Anda di halaman 1dari 17

MACAM-MACAM ALIRAN

UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR DALAM MATA KULIAH


PENGANTAR ILMU KALAM

PEMBIMBING :

Dr. ARIF WIDODO, M.S.I

YAYASAN PENIDIKAN TINGGI MAMBA’UL IHSAN

GRESIK

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat allah SWT. Yang telah


memberikan rahmat, nikmat dan hidayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah- makalah kami yang berjudul “macam-macam aliran’

Kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah ilmu


kalam bapak Dr. Arif Widodo, M.S.I yang telah membimbing kami dalam
pembuatan makalah ini, makalah ini membahas tentang macam-macam aliran.

Harapan kami melalui makalah-makalah ini mampu memberikan ilmu


pengetahuan mengenai pengertian dan sejarah beberapa macam-macam aliran-aliran
kepada teman-teman sekalian. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, karna itu kritik dan saran teman-teman sekalian kami harapkan agar
pembuatan berikutnya lebih baik dan semakin baik dari sekarang.

2
ALIRAN MATURIDIYAH
DISUSUN OLEH :

1. NUR FARIHATUZ ZAHRO


2. WIHDATUL HILMIYAH
3. NELTI SYARIFAH
4. LINDA MELAWATI

3
PEMBAHASAN

A. SEJARAH ALIRAN MATURUDIYAH

Setelah wafatnya Khalifah Usman bin Affan dan tampilnya Ali bin Abu
Thalib sebagai khalifah keempat, umat islam terpecah dalam memberikan dukungan.
Ada yang meminta supaya diusut dulu penyebab wafatnya Usman dan siapa dalang
di baliknya, sedangkan yang lain meminta di tegakkan dulu posisi khalifah untuk
meredakan situasi yang genting.

Kondisi yang “mencekam” itu membuat umat islam terpecah dalam


memberikan dukungan kepada Ali bin Abu Thalib. Ada yang mendukung da nada
pula yang menentangnya.Akibatnya, bermunculan tuduhan saling menyesatkan
diantara umat Islam. Bahkan, sampai ada kelompok yang mengkafirkan kelompok
lain. Inilah salah satu factor yang menyebabkan munculnya paham atau aliran teologi
(akidah) dalam islam. Diantara aliran teologi itu, salah satunya adalah aliran
Maturidiyah.

Aliran Maturidiyah adalah salah satu aliran dalam Islam yang masuk dalam
kategori ahlussunnah wal jama’ah.Aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi
yang bercorak rasional-tradisional.Aliran ini muncul pada awal abad ke-4 H.

Nama aliran al-Maturidi sendiri diidentikkan dengan nama Abu Mansyur


Muhammad Ibnu Mahmud al-Maturidi sebagai pendirinya. Beliau dilahirkan di
Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkand, tahun kelahiranya tidak diketahui
secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah. Beliau
wafat pada tahun 333 H/944 M.Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama
Nasyr bin yahya al-Balahi. Beliau wafat pada tahun 268 H. Al-Maturidi hidup pada
masa Al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274 H.

Dr. Ayub Ali menyatakan, ia dilahirkan sekitar 238 H. yang bertepatan


dengan 852 M. Ini didasarkan pada perkiraan, karena ia pernah belajar dengan
Muhammad ibn Maqatil al-Razi yang wafat pada tahun248 H/862 M.

4
Karir pendidikan beliau lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang
teologi dari pada fiqih. Itu dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam
menghadapi faham teologi-teologi yang banyak berkembang di masyarakat islam,
yang dipandangnya tidak sesuai kaidah yang benar menurut akal dan syarat.
Pemikiran-pemikiranya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis diantaranya
ialah kitabTaukhid, Takwil al-Qur’an, Makhas Asy Syara’i.Al Maturidi hidup di
tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapan antara
Mu’tazilah dan Asy’ariyah mengenai kemampuan akal manusia.

Aliran ini di sebut-sebut memiliki kemiripian dengan Asy’ariyah. Sebelum


mendirikan aliran Maturidiyah ini, Abu Mansyur al-Maturidi adalah murid dari
pendiri As’ariyah, yakni Abu Hasan Al-Asy’ari.

