Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 7:

Nelfi Yuliani
Lutfiyah Ni’matuz zakiyah
Putri Melani Salim

Ahlussunnah Wal
Jama’ah

SLIDESMANIA.
G. Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah Next…
(Sunni)
Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut Sunnah Al-Asy’ari mengawali belajar ilmu
kalam dari ayah tirinya yang
Nabi Muhammad SAW, dan jama’ah berarti sahabat nabi. Jadi,
bernama Ali al-Jubbai yang
Ahlussunnah Wal Jama’ah mengandung arti “penganut beraqidah Mu’tazilah. Dengan
Sunnah (ittikad) nabi dan para sahabat. Dalam hal ini ada dua demikian maka al-Asy’ari
aliran yang kita bahas. mempunyai paham yang sama
dengan gurunya, yaitu Mu’tazilah.
Aliran ini diyakininya sampai
berusia 40 tahun

1. Aliran Asy’ariyah
Dinamakan aliran Asy’ariyah karena dinisbahkan
kepada pendirinya, yaitu Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-
Asy’ari. Beliau lahir di Bashrah (Irak) pada tahun 260 H/873

SLIDESMANIA.
M dan wafat pada tahun 324 H/935 M.
Beliau mempelajari aliran Mu’tazilah dengan serius dan mendalaminya, hingga
sampai suatu saat terjadilah dialog/debat yang serius antara al Asy’ari dengan al-
Jubba’i. Al-Asy’ari mengajukan pertanyaan kepada gurunya tentang kedudukan
orang mukmin, kafir dan anak kecil.

Sampai pada akhir dialog tersebut, al-Jubba’i terdiam dan tidak dapat menjawab
pertanyaan al-Asy’ari, sehingga al-Asy’ari merasa tidak puas dan mulai meragukan
doktrin ajaran Mu’tazilah.

Dari keraguan itulah, maka al-Asy’ari munajat untuk memohon petunjuk


kepada Allah Swt. dan tidak keluar dari rumah selama 15 hari. Setelah hari ke-15
kemudian ia pergi ke masjid Bashrah untuk mengumumkan keteguhannya dalam
meninggalkan aliran Mu’tazilah. Di samping alasan tersebut. al-Asy’ari meninggalkan
Mu’tazilah karena sikap Mu’tazilah yang lebih mementingkan pendekatan akal dari
pada menggunakan al-Qur’an dan hadiś. Untuk itu, al-Asy’ari mulai mengembangkan

SLIDESMANIA.
ajaran teologinya dengan mendahulukan dalil naqli (al-Qur’an dan al-hadiś) dan
membatasi penggunaan logika filsafat.
 Pokok-pokok Ajaran Asy’ariyah.

1. Sifat Tuhan

Pandangan al-Asy’ari tentang sifat Tuhan terletak di tengah-tengah antara Mu’tazilah dan Mujassimah.
Al-Asy’ari mengakui adanya sifat-sifat Allah sesuai dengan Zat Allah sendiri namun sama sekali tidak menyerupai
sifat-sifat makhluk. Jadi, Allah mendengar tetapi tidak seperti manusia mendengar.

2. Kekuasaan Tuhan dan perbuatan manusia

Pendapat al-Asy’ari dalam soal ini juga di tengah-tengah antara Jabariyah dan Mu’tazilah. Menurut
Mu’tazilah, bahwa manusia itulah yang mengerjakan perbuatannya dengan suatu kekuasaan yang diberikan Allah
kepadanya. Menurut aliran Jabariyah, manusia tidak berkuasa mengadakan atau menciptakan sesuatu, tidak
memperoleh (kasb) sesuatu bahkan ia laksana bulu yang bergerak kian kemari menurut arah angin yang
meniupnya.

3. Keadilan Tuhan

SLIDESMANIA.
Menurut al-Asy’ari, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat manusia di
akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak Tuhan sebab Tuhan Maha Kuasa atas segalanya.
4. Melihat Tuhan di akhirat
paham Asy’ariyah yang berpendapat bahwa Tuhan akan dilihat oleh penduduk surga
oleh hambahambanya yang saleh yang banyak mengenal Tuhan ketika hidup di dunia, Allah
Swt. berfirman dalam QS. al-Qiyāmah (75) : 22-23.
Berdasarkan ayat tersebut, Abu Hasan al-Asy’ari berpendapat bahwa ketika orang
mukmin dimasukkan ke surga, maka wajah mereka berseri-seri karena kegembiraannya. Dan
kegembiraan yang paling tinggi adalah ketika mereka melihat Tuhan. Secara akliyah, setiap
yang ada/wujud dapat dilihat, Tuhan itu ada maka bisa dilihat. Adapun tentang bagaimana
cara-caranya penghuni surga melihat Tuhan, maka diserahkan kepada Tuhan.

