
3
Pusat Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka,
2003), hlm.437.
4
Abuddinata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja grafindo, 2002), hlm.131.
5
Ahmad Wassil, Jan, Tafsir Quran UlulAlbab, (Bandung: SalamadaniPustakaSemesta, 2009) Cet. 1, h.
2

3
‫لقد كان في قصصهم عبرة ألولي األلباب ماگان حډيئا فترى ولكن تصديق الذي بين يديه وتفصيل كل شيء وهدى‬
‫ورحمة لقوم يؤمون‬

Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-
orang yang mempunyai akal Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Ahmad Musthafa al-Maraghi melihat pada kisah Nabi Yusuf tersebut merupakan salah
satu kisah penting bagi mereka yang berakal dan berpikiran tajam yaitu ulul albab. Karena
itulah kisah ini disebut sebagai qashasha al-khabara yang berarti menyampaikan berita
dalam bentuk yang sebenarnya. Kata ini diambil dari perkataan qassa al-asara wa iqtassahu
yakni menunjukkan kisah ini menuturkan cerita secara lengkap dan benar-benar
mengetahui. (Maraghi, 1987).
Hal senada diungkapkan oleh al-Nahlawi bahwa kisah Yusuf mampu memuaskan
pikiran melalui cara:
1) Pemberian sugesti, keinginan dan keantusiasan. Keteguhan dan ketabahan
menghadapi cobaan merupakan satu sisi menakjubkan dan dapat diambil pelajaran.
2) Perenungan atau Pemikiran Nilai otentik dari kisah Yusuf yaitu penalaran yang
logis, semangat berkorban demi kebenaran, semangat ketuhanan dan keteguhan
dengan penuh kearifan dalam bertindak. (Abdurrahman, 1995)
b. Mampu mengambil pelajaran dari ayat-ayat Al-Quran.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Shad: 29:
‫كتاب ألناه إليك مبارك لينوا آياته وليتذكر أولو األلباب‬

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai fikiran.

Ulil albab dalam ayat di atas disebutkan sebagai orang yang mempunyai inti
pemikiran, "..dan supaya ingatlah kiranya orang-orang yang mempunyai inti
pemikiran." Karena orang-orang yang memiliki inti pemikiran adalah orang-orang yang
memiliki keimanan, keyakinan, dan kepercayaan akan adanya hari esok (hari
pembalasan), serta percaya dan yakin akan Kebenaran dan Keadilan Allah SWT.
(Hamaka, 2003)