Dalam Ensiklopedia islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada
pertengahan ke-3 Abad H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan
Mu’tazilah dan para ulama. Sebab. Pendapat Mu’tazilah dianggap menyesatkan umat
islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan
tersebut dengan mengajukan pemikiranya.

Pemikiran-pemikiran al-Maturidi dinilai bertujuan untuk membendung tidak


hanya paham Mu’tazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah.Banyak kalangan yang
menilai, pemikiranya itu merupakan jalan tengah antara aliran Mu’tazilah dan aliran
Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut “ berada antara teolog
Mu’tazilah dan Asy’ariyah “.

Namun, keduanya (Maturidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran


Mu’tazilah.Kaum Asy’ari berhadapan dengan Mu’tazilah di pusatnya, yakni Basrah,
sedangkan Maturidi berhadapan di Uzbekistan, di daerah Maturid.Karena itulah,
Maturidiyah dan Asy’ariyah dianggap memiliki kesamaan walaupun berbeda aliran.

Menurut Muhammad Abduh, sebagaimana dikutip Ahmad Hanafi dalam


Theology Islam (Ilmu Kalam), yang sering dipermasalahkan keduanya tidak lebih
dari 10 soal dan semuanya tidak terlalu prinsip, kecuali hanya istilah. Keduanya
membela kepercayaan yang ada dalam al-Qur’an.Dalam usahanya tersebut,
keduanya mengikatkan diri pada kepercayaan itu.

5
Aliran Maturidiyah ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Maturidiyah
Samarkand dibawah pimpinan Abu mansyur al-Maturidy dan Aliran Maturidiyah
Bukhara dipimpin oleh Abu Yusr Muhammad al-Bazdawi yang wafat pada 439 H.

 Maturidiyah Samarkand
Aliran Maturidiyah Samarkand dalam pemikiran teologinya sama dengan al-
Asy’ari, yaitu kepada al-Qur’an dan akal. Namun al-Maturidiyah memberikan
porsi yang lebih besar kepada akal dibandingkan dengan aliran Asy’ariyah.
Dalam pandanganya tentang kekuasaan akal dan fungsi wahyu, Maturidiyah
Samarkand berpendapat bahwa mengetahui tuhan dan kewajiban mengetahui
tuhan dapat diketahui dengan akal.Hal ini dikarenakan Allah sendiri yang
memerintahkan manusia untuk menggunakan akal dalam usaha memperoleh
pengetahuan dan iman kepada Allah Swt. Melalui pengamatan dan pengetahuan
yang mendalam tentang makhluk yang diciptakanya. Jika akal tidak memiliki
kemampuan untuk mengetahui hal tersebut, maka Allah tidak akan
memerintahkan manusia untuk melakukanya. Hal ini menunjukkan bahwa jika
manusia tidak menggunakan akalnya untuk mengetahui Allah dan beriman
kepadaNya, maka manusia tersebut telah lalai dengan apa yang telah
diperintahkan olehNya. Akan tetapi, akal tidak mengetahui kewajiban-kewajiban
lainya melainkan dengan bimbingan wahyu.
Begitu pula mengenai baik dan buruk, akal pun dapat mengetahui sifat baik
yang terdapat di dalamnya,dan sifat buruk yang terdapat di dalamnya. Dengan
demikian, akal juga dapat mengetahui bahwa yang buruk adalah buruk dan
berbuat baik adalah baik. Akal selanjutnya akan membawa kepada kemuliaan
dalam melarang manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan yang membawa
kepada kerendahan. Perintah dan larangan dengan demikian menjadi wajib
dengan kemastian akal.Namun, yang diketahui akal hanya sebab wajibnya
perintah dan larangan itu.Adapun mengenai kewajiban berbuat baik dan
menjauhi yang buruk, akal tidak berdaya untuk mewajibkanya.Karena
kewajiban tersebut hanya dapat diketahui oleh wahyu.