5. Dosa Besar.
Aliran Asy’ariyah mengatakan, bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar
dihukumi fasik, terserah kepada Tuhan, apakah akan diampuni-Nya dan langsung masuk
surga, ataukah dijatuhi siksa karena kefasikannya, dan kemudian baru dimasukkan surga,
semuanya itu terserah tuhan

SLIDESMANIA.
2. Aliran Maturidiyah
1. Maturidiyah Samarkan

A. Sejarah Maturidiyah Samarkan

Nama aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin
Muhammad. kurang lebih pada pertengahan abad ketiga Hijriyah dan meninggal dunia di kota
Samarkand pada tahun 333 H.

Di antara guru al-Maturidi adalah Nasr bin Yahya al-Balkhi (w. 268 H). Beliau hidup pada masa
pemikiran dan perdebatan keilmuan Islam masih dinamis, walaupun aliran Mu’tazilah sudah mulai
redup pamornya, sehingga dalam beberapa hal, pemikiran kalam al-Maturidi ada kemiripan dengan
Mu’tazilah, namun sebagian besar mempunyai kesamaan dengan pemikiran kalam al-Asy’ari.

Al-Maturidi dan al-Asy’ari memposisikan diri sebagai kontra pemikiran Mu’tazilah. Dengan
posisi ini, al-Maturidi sangat berjasa dalam mempertahankan i’tiqad Ahlussunnah walJama’ah
sebagaimananya Imam al-Asy’ari. Abu Mansur al-Maturidi termasuk penulis yang produktif. Beliau
tidak hanya menulis kitab yang berisi ilmu kalam saja, tetapi juga di bidang ilmu keislaman lainnya,

SLIDESMANIA.
ada beberapa kitab yang berhasil ditulisnya, di antaranya adalah: Kitab Ta’wilat al-Qur’an at- Ta’wilat
Ahl al-Sunnah.(Tafsir), Kitab Ma’khadh al-Syari‘ah.(Usul al-Fiqh) dan sebagainya.
B. Pokok-pokok Ajaran Maturidiyah Samarkan.

1. Kewajiban mengetahui Tuhan

Menurut al-Maturidi, akal dapat mengetahui kewajiban untuk mengetahui Tuhan, seperti yang
diperintahkan oleh Tuhan dalam ayat ayat alQur’an untuk menyelidiki (memperhatikan) alam, langit
dan bumi. Akan tetapi meskipun dengan akal sanggup mengetahui Tuhan, namun ia tidak sanggup
mengetahui dengan sendirinya hukum-hukum taklifi (perintahperintah Tuhan). Pendapat terakhir ini
berasal dari Abu Hanifah.

2. Kebaikan dan keburukan menurut akal.

Al-Maturidi mengakui adanya keburukan objektif (yang terdapat pada suatu perbuatan itu sendiri) dan
akal dapat mengetahui kebaikan dan keburukan sebagian saja. Bagi al-Maturidi, meskipun akal
sanggup mengetahui suatu kebaikan dan keburukan, namun kewajiban itu hanya dapat diketahui
melalui syara’, karena akal semata tidak dapat bertindak sendiri dalam kewajiban-kewajiban agama,

SLIDESMANIA.
sebab yang mempunyai taklif (mengeluarkan perintah-perintah agama) hanya Tuhan sendiri.
3. Hikmah dan tujuan perbuatan Tuhan.

Menurut al-Maturidi, memang benar perbuatan Tuhan mengandung kebijaksanaan (hikmah),


baik dalam ciptan-Nya maupun dalam perintah dan larangan-larangan-Nya (taklifi), tetapi
perbuatan Tuhan tersebut tidak karena paksaan (dipaksa). Karena itu tidak dapat dikatakan wajib,
karena kewajiban itu mengandung suatu perlawanan dengan iradah-Nya

2. Maturidiyah Bukhara
Pemikiran kalam Matudiyah Bukhara dikembangkan oleh al-Bazdawi. Nama lengkapnya
ialah Abu Yusr Muhammad bin Muhammad bin al-Husain bin Abdul Karim al-Bazdawi, dilahirkan
pada tahun 421 H. Kakek al-Bazdawi yaitu Abdul Karim, hidupnya semasa dengan al-Maturidi dan
salah satu murid al- Maturidi.

