Anda di halaman 1dari 16

KONSEP ALAM MENURUT IMAM AL GHAZALI

Dosen Pembimbing:

Al-Ustadz Dr. Moh. Isom Mudin, S.Th.I., M.Ud.

Disusun oleh:

Ibnu Avi Syena

402019224093

Prodi Aqidah Filsafat Islam

Fakultas Ushuluddin

Universitas Darussalam Gontor

Tahun Akademik 1444 H/2022 M


BAB 1: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Kerangka Teori
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penulisan
I. Kajian Pustaka

BAB 2 : BIOGRAFI AL GHAZALI, PERAN, DAN KONSEP AKAL

A. Biografi Al Ghazali
a. Kelahiran dan Riwayat Hidup
b. Karya-karya Al Ghazali
B. Konsep Alam
1. Konsep Alam Dalam Al Qur’an
2. Konsep Akal Menurut Kaum Rasionalis dan Kaum
Trasionalisme
3. Konsep Akal Menurut Imam Al Ghozali

BAB 3: POSISI AKAL MENURUT TASAWWUF JALALUDDIN AR-


RUMI

A. Posisi Akal Menurut Tasawwuf Jalaluddin Ar- Rumi


B. Peran Akal Menurut Jalaluddin Ar- Rumi
C. Perumpamaan Akal Menurut Jalaluddin Ar-Rumi

BAB 4: PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Kritik
C. Saran
D. Penutupan

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan peran dan fungsi akal
secara optimal, sehingga akal dijadikan sebagai standar seseorang diberikan beban
taklif atau sebuah hukum. Jika seseorang kehilangan akal maka hukum-pun tidak
berlaku baginya. Saat itu dia dianggap sebagai orang yang tidak terkena beban
apapun.

Akal memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia sekali di dalam
Islam. Dengan akal maka terselamatlah diri daripada mengikuti hawa nafsu yang
sentiasa menyuruh untuk melakukan keburukan. Dan setiap perbuatan buruk
adalah yang akan membawa manusia ke Neraka Jahannam, Allah berfirman: Dan
mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu)
niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyalanyala".
[Q.S. Al-Mulk: 10]1

Akal merupakan perlengkapan paling sempurna yang disematkan Allah


SWT kepada manusia. Dengan akal dan pikiran, manusia dapat mengubah dan
mengembangkan taraf kehidupannya dari tradisional berkembang hingga modern.
Sifat tidak puas yang secara alamiah ada dalam diri manusia mendorong manusia
untuk selalu ingin mengubah keadaan. Ketidakpuasan tersebut menimbulkan
perubahan-perubahan sehingga tercipta peradaban dunia yang maju. Kemajuan
yang dihasilkan oleh akal dan pikiran manusia membawa dampak positif dan
negatif. Untuk meminimalisir atau mengatasi masalah-masalah yang timbul dari
dampak negatif, manusia tetap memerlukan akal untuk berpikir secara benar.

1
Norhasanah Norhasanah, “PENGARUH KONSEP AKAL DALAM PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM,” NALAR: Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam 1, no. 2 (14 Juli 2018):
138.
Melihat pentingnya akal dalam khazanah literatur tasawwuf, selain itu
terdapat pertentangan antara kelompok sufi dan filosof terutama dengan posisi
akal dalam mengenal Tuhan. Pentingnya posisi dan kedudukan Maulana
Jalaluddin Ar-Rumi dalam tradisi sufistik, terutama dalam wacana sastra mistik
dikarenakan Rumi tidak hanya menjelaskan posisi akal dalam tasawwuf saja, akan
tetapi juga menjelaskan tentang bagaimana memposisikan akal dalam memandang
persoalan. Dalam karya-karya Jalaluddin Ar-Rumi banyak pengalaman spiritual
yang dijelaskan secara logis dan masuk akal sehingga dapat diterima oleh semua
kalangan yang membacanya. Dan dia memilki kemampuan yang mampu
menguraikan berbagai pemikiran dari setiap pembicaraan tentang permasalahan
yang ada, membuat hati orang yang membacanya penuh dengan ketenangan dan
kedamaian.