6
 Maturidiyah Bukhara
Abu Yasr Muhammad al-Bazdawi adalah seorang ulama terkemuka ahli fiqih
mazhab hanafiyah da ahli teologi islam. Dalam bidang teologi, al-Bazdawi tidak
belajar langsung dari al-Maturidi, ataupun dari al-Asy’ari.Al-Bazdawi lebih
banyak belajar dari ayahnya yang juga belajar dari kakeknya Abdul
Karim.Dalam bidang teologi, al- Bazdawi tidak sepenuhnya sepaham dengan al-
Maturidi pendahulunya.
Al-Bazdawi mengatakan bahwa akal tidak dapat mengetahui kewajiban
mengetahui tuhan dn kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang
buruk, karena akal hanya dapat mngetahui tuhan, dan mengetahui baik dan
buruk saja. Akal hanya mampu mengetahui tuhan, tetapi ia tidak dapat
mengetahui dan menentukan kewajiban mengetahui tuhan. Dalam hal ini, yang
mengetahui dan menentukanya adalah wahyu.Demikian halnya dengan
menentukan kewajiban mengenai yang baik dan buruk itu adalah perintah tuhan
melalui wahyu.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa, akal menurut paham aliran
Maturidiyah Bukhara, tidak dapat mengetahui kewajiban-kewajiban, melainkan
hanya dapat mengetahui sebab-sebab dari proses kewajiban itu menjadi wajib.
Oleh karenanya, mengetahui tuhan dalam arti berterima kasih kepada tuhan,
sebelum turunya wahyu tidaklah wajib bagi manusia.Bahkan mereka (para alim
ulama Bukhara) berpendapat bahwa sebelum datangnya rasul, percaya kepada
tuhan tidaklah wajib dan tidak percaya kepada tuhan bukanlah suatu dosa.

B. POKOK-POKOK ALIRAN MATURIDIYAH

Pokok-pokok aliran Maturidiyah yaitu :

1. Kewajiban mengetahui tuhan.


Untuk mengetahui Allah dan beriman kepadaNya, maka manusia tersebut
telah lalai dengan apa yang telah diperintah olehNnya. Akan tetapi akal
tidak dapat mengetahui kewajiban-kewajiban lainya melainkan dengan
bimbingan wahyu.

7
2. Kebaikan dan keburukan dapat diketahui oleh akal.
Akal dapat mengetahui sifat baik yang terdapat di dalamnya, dan sifat
buruk yang terdapat di dalamnya.Dengan demikian, akal juga dapat
mengetahui bahwa yang buruk adalah buruk dan berbuat baik adalah
baik.
3. Kewajiban mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk.
Adalah wewenang wahyu atau tuhan.Karena akal tidak berdaya untuk
mewajibkanya.
4. Mengetahui sifat-sifat tuhan.
Tuhan memiliki sifat, Sifat-sifat tuhan itu mulazamah ( ada bersama ;
inhern ) zat tanpa terpisah (innaha lam takun ain al-zat wa la hiya
ghairuhu). Dan sifat bagi Allah tidak harus membawa kepada pengertian
antropomorphisme, karena sifat tidak berwujud yang terpisah dari zat,
sehingga berbilang sifat tidak akan membawa pada berbilangnya yang
qadim (taaddud al-qudama).
5. Memahami kehendak mutlak dan keadilan tuhan.
Bahwa segala sesuatu dalam wujud ini adalah yang baik atau yang buruk
adalah ciptaan tuhan, akan tetapi bukan berarti tuhan sewenang-wenang
dalam kehendaknya melainkan Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang
tetapi perbuatan dan kehendaknya itu berlangsung sesuai dengan Hikmah
dan keadilan yang sudah di tentukan olehNya.

C. TOKOH-TOKOH ALIRAN MATURIDIYAH

Tokoh-tokoh yang berperan penting dalam aliran Maturidiyah yaitu :

1. Abu Mansur Muhammad Ibnu Mahmud al-Maturidi


2. Abu Yusr Muhammad al-Bazdawi
3. Nasyr bin yahya al-Balahi

D. PANDANGAN-PANDANGAN ALIRAN MATURIDIYAH

Pandangan-pandangan menurut Aliran Maturidiyah yaitu :

8
1) Akal dan Wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-
Quran dan akal, dalam hal ini, ia sama dengan Al-Asy’ari, akan tetapi,
porsi yang diberikan pada akal lebih besar dari pada ayang diberikan oleh
Al-Asy’ari. Beliau berpendapat bahwa mengetahui Tuhan dan Kewajiban
mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam
mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an yang
memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha
memperoleh pengetahuan dan keimanan terhadap Allah melalui
pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang mahluk ciptaanya.
Apabila akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan
tersebut, Allah tidak akan memerintahkan Manusia untuk melakukanya.
Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan
pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang
diperintahkan Ayat-ayat tersebut.
Dasar untuk mengetahui agama itu ada dua yaitu wahyu dan akal (al-
sam dan al-aqal). Penggunaan wahyu adalah dalam hal-hal yang memang
tidak sanggup diketahui oleh akal. Sedangkan akal dapat mengetahui
segala sesuatu tentang alam. Akal dapat menjauhkan seseorang dari suatu
yang jelek.
Menurut Al-Maturidi, Akal tidak mampu mengetahui kewajiba-
kewajiban lainya, kecuali dengan bimbingan dari wahyu. Beliau membagi
kaitan sesuatu dengan akal menjadi 3 macam, yaitu :
a) Akal hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu;
b) Akal hanya mengetahui keburukan sesuatu itu
c) Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali
dengan petunjuk ajaran wahyu.
Mengetahui kebaikan atau keburukan sesuatu dengan akal, Al-
Maturidi sependapat dengan Mu’tazilah. Perbedaanya,Mu’tazilah
mengatakan bahwah perintah kewajiban melakukan yang baik dan
meninggalkan yang buruk didasarkan pada pengetahuan akal. Al-
Maturidi mengatakan bahwa kewajiban tersebut harus diterima dari
ketentuan ajaran wahyu. Dalam persoalan ini, Al-Maturidi berbeda

9
pendapa dengan Al-Asy’ari Menurut Al’Asy’ari, baik atau buruk tidak
terdapat pada sesuatu itu sendiri.Sesuatu dipandang baik atau buruk
karena perintah syara’ dan dipandang buruk karena larangan syara’.
Jadi, yang baik itu baik karena perintah Allah dan yang buruk karena
larangan Allah.Pada konteks ini, ternyata Al-Maturidi berada pada posisi
tengah dari Mu’tazilah dan Al-Asy’ari.

2) Perbuatan Manusia

Menurut al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena


segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan Tuhan.Khusus untuk
perbuatan Manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Tuhan
mengharuskan Manusia untuk memiliki kemampuan dalam berbuat
(ikhtiar) agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat
dilaksanakanya.Karena kehendak Tuhan tidak ada yang memaksa atau
membatasinya, kecuali ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh
kehendakNya. Oleh karena itu,Tuhan tidak wajib baginya berbuat ash-
ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). Setiap perbuatan Tuhan
yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan
kepada Manusia tidak terlepas dari hikmah dan keadilan yang
dikehendakiNya. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain :
(1) Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada
Manusia diluar kemampuanya karena hal tersebut tidak sesuai
dengan keadilan, dan Manusia juga diberi Tuhan kemerdekaan
dalam kemampuan dan perbuatanya.
(2) Hukuman atau ancaman dan janji pasti terjadi karena yang
demikian merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkaNya.

3) Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan

Beliau berpendapat bahwa segala sesuatu dalam wujud ini adalah


yang baik atau yang buruk adalah ciptaan Tuhan, akan tetapi bukan
berarti Tuhan sewenang-wenang dalam kehendaknya melainka Qudrat

10
Tuhan tidak sewenang-wenang tetapi perbuatan dan kehendaknya itu
berlangsung sesuai dengan Hikmah dan keadilan yang sudah ditentukan
olehNya.

4) Sifat Tuhan

Berkaita dengan masalah sifat Tuhan, dapat ditemukan persamaan


antara pemikiran Al-Maturidi dengan Al-Asy’ari. Seperti halnya Al-
Asy’ari, ia berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti
sama’ bashar, dan sebagainya. Walaupun begitu sifat itu tidak dikatakan
sebagai esensiNya dan bukan pula lain dari esensinya. Beliau juga
berpendapat bahwa sifat-sifat tuhan itu mulazamah (ada bersama; inhern)
zat tanpa terpisah (innahu lam takun ain al-zat wa la hiya
ghairuhu).Maturidiyah menetapkan sifat bagi Allah tidak harus
membawa kepada pengertian anthropomorphisme, karena sifat tidak
berwujud yang terpisah dari zat, sehingga berbilang sifat tidak akan
membawa pada berbilangnya yang Qadim (taaddud al-
qudama).Tampaknya, paham Al-Maturidi tentang makna sifat Tuhan
cenderung mendekati paham Mu’tazilah.Perbedaan keduanya terletak
pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan
Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.