Al-Bazdawi mengkaji pemikiran kalam al-Maturidiyah melalui orang tuanya. Setelah itu
belajar kepada beberapa ulama seperti: Ya’kub bin Yusuf bin Muhammad al-Naisaburi dan Syekh
al-Imam Abu Khatib. Di samping itu, ia juga mempelajari filsafat yang ditulis al Kindi dan
pemikiran Mu’tazilah seperti yang ditulis oleh Abdul Jabbar al-Razi, al-Jubba’i, al-Ka’bi, dan al-

SLIDESMANIA.
Nadham. Selain itu ia juga mendalami pemikiran al-Asy’ari dalam kitab al-Mu’jiz. Adapun
pemikiran al-Maturidi dipelajarinya lewat kitab al-Tauhid dan kitab Ta’wilah alQur’an. Al-Bazdawi
berada di Bukhara pada tahun 478 H/1085 M. Kemudian ia menjabat sebagai hakim di Samarkand
pada tahun 481 H/1088 M, lalu kembali ke Bukhara dan meninggal di kota tersebut pada tahun 493
H/1099 M.
A.Pokok-pokok Ajaran Maturidiyah Bukhara

1. Akal dan Wahyu

Menurut al-Bazdawi, akal tidak dapat mengetahui kewajiban mengerjakan yang baik dan
menjauhi yang buruk, karena akal hanya dapat mengetahui yang baik dan yang buruk saja.
Adapun yang menentukan kewajiban tentang perbuatan baik dan buruk adalah Tuhan. Jadi
menurut alBazdawi mengetahui Tuhan dan mengetahui yang baik dan yang buruk dapat
diketahui melalui akal, sedangkan kewajiban berterima kasih kapada Tuhan serta kewajiban
melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk, hanya dapat diketahui melalui
wahyu.

2. Sifat-sifat Tuhan.

Menurut al-Bazdawi, Tuhan mempunyai sifat-sifat. Beliau juga menjelaskan bahwa


kekekalan sifat-sifat itu melekat dengan esensi Tuhan itu sendiri, bukan melalui kekekalan

SLIDESMANIA.
sifat-sifat. Tuhan tidak mempunyai sifatsifat jasmani. Ayat-ayat al-Quran yang
menggambarkan Tuhan mempunyai.
sifat-sifat jasmani haruslah diberikan takwil. Oleh sebab itu, menurut alBazdawi, kata istiwa
haruslah dipahami dengan “menguasai sesuatu dan memaksanya,” demikian juga ayat-ayat yang
menggambarkan Tuhan mempunyai mata, tangan, bukanlah berarti Tuhan mempunyai anggota
badan.

3. Kalam Allah Swt.


Al-Badzawi berpendapat bahwa al-Qur’an itu adalah kekal tidak diciptakan. Kalamullah (al-
Quran) adalah sesuatu yang berdiri dengan dzatnya, sedangkan yang tersusun dalam bentuk surat
yang mempunyai akhir dan awal, jumlah dan bagian, bukanlah kalamullah secara hakikat, tetapi
alQur’an dalam bentuk kiasan (majaz).

4. Perbuatan Manusia.
Al-Bazdawi mengatakan bahwa di dalam perwujudan perbuatan terdapat dua perbuatan,
yaitu perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Menurutnya, Perbuatan Tuhan adalah penciptaan
perbuatan manusia dan bukan penciptaan daya. Manusia hanyalah melakukan perbuatan yang
diciptakan itu. Al-Bazdawi mengambil kesimpulan bahwa perbuatan manusia, sesungguhnya
diciptakan Tuhan, tetapi tidaklah perbuatan Tuhan. Al-Bazdawi juga mengatakan bahwa manusia

SLIDESMANIA.
bebas dalam kemauan dan perbuatannya, namun demikian, kebebasan manusia dalam faham ini,
kalaupun ada, kecil sekali. Perbuatan manusia hanyalah melakukan perbuatan yang telah diciptakan
Tuhan.
5. Janji dan Ancaman.
Menurut al-Bazdawi, tidak mungkin Tuhan melanggar janji-Nya untuk memberi upah
kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak mungkin membatalkan
ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu nasib
orang yang berdosa besar ditentukan olah kehendak mutlak Tuhan. Jika Tuhan berkehendak
untuk memberi ampun kepada orang yang bedosa, maka Tuhan akan memasukkanya bukan
ke dalam neraka, tetapi ke surga, dan jika ia berkehendak untuk memberi hukuman
kepadanya, Tuhan akan memasukkannya ke dalam neraka buat sementara atau buat selama-
lamanya.
Meskipun dua tokoh aliran Maturidi dan juga Asy’ari berbeda dalam beberapa hal,
tetapi punya prinsip yang sama. Jika terdapat pertentangan antara akal dan usaha, maka akal
harus tunduk kepada wahyu. Itulah satu contoh sehingga mereka terpadu dengan satu aliran
besar (Ahlu Sunnah Wal Jama’ah). Aliran Maturidiyah Samarkand dan Bukhara sepakat
menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam
dirinya.
Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa yang
dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal sebelum bertaubat, keputusannya diserahkan

SLIDESMANIA.
sepenuhnya kepada kehendak Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai