Aliran asyariyah adalah aliran teologi islam yang berdiri pada dasawarsa kedua abad ke-10
(abad ke-4). Pengikut alran ini bersama pengikut Maturidyah dan Salafiyah mengaku termasuk
golongan Ahlu sunnah wal Jamaah1. Term ahlussunnah wal jamaah ini mengacu pada golongan
yang berpegang pada sunnah dan merupakan mayoritas,sebagai lawan dari mu’tazilah yang
minoritas dan tak berpegang kuat pada sunnah.2Pendiri aliran ini adalah Abu Hasan Al Asyari.
Beliau merupakan ulama yang dikenal sebagai salah seorang tokoh perantara permasalahan Ali
dan Muawiyah. Abu Hasan Al Asyari pada awalnya berfaham Mu’tazilah selama 40 tahun
sebelum akhirnya keluar dan mendirikan aliran Asyariyah.
Ada beberapa pendapat tentang alasan kenapa Abu Hasan Al Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah
sekaligus mendirikan aliran Asy’ariyah :
Al Asy’ari telah puluhan tahun menganut faham Mu’tazilah dan akhirnya beliau
meninggalkan Mu’tazilah. Penyebabnya menurut Al subki dan Ibnu Sakir adalah karna Al
Asy’ari bermimpi. Dalam mimpi itu Nabi Muhammad mengatakan kepadanya bahwa mazhab
ahli hadist lah yang benar dan Mu’tazilah salah.3 Menurut pendapat ini Al Asy’ari berbelok dari
Mu’tazilah karena diberikan mimpi tentang aliran yang benar.
Cerita yang paling umum disebut sebagai penyebab keluarnya Asyari dari Mu’tazilah
adalah kisah perdebatan antara Asyari dengan gurunya Al Jubbaiy tentang tempat untuk anak
kecil di akhirat. Menurut Al Jubbaiy tempat anak kecil di surga bukan di bagian tertingi surga
karna anak kecil belum punya amal shaleh sebagai tanda ketaatan yang patut di beri pahala. Lalu
Asyari bertanya : “Bagaimana kalau anak itu mengatakan kepada Tuhan,itu bukan kesalahanku.
Sekiranya engkau memanjangkan umurku aku pasti akan beramal baik seperti yang di lakukan
mukmin dewasa”. Al Jubbaiy menjawab : Tuhan akan berkata,Aku tahu jika terus hidup niscaya
engkau akan berbuat dosa dan pasti masuk neraka,maka demi kepentinganmu sendiri aku cabut
nyawamu sebelum kamu menjadi orang dewasa. Lalu Asyari bertanya lagi : Sekiranya yang kafir
mengatakan “engkau mengetahui masa depanku sebagaimana engkau mengetahui masa depan
anak kecil. Maka apa sebabnya engkau membiarkan aku hidup dan tidak menjaga
kepentinganku? Di sinilah Al Jubbaiy terpaksa diam4. Karna pedebatan itulah Asyari
meninggalkan Mu’tazilah.
Aliran Asyari awalnya muncul setelah kemunduran aliran Mu’tazilah. Eksistensi aliran
ini mempunyai pengaruh besar tatkala Mu’tazilah mengalami degradasi. Pergerakan Al Asyari
mulai pada abad ke-4 H setelah terlibat konflik dengan kelompok-kelompok lain,khusunya
1
Al Mishri Muhammad Abdul Hadi. Manhaj dan aqidah ahlussunnah wal jamaah (Jakarta:Gema Insani
Press,1994) hal. 86
2
Harun Nasution. Teologi islam aliran-aliran sejarah analisa perbandingan (Cet.V;Jakarta:UI-Press,1986) hal.64
3
Ibid. Hal. 66
4
Hamka Haq. Dialog pemikiran islam (Makassar: Yayasan Al-ahkam,2000) hal.12
dengan Mu’tazilah.5 Aliran Asyariyah merupakan bentuk dari pemahaman yang tidak sepihak
dengan Mu’tazilah yang di anggap hanya mengandalkan rasional saja.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar belakang munculnya aliran
Asyariyah di pengaruhi oleh beberapa faktor,antara lain yang paling krusial adalah kekhawatiran
Abu hasan Al Asyari bahwa Al quran dan hadist akan diabaikan oleh umat islam. Kemudian
dalam pengembaraan dan pengalaman spiritualnya tidak menutup kemungkinan telah
menemukan kebenaran yang hakiki yang terpancar dalam hatinya,ketika hal itu telah ditemukan
yang benar maka itu perlu dimunculkan kepada umat islam kala itu.
Abu Hasan Al Asyari adalah pendiri aliran Asyariyah. Beliau lahir di Bashrah pada tahun
260 H (873 M) dan wafat di baghdad pada tahun 324 H (935 M). Sejak kecil ia berguru kepada
Al jubbaiy salah satu pengikut Mu’tzilah yang terkenal. Beliau mempelajari aliran Mu’tazilah
selama 40 tahun dan akhirnya keluar. Kehidupan Asyari kecil tidak seberuntung masa kanak-
kanak pada umumnya. Karna sejak kecil telah ditinggalkan oleh ayahnya dan ibunya dinikahi
oleh Abu Ali Al Jubbaiy,seorang tokoh kenamaan Mu’tazilah. Maka di dalam pelukan ayah tiri
inilah Asyari di besarkan.6 Bisa dikatakan bahwa lingkungan lah yang membuat Asyari
mempelajari Mu’tazilah.
a. Pemikiran Al Asyari
Pada dasarnya kaum Asyariyah merupakan aliran moderat yang berusaha mengambil
sikap penengah antara 2 kutub,yaitu aqal dan naql. Asyariah bercorak perpaduan antara
pendekatan tekstual dan kontekstual sehingga imam ghazali menyebutnya sebagai golongan
Muthawasithah atau penengah. Awal mulai proses pemikiran Asyari dilakukan dengan berdiam
diri di rumah dengan berusaha mencari dasar pemikiran untuk mencoba membandingkan dalil-
dalil antara kelompoknya dan Mu’tazilah. Hal itu dilakukan untuk menjawab pemikiran kaum
Mu’tazilah.
2. Al Baqillani
Nama lengkap beliau adalah Al Qadi Abu Bakar Muhammad Ibn Tayyib Ibn Muhammad
Ibn Al Qasim Abu Bakar Al Baqillani. Beliau di duga lahir di Bashrah.10
a. Ajaran Al Baqillani
1. Fungsi akal dan wahyu.
2. Sifat-sifat Tuhan
Beliau berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat yang lain dari zatnya.
Menurutnya Allah mempunyai ilmu karena alam yang diciptakan itu teratur tidak mungkin
diciptakan oleh Tuhan yang tidak mempunyai ilmu. Demikian juga Allah mempunyai sifat
qudrat hayat,dan sebagainya.
8
Ghufron.A.Masa’adi. Ensiklopedi islam. (Jakarta:PT.Radja Grafindo Persada,1999) hal. 41
9
A.K Kazi dan J.G.Flynn. Muslim sects and divisions, di terjemahkan oleh Karsidi Dininggrat dengan judul sekte-
sekte islam (Bandung:Pustaka,1999) hal. 125
10
Ilhamuddin. Pemikiran kalam Al Baqillani (Yogyakarta:Tiara Wacana,1997) hal.13
11
A. Hanafi. Pengantar teologi islam (Jakarta:Pustaka Alhusna,1980) hal. 115
3. Perbuatan Manusia
Menurut asyari manusia tidak punya pilihan dalam perbuatnnya. Sebab semua yang
dilakukan manusia berdasarkan ketentuan Tuhan. Tuhanlah yang menciptakan daya dan
perbuatan manusia sehingga manusia tidak mempunyai kebebasan sama sekali dalam
perbuatannya. Tapi Baqillani memiliki pendapat berbeda. Beliau beranggapan bahwa perbuatan
tersebut ada yang terjadi berdasarkan pilihan manusia dan ada juga yang terpaksa.
3, Al Juwaini
Nama lengkapnya adalah Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin
Abdullah bin Hayawi Al Juwaini. Nama beliau dinisbahkan ke kota kelahiran beliau.
a. Ajaran Al Juwaini
1. Fungsi akal dan wahyu
2. Perbuatan manusia
Bagi al juwaini manusia bebas dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Daya
yang ada pada manusia mempunyai efek. Tapi efeknya serupa dengan efek yang terdapat pada
sebab dan musabab. Jadi menurutnya manusia mempunyai andil dalam mewujudkan
perbuatannya.
3. Sifat-sifat Tuhan
Al juwaini membagi sifat Tuhan menjadi dua kelompok,yaitu sifat Nafsiyah dan
Ma’nawiyah. Jadi intinya al juwaini memandang bahwa Allah mempunyai sifat.
4, Al Ghazali
Al ghazali lahir di Gazalah sebuah kota kecil di dekat Tus pada tahun 450 H. Dan wafat
pada tahun 505 H. Nama lengkapnya Muhammad bin Muhammad Al Tawus Abu Hamid Al
ghazali. Masa kecilnya dilewati dengan suasana keagamaan yang sederhana di Tawus. Mulanya
ia belajar fiqih dari Razikaniy. Menjelang usia 20 tahun ia mempelajari bahasa persia dan arab.