Akal sendiri adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi


untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang
kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan,
formal maupun informal, dari manusia pemiliknya. Sedangkan akal menurut para
kaum teolog Islam memiliki arti daya untuk memperoleh pengetahuan.2
Penggunaan akal sebagai alat untuk menerjemahkan tentang pengalaman spiritual
(tasawuf) adalah hal yang menarik untuk dipelajari. Berusaha menjelaskan makna
tasawuf menggunakan akal dan membuatnya berkombinasi adalah hal yang sangat
menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Mengungkap makna esensi tasawuf
bukanlah hal yang salah, jika keduanya dapat berjalan beriringan dan
bekerjasama.

Akal dalam kehidupan manusia memiliki arti yang sangat penting dan
vital. Tidak salah jika dikatakan bahwa yang membuat manusia bertahan hidup
dan mengembangkan budaya serta peradaban yang menakjubkan. Dalam Islam
akal juga diakui sebagai salah satu karya cipta Allah yang luar biasa, namun
dalam tradisi intelektual Islam, para ulama dan cendekiawan memperdebatkan
2
Kata akal yang sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-„aql, yang dalam bentuk
kata benda berlainan dengan kata al- wahy, tidak terdapat dalam Al-Qur‟an. Al- Qur‟an hanya
membawa bentuk kata. Lihat Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta:UI-Press,
1986 ) hlm. 5- 12.
mengenai apa itu akal dan sejauh mana peran akal dalam masalah keagamaan.
Para filosof Muslim dan fuqaha ahlu ra’y membela akal sebagai sumber
pengetahuan dan rujukan dalam kehidupan dan masalah agama, namun para
ulama ahli ḥadīs dan yang memegang tradisi fiqh literal menganggap peran akal
sangat terbatas dalam masalah agama, bahkan ada yang berpandangan tidak
diizinkan akal bermain dalam ranah agama. Hingga detik ini, perdebatan klasik
mengenai akal dan kemampuan rasional manusia masih terus diperdebatkan
khususnya dalam bidang agama.3

Seiring dengan berkembangnya agama Islam dan munculnya polemik


mengenai penafsiran Al-Qur‘an dan hadits dalam menjawab persoalan yang
berkembang, muncullah berbagai pandangan yang beragam baik dalam masalah
aqidah, fiqh atau masalah penafsiran Al-Qur‘an. Secara garis besar, muncul
kelompok yang mengandalkan inovasi dalam menyelesaikan masalah dengan
menggunakan kemampuan akalnya dan mengqiyaskan problem-problem baru,
kelompok ini disebut sebagai ahl ra’yu (dari ra’yun jamaknya ara‘u yang berarti
pendapat pikiran) atau kelompok rasionalis (tokoh terkenalnya adalah Imam Abu
Ḥanifah).4 Disisi lain muncul kelompok yang berpegang teguh pada teks literal
kitab suci dan riwayat dari nabi dan para pendahulu dalam menjawab masalah-
masalah keagamaan dan menahan diri dari masalah yang rumit dan memacu
perdebatan, kelompok ini adalah kelompok ahl ḥadīs atau tradisionalis. 5
Sedangkan dalam terminologi yang populer di mazhab syī‘ah, kelompok rasional
dinamakan uṣūli dan kelompok tradisional disebut golongan akhbārī. 6 Kedua
kelompok pemikiran tersebut (rasionalis dan tradisionalis) kemudian berkembang
lebih jauh dan membentuk suatu mazhab yang mapan dan dengan metode yang
baku.

3
Reynaldi Adi Surya, “KEDUDUKAN AKAL DALAM ISLAM: PERDEBATAN ANTARA
MAZHAB RASIONAL DAN TRADISIONAL ISLAM,” Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin 1,
no. 1 (5 Mei 2020): 1–21.
4
Mohammad Takdir, “Membumikan Fiqh Antroposentris: Paradigma Baru Pengembangan
Hukum Islam yang Progresif,” Jurnal Ahkam 7, no. 1 (2019): 98.
5
Sulaiman Abdullah, Dinamika Qiyas dalam Pembaharuan Hukum Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1996), 18-19.
6
Murtaḍa Muṭahhari dan Muḥammad Baqir Ṣadr, Pengantar Ushul Fiqh dan Ushul Fiqh
Perbandingan, terj. Satrio Pinandito dan Ahsin Muhammad (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993), 153.
Munculnya kedua mazhab tersebut tak lain karena kedua kelompok
tersebut berbeda pandangan dalam menempatkan posisi akal dan berbeda porsi
penggunaan akal. Hingga akhirnya mendorong perdebatan yang lebih intensif
mengenai akal dalam tradisi intelektual Islam. Pertanyaan seputar apa hakikat
akal? Apa fungsi akal? Apakah akal bisa mencapai kebenaran? Dan seberapa jauh
akal itu berperan dalam kehidupan manusia, khususnya dalam hal agama,
membuat diskusi menjadi menjadi mengarah pada pembahasan falsafi.

Golongan tradisionalis adalah kelompok yang skeptis terhadap akal.


Dalam menjawab masalah sehari-hari, mereka mencukupkan diri pada nusus dan
asar dan menolak penggunaan akal. Mereka berpendapat bahwa apa yang
diturunkan oleh Allah dan rasulnya sudah sedemikian sempurna sehingga tidak
dibutuhkan inovasi. Áyat yang menjadi legitimasi kaum tradisionalis adalah surah
Al Maidah ayat 3, yang berbunyi: “Pada hari ini, telah Kusempurnakan agama
kalian untuk kalian, dan telah Kucukupkan Nikmat-Ku bagi kalian, dan telah
Kuridhai Islam sebagai agama kalian.”

Golongan rasionalis (baik itu filusuf, mutakallimūn, atau fuqaha) menolak


argumentasi yang terlalu kaku dan dogmatis dari kelompok tradisionalis.
Kelompok ini berpendapatbahwa kedudukan akal sangat tinggi dan Allah sendiri
menganugrahkan akal dan mencela orang-orang yang menolak menggunakan
akalnya, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 179 yang berbunyi:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai qalbu,7 tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah).”

Perdebatan ini kemudian memacu suatu polemik yang bersifat akademis.


Pembahasan mengenai akal menjadi hal menarik, sebab perselisihan antara
kelompok rasionalis dan tradisionalis telah merembet keberbagai tema-tema
keislaman seperti falsafat, kalam (aqidah), dan juga fiqh yang membuat disiplin
ilmu keislaman tersebut menjadi hidup dan berkembang.

7
Kata qalb dipahami juga sebagai akal.
Tidak mudah menguraikan pemikiran Jalaluddin Rumi tentang peran dan
posisi atau kedudukan akal secara tuntas dalam sebuah skripsi. Oleh karena itu
yang akan dipaparkan dalam tulisan ini adalah sepintas mengenai poin-poin inti
yang tertuang dalam pemikiran Rumi terkait topik yang didiskusikan. Tulisan ini
memasuki tema pembahasan dengan pemaparan singkat tentang perdebatan antara
kaum rasionalis dengan kaum tradisionalis mengenai kedudukan akal, serta peran
akal itu sendiri.

B. Perumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang diatas dan agar pembahasan dalam


penelitian ini tidak melebar kepada pembahasan yang lain, maka perlu adanya
perumusan masalah yang akan diteliti, yakni sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Peran Akal Menurut Jalaluddin Ar-Rumi?


2. Bagaimanakah Posisi Akal Menurut Tasawwuf Jalaluddin Ar-
Rumi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun alasan penulis untuk membahas dan meneliti judul ini adalah
sebagai berikut ini :

1. Untuk Mengetahui Peran Akal Menurut Jalaluddin Ar-Rumi


2. Untuk Mengetahui Posisi Akal Menurut Tasawwuf Jalaluddin Ar-
Rumi

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang berjudul Konsep dan Peran Akal Menurut
Jalaluddin Ar-Rumi, diharapkan dapat memberikan manfaat positif bagi semua
orang, baik sisi keilmuan akademik, maupun sisi praktis:
1. Sisi Keilmuan Akademik
a. Menambah khazanah mengenai konsep akal dalam tasawuf,
sekaligus menegaskan bahwasanya penggunakan akal dalam
tasawuf adalah hal yang seharusnya bukan dengan saling
mempertentangkan diantara keduanya. Selain hal tersebut, hal lain
yang perlu diperhatikan adalah akal dalam tasawwuf Rumi
memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan yang lain.
b. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai posisi dan peran akal
dalam tasawuf Maulana Jalaluddin Rumi khususnya dalam kitab
fihi ma fihi.

2. Sisi Praktis
a. Memberikan kontribusi dalam upaya mengupas pemikirannya
terutama tentang konsep akal dalam tasawuf serta mengenalkan
lebih mendalam tentang pemikiran Maulana Jalaluddin Rumi.
b. Memberikan kontribusi dalam upaya menyadarkan pentingnya
akal dan tasawuf sebagai sebuah satu kesatuan, bukan sebagai
kontra dalam upaya menciptakan gagasan dan pemikiran yang
memberikan ketentraman dan kedamaian serta menambah
khazanah keilmuwan

E. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian yang akan peneliti lakukan, peneliti telah mengumpulkan


beberapa pembahasan terkait dengan penelitian-penelitian sejenis sehingga
memudahkan peneliti dalam mencari variabel penelitian, dan bertujuan untuk
memperoleh suatu gambaran yang sesuai dengan topik permasalah yang akan
diteliti dari penelitian terdahulu atau saling keterkaitan, sehingga tidak terjadi
pengulangan penelitian terdahulu yang hampir sama dengan penelitian yang akan
peneliti kaji.
Sedangkan mengenai figur Maulana Jalaludin Rumi, ia sendiri selain
seorang sufi, juga merupakan sastrawan yang terkenal rajin, tekun, pintar dan
banyak ibadah. Sejauh ini yang penulis temukan, beberapa tulisan yang
membahas tentang Maulana Jalaluddin Rumi diantaranya adalah :
Pertama, penelitian yang ditulis oleh M. Amir Langko dalam Didaktika
Jurnal Kependidikan yang berjudul : “ Nilai Pendidikan Tauhid dalam Sya‟ir
Cinta Jalaluddin Rumi “ ( Vol. 5 No. 1 Juni 2010 ). Dalam jurnal ini membahas
tentang nilai-nilai ketauhidan yang dibawa oleh Jalaluddin Rumi melalui syair-
syairnya. Garis besar penelitian ini adalah berbicara tentang nilai-nilai tauhid yang
diubah melalui syair oleh Rumi dalam semua karyanya secara universal. Selain
itu, penelitian ini juga bercerita tentang terbentuknya aliran- aliran tasawuf yang
muncul sebagai respon terhadap orang-oranag atau kelompok yang mendewakan
akal yang pada waktu itu di klaim sebagai puncak kebenaran. Berawal dari situlah
bahwasanya nilai-nilai ke-Tauhidan yang ada seolah hanya penghias dan
pendukung akal untuk menguatkan saja, tidak lebih, bukan sebagai mitra untuk
memposisikan akal dalam tasawuf sebagai pedoman hidup yang berjalan
beriringan. Dan perbedaannya pada penulisan ini, penulis membahas sebagian
karyanya yang berjudul Fihi Ma Fihi mengenai peran dan posisi akal yang
berjalan beriringan untuk bekerja bersama sebagai mitra bukan kontra.
Kedua, penelitian yang ditulis oleh Zamzam Afandi dalam Jurnal Analisis
( Vol XVI, Nomor 2, 02 Desember 2016 ) yang berjudul: “Nilai-Nilai
Kemanusiaan dalam Puisi Sufustik Al-Rumi“. Tulisan ini mendiskusikan
pandangan Al- Rumi tentang manusia dan kemanusiaan.. Menurutnya manusia
adalah berasal dari materi yang sama yaitu tanah yang telah ditiupkan padanya
Ruh Tuhan. Karena berasal dari tanah, maka manusia akan terus berkembang,
berjuang dan mencari kesempurnaan hidup. Sedang Ruh Tuhan yang telah tertiup
pada tanah asal kejadian manusia, membuatnya akan selalu merindukan Tuhan
dan bertemu dengan- Nya. Rindu atau cinta (mahabbah, syauq) inilah yang
semestinya menjadi cara pandang dan bersikap dalam interaksi manusia dengan
sesamanya ataupun dengan alam semesta. Dan perbedaannya pada penulisan ini,
penulis menyertakan peran akal dalam jiwa manusia.
Ketiga, skripsi yansg ditulis oleh Aris Wahidin yang berjudul:
“Kecerdasan Spiritual dalam Pemikiran Jalaluddin Rumi dan Implikasinya dalam
Pendidikan Agama Islam”. Pada penelitian ini dibahas bahwasanya kecerdasan
spiritual dalam pemikiran Jalaluddin Rumi merupakan pencapaian puncak
kesempurnaan potensi psikospiritual manusia. Selain itu, skripsi ini lebih
menjurus pada implikasi dari konsep akal spiritual sebagai pembersih jiwa yang
nantinya di implikasikan spesifik terhadap proses pengembangan pendidikan
agama islam melalui jalan cinta yang merupakan upaya spritual yang diawali
dengan aktivitas pembersihan jiwa dari keterikatan pada pemilikan harta benda
dan sifat-sifat tercela, serta di sempurnakan dengan aktivitas berperilaku sesuai
dengan sifat-sifat kemuliaan Allah. 8Perbedaan dengan skripsi yang akan dibahas
oleh peneliti adalah bahwasanya posisi akal dalam tasawuf merupakan instrumen
penting yang dapat digunakan sebagai penggerak instrumen kehidupan yang lain.
Tidak seharusnya akal dan tasawuf dipertentangkan karena keduanya memang
seharusnya berjalan beriringan.
Keempat, adalah penelitian yang dilakukan oleh Ali Mansur yang
diterbitkan melalui Jurnal Wawasan yang berjudul: “Maulana Jalaluddin Rumi
(1207-1273 M) ; Telaah atas Keindahan Syair dan Ajaran Tasawufnya“. Pada
penelitian ini ditulis dan dijelaskan tentang bagaimana keindahan ajaran tasawuf
Maulana Jalaluddin Rumi yang disampaikan dan diajarkan lewat syair-syair
indah. Selain itu, hal lain yang dibahas adalah tentang seberapa besar pengaruh
mistisisme Rumi terhadap para pemikir generasi setelahnya. Bahkan
pemikirannya juga dipakai oleh para pemikir yang berasal dari Barat. 9 Sedangkan
penelitian skripsi ini lebih terfokus pada apa yang ada dalam karya Rumi yang
berjudul Fihi Ma Fihi mengenai gagasan posisi akal dalam tasawuf beserta peran
akal tersebut.
Kelima, Skripsi atas nama M. Rijal Fikri Muzakki dengan judul POSISI
AKAL DALAM TASAWUF MAULANA JALALUDDIN RUMI ( Kajian dalam
Kitab Fihi Ma Fihi ) dari kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun
2019, Penulis menggunakan pendekatan filosofis, dan metode pengumpulan data
8
Aris Wahidin, Kecerdasan Spiritual dalam Pemikiran Jalaluddin Rumi dan Implikasinya dalam
Pendidikan Agama Islam ( Yogyakarta: PAI Press, 2009 ), hlm. Vii.
9
Ali Masrur, “Maulana Jalaluddin Rumi ( 1207 – 1273 M ) : Telaah atas Keindahan Syair dan
Ajaran Tasawufnya” dalam Bandung:Jurnal Wawasan Ilmiah Agama dan Sosial Budaya Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati, Volume 37, No. 1 , Januari – Juni, 2014. hlm. 41 – 42.
dalam menyelesaikan tulisannya. Dalam skripsi ini penulis membahas tentang
posisi akal dalam kitab fihi ma fihi. Dan perbedaannya, dalam penulisan ini
penulis menyertakan peran akal dalam kemajuan manusia serta pendekatan
manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan akal.

F. Kerangka Teori
Dalam meneliti konsep dan peran akal menurut Jalaluddin Ar-Rumi
membutuhkan teori-teori dari beberapa filosof diantaranya:
Menurut Al-Farabi akal dikelompokan menjadi beberapa macam
diantaranya ialah akal praktis, yaitu akal yang menyimpulkan apa yang mesti
dikerjakan, dan teoritis yaitu yang membantu menyempurnakan jiwa. Akal teoritis
ini di bagi lagi menjadi, yang fisik , yang terbiasa , dan yang diperoleh.
Berbeda pada akal fisik atau yang biasa disebut al-Farabi sebagai akal
potensial, adalah jiwa atau bagian jiwa atau unsur yang mempunyai kekuatan
menyerap esensi keberadaan. Akal dalam bentuk aksi atau kadang disebut
terbiasa, adalah salah satu tingkat dari pikiran dalam upaya memperoleh sejumlah
pemahaman. Karena pikiran tak mampu menangkap semua pengertian, maka akal
dalam bentuk aksilah yang membuat ia menyerap. Begitu akal mampu menyerap
abstraksi, maka ia naik ke tingkat akal yang diperoleh, yaitu suatu tingkat di mana
akal manusia mengabstraksi bentuk-bentuk yang tidak mempunyai hubungan
dengan materi.10
Ibn Khaldun adalah pemikir jenius peletak dasar ilmu sosiologi dan
politik. Melalui karyanya Muqaddimah Tuhan membedakan manusia karena
kesanggupannya berfikir. Manusia berfikir dengan akalnya, yaitu dalam membuat
analisa dan sintesa.11 Ditegaskan bahwa pertemuan akal dan wahyu merupakan
dasar utama dalam pembangunan pemikiran Islam. Islam tidak membiarkan akal
berjalan tanpa arah, karena jalan yang merentang di hadapannya bermacam
macam. Islam menggambarkan suatu metode bagi akal, agar ia terpelihara di atas
dasar-dasar pemikiran yang sehat. Di antara unsur-unsur metode ini ialah
10
M. M. Syarif, MA, Para Filosof Muslim (Bandung: Mizan, cet VII, 1994), h. 55
11
Ibn Khaldun, Mukaddimah Ibn khaldun, peterjemah, Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, cet VI, 2006)
seruannya kepada akal untuk melihat kepada penciptaan langit dan bumi. Sebab,
semakin bertambah pengetahuan akal tentang rahasia keduanya, akan semakin
bertambah pula pengetahuannya tentang Sang Pencipta.

G. Metode Penelitian
Dalam sebuah penelitian, metode12 merupakan unsur penting yang
menentukan dan mempengaruhi hasil terhadap penelitian tersebut. Penelitian ini
murni data-datanya diambil dan bersumber dari kepustakaan, baik itu dari jurnal,
buku, ensiklopedia, majalah ataupun sumber yang lainnya. Oleh karena hal
tersebut, penelitian ini adalah penelitian kepustakaan ( library research ).
1. Jenis Penelitian
Jenis peneleitian dalam skripsi ini adalah penelitian naskah. Karena
yang dijadikan objek kajian adalah hasil karya tulis yang
merupakan hasil pemikiran. Dengan menggunakan sember data,
baik yang primer ataupun sekunder.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua
sumber, yaitu primer dan sekunder. Sumber primer tersebut yaitu
karangan Maulana Jalaludin Rumi yang berjudul Fihi Ma Fihi baik
teks berbahasa Arab maupun terjemahan. Sedangkan untuk sumber
sekunder berupa karya dari berbagai penelitian atau pemikir yang
membahas tentang Maulana Jalaludin Rumi yang tentunya
berkaitan dengan penelitian ini baik itu berupa karya asli atupun
terjemahan yang berkaitan.
3. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian skripsi ini adalah dengan mencari dan
mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu buku
Fihi Ma Fihi. yang kedua dengan menggunakan sumber data

12
Metode adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani yakni Metodos. Meta artinya menuju,
melalui, sesudah dan mengikuti. Hodos artinya jalan, cara, atau Arah. Sedangkan arti luas Metode
adalah cara bertindak menurut sistem atau aturan tertentu. Lihat Sudarto, Metode Penelitian
Filsafat ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.41.
sekunder baik itu buku, tulisan ilmiah, ensiklopedia, jurnal ataupun
karya lain yang bersangkutan sebagai bahan penelitian ini.
4. Metode Analisis Data
a. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengumpulkan data
dalam naskah yang tertuang dalam beberapa buku, salah
satunya Fihi Ma Fihi.
b. Pengelolaan Data
Pengelolaan data dalam penulisan skripsi ini adalah dengan
melakukan :
1) Deskripsi; yaitu dengan cara menguraikan secara
teratur seluruh konsepsi tokoh.13 Secara tekhnis
peneliti mengadakan parafrase sebagai tolak ukur
untuk mengetahui seberapa jauh peneliti mampu
memahami sebuah teks sebelum melakukan analisa
yang ada di balik teks tersebut.14 Dalam penelitian
ini penulis berusaha menguraikan seteratur mungkin
semua konsep Maulana Jalaludin Rumi dari topik
yang telah di tentukan. Baik mengambil kutipan dari
tokoh lain ataupun pembahasan ulang yang ada
dalam literatur lainnya.
2) Interpretasi; yakni berusaha menyelami pemikiran
tokoh, untuk mendapatkan arti dan hakekat yang
dimaksudkan tokoh secara khas.15 Dalam filsafat
interpretasi berarti menafsirkan pemikiran secara
objektif. Dengan demikian, penulis berusaha
memahami tulisan-tulisan dan pokok pikiran
Maulana Jalaludin Rumi yang terdapat dalam

13
Anton Bakker dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius,
1990), hlm. 54.
14
Muzairi, dkk, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: FA Press, 2014), hlm.53.
15
Anton Bakker dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat , hlm.63.
karyanya Fihi Ma Fihi ataupun karya lain yang
membahas pemikiran Maulana Jalaludin Rumi.
3) Analisis; mendeskripsikan istilah-istilah tertentu
yang membutuhkan pemahaman secara konseptual
guna menemukan pemahaman lebih jauh, dengan
melakukan perbandingan pikiran-pikiran yang
lain.16
5. Pendekatan
Penulis menggunakan pendekatan filosofis, yakni meneliti dengan
mengarah pada perumusan ide-ide dasar atau gagasan yang bersifat
mendasar (fundamental idea) terhadap suatu objek persoalan yang
dikaji.17

H. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah terdiri sebagai berikut:
Bagian utama atau isi skripsi ini terdiri dari beberapa bab yang tersusun secara
berurutan dengan pembahasan sebagai berikut :
Bab pertama, yakni berisi pendahuluan, latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, sistematika penulisan, dan kajian pustaka.
Bab kedua, memaparkan biografi tokoh, peran akal menurut Al Qur’an,
posisi akal menurut Al Qur’an, dan Posisi akal menurut kaum rasionalis dan kaum
tradisionalis.
Bab ketiga, membahas tentang peran dan posisi akal dalam tasawuf
menurut Maulana Jalaludin Rumi beserta perumpaannya menurut Jalaluddin Ar-
Rumi.
Bab keempat, adalah penutup yang disertai kesimpulan, kritik, dan saran
dalam tulisan skripsi ini.
16
Louis Katsof, Pengantar Filsafat, ter. Soerjono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992),
hlm.18.
17
Muzairi, dkk, Metodologi Penelitian Filsafat, hlm.78.
I. Kajian Pustaka

Referensi (Primer)

1. Rumi, Jalaluddin (2019).Fihi Ma Fihi. Jakarta Selatan: Penerbit


Zaman.
2. Rumi, Jalaluddin (2018). Semesta Matsnawi. Yogyakarta : Forum.
3. Rumi, Jalaluddin (2018. Matahari Diwan Syam Tabrizi.
Yogyakarta: Forum.
4. Rumi, Jalaludin (2009) Yang mengenal dirinya yang mengenal
Tuhannya .Bandung: Pustaka Hidayah.

Karya-Karya Ilmiah (Sekunder)

1. Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan


Islam (Jakarta: Bulan Bintang, t.th)
2. Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), cet.
Ke-4
3. A. Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami (Bandung: Rosda Karya,
2008)
4. Isma'il Raji al-Faruqi, Tauhid, Bandung: Pustaka, 1984
5. Norhasanah, “PENGARUH KONSEP AKAL DALAM
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM,” NALAR: Jurnal
Peradaban dan Pemikiran Islam 1, no. 2 (14 Juli 2018).
6. Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan (Jakarta: UI-Press,2018).
7. Reynaldi Adi Surya, “KEDUDUKAN AKAL DALAM ISLAM:
PERDEBATAN ANTARA MAZHAB RASIONAL DAN
TRADISIONAL ISLAM,” Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin 1,
no. 1 (5 Mei 2020.
8. Mohammad Takdir, “Membumikan Fiqh Antroposentris:
Paradigma Baru Pengembangan Hukum Islam yang Progresif,”
Jurnal Ahkam 7, no. 1 (2019).
9. Sulaiman Abdullah, Dinamika Qiyas dalam Pembaharuan Hukum
Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996).
10. Murtaḍa Muṭahhari dan Muḥammad Baqir Ṣadr, Pengantar Ushul
Fiqh dan Ushul Fiqh Perbandingan, terj. Satrio Pinandito dan Ahsin
Muhammad (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993).
11. Aris Wahidin, Kecerdasan Spiritual dalam Pemikiran Jalaluddin
Rumi dan Implikasinya dalam Pendidikan Agama Islam
( Yogyakarta: PAI Press, 2009 ).
12. Ali Masrur, “Maulana Jalaluddin Rumi ( 1207 – 1273 M ) : Telaah
atas Keindahan Syair dan Ajaran Tasawufnya” dalam
Bandung:Jurnal Wawasan Ilmiah Agama dan Sosial Budaya
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati, Volume 37, No. 1 ,
Januari – Juni, 2014.
13. Andrean Odiansyah Irawan, Nilai-Nilai Kecerdasan Spiritual
Dalam Buku Fihi Ma Fihi Karya Jalaluddin Rumi ( Salatiga: IAIN
Salatiga Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, 2017 ).
14. Anton Bakker dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian
Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990).
15. Muzairi, dkk, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: FA
Press, 2014).
16. Louis Katsof, Pengantar Filsafat, ter. Soerjono Soemargono
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992).

Anda mungkin juga menyukai