4
c. Mampu mengambil pelajaran dari nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah.
Allah SWT berfirman dalam QS. Shad: 43 yang artinya: Dan Kami anugerahi dia
(dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka
sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi ulul albab.
Dalam tafsir Al-Misbah ulul albab disebut sebagai orang-orang yang memiliki akal
yang murni yang tidak diselubungi oleh "kulit" yakni kabut ide yang dapat melahirkan
kerancuan dalam berfikir. Oleh karena itu, orang-orang yang memiliki akal yang murni
akan mampu memetik pelajaran dari segala nikmat yang telah Allah anugrahkan kepada
kehidupannya. (Shihab, 2009).
d. Mampu mengambil pelajaran dari syari'at para Rasul terdahulu.
Allah SWT berfirman dalam QS. Ghafir: 53-54 yang artinya: Dan sesungguhnya
telah Kami berikan petunjuk kepada Musa; dan Kami wariskan Taurat kepada Bani
Israel, untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi ulil albab.
e. Mengambil pelajaran dari peringatan adzab Allah.
Allah SWT berfirman dalam QS. At-Thalaq: 10 yang artinya: Allah menyediakan
bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai ulul albab,
(yaitu) orang-orang yang beriman. "Sesungguhnya Allah telah menurunkan
peringatan kepadamu.
Dalam Tafsir as-Sa'di dijelaskan bahwa orang-orang ulil albab adalah orang
orang yang berakal yang mampu memahami tanda-tanda kebesaran Allah SWT
yang tersirat di dalam azab dan murka yang Allah turunkan terahadap umat-umat
yang telah mendustakan para Rasul Allah SWT. (As-Sa'di, 2007).
f. Mampu mengintegrasikan antara fikir dan dzikir.
Allah SWT berfirman dalam QS. Ali-Imran: 190-191 yang artinya: "Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi ulul albab. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau. Maka peliharalah kami dari
siksa neraka.
Orang yang selalu ingat kepada Allah (dzikrullah) dalam keadaan berdiri,
duduk, maupun berbaring. Berdiri maksudnya dalam keadaan jaya, duduk yakni
dalam keadaan biasa-biasa saja dan keadaan berbaring yakni dalam keadaan lemah.
Mereka senantiasa bersyukur dan bersabar dalam keadaan apapun. Orang yang
5
memiliki kapasitas intelektual yakni kesanggupan untuk memikirkan fenomena
alam dan peristiwa kehidupan. Ulul albåb yakni mereka yang mampu
menyimpulkan dari kejadian-kejadian dan mengambil hikmah. (Achmadi, 2005).
g. Senantiasa mengambil Itibar dari tanda kekuasaan Allah.
Allah SWT berfirman dalam QS. Az-Zumar: 21 yang artinya: Apakah kamu tidak
memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, Maka
diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi Kemudian ditumbuhkan-Nya dengan
air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu
kamu melihatnya kekuning-kuningan, Kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-
derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal.
2. Memiliki ilmu yang mendalam (rasyihun fiil ilmi).
Allah SWT berfirman dalam QS. Ali-Imran: 7 yang artinya: Dia-lah yang
menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada kamu, di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang
muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat,
adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan. Maka mereka
mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan
fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya
melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak
dapat mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan ulul albab.
Ulil albâb yakni mereka yang berakal sehat dan memiliki pemahaman yang lurus.
Mereka senantiasa memikirkan, mengambil pelajran dan memahami ayat-ayat sesuai
dengan maksudnya. Pada konteks ini ulul albâb yakni orang yang memiliki kemantapan
iman terhadap ayat-ayat yang diturunkan Allah. Mereka tidak semata-mata menjadikan
akal sebagai tolak ukur kebenaran, akan tetapi harus diimbangi dengan dzikir dan hati
serta berdoa. (Katsir, 1990).
3. Mampu membedakan antara yang haq dan yang bathil (al-faruq).
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah: 100 yang artinya: Katakanlah: "Tidak
sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik
hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai ulul albab, agar kamu mendapat
keberuntungan.
Abdul Karim Khathib dalam tafsirnya al-tafsiru al-Qur'ani lil qur'ani menjelaskan
bahwa ayat di atas fattaqu yu ulil albab yakni seruan bagi mereka yang memiliki pikiran
6
untuk menggunakan pikiran dan memanfaatkannya untuk mengetahui kebenaran dan
kebaikan, membedakan antara suatu hal yang bathil dan haq, akan menjadikan dirinya
memperoleh kemenangan diiringi dengan ketaqwaan. Karena ketaqwaan inilah sebagai
jalan untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan dunia dan ukhrawi.
Pada ayat ini terdapat dua kata antonim yakni kata al-khabits dalah segala sesuatu
yang tidak disukai dikarenakan buruknya atau kehinaannya dari segi material maupun
immaterial, baik menurut pandangan akal atau syariat, baik berupa perkataan maupun
perbuatan. Sedangkan ath-thoyyib adalah segala sesuatu yang dibolehkan oleh agama
dan akal sehat. (Shihab, 2003).
Dari tafsir di atas, penulis menyimpulkan bahwa ulul albab adalah Mereka yang
senantiasa menggunakan panca indera dan pikirannya untuk memperoleh kebenaran serta
memilih yang terbaik dengan memperhatikan pada nilai kualitasnya.6
4. Senantiasa berbekal ketaqwaan dalam hidupnya.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 197 yang artinya: (Musim) haji adalah
beberapa bulan yang dimaklumi, barang-siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan
itu akan menger-jakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-
bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa
kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Ber-bekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa dan bertakwalah kepadaKu hai ulul albab.
Al-Baqai menerangkan terkait dengan ya ulul albab yaitu akal-akal yang bersih, serta
pemahaman yang cemerlang, yang terlepas dari semua ikatan fisik sehingga ia mampu
menangkap ketinggian taqwa dan ia pun menjaga ketaqwaan itu. Pada konteks inilah
potensi al-nafs yakni satu dimensi jiwa yang memiliki fungsi dasar dalam susunan
organisasi jiwa manusia dilatih untuk melakukan yang diperintahkan dan menjauhi
segala yang dilarangnya agar mencapai derajat taqwa. Pada konteks keluarga,
pembentukan pribadi anak untuk senantiasa patuh dan taat kepada Allah dan
menghindarkan diri untuk memperturutkan hawa nafsu, serta membelajarkan untuk
memilah dan memilih secara benar akan meninggikan derajat ketaqwaan diri. (Qardawi,
1998).
Dari Mujahid bahwa Ibnu Umar menafsirkan tentang bekal ketaqwaan yang dimiliki
oleh seorang ulul albab yaitu, ketaqwaan yang melahirkan bentuk rasa takut, rasa khusyu'
dan rasa ta'at di dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT, Rasulullah SAW

6
Arizqi Ihsan Pratama, Konsep Ulil Albab dalam Al-Qur’an dan Relevansinya Terhadap Pendidikan
Modern, Jurnal Islamisasi Ilmu Penetahuan di Era Revolusi Industri, Vol. 1 N0 2 2019, hlm.229

7
bersabda: Berbekallah kamu dengan sesuatu yang dapat menutupi kehormatan wahmu
dari direndahkan oleh manusia dan sebaik-baiknya bekal ialah ketakwaan." (H.R. Ibnu
Abi Hatim, no. 263).
5. Memiliki aqidah yang kuat.
Allah SWT berfirman dalam QS. Ibrahim: 52 yang artinya; Ini adalah penjelasan yang
Sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya
mereka mengetahui bahwasanya dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar ulul albab
mengambil pelajaran.
Ulil albab dalam ayat ini berbicara tentang sosok kepribadian yang tidak dikeruhkan
akalnya oleh kerancuan dalam mengambil pelajaran. Hal ini terlihat dari susunan secara
rapi dan serasi. la dimulai dengan sesuatu yang bersifat umum yakni kata balagh
(penyampaian/penjelasan), kemudian disusul dengan peringatan. Hal ini mendorong
untuk merenung dan berpikir sehingga menghasilkan pengetahuan bahwa Allah Maha
Esa lagi Maha Perkasa. Hal itulah yang senantiasa menghiasi jiwa ulul albab.7
Oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa, konsep ulul albab yang terkandung di
dalam ayat ini adalah sosok pemikir yang memiliki akal yang jernih, yaitu akal yang
murni yang tidak tercampur dengan hawa nafsu atau cinta dunia. sehingga mudah dalam
mengambil pelajaran terhadap ke-Esaan Allah SWT.
6. Berorientasi ibadah dalam segala aktifitasnya.
Allah SWT berfirman dalam QS. Az-Zumar: 9 yang artinya: (Apakah kamu Hai orang
musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya hanya ulul albab lah yang dapat
menerima pelajaran.
Ulil albâb pada ayat di atas membicarakan tentang orang-orang yang senantiasa
bangun malam (qiyamullail) untuk mendirikan shalat malam. Mereka berdiri tegak untuk
mengharapkan ridha-Nya, sementara manusia terlelap dalam buaian malam dengan tidur,
bahkan sebagian menghabiskan malam-malam mereka dengan bermaksiat. Mereka
menyadari dengan benar, bahwa mereka orang-orang yang beruntung sedangkan
golongan yang lain merugi. (Qurdawi, 1998).

7
Ibid,..., jurnal

8
Pada akhir ayat ini terdapat kata "yatadzakkaru" terambil dari kata "dzikir" yakni
pelajaran peringatan. Penambahan huruf ta pada kata ini mengisyaratkan akan banyaknya
pelajaran yang dapat diperoleh oleh ulul albab. Hal ini menandakan bahwa selain mereka
tidak mendapatkan pelajaran melebihi ulul albab. (Shihab, 2003)
7. Memiliki hikmah.
Allah SWT berfirman yang artinya:"Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman
yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang
banyak, dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari
firman Allah).”(Al-Baqarah: 269).
Pada ayat ini dijelaskan bahwa orang yang berhak mengambil manfaat dari hikmah
adalah kaum ulul albab yaitu mereka yang meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya
dan memberikan kepada masing-masing yang berhak. Maka bagi mereka telah
mendapatkan kemuliaan dari Allah dari sisi ilmu pengetahuan. Para ulama' mengartikan
hikmah dengan berbagai macam. Hikmah berarti ilmu dan pengertian terhadap al-Qur'an,
hikmah juga berarti takut kepada Allah dan hikmah adalah sari ilmu agama dan budi
akhlak yang baik.8
8. Memiliki Akhlak Mulia.
Allah SWT berfirman yang artinya: "Adakah orang yang mengetahui bahwasanya
apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?
hanyalah ulul albab saja yang dapat mengambil pelajaran. Yaitu orang orang yang
memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian. Dan orang-orang yang
menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka
takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.Dan orang-orang yang sabar
Karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian
rezki yang kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang terangan serta
menolak kejahatan dengan kebaikan, orang-orang Itulah yang mendapat tempat
kesudahan (yang baik). " (QS. Ar-Ra'du: 19-22).