Beberapa tahun setelah itu dia berguru kepada Al juwaini.
a. Pemikiran Al Ghazali
1. Fungsi akal dan wahyu.
Akal dalam pandangan Al Ghazali bisa menjangkau wujud Tuhan melalui pemikiran
tentang alam yang diciptakan oleh Tuhan. Hal ini diperkuat oleh keterangan selanjutnya bahwa
objek pengetahuan terbagi 3 : akal saja,wahyu saja,akal dan wahyu. Wujud tuhan dimasukkan
dalam kategori pertama.12
2. Perbuatan Manusia
Al ghazali berpendapat bahwa tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan. Daya
yang terdapat dalam manusia tidak efektif dalam mewujudkan perbuatan,tetapi lebih bersifat
impotensi.13 Dengan demikian manusia tidak mempunyai kebebasan dalam mewujudkan
perbuatannya. Ia sangat bergantung pada daya yang diciptakan Tuhan. Al ghazali menjelaskan
bahwa perbuatan adalah bagian dari gerak yang bila dihubungkan dengan manusia maka ada
gerak yang tidak disadari dan gerak yang disadari. Perbuatan yang disadari terjadinya disebut
dengan ikhtiar. Dan perbuatan semacam ini melalui 3 tahap dalam diri manusia,yaitu
pengetahuan,kemauan,dan kemampuan.14 Jadi intinya menurut al ghazali pada hakikatnya
perbuatan manusia itu adalah perbuatan Tuhan. Manusia hanya melakukan secara majaz.
3. Sifat-sifat Tuhan
Dalam membicarakan sifat Tuhan Al ghazali berbeda dengan gurunya Al juwaini. Dan
lebih sejalan dengan Asyari. Ia menyatakan bahwa tuhan mempunyai sifat qadim yang tidak
identik dengan zat Tuhan dan sifat-sifat ini mempunyai wujud di luar zatnya.
Aliran Asyariah berpendapat bahwa Allah memiliki sifat,seperti mempunyai tangan dan
kaki. Tapi itu tidak boleh diartikan secara harfiah,sifat Allah itu unik dan tidak bisa dibandingkan
dengan sifat manusia.15
Asyariah membedakan antara khaliq dan kasab. Menurutnya Allah adalah pencipta
perbuatan manusia,sedangkan manusia hanya mengupayakannya. Hanya Allah lah yang mampu
menciptakan segala sesuatu.
Walaupun asyari dan orang-orang Mu’tazilah mengakui akan pentingnya wahyu dan
akal,tetapi mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan
12
Muhammad Yasin Nasution. Manusia menurut alghazali (Jakarta:Rajawali,1988) hal. 129
13
Harun Nasution. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya (Jakarta:UI Press,1986) hal. 83
14
Muhammad Yasin Nasution. Manusia menurut alghazali (Jakarta:Rajawali,1988) hal. 129
15
Harun Nasution. Teologi islam aliran-aliran sejarah analisa perbandingan (Cet.V;Jakarta:UI-Press,1986) hal.70
kontradiktif dari akal dan wahyu. Asyari lebih megutamakan wahyu,sedangkan Mu’tazilah lebih
mengutamakan akal.
4. Qadimnya Al quran
Asyari berpendapat bahwa Al quran terdiri atas kata-kata,huruf,dan bunyi. Semua itu
tidak melekat pada esensi Allah. Jadi yang disebut makhluk disini adalah perwujudan al quran
dalam bentuk suara dan huruf terebut. Dan yang bersifat qadim hanyalah esensi al quran itu
sendiri.
5. Melihat Allah
Asyari berbeda pendapat dengan kaum ortodoks ekstrem yang menyatakan bahwa Allah
dapat dilihat di akhirat. Selain itu Asyariah juga menolak pendapat Mu’tazilah yang mengingkari
Melihat Allah di akhirat. Ia berpendapat bahwa Allah dapat dilihat bilamana ia menciptakan
kemampuan bagi penglihatan manusia untuk melihatnya.
6. Keadilan Tuhan.
Pada dasarnya Al Asyari dan Mu’tazilah setuju bahwa Allah itu adil. Asyari tidak
sependapat dengan Mu’tazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga Allah wajib
menyiksa orang yang salah,dan memberi pahala orang yang benar. Menurut asyari Allah tidak
memiliki kewajiban apapun karena ia adalah penguasa mutlaq.
Menurut Asyariah mukmin yang berdosa besar adalah fasik,karna iman tidak mungkin
hilang karena dosa selain kufur.