5) Melihat Tuhan

Menurut beliau manusia dapat melihat Tuhan hal ini diberitakan oleh
al-Qur’an antara lain dalam firman Allah surat al-Qiyamah ayat 22-23.

‫ َّناِض َر ٌۙة َّيْو َم ِٕىٍذ ُوُجْو‬, ‫َناِظ َر ٌة َر ِّبَها ِاٰل ى‬

Artinya : Wajah-wajah ( orang mukmin ) pada itu berseri-seri,


memandang Tuhanya.

Ayat ini menjelaskan tentang keadaan Manusia diakhirat sesuai


dengan amalnya ketika di dunia.Wajah-wajah orang mukmin pada hari itu
diakhirat berseri-seri karena rasa bahagia yang ada padanya ketika
memandang Tuhanya.

11
Beliau lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat
dilihat oleh mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia
immaterial. Namun melihat Tuhan kelak tidak dalam wujudnya karena
keadaan di akhirat tidak sama dengan di dunia.

Dalil-dalil syara’ yang di jadikan dasar pendapatnya ialah ayat 103


Al- ‘An’am yang di jadikan dasar penolakan aliran mu’tazilah
sebelumnya, sedang alasannya mirip dengan alasan golongan asy’ari.
Demikian pula kemungkinan tetapnya bukit yang termuat dalam ayat 143
Al-a’raf, juga di jadikan dasar pendapatnya. Akan tetapi ia tetap
menandaskan bahwa ru’yat terjadi tanpa bagaimana dan di mana. Dengan
perkataan lain ia tidak mengetahui adanya syarat-syarat materiil. Jadi
ru’yat di akhirat bukanlah ru’yat dengan mata kepala tetapi dengan hati
dan pikiran.

6) Kalam Tuhan

Beliau membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan


bersuara dengan kalam nafsi (sabda sebenarnya atau makna
abstrak).Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam
yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadis).Al-Quran dalam
arti kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu
(hadits).Kalam nafsi dan manusia tidak dapat mendengarnya kecuali
dengan suatu perantara.Dan beliau juga berpendapat bahwa sabda Tuhan
atau al-Qur’an adalah kekal. Al-Qur’an menurut pendapatnya adalah
kekal dari Tuhan, satu tidak terbagi, tidak berbahasa arab, tidak pula
berbahasa syiria, tetapi di ucapkan manusia dalam ekspresi
berlainan.Tetapi Mu’tazilah memandang Al-Qur’an sebagai yang
tersusun dari huruf-huruf dan kata-kata, sedangkan Al-Asy’ari
memandangnya dari segi makna abstrak. Berdasarkan setiap pandangan
tersebut, Kalam Allah menurut Mu’tazilah bukan sifatNya dan bukan
pula lain dari dzatNya.Al-Qur’an sebagai sabda Tuhan bukan sifat,
melainkan perbuatan yang diciptakan Tuhan dan tidak bersifat kekal.
Pendapat Mu’tazilah ini diterima Al-Maturidi, tetapi Al-Maturidi lebih

12
suka menggunakan istilah hadits sebagai ganti makhluk untuk sebutan
Al-Qur’an. Dalam konteks ini, pendapat Al-Asy’ari juga ada kesamaan
dengan pendapat Al-Maturidi karena yang dimaksud Al-Asy’ari dengan
sabda adalah makna abstrak, tidak lain dalam kalam nafsi menurut Al-
Maturidi dan itu sifat kekal Tuhan.

Menurut Al Maturidi kalam Allah itu terbagi dua :

Pertama: Kalam Al-Nafsi, yang ada pada zat Tuhan, kalam ini bersifat
qodim, ia bukan termasuk jenis kalam manusia yang tersusun
dari huruf dan bunyi. Kalam An-Nafsi menjadi sifat Tuhan
sejak zaman azali. Tidak di ketahui hakikatnya, tak dapat di
dengar atau di baca kecuali dengan perantara.

Kedua: Kalam Al- Lafzi, yaitu kalam yang tersusun dari huruf dan
suara, kalam ini adalah jenis kalam manusia yang tentu saja
bersifat baru.

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa bagi Al-Maturidi kalam


itu qodim, yaitu sifat yang berdiri di atas zat Allah ta’ala. Dia bukan
sejenis huruf dan tidak pula sejenis suara yang laazim di kenal oleh
manusia.

7) Pengutusan Rasul

Akal tidak selamanya mampu mengetahui kewajiban-kewajiban yang


dibebankan kepada manusia, seperti kewajiban mengetahui hal baik dan
buruk serta kewajiban lainya dari syariat yang dibebankan kepada
manusia.Menurut beliau akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk
mengetahui kewajiba-kewajiban tersebut terjadi.Jadi pengutusan rasul
berfungsi sebagai sumber informasi.Tanpa mengetahui wahyu yang di
sampaikan oleh Rasul berarti Manusia telah membebankan sesuatu yang
berada di luar kemampuanya.Pandangan Al-Maturidi ini tidak jauh
berbeda dengan pandangan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa
pengutusan Rasul ketengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan,

13
agar Manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupanya dengan
ajaran para Rasul.

8) Pelaku Dosa Besar

Beliau berpendapat bahwa pelaku dosa akan mendapatkan balasan di


akhirat , dan balasan tersebut disesuaikan dengan apa yang telah ia
perbuat selama hidup di dunia. Dan orang yang berdosa besar tidak kafir
dan tidak kekal dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat, karena
keputusan sepenuhnya diserahkan menurut kehendak Allah Swt. Hal ini
karena Tuhan telah menjanjikan dan memberikan balasan kepada
Manusia sesuai dengan perbuatanya. Kekal didalam neraka hanya kepada
orang yang berbuat dosa syirik.Dengan demikian berbuat dosa besar
selain syirik tidak menyebabkan pelakunya kekal didalam
neraka.Menurut beliau imam itu dengan tasdiq dan ikrar sedangkan amal
adalah penyempurnaan iman.

9) Iman dan Kufur

Aliran Maturidiyah berpendapat bahwa iman adalah tashdiq


(menyakini dengan hati), bukan semata-mata iqrar bi al-lisan
(mengucapkan dengan lisan).Ia berargumentasi dengan ayat al-Qur’an,
surah al-Hujurat (49) ayat 14:

۞ ‫َقاَلِت اَاْلْع َر اُب ٰا َم َّناۗ ُقْل َّلْم ُتْؤ ِم ُنْو ا َو ٰل ِكْن ُقْو ُلْٓو ا َاْس َلْم َنا َو َلَّم ا َيْد ُخ ِل اِاْل ْيَم اُن ِفْي ُقُلْو ِبُك ْم‬

‫َو ِاْن ُتِط ْيُعوا َهّٰللا َو َر ُسْو َلٗه اَل َيِلْتُك ْم ِّم ْن َاْع َم اِلُك ْم َش ْئًـاۗ ِاَّن َهّٰللا َغ ُفْو ٌر َّر ِح ٌْي‬

Artinya :
Orang-orang arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”.
Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah
tunduk’, karena iman itu belum masuk dalam hatimu; dan jika kamu
taat kepada Allah dan Rasulnya. Dia tidak akan mengurangi
sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah maha pengampun
lagi maha penyayang.”(QS. al-Hujurat:14)

14
Ayat tersebut dipahami al-Maturidi sebagai usaha penegasan bahwa
keimanan itu tidak cukup hanya dengan perkataan saja, tanpa diyakini
oleh hati.Apa yang diucapkan oleh lisan dalam bentuk pernyataan
iman, menjadi batal apabila hati tidak mengakuinya.

