Anda di halaman 1dari 6

Pendahuluan

Dalam sejarah perkembangan pemikiran islam. Umumnya di dalam islam ada dua corak
permikiran kalam yang mana kontrakdiktif. Pada pemikiran kalam yang pertama itu tentang
aliran muktakzila yang bercorak rasional, sedangkan aliran Al-asy’ariyah yang memiliki
fikiran yang bercorak tradisional , pemikiran kalam yang tidak memberikan kebebasan
kehendak dan juga berbuat kepada manusia, daya kecil bagi akal, kekuasaan tuhan dengan
berlakunya semutlak-mutlak nya, serta terikat dengan harfiah dalam memberikan interpretasi
ayat-ayat al- qur’an. Pemikiran kalam ini akan memberikan tradisoanal yang pemahamanya
tentang ajaran islam serta menumbuhkan sikap fatalistic dalm diri manusia. Paham ini
terdapat pada aliran Al-asy’ariyah dan maturidiyyah Bukhara. Abu hasan al-asy’ariyah
adalah sebagai penggagas dan menjadi pendiri pada aliran asy’ariyah, yang sebelumnya
adalah pengikut setia aliran muktazilah, oleh karena itu banyak nya yang bertentangan
dengan hati nurani, pemikirannya dan kondisi sosial masyarakat (ia merasakan hal yang
perluh di tinggalkan ajaran itu). Sampai memunculkan aliran teologi baru bagi reaksi
perlawanan terhadap aliran muktakzilah.
Pada mendalami teks ini, kaum muktazilah mengunkan akal yang kemudian
menginterpretasi teks nas wahyu yang sesuai dengan akal pendapat. Sebaliknya dengan
aliran al-asy’ariyah, terlebih dahulukan kepada teks wahyu lalu membawa argument-argumen
rasional untuk teks wahyu tersebut, pada kaum asy’ariyah banyak berpegang pada arti lafzi
atau terletak dari teks wahyu. Dengan kata lain kaum muktazilah membaca yang tersirat
dalam teks dan kaum asy’ariyah membaca yang tersurat. Pada abad akhir ke-3 H muncul dua
tokoh yaitu abu al-hasan asy’ariyah id bashrah dan abu manshur al-maturidi di Samarkand.
Karena mereka bersatu untuk bertahan terhadap muktazilah.
Asy’ariyah adalah aliran yang teologi tradisoanal yang mana disusun oleh abu hasan al-
asy’ariyah (935), sebagai reaksi atas teologi muktazilah. Dalam perkelompokan teologi aliran
islam , asy’ariyah dan murtadiah keduanya disebut ahli sunah wal-jamaah. Aliran murtadiah
lebih banyak di anut oleh umat islam yang bermadzhab hanafi sedangan aliran asy’ariyah
pada umumnya dianut oleh umat islam yang bermadzhab sunni.
A. Sejarah timbulnya aliran Asy’ariyah
Abu hasan al-Asy’ariyah yang lahir di basrah pada tahun 260 H dan beliau wafat
pada tahun 330 H. muncul sebagai tokoh yang menonjol bersamaan dengan
munculnya abu manshur di samarkan. Kedua tokoh ini bertahan dalam aliran
muktazilah. Al-Asy’ariyah memperlajari ilmu kalam dari seseorang tokoh muktazilah
yaitu abu Ali al-jubbai, kerna kemahiranya beliau selalu mewakili gurunya saat
berdiskusi. Dengan demikian saat perkembangan selanjutnya beliau menjahu diri dari
pemikiran muktazilah dan lebih bercondong terhadap pemikiran para fuqoha dan ahli
hadist. Dan pada hal ini beliau sudah tidak sama sekali mengikuti majlis dan juga
tidak mempelajari aqidah yang bedasarkan metode mereka.
Ada beberapa penyebab al-asy’ariyah menjahukan dari aliran muktazilah dan juga
timbulnya aliran teologi yang dikenal sebagai al-asy’ariyah sebagai berikut:
Salah satunya penyebab al-syariah keluar dari muktazilah ialah, perdebatan-
perdebatan dengan gurunya abu ali al-jubbai tentang dasar-dasar paham aliran
muktazilah yang berakhir dengan kelemahan pemahaman muktazilah. Namun beliau
tidak merasa puas karena konsepsi mutazilah dalam soal Al-Ashlah di atas sebab
utamanya yaitu adanya perpecahan yang dialami kaum muslimin yang bisa
menghancurkan mereka jika tidak cepat di akhiri. Sebagai seorang muslim yang
sangat mengerti tentang keutuhan kaum muslimin, beliau sangat khawatirkan terhadap
Al-Qur’an dan hadist yang menjadi korban pemahaman muktazilah yang menurut
pendapatnya belum bisa dibenarkan, karena di dasarkan pemujaan akal yang mana
pemikiranya sebagaimana menjadi korban sikap ahli hadist antropomorphist yang
hanya memegang nas-nas dengan meningalnya jiwanya. Dan pada akhirnya
asy’ariyah mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan golongan textulist
dan jalan tengah tersebut bisa diterimah oleh mayoritas kaum musilimin. Pada ini
asy’ariyah sudah bertahun-tahun mengikuti aliran muktazilah namun pada akhirnya
meninggalkan ajaran muktazilah karena bisa disebut, yang berasal dari al-subki dan
ibn asskir , ialah suatu malam al-asy’ariah bermimpi yang mana dalam mimpinya nabi
Muhammad saw, mengatakan kepadanya bahwa madzhab ahli hadistlah yang benar
dan madzhab muktazilah salah.
Menurut riwayat, ketika al-asy’ariyah mencapai 40 tahun, beliau menyendiri dari
semua orang dirumahnya selama 15 hari, kemudian beliau pergi ke masjid besar
basrah untuk menyatakan di depan banyak orang, bahwa beliau pertama memeluk
aliran muktazilah, antara lain qur’an itu mahkluk, tuhan tidak bisa dilihat oleh mata
kepala, manusia sendiri yang menciptakan pekerjaan-pekerjaan dan keburukan. Lalu
beliau mengatakan “saya tidak lagi mengikuti pemahaman aliran tersebut dan saya
harus menunjukan keburukan-keburukan dan kelemahanya. Dan menurut ibnu
taimiyah, setalah abu hasan meninggalkan aliran muktazilah, beliau menempuh jalan
ahli sunnah wa al-hadist dengan bergabung kepada imam ahmad bin hambal.
B. Sejarah munculnya aliran maturdiah
Aliran martudiah juga muncul sebagai reaksi terhadap aliran mu’tazilah. Oleh sebab
itu, pendapat-pendapat maturidiah yang juga memiliki prinsip-prinsip yang sama
dengan aliran asy’ariyah, karena muncul nya kedua aliran tersebut sama dengan
latar belakangnya. Tetapi antara teologi maturidiah dengan teologi asy’ariyah
memiliki perbedaan. Aliran maturidiah diambil dari nama penderinya, yaitu abu
Mansur Muhammad bin Muhammad al-maturidi. Tetapi ada hal yang mana ajaran-
ajaran abu Mansur di aliran maturidiah tidak banyak dibukukan dan di tulis oleh
orang. Sampai karangan maturidiah belum dicetak dan tetap dalam naskah. Dalam
naskah tersebut terdapat kitab tauhid dan kitab ta’wil al-qur’an. Ada juga karagan
yang mana kabarnya disusun oleh al-maturidiah, yaitu risalah fi al-aqaid dan syarh
al-fiqh al akbar. Ada juga keterangan yang mengenai pendapat al-maturidiah dapat
lebih diperoleh lebih lanjut dari buku-buku yang dikarang oleh para pengikutya
yaitu: isyarat al-maram oleh al-bayadi dan ushul al-din oleh bazdawi.
Al-maturidiah dikenal sebagai pengikut abu hanifah. Dalam pengikut abu hanifah,
ia banyak menggunakan ratio untuk pandangan keagamaan, di samping itu banyak
juga menggunakan akal dalam sistem teologinya. Menurut para ulama’ hanafiah
hasil dari pemikiran al-martudiah, yang khususnya dalam bidang aqidah mirip
dengan abu hanafiah. Bisa dikatakan pemikiran al martudiah lebih luas dari
pemikiran hanafiah.

C. Pokok-pokok ajaran Al- asy’ariyah


Adapun pokok-pokok ajaran al-asy’ariyah yang ditulis dalam makalah ini, adalah:
1. Zat dan sifat tuhan
Menurut al-asy’ariyah tuhan mempunyai sifat. Mustahil tuhan mengetahui dengan
zat-nya. Tuhan bukan mengetahui (ilm) tetapi yang mengetahui (‘alim). Tuhan
mengetahui dengan pengetahuanya bukanlah zatnya. Demikian dengan sifat-sifat
seperti sifat hidup, berkuasa mendengar dan melihat. Dalam hal sifat-sifat tuhan,
kaum asy’ariyah menegaskan tetap berada dalam prinsip “tidak ada sesuatupun
yang serupa dengan nya”, dan mengatakan bahwasanya sifat-sifat tuhan hanya
untuk nya saja, dan bukanlah seperti sifat mahkluknya, pendegaran nya tidak sama
dengan pendegaran mereka dan penglihatan nya tidak seperti pendegaran
mereka. Ini sesuai firman Alloh SWT dalam QS. Asy-syura:11.
2. Kekuasaan tuhan dan perbuatan manusia
Pada menyangkut masalah kekuasaan tuhan Al-asy’ariyah berpendapat bahwa ada
sesuatu yang bisa menghalagi kekuasaan tuhan dan menolak keberadaan dari
semua penyebab. Kalau siang mengikuti malam, maka itu hanya karena tuhan
dengan kasihnya memudahkan pulangnya. Pada ini tidak ada kekekalan. Tuhan
menciptakan dunia baru pada setiap saat. Meskipun beliau menerimah takdir yang
sudah ditentukan oleh tuhan , namun beliau memakai konsep “perolehan’, yang
mana membuat manusia bisa bertangung jawab atas perbuatanya.
Perbuatan-perbuatan manusia, menurut al-asy’ariyah , bukanlah diwujudkan oleh
karena manusia sendiri, sebagaimana pendapat mu’tazilah, bahwasanya manusia
yang menciptakan perbuatan itu dia sendiri yang melalui pontesi yang diberikan
Alloh padanya. Tetapi pada dasarnya alloh yang menciptakan. Demikian , yang
menciptakan pekerjaan iman bukanlah orang mukmin yang tak sanggup membuat
iman yang bersifat tidak berat dan sulit, tetapi tuhanlah yang menciptakannya dan
mana tuhan juga menghendaki supaya iman yang bersifat berat dan sulit. Istilah
yang dipakai al-asy’ariyah untuk perbuatan manusia yang menciptakan tuhan
ialah Al-kasb. Dan dalam mewujudkan perbuatan yang diciptakan itu daya yang
ada dalam diri manusia tak mempunyai efek. Dan tidak ada sesuatu kebaikan dan
keburukan di bumi ini kecuali dengan kehendak Alloh. Dan juga sesuatu itu
kehendak Alloh juga, seseorang tidak akan sangup berbuat sesuatu sebelum alloh
melakukanya. Dan tidak ada pencipta selain Alloh. Perbuatan yang buruk manusia
alloh juga yang menciptakan sedangkan manusia tidak sangup menciptakan
sesuatu perbuatan.
3. Kalam tuhan
Pada pemikiran kalam al-asy’ariyah yang mana kalam tuhan ini dibedakan
menjadi dua, yakni adanya kalam nafsi dan kalam lafzi. Kalam nafsi adalah kalam
yang mengartikan abstrak, ada pada zat (diri) tuhan. Ia bersifat qadim dan azali
serta tidak berubah oleh adanya perubahan ruang, waktu dan tempat. Maka Al-
qur’an sebagai kalam tuhan dalam artian ini bukanlah mahkluk. Sedangkan pada
kalam lafsi adalah kalam dalam artian (hakiki). Yang mana ditulis, dibaca atau
disuarakan oleh makhluknya, yang mana al-qur’an dibaca di sehari-hari. Al-
Qur’an sebagai firman Alloh tidak berubah, tidak diciptakan, tidak baru dan juga
tidak di buat-buat. Tetapi ada juga potongan-potongan huruf, warna bahan dan
suara adalah mahkluknya. Al-Qur’an adalah kalam Alloh bukan mahkluk.
4. Ru’yah kepada tuhan
Pemikiran kalam Al-Asy’ariyah tentang ru’ta kepada tuhan (melihat tuhan di
akhirat) adalah hal yang mungkin terjadi kerana tuhan berfirman dalam Q.S.AL-
Qiyamah : 22-23 “wajah (orang-orang muslim) pada hari itu berseri-seri kepada
tuhanya mereka melihat”.
Logika yang dikemukakan ialah bahwa tuhan itu ada, mana melihatnya pada hari
kiamat dengan mata kepala adalah hal yang mungkin. Karena suatu yang tidak
bisa dilihat dengan mata kepala, itu tidak bisa diakui adanya, sama seperti sesuatu
yang tidak ada, padahal tuhan itu pasti. Yang mana pada hari kiamat, alloh dapat
dilihat seperti melihat bulan purnama. Musa pernah meminta untuk diperkenakan
melihat Alloh di dunia, kemudian gunung pun begetar sebagai menjelma
kekuasaan nya, maka dari itu bisa difahami pada dunia tidak bisa dilihat dan
sebaliknya di akhirat dapat dilihat.
Ada dua pandangan dikemukakan melihat Alloh di dunia, lalu penglihatan kepada
tuhan. Pertama pandangan ini adalah sebuah jenis pengetahuan yang istimewa
yang mana pengertian yang eksis dari pada non eksis. Dan yang kedua merupakan
sebuah persepsi di luar pengetahuan, yang tidak sama sekali menuntut sebuah efek
terhadap benda yang dipersiapkan dan tidak pula sebuah efek yang berasal
darinya.
5. Pelaku dosa besar
Tentang pelaku dosa besar, pemikran al-asyariyah terlihat jelas penolakanya
terhadap pemikiran kalam mu’tazilah yang mana menyatakan bahwa melakukan
dosa besar meskipun tetep beriman dan taat, tidak bisa keluar dari neraka selama
ia belum bertobat dari dosa besarnya. Namun menurut al-Asy’ariyah mengatakan
bahwa orang mukmin melakukan dosa besar selama masih mempunyai iman tidak
kafir. Dan juga Mengakui pula bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan,
dapat bertambah dan berkurang. Tidak mengakui bahwa seorang mu’min yang
melakukan dosa besar berada di dalam neraka dan tidak pula menetapkan di surga,
sampai Allah menempatkannya karena itu adalah perkara Allah. Jika Allah
menghendaki mereka disiksa dan jika Allah menghendaki mereka diampuni.
Percaya bahwa Allah akan mengeluarkan orang yang beriman itu dari neraka42
Dan dalam keterangan beberapa ayat al-Qur’an, ditegaskan bahwa hanya orang-
orang musyrik dan kafirlah kekal di neraka.
D. Ajaran ajaran aliran Al-maturidiah
Sebagaimana yang telah disampaikan aliran Al-Asy’ariyah dan Al-maturidiah
muncul bersamaan yakni membenjung perkembangan dari aliran mu’tazilah. Karena
untuk mengetahui aliran maturidiah tidak dapat langsung melupakan ajaran-ajaran
asy’ariyah dan mu’tazilah. Meskipun dengan aliran maturidiah dan asy’ariyah
timbul sebagai reaksi dari aliran mu’tazilah, namun teologi yang ditimbulkan oleh
maturidiah ada juga perbedaan dari teologi asy’ariyah, berikut ini dikemukakan
beberapa pemikiran ajaran maturidiah.
 Mengenai sifat tuhan, yang mana ada persamaan antara ajaran maturidiah
dan ajaran asy’ariyah. Dan bagi mereka tuhan memiliki sifat-sifat, tuhan
mengetahui bukan dari zat, melaikan dengan sifatnya (pengetahuannya)
yang mana tuhan juga berkuasa dengan kekuasaanya bukan dengan zat nya.
 Mengenai perbuatan manusia, aliran maturidiah sepakat dan berpendapat
dengan aliran mu’tazilah. Yang mana mereka mengatakan bahwasanya
manusialah yang mewujudkan perbuatanya. Dengan demikian pemahaman
maturidiah sejalan dengan mu’tazilah bukan paham jabariah atau asy’ariyah.
 Mengenai kedudukan Al-Qur’an, maturidiah tidak sepaham dengan
mu’tazilah. Karena maturidiah sejalan dengan asy’ariyah yang berpendapat
bahwasanya al-qur’an (kalamulloh) diciptakan, tetapi bersifat qadim. Dan
menurut al-maturidiah, yang mana perbuatan tuhan itu tidak dikatakan wajib
karena sebuah paksaan , sedangkan perbuatan tuhan jika dipaksa maka
bertentangan dengan sifat iradahnya. Namun demikian al-maturidiah
percaya bahwasanya tuhan tidak sia-sia saat berbuat. Dan perbuatan tuhan
itu ada tujuan.
 Dalam doa besar, Al-maturidiah sepaham dengan asy’ariyah yaitu orang
yang berdosa besar masih mukmin. Dan tentang balasan tentang dosa hanya
tuhan yang menentukan di akhirat kelak.
 Mengenai janji dan ancaman (al wa’ad wal wa’id), aliran ini sepaham
dengan aliran muktazilah. Yang mana janji dan ancaman tuhan akan terjadi.
Aliran maturidiah tidak sepakat dengan asy’ariyah yang mengatakan bahwa
ayat-ayat yang mengambarkan tuhan yang mempunyai bentuk tidak dapat
diberi interpretasi atau ta’wil.
 Kebaikan dan keburukan menurut akal bagi kaum maturidiah ada tiga
bagian. Ada sebagian suatu perbuatan yang mana kebaikanya dapat
diketahui oleh akal, ada juga perbuatan yang buruk dapat diketahui oleh akal
dan sebagian ada juga perbuatan baik dan buruk yang tidak jelas bagi akal.
Kebaikan dan keburukan hanya bisa diketahui dari syara’. Dalam kaitan
tentang keburukan dan kebaikan aliran maturidiah tidak sejalan dengan
asy’ariyah yang mana mengatakan bahwa sesuatu tidak memiliki kebaikan
atau keburukan. Dan adanya kebaikan juga ada perintah syara’ dan
keburukan juga ada larangan syara’. Yang mana kebaikan dan keburukan
tergantung pada tuhan. Maka dari sini pemahaman maturidiah berada pada
tengah-tengan antara pemahaman mu’tazilah dan pemahaman asy’ariyah.

Daftar pustaka
Ilmu kalam sejarah dan pokok pikiran aliran-aliran, bandung 2006 ( drs. Hasan
basri,M.Ag- drs. Murif yahya,M.Pd- tedi priatna,M.Ag).
https://ejournal.iainkendari.ac.id/al-adl/article/viewFile/816/743 (beti mulu)

Anda mungkin juga menyukai