Anda di halaman 1dari 6

Nama : Sonia Melinda

Kelas : 1E
NIM : 222510068
Matakuliah : Sejarah Pemikiran Islam
Dosen Pengampu : DR. Kerwanto

Jawaban soal UAS Semester 1

1. Jelaskan Sejarah Pemikiran Islam untuk tema-tema sebagai berikut

a. Sejarah Pemikiran Teologi Asy’ariyah

Asy’ariyah lahir akibat reaksi terhadap aliran Muktazilah. Kalau Corak Muktazilah bersifat
rasional, tapi Asy’ariyah bersifat tradisional. Muncul pada tahun sekitar 913 M/ 330H Aliran ini
mengembangkan paham teologi Islam yang lebih berkiblat pada dalil naqli (Al-Qur’an dan Al-
Hadis) dan membatasi penggunaan logika filsafat. Aliran asy’ariyah berpendapat Quran itu
makhluk, Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera  penglihatan kelak pada hari kiamat, manusia
sendiri yang menciptakan pekerjaan- pekerjaan dan keburukan.

Tokoh pendiri asy’ariyah adalah Abu al-Hasan al-Asy’ari, yang sebelumnya beliau menganut
aliran muktazilah. Abu al-Hasan al-Asy’ari, berguru pada salah satu tokoh dalam aliran
Muktazilah, yakni Al-Jubba’i.

Dari beberapa sumber mengatakan Abu al-Hasan al-Asy’ari meninggalkan aliran muktazilah
dengan alasan setelah beliau mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak mampu di jawab oleh
gurunya yakni Al-Jubba’I, dan seringnya mengalami perdebatan dengannya, sehingga berakhir
dengan munculnya kelemahan aliran muktazilah. dari situlah keraguan dalam dirinya muncul
dan langsung mendeklarasikan dirinya.

Dari kasus beberapa perdebatan yang dibahas oleh guru dan murid ini diantaranya
ketika Abu al-Hasan al-Asy’ari mengajukan pertanyaan diantaranya :“Wahai guru, apa
pendapatmu tentang tiga orang: mukmin, kafir, dan anak kecil?”maksudnya yaitu kehidupan
mereka pada hari kiamat. Al-Jubba’i menjawab, “Orang mukmin termasuk termasuk
golongan yang berderajat tinggi, orang kafir termasuk golongan yang celaka, dan anak kecil
termasuk golongan yang selamat.”Al-Asy’ari menyanggah, “Bagaimana jika anak kecil itu hendak
meningkat pada golongan yang berderajat tinggi, apakah hal itu mungkin?”Al-Jubba’i
menjawab, “Tidak. Orang mukmin memperoleh derjat tinggi melalui ketaatan, sementara
dengan anak kecil tidak demikian.”A l - A s y ’ a r i m e n y a n g g a h d a n b e r k a t a , “Jika anak kecil
itu mengatakan‘kekurangan itu bukan kesalahan saya, jika kamu menghidupkan saya, niscaya
saya akan melakukan ketaatan-ketaatan sebagaimana orang mukmin tersebut.”A l - J u b b a ’ i
m e n j a w a b , “ A l l a h a k a n b e r k a t a k e p a d a n y a , ‘ A k u l e b i h t a h u  bahwa jika kamu
tetap hidup, niscaya kamu akan berbuat maksiat dan akan i h u k u m . K a r e n a i t u , a k u
m e m e l i h a r a k e m a s h l a h a t a n m u d a n u m a t m u s e b e l u m umur taklif.”Al-Asy’ari
menyanggah lagi, “Jika orang kafir bertanya, ‘Wahai Tuhanku, E n g k a u m e n g e t a h u i
k e a d a a n n y a s e b a g a m a n a e n g k a u m e n g e t a h u i k e a d a a n k u , kenapa Engkau tidak
memelihara kemashlahatanku sebagaimana terhadap anak  kecil itu?”Al-Jubba’i terdiam.
Jelaslah, bahwa yang hendak ditetapkan dalam pandangan ini ialah batalnya pendapat
Muktazilah tentang kebebasan berkehendak  pada manusia, dan bahwa Allah hanya melakukan
kemashlahatan

b. Sejarah Pemikiran Teologi Maturidiyah

Maturidi hamper sama sejarah latar belakang lahirnya, muncul sebagai reaksi terhadap
Mu’tazilah yang terlalu mengandalkan akal, khususnya Otak Bagian Kiri, dimana ciri-cirinya
adalah : Rasional, terkait IQ, Kognitif, Logis, Realistis, Analistik, Kuantitatif, Serial, Linier,
Terencana, Kausal, Fokus, Verbal, Intrapersonal, Motorik Kanan.

Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand, Negara Uzbekistan, pada pertengahan kedua dari abad IX
M. Didirikan oleh tokoh bernama Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al
Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur
Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu,
kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Salah satu muridnya, Abu Qasim Al-
Samarkandi memahat batu nisan makam Abu Mansur Al-Maturidi dengan kalimat
penghormatan: "Ini adalah makam tokoh yang telah mencapai berbagai ilmu dalam setiap
napasnya."

Doktrin-doktrin aliran al-Maturidi diantaranya akal dan wahyu, perbuatan manusia, kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan, sifat Tuhan, melihat Tuhan kalam Tuhan, perbuatan manusia.

Maturidiyah berpendapat bahwa akal dapat mengetahui eksistensi Tuhan. Oleh karena Allah
sendiri memerintahkan manusia untuk menyelidiki dan merenungi alam ini. Ini menunjukkan
bahwa dengan akal, manusia dapat mencapai ma’rifat kepada Allah. Mengenai kewajiban
manusia akan kemampuan mengetahui Tuhan dengan akalnya menurut Maturidiyah Samarkand
sebelum datangnya wahyu itu juga adalah wajib diketahui oleh akal, maka setiap orang yang
sudah mencapai dewasa (baligh dan berakal) berkewajiban mengetahui Tuhan, sehingga akan
berdosa bila tidak percaya kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu.

Menurut aliran Maturidiyah, meski akal dapat mengetahui kebaikan dan keburukan secara
objektif, tetapi pemikiran manusia tidak dapat mencapai pengetahuan agama (perintah Allah
SWT) secara sempurna. Dengan demikian, akal manusia tetap membutuhkan syariat Islam untuk
mengetahui kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada hambanya.

Aliran Maturidiyah memandang bahwasanya perwujudan perbuatan itu terdiri dari dua hal, yaitu
perbuatan Allah SWT dan perbuatan manusia. Artinya, Allah menciptakan perbuatan manusia
sebagaimana firman-Nya dalam surah As-Shaffat ayat 96: “Allah-lah yang menciptakan kamu apa
yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96) Kendati demikian, manusia memiliki daya dan
kehendak untuk menentukan perbuatan tersebut. Manusia akan melakukan perbuatan yang
sudah diciptakan Tuhan. Aliran Maturidiyah menyangkal pendapat yang menyebut bahwasanya
manusia memiliki kehendak bebas (free will). Namun, Maturidiyah juga tidak menyetujui
fatalisme. Maturidiyah berada di posisi tengah-tengah: bahwasanya perwujudan perbuatan
adalah gabungan dari penciptaan Allah SWT dan partisipasi manusia di dalamnya.

Aliran Maturidiyah juga mengatakan Allah SWT memberikan ancaman neraka kepada pendosa
dan menjanjikan surga bagi orang-orang yang beramal baik. Kendati demikian, Allah SWT
berkehendak sesuai kebijakannya. Apabila Allah SWT ingin memberi ampun kepada pendosa
maka Sang Maha Kuasa akan memasukkan hambanya itu ke surga. Demikian juga sebaliknya.
Pendosa besar tidak bisa dicap telah kafir, menurut aliran Maturidiyah. Sementara jika pelaku
dosa besar meninggal sebelum bertaubat maka nasibnya diserahkan kepada kehendak Allah
SWT.

c. Sejarah Pemikiran Teologi Wahabiyah

Aliran wahabi mengidentifikasi dirinya sebagai muwahhidn atau unitarian, yaitu istilah dari
penekanan mereka pada keesaan mutlak Tuhan atau tauhid. Para pengikut wahabi menolak
apapun tindakan yang dianggap menyiratkan kemusyrikan. Tujuan awalnya aliran Wahabi
adalah mengembalikan umat kepada ajaran Islam yang murni seperti yang termuat dalam
Alquran dan sunah. Karenanya, tauhid merupakan tema pokok dalam doktrin Wahabi. Ciri dari
aliran pemikiran ini adalah :

- tidak melakukan Qunut, namun tidak semua orang yang meninggalkan qunut itu wahabi.
- meninggalkan sholat sunah qobliyah sebelum Jum’at, namun tidak semua individu yang
meninggalkannya adalah wahabi, melainkan siapa saja yang mengkafirkan al-Asy’ariyyah
dan al-Maturidiyyah serta menghalalkan darah mereka itu maka tidak diragukan lagi ia
adalah Wahabi.
- Menganggap Taqlid Kepada Imam-Imam Mazhab adalah Syirik.
- Siapa Saja yang Mengharamkan Bacaan Alquran Kepada Orang yang Telah Meninggal.
- melarang atau mengharamkan perjalanan dengan tujuan untuk menziarahi makam
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam itu, maka tidak diragukan
lagi ia adalah Wahabi.
- mengharamkan majelis Maulid Nabi dan mengkafirkan pelakunya

Aliran ini menyebar luas dan melekat di Arab Saudi, Berdasarkan World Data, paham wahabi
dianut oleh sekitar lima juta Muslim Sunni di Saudi. Karena pendiri wahabi Muhammad Ibn
Abdul Wahhab turut berkontribusi dalam pembangunan negara. Ibn Abdul Wahhab lahir pada
1703 di Uyainah, Arabia. Ayahnya bernama Syekh Abdul Wahab yang merupakan salah satu
Qadhi (hakim) di negeri adalah guru pertama dalam mempelajari berbagai ilmu agama seperti
fiqh , tafsir, hadits dan pendapat-pendapat ulama tentang dasar-dasar islam. Keluarga ulama
yang masyhur dan terpandang menjadi salah satu faktor pendukung rihlah ilmiah Muhammad
bin Abdul Wahab ke berbagai negeri.  Kakeknya adalah kepala ulama di Nejd sekaligus rujukan
para ulama Nejd dimasanya. Pamannya merupakan seorang Khatib terkenal. Salah satu guru
Muhammad bin Abdul Wahab ialah Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif, sosok ulama bermazhab
Hanbali. Dari beliaulah, Muhammad bin Abdul Wahab banyak mengenal dan membaca karya-
karya Ibnu Taimiyah yang kemudian hari menjadi pelopor ideologinya. Prof. Azyumardi Azra
menyebutkan “setidaknya ada dua orang guru Muhammad bin Abdul Wahab selama di Hijaz,
yakni Abdullah bin Ibrahim bin Saif dan Syekh Muhammad Hayat as Sindi Al Hanafi”. Masalah
utama yang mempengaruhi pemikiran atau ideologi  sosok Muhammad bin Abdul Wahab ialah
masalah “tauhid”. Ia ingin kembali memurnikan ajaran tauhid dan memberantas bid’ah-bid’ah.
Saat berada di negeri Hijaz , beliau melihat banyaknya umat islam di Madinah yang datang ke
makam Nabi dan makam para waliyullah untuk berdo’a dan memohon sesuatu, dari kejadian ini
Muhammad bin Abdul Wahab menyimpulkan bahwa banyak masyarakat muslim yang sudah
melanggar syari’at Islam dan berbuat syirik. Beliau beranggapan hal ini sangat bertentangan
dengan ajaran Islam yang mengajarkan pemeluknya untuk tidak meminta kepada selain Allah
SWT.

Beberapa pandangan Ibnu Abdul Wahab yang kontroversial adalah mengenai kebangkitan agama
melalui pemulihan Islam ke bentuk “aslinya”. Hanya ada satu Tuhan dan setiap orang harus
menyembah satu Tuhan persis seperti yang diperintahkan dalam Kitab Suci. Setiap orang harus
hidup persis seperti kaum yang awal di Madinah pada zaman Rasulullah SAW dan siapa saja yang
menghalangi pemulihan umat suci dan asli itu harus dibinasakan.

Paham wahabi tidak diterima di Indonesia karena menurut pandangan pakar kajian Timur
Tengah dari Universitas Indonesia Sya'roni Rofii mengatakan Wahabi sulit diterima masyarakat
Indonesia karena ajaran Islam selama ini menyatu dengan budaya bangsa, sementara itu Wahabi
sangat ketat terhadap pengaruh luar.

d. Sejarah Pemikiran Filsafat Islam

Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern mengatakan, filsafat Islam lahir dari spekulasi filosofis
tentang warisan filsafat Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada abad ketiga
Hijriah atau abad kesembilan Masehi. Penerjemahan berlangsung intens ketika Daulah Abbasiyah
memegang tampuk pemerintahan. Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philo dan sophia. Philo
berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan atau kebenaran. Sedang menurut istilah, filsafat
diartikan sebagai upaya manusia untuk memahami secara radikal dan integral serta sistematik
mengenai Tuhan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu
seharusnya setelah mencapai pengetahuan tersebut. Untuk membuktikan adanya Allah, Islam
menghendaki agar umatnya memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Dan penciptaan 
tersebut tentu ada yang menciptakannya. Pemikiran yang demikian itu kemudian menimbulkan
penyelidikan dengan pemikiran filsafat. Disamping itu keberadan filsafat Islam dilatarbelakangi
oleh banyaknya pemikiran yang mensinergikan antara akal dan wahyu atau antara agama dan
filsafat. Sebagai bentuk reaksi dari seringnya bersentuhan dengan berbagai aliran filsafat Yunani
Klasik.

Ada beberapa pandangan dalam filsafat islam diantaranya :

- filsafat peripatetisme merupakan aliran yang berhasil Aristoteles terapkan kepada muridnya
dengan metode berjalan-jalan dan mengelilinginya. Metode ini mengandung makna dan pesan
dengan kedekatan lahir dalam berinteraksi dapat mempercepat keberhasilan batin dalam
menangkap substansi interaksi. Secara mekanisme jenis filsafat ini memudahkan Aristoteles
dalam mengajarkan filsafat dan muridnya bisa cepat memahami apa yang disampaikan oleh
gurunya.
- Epistimologi peripatetisme Islam adalah filsafat pengetahuan cabang dari filsafat sekaligus
objek dari filsafat. Epistimologi merupakan keniscayaan karena mempelajari hakikat
pengetahuan itu sendiri, agar manusia dapat memahami esensi dari pengetahuan tersebut.

- Ontologi peripatetisme Islam merupakan objek kajian filsafat Islam yang diistilahkan Filsafat
wujud, yang secara prinsip meyakini adanya Allah SWT sebagai pencipta Alam. Karena dalam Al-
Qur’an tiak dijelaskan secara rinci proses penciptaan alam, maka Filosof menginterprestasikan
ayat-ayat Al-Qur’an yang relevansi dengan penciptaan alam.

- Filsafat Iluminasi

Aliran Ini merupakan pandangan Filosof Suhrawardi yang bertujuan untuk menunjukan sumber
pengetahuan hakiki atau tempat sumber datangnya pencerahan. Suhrawardi Mengistilahkan
pencerahan itu adalah “cahaya” kemudian dijadikan prinsip riil yang mendasar dari metafisika
Iluminasi. Dia mengatakan “ jika ada sesuatu yang tidak perlu diidentifikasi atau dijelaskan,
berarti sesuatu ,itu sudah sangat jelas dengan sendirinya. Karena tidak ada yang lebih jelas dari
cahaya, melebihi sesuatu yang lain.

Sejarah ilmu pengetahuan dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari sosok Abu Yusuf Ya'qub ibn
Ishaq Al-Kindi. Ia adalah penggerak tradisi filsafat sehingga dikenal sebagai bapak filsafat Islam.
Filsafat Islam mencapai puncaknya di zaman al-Farabi dan Ibnu Sina pada abad XI dan XII M atau
abad IV dan V H. Kedua tokoh ini merupakan bintang paling bercahaya dalam sejarah filsafat
Islam, sedang yang lain, misalnya Ibnu Maskawih, Al Kindi, Ar-Razi, Ibnu Sina, Ibnu
Miskawaih,Muhammad Iqbal, AL-Ghazal, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd, juga bintang- bintang filsafat
Islam.

Walaupun umat Islam banyak mengabaikan potensi akal, bahkan banyak yang memamndang
filsaat itu ilmu yang kurang islam, namun filsafat islam adalh sebiah keniscayaan. Akal, iman,
pikiran dan Dzikir berjalan beriringan dibawah cahaya Illahi, untuk menguak dan menafsirkan
rahasia Allah di langit dan bumi. Pendidikan yang baikpun dibangun atas dasar wawasan filsafat
Islam yang baik pula, dan ini harus menjadi perhatian penuh pada tradisi filsafat Islam agar
konsistensi intelektualitasnya terus bereksplorasi dan terjaga sesuai zaman.

2. Berikan Pendapat anda terhadap lahirnya beragam pemikiran dalam Islam?

Sebagaimana pendapat salah satu tokoh pemikiran Islam al Bahiy menuturkan , lahirnya
pemikiran Islam dilatarbelakangi 3 faktor penyebab diantaranya : 1. Adanya pergolakan politik
dalam negeri, 2. Lahirnya pemikiran pemahaman non muslim, 3. Akibat proses perubahan
cultural dan politik dari masyarakat/budaya tradisional ke budaya masyarakat maju.

Reformasi telah menginspirasi memberi peluang kepada semua orang untuk mengekspresikan
jati dirinya baik melalui ide, harapan, maupun keinginan-keinginan yang selama ini (orde baru)
terkunci. Demikian pula, kemunculan aliran-aliran keagamaan di Indonesia yang dipandang tidak
sejalan dengan keyakinan pokok umat Islam yang mayoritas itu tidak terlepas dari beberapa
faktor, baik pembinaan internal, partisipasi pemerintah, stabilitas politik, ekonomi, dan lain
sebagainya. Namun demikian, salah satu faktor yang tidak bisa diabaikan adalah karena
dangkalnya akidah dan pengetahuan sebagian umat Islam. Sehingga pada saat bersamaan, jika
ada upaya pendangkalan akidah umat Islam karena tidak suka dengan berkembangnya Islam,
akan mudah terpengaruhi. Belum adanya payung hukum yang jelas untuk mengukur ”sesat
tidaknya” sebuah aliran keagamaan, sehingga, kalaupun ada yang sudah dipandang ”sesat” oleh
sebagian komunitas muslim maupun MUI, tidak dianggap sebagai melawan hukum. Kalau pun
ada yang ditangkap, bukan karena urusan aqidah yang sesat, tapi karena dianggap meresahkan
masyarakat.

Menurut hemat saya: sangat mengapresiasi terhadap para tokoh yang banyak menyumbangkan
pemikiran terhadap agamanya. Karena dengan pemikiran, saya sebagai masyarakat awam yang
berkeinginan maju, paradigma tersebut bisa menstimulasi untuk mengkaji dan menelaah
persoalan-persoalan dalam realitas keseharian umat muslim. Karena seorang muslim yang
berpikir maju dia akan “welcome” terhadap semua pemikiran kemudian dia menganalisa,
mengevaluasi apakah sesuai tuntunan Kalam Alqur’an dan As-Sunnah.

Adapun ketika menghadapi perbedaan pendapat, kita harus bisa menghadapinya dengan bijak,
dan logis. Mendahulukan nalar sehat ketimbang hawa nafsu amarah yang menyesatkan pikiran.
Pandailah mengontrol (memanage diri) agar tidak menyulut permusuhan. Inti dari semua
pemikiran Islam yang menyimpang dan sesat adalah Karena mereka tidak menggunakan Al
qur’an dan Hadist sebagai sumber kehidupan, maka Alqur’an dan ajarannya adalah rahmat
al-’alamin, yang sudah barang tentu bernilai universal. Prinsip pokok yang diajarkan dan menjadi
doktrin yang harus diyakini kebenarannya terumuskan dalam paradigma Rukun Iman dan Rukun
Islam. Paradigma ini harus menjadi sistem hidup dan kehidupan umat Islam. diturunkan bukan
hanya untuk sekelompok manusia, tetapi untuk seluruh manusia hingga akhir zaman. Oleh
karena itu pula, nilai-nilai dasar Al-Qur’an mencakup berbagai aspek kehidupan manusia secara
utuh dan komprehensif. Tema-tema pokoknya mencakup aspek ketuhanan, manusia sebagai
individu dan anggota masyarakat, alam semesta, kenabian, wahyu, eskatologi, dan makhluk-
makhluk spiritual. Eksistensi, orisinalitas, dan kebenaran ajarannya dapat dibuktikan oleh sains
modern , sedang tuntunan-tuntunannya adalah rahmat bagi semesta alam.

Namun demikian, Al-Qur’an tidak boleh ditonjolkan sebagai kitab antik yang harus dimitoskan,
karena hal tersebut bisa menciptakan jarak antara Al-Qur’an dengan realitas sosial. Alqur’an di
satu pihak diidealisasi sebagai sistem nilai sakral dan transendental; sementara di pihak lain
realitas sosial yang harus dibimbingnya begitu pragmatis, rasional, dan materialistis. Seolah-olah
nilai-nilai Al-Qur’an yang diadreskan untuk manusia berhadap-hadapan dengan realitas itu.

Anda mungkin juga menyukai