Sayyid Qutb menafsirkan bahwa ulul albab pada ayat ini adalah pribadi yang
memiliki akal pikiran dan hati yang senantiasa mengingat dan menuntun mereka pada
kebenaran, serta menjadikan dalil-dalil sebagai landasan dengan pemikiran yang

9
mendalam. Ulul albâb bukan sekadar memiliki pemikiran cemerlang semata, akan tetapi
memiliki kemampuan untuk berpikir yang disertai dengan kesucian hati dengan
pemahaman yang mendalam sehingga mampu membedakan antara kebaikan dan
kebatilan, sehingga mendorong pemiliknya menuju kemenangan dan mengamalkannya
dalam kehidupannya.

9. Melakukan amalan dengan cara yang terbaik (ahsanu 'amala).


Allah SWT berfirman yang artinya: "Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti
apa yang paling baik di antaranya mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah
petunjuk dan mereka Itulah ulul albab." (QS. Az-Zumar: 18).
M. Quraish Shihab memaparkan maksud dari Tafsiran Q.S. Az-Zumar yang
membahas tentang Ulul Albab. Bahwa Ulul Albab adalah sekelompok orang yang
memiliki pemikiran yang cerah, yaitu pemikiran yang tidak diliputi oleh kekeruhan.
Sehingga hal demikian telah mengantarkan mereka terhadap ketekunan dan kesungguhan
dalam melakasanakan perkataan siapapun yang mereka dengar mengenai apa yang paling
baik yang mereka dengar tentang perintah ketaqwaan kepada Allah SWT.
10. Menegakkan hukum Allah di muka bumi.
Allah SWT berfirman yang artinya: "Dan bagi kalian dalam qishaash itu ada
(jaminan kelangsungan) hidup, hai ulul albab, supaya kalian bertakwa”. (QS. Al-
Baqarah: 179).
Dari sepuluh karakter yang dimiliki manusia ulil albab tersebut, Ahmad Alim,
memberikan kesimpulan bahwa ulil albab adalah manusia yang berilmu. Dengan
ilmunya tersebut mampu mendatangkan keimanan, dengan keimanan ia mampu beramal
shaleh, dengan amal shaleh ia mampu menciptakan sebuah peradaban, dari peradaban
yang ia bangun, senantiasa berjalan di bawah naungan syari'at Allah. Jadi ulul albab
adalah manusia paripurna yang mampu mengemban amanah Allah sebagai Abdullah dan
khalifatullah yang mampu memakmurkan bumi ini atas ridha Allah SWT.
B. Pengertian Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
Sebelum kita mengetahui mengenai apa itu kecerdasan majemuk, terlebih dahulu kita
ketahui apa yang dimaksud dengan kecerdasan. Howard Gardner mendefinisikan
kecerdasan sebagai berikut:
1. Kemampuan menyelesaikan masalah atau produk mode yang merupakan
konsekuensi dalam suasana budaya.