10) Fungsi akal bagi Al-Qur’an

Menurut Al-Maturidi Al-Qur’an turun membawa ajaran yang


lengkap, di dalamnya tidak terdapat ayat-ayat yang menimbulkan
kehebohan.Di dalamnya memahami Al-Qur’an perlu pencurahan
kemampuan akal/rasio agar tidak menimbulkan salah faham. Al-Maturidi
tidak sepaham dengan Al-Asy’ari yang berpendapat bahwa ada beberapa
Ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Tuhan memilik bentuk
jasmaniyah dan ayat-ayat tersebut tidak dapat ditakwilkan misalnya : “
Tuhan bersemayam di atas singgasana “. (Al-Fath : 10). Menurut Al-
Maturidi kata-kata tersebut harus diberi arti kiasan.Jadi pendapatnya
tersebut berbeda pula dengan paham ulama salaf.

11) Mengenai kebangkitan di hari kiamat

Al-Maturidi menyakini kebangkitan di hari kiamat nanti. Jadi pada


hari kiamat jasad manusia ini akan bangkit kembali dengan alasan : “Dan
bahwa Allah akan membangkitkan orang-orang di dalam kubur”. (Hal :
7) “Dan akan dikeluarkan segala isi yang ada dibumi” (Al-Zalzalah : 2).

12) Mengenai Iman

Bagi Al- Maturidi pernyataan dengan lisan dan amal perbuatan


merupakan perlengkapan untuk menyempurnakan iman seseorang, sebab
iman adalah kepercayaan di dalam hati.Maka setiap orang yang telah
percaya kepada ke-Esaan Tuhan dan percaya kepada Rasul-Nya
walaupun tidak melaksanakan dia sudah digolongkan orang mukmin.

15
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1) Aliran Maturidiyah adalah salah satu aliran dalam Islam yang masuk dalam
kategori ahlussunnah wal jama’ah. Aliran Maturidiyah merupakan aliran
teologi yang bercorak rasional-tradisional. Aliran ini muncul pada awal abad
ke-4 H. Nama aliran al-Maturidi sendiri diidentikkan dengan nama Abu
Mansyur Muhammad Ibnu Mahmud al-Maturidi sebagai pendirinya. Beliau
dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkand, tahun
kelahiranya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar
pertengahan abad ke-3 Hijriyah.
2) Aliran Maturidiyah ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Maturidiyah
Samarkand dibawah pimpinan Abu mansyur al-Maturidy dan Aliran
Maturidiyah Bukhara dipimpin oleh Abu Yusr Muhammad al-Bazdawi yang
wafat pada 439 H.
3) Pokok-pokok ajaran aliran Al-Maturidiyah pada umumnya berkisar tentang :
Kewajiban mengetahui Tuhan. Kebaikan dan keburukan yang dapat diketahui
oleh akal. Kewajiban mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk.
Mengetahui sifat-sifat Tuhan. Memahami kehendak mutlak dan keadilan
Tuhan.
4) Pada dasarnya pokok-pokok ajaran al-Maturidiyah Samarkand sama dengan
al-Maturidiyah bukhara , akan tetapi corak pemikiran dapat kita lihat ketika
membahas peranan akal dan wahyu, konsep perbuatan manusia dan Tuhan.
Dalam hal ini al-Maturidiyah Samarkand lebih condong kepada pemikiran
mu’tazilah seangkan al-maturidiyah Bukhara lebih condong kepada
pemikiran Asy’ariyah.
5) Pemikiran-pemikiran al-Maturidi dinilai bertujuan untuk membendung tidak
hanya paham Mu’tazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan
yang menilai, pemikiranya itu merupakan jalan tengah antara aliran
Mu’tazilah dan aliran Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering
disebut “ berada antara teolog Mu’tazilah dan Asy’ariyah “.

16
DAFTAR PUSTKA

Sudarsono.2004.Filsafat Islam.Jakarta:Rineka cipta

Hudalah.2006.Ilmu Kalam. Jakarta:Kementrian Agama

Hadi,Saiful,dkk. 2015.Ilmu kalam. Jakarta:Kementrian Agama

Abbas, Afifi Fauzi.1996.Sejarah Pemikiran Dalam Islam. Jakarta: PT


PUSTAKA ANTARA bekerja sama dengan (LSIK)

Hanafi, Ahmad.1996.THEOLOGY ISLAM (Ilmu Kalam).Jakarta: PT


Bulan Bintang

17

Anda mungkin juga menyukai