10
2. Keterampilan memecahkan masalah membuat seseorang mendekati situasi yang
sasaran harus dicapai.
3. Kemampuan untuk menemukan arah/cara yang tepat kearah sasaran tersebut.9
Tidak hanya mendefinisikan kecerdasan Howard Gardner mendefinisikan mengenai
kecerdasan majemuk/ganda. Seorang ahli psikologi kognitif dari Universitas Harvard ini
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan ganda (multiple intelligences)
adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang
bernilai dalam satu latar belakang budaya tertentu, Artinya, setiap orang jika dihadapkan
pada satu masalah, ia memiliki sejumlah kemampuan untuk memecahkan masalah yang
berbeda sesuai dengan konteksnya. Kemampuan “memecahkan” masalah tidak hanya
berkaitan dengan berhasil atau tidaknya menghitung perkalian, namun juga meliputi
kemampuan membentuk suatu tim, kemampuan untuk mengatur anggota dalam
kelompoknya guna bersama-sama memecahkan masalah yang sulit, dan lain-lain.
Gardner memandang kecerdasan tidak semata-mata berdasarkan skor tertentu yang
telah memiliki nilai standar melainkan berdasarkan ukuran kemampuan yang dikuasai oleh
individu. Pendekatan ini mencoba memahami bagaimana pikiran individu dalam
menjalankan kehidupan, baik yang berkaitan dengan benda-benda konkret maupun hal-hal
yang bersifat abstrak sehingga bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang
ada hanyalah anak yang lebih menguasai satu bidang tertentu atau beberapa bidang lain.
Oleh karena itu, bidang atau kecerdasan tertentu yang kurang dikuasai dapat distimulasi
agar lebih terampil. Namun demikian, Gardner juga mempercayai bahwa setiap individu
memiliki kecenderungan untuk cerdas pada satu bidang tertentu sehingga individu tidak
memerlukan usaha yang susah payah untuk mengembangkannya. Berkaitan dengan hal
tersebut maka Gardner mengembangkan suatu kriteria yang dapat digunakan untuk
mengukur apakah potensi yang dimiliki oleh seseorang memang merupakan suatu
kecerdasan yang sesungguhnya.
C. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dalam Tinjauan Psikologi
Teori kecerdasan majemuk ditemukan dan dikembangkan oleh Gardner, seorang
psikolog perkembangan dan professor pendidikan dari Graduate School of Education,
Harvard University Amerika Serikat pada tahun 1983. Gardner mendefinisikan
intelligence sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk

9
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran.( Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2010),
hlm.15

11
dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Intelligence
bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang tertutup
yang terlepas dari lingkungannya. Akan tetapi, intelligence memuat kemampuan
seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-
macam. Seseorang memiliki intelligence yang tinggi apabila ia dapat menyelesaikan
persoalan hidup yang nyata, bukan hanya dalam teori. Semakin seseorang terampil dan
mampu menyelesaikan persoalan kehidupan yang situasinya bermacam-macam dan
kompleks, semakin tinggi intelligencenya.10
Gardner dalam bukunya Jasmine mengenalkan teori kecerdasan majemuk yang
menyatakan bahwa kecerdasan meliputi delapan kecerdasan. Yaitu linguistik, matematis,
visual, musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Teori tersebut
didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ
sangatlah terbatas, karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika)
dan bahasa. Padahal setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh
seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang
dapat berguna bagi orang lain.11
Apabila diperhatikan secara cermat teori tentang kecerdasan majemuk. sebenarnya
merupakan fungsi dari dua belahan otak manusia, yakni otak kanan dan otak kiri. Otak
kiri memiliki kemampuan dan potensi untuk memecahkan masalah problem matematik,
logis dan fenomenal. Sedangkan otak kanan memiliki kemampuan untuk merespons hal-
hal yang bersifat kualitatif, artistic dan abstrak, tetapi tetap harus diingat bahwa ini
semua masih dalam kerangka kemampuan terhadap dunia luar, sedangkan pengetahuan
tentang diri, belum dijangkau.12
D. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dan Konsep Fitrah dalam Islam
Dalam pandangan Islam setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hal ini
termaktub dalam Al-Quran surah Ar-Ruum ayat 30 yang artinya “ tetaplah atas fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu"." Dalam sebuah hadis juga
dijelaskan bahwa setiap bayi dilahirkan dengan membawa fitah (kesucian), maka orang
10
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intelligence di Indonesia, (Bandung:
Kaifa, 2010), hlm. 89
11
Julia Jasmine, Panduan Mengajar Berbasis Kecerdasan Majemuk,(Bandung: Nuansa, 2007), hlm.
13.
12
Suharsono Menerdaskan Anak Melejitkan Intelektual dan Spiritual, Memperkaya Hasanah Batin,
Kesalehan serta Kreativitas Anak (IQ, EQ dan SQ), (Depok: Inisiasi Press, 2004), hlm.47

12
tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. Ayat dan hadits ini
menjelaskan secara tegas bahwa manusia itu tercipta berdasarkan fitrah.
Fitrah menurut Mujib memiliki makna beragam tergantung dari sudut pandang makna
yang digunakan. Sehingga fitrah dapat dimaknai secara etimologi, terminologi bahkan
makna konteks dalam suatu ayat (nasabi)." Pemaknaan fitrah melalui sudut pandang
nasabi, diantaranya 18 fitrah berarti potensi dasar manusia.13
Apa yang dikemukakan oleh Gardner dalam teori multiple intellegensi merupakan
temuan yang telah membantu kita menemukan dan mengeksplorasi berbagai potensi dasar
(fitrah) yang terdapat dalam diri manusia. Selanjutnya menurut Muis, bahwa konsep fitrah
membentu pendidikan Islam dalam melihat peserta didik. Konsep ini menekankan bahwa
setiap manusia terlahir memiliki pembawaan atau potensi dalam dirinya (endogen).
Namun faktor luar (eksogen) turut pula mempengaruhi pembentukan dan perkembangan
kepribadian seseorang. Ini sejalan dengan yang dikemukakan Gardner bahwa kecerdasan
(potensi fitrah) itu dapat distimulir dan dikembangkan secara maksimal dengan pengayaan
dan pengajaran.
Dengan ini dapat diketahui bahwa terdapat relevansi antara teori multiple intellegensi
dengan konsep fitrah dalam pendidikan Islam, relevansi tersebut dapat dilihat dari:
1) Manusia sebagai ciptaan Allah dilahirkan dalam keadaan suci dan membawa
berbagai potensi.
2) Teori multiple intelligence berusaha mengungkapkan potensi dasar yang ada dalam
diri manusia.
3) Teori dan konsep di atas jika dikolaborasikan, maka akan tercipta pandangan yang
benar tentang potensi fitrah (kecerdasan dasar) manusia, lantas bagaimana
memperlakukannya dengan upaya pendidikan itu, dan itu sejatinya merupakan
jalan untuk menjadikan pendidikan Islam lebih baik.14

Dalam Islam sebenarnya telah banyak disebutkan tentang ragam kecerdasan manusia
sejalan dengan perpsektif teori multiple intelligence. Ini dapat dilihat dalam beberapa ayat-
ayat Al-Quran baik yang pengungkapannya secara eksplisit maupun implisit. Berikut
adalah uraian kecerdasan majemuk yang sejalan dengan prinsip ajaran Islam;

13
Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis,(Jakarta: Darul Falah,
1999), hlm.7
14
Masjudin dan Syahyudin, Teori Keardasan Majemuk (Multiple Intelligence) dan Teori Kecerdasan
Emosional (Emosional Intelligence) serta Relavansinya Dengan Konsep Pendidikan Islam, Jurnal Ta’dib, Vol.
15, No. I 2017, hlm. 74-75.

13
a. Kecerdasan Linguistik: Cerdas Kata, kemampuan berbahasa merupakan ciri khas
Adam, manusia berakal yang pertama, bahkan kemampuannya ini menjadikannya
dilebihkan oleh Allah atas makhluk-Nya yang lain (Malaikat, Jin dan Iblis) karena
kemampuannya menyebut asma’ (nama-nama), merupakan suatu keahlian
menciptakan dan memahami simbolsimbol. Lebih tegas lagi dijelaskan bahwa manusia
di anugrahi kemampuan pandai berbicara, menjelaskan.
b. Kecerdasan Logis-Matematis: Pemahaman sismbul (perumpamaan) Kecerdasan logis
matematis sangat berkaitan dengan pemahaman simbol-simbol (perumpamaan-
perumpamaan). Barbagai simbolsimbol digunakan untuk mengungkapak kecerdasan
logis matematis ini. Berkenaan dengan ini di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa “Dan
perumpaman-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia, dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
c. Kecerdasan Visual Kecerdasan ini secara tersirat disebutkan di dalam surat Ar-Ra’du
yang mengatakan bahwa Allah lah yang menjadikan bumi terbentang luas, menjadikan
padanya gunung-gunung serta sungaisungai, bauh-buahan yang berpasangan, dan
menjadikan siang dan malam. Mampu melihat yang demikian disertai tadabbur
merupakan ciri-ciri orang yang berpikir (cerdas).
d. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani Dalam Islam diketahui bahwa ketaatan, penghambaan,
dan seruan kepada Allah (berjihad/peperangan), shalat, puasa, haji dan sebagainya
memerlukan upaya-upaya fisik disertai kecakapan dan keterampilan. Sehingga
kecerdasan jasmani menjadi penting dalm Islam. Hal ini dijelaskan dalam hadis bahwa
mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.
e. Kecerdasan intrapersonal: Tafakkur dan Tadabbur Al-quran sangat menekankan
kepada manusia untuk senantiasa mengetahui dan mengenali dirinya. Mengetahui diri
dengan tafakkur dan tadabbur menurut Qurtubi, agar manusia bisa memperoleh
petunjuk tentang kebesaran Allah.
f. Kecerdasan interpersonal: Muamalah dan Silaturrahmi. Satu di antara tujuan
diturunkannya Al-quran adalah menjadi pedoman bagi manusia untuk bermuamalah,
kepedulian sosial, berinteraksi dengan sesama juga lingkungannya. Misalnya di dalam
Alquran dijelaskan bahwa Allah sangat menyukai orang-orang yang menafkahkan
hartanya (dalam keadaan lapang maupun sempit), menahan amarah, serta memaafkan
orang lain.
g. Kecerdasan Naturalis: Cerdas Alam Dalam Islam, Allah menciptakan manusia sebagai
khalifah di muka bumi, dimana manusia harus mengenal alam lingkungannya dengan
14
baik. Pengenalan alam dan lingkungannya akan membantu manusia mengemban
amanah kekhalifakannya dengan baik. Apa yang terungkap di atas merupakan setetes
kecil dari yang temaktub di dalam Al-quran. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa
pendidikan Islam yang sumbernya adalah Al-quran dan Hadis, telah mengajarkan
multiple intellegence kepada manusia. Fitrah manusia yang disebutkan sejak lama
diungkapkan oleh Al-Quran sebelum dikemukakannya teori multiple intellegence.
Keberadaan teori ini hendaknya dimaknai memperkaya khazanah pendidikan Islam
dimana akar dan prinsipnya tidak tercerabut dari sumber otentik ajaran Islam, yakni
Alquran dan Hadis.15

15
Masjudin dan Syahyudin, ..., hlm. 74-75.

15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Ulul albab artinya orang yang memiliki otak yan berlapis-lapis. Ini sebenarnya
membentuk arti kiasan tentang orang yang memiliki otak yang tajam. Kecerdasan
ganda (multiple intelligences) adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau
menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya tertentu.
2. Terdapat relevansi antara teori multiple intellegensi dengan konsep fitrah dalam
pendidikan Islam, relevansi tersebut dapat dilihat dari: Manusia sebagai ciptaan Allah
dilahirkan dalam keadaan suci dan membawa berbagai potensi, Teori multiple
intelligence berusaha mengungkapkan potensi dasar yang ada dalam diri manusia,
Teori dan konsep di atas jika dikolaborasikan, maka akan tercipta pandangan yang
benar tentang potensi fitrah (kecerdasan dasar) manusia, lantas bagaimana
memperlakukannya dengan upaya pendidikan itu, dan itu sejatinya merupakan jalan
untuk menjadikan pendidikan Islam lebih baik

16
DAFTAR PUSTAKA

Abuddinata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja grafindo, 2002.


al-Munawir Ahmad Warson, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia, Yogyakarta:
Pondok Pesantren Krapyak, 1984.
Mujib, Abdul Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis, Jakarta: Darul
Falah, 1999.
Pratama Arizqi Ihsan, Konsep Ulil Albab dalam Al-Qur’an dan Relevansinya Terhadap
Pendidikan Modern, Jurnal Islamisasi Ilmu Penetahuan di Era Revolusi Industri, Vol. 1
N0 2 2019.
Pusat Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai
Pustaka, 2003.
Raharjo M. Darmawan, Ensiklopedi Al-Qur`an Tafsir Sosial Brdasarkan Konsep-konsep
Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002.
Riyanto Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran.( Jakarta: KencanaPrenada Media Group,
2010), hlm.15
Syahyudin dan Masjudin, Teori Keardasan Majemuk (Multiple Intelligence) dan Teori
Kecerdasan Emosional (Emosional Intelligence) serta Relavansinya Dengan Konsep
Pendidikan Islam, Jurnal Ta’dib, Vol. 15, No. I

17

Anda mungkin juga menyukai