Anda di halaman 1dari 4

TUGAS RESUME FALSAFAH KALAM

REVIEW AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

Nama: Muhamad Azis


NIM: 2281131992
Kelas: A40

Ahlussunnah wal Jamaah (ASWAJA) adalah salah satu aliran teologi Islam yang paling besar
dan mendominasi di dunia Islam. Aliran ini meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi
terakhir dan Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT. ASWAJA juga meyakini
bahwa para sahabat Nabi SAW adalah orang-orang yang paling baik dan paling paham tentang ajaran
Islam.
Tokoh Sunny diantaranya
Abu al-Hasan al-Ash'ari, yang dikenal juga sebagai Al-Asy'ari, adalah seorang cendekiawan
Islam yang hidup pada abad ke-9 Masehi. Dia lahir sekitar tahun 873 M di Basra, yang saat itu
merupakan bagian dari wilayah Kekhalifahan Abbasiyah. Al-Asy'ari dikenal karena peran pentingnya
dalam perkembangan teologi Islam, terutama dalam menanggapi perdebatan-perdebatan tentang
takdir dan predestinasi dalam Islam.
Al-Asy'ari awalnya adalah seorang Mu'tazilah, yang merupakan kelompok teologi Islam yang
menekankan akal dan rasionalitas dalam memahami ajaran agama. Namun dalam berusia 40 Th
hidupnya, ia meninggalkan pandangan Mu'tazilah dan beralih menjadi seorang Ahl al-Hadith, yang
lebih menekankan pada tradisi hadits dan mengutuk akal sebagai alat yang merusak. Perubahan
pandangan Al-Asy'ari ini memainkan peran besar dalam perkembangan teologi Islam, dan ia
mendirikan aliran teologi yang dikenal sebagai "Asy'ariyah."
Doktrin Asy'ariyah menekankan pemahaman tentang sifat-sifat Allah yang berdasarkan wahyu,
dengan menekankan bahwa akal manusia memiliki keterbatasan dalam memahami hakikat Allah.
Aliran ini juga mengambil sikap tengah dalam masalah takdir, menyatakan bahwa manusia memiliki
kebebasan dalam tindakan mereka, tetapi juga bahwa Allah memiliki pengetahuan mutlak tentang
semua yang terjadi di dunia.
Pemikiran Al-Asy'ari telah memiliki pengaruh yang kuat dalam perkembangan teologi Islam,
terutama di kalangan Sunni. Aliran Asy'ariyah menjadi salah satu aliran teologi utama dalam Islam
Sunni dan tetap relevan dalam diskusi-diskusi teologis dan filosofis dalam Islam hingga hari ini.
Dengan dukungan dari Al-Mutawakkil, aliran Asy'ariyah semakin berkembang dan mendapatkan
pengaruh dalam dunia Islam, terutama dalam kaitannya dengan pandangan teologi. Ini juga
membantu memperkuat posisi Asy'ariyah dalam tradisi Sunni, yang tetap relevan dalam kajian teologi
Islam hingga hari ini.
Pemikiran Asy'ari mengenai berbagai aspek yang Anda sebutkan sebagai berikut:
• Sifat-sifat Tuhan: Asy'ariyah mengakui sifat-sifat Allah seperti yang dijelaskan dalam
al-Qur'an dan hadis, tetapi mereka menolak tafsiran yang mempersonifikasikan atau
menggambarkan sifat-sifat tersebut secara fisik. Mereka meyakini bahwa sifat-sifat
Allah tidak bisa dibandingkan dengan sifat makhluk-Nya. Mereka menegaskan keesaan,
keabadian, kekuasaan, pengetahuan, kehendak, dan sifat-sifat lain yang tidak bisa
disamakan dengan ciptaan.
• Al-Qur'an: Asy'ariyah percaya bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah yang tidak
diciptakan. Mereka menolak pandangan Mu'tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur'an
adalah makhluk. Bagi Asy'ariyah, Al-Qur'an adalah abadi dan telah ada sebelum ciptaan
alam semesta.
• Ru'yatullah di Alkhirat: Asy'ariyah memahami bahwa di akhirat, orang-orang yang
beriman akan melihat Allah (ru'yatullah) tanpa menggambarkan cara atau bentuk-Nya.
Mereka meyakini bahwa pengalaman ini akan berbeda dari cara kita melihat sesuatu di
dunia ini.
• Allah Bersemayam di Arsy: Asy'ariyah percaya bahwa Allah bersemayam di atas Arsy-
Nya, tetapi mereka menolak memberikan makna fisik atau rinci pada konsep ini. Mereka
meyakini bahwa Allah bersemayam di atas Arsy sesuai dengan sifat-Nya yang tidak
terbatas dan mahaesa.
• Kehendak dan Kekuasaan Allah Mutlak: Asy'ariyah meyakini bahwa Allah memiliki
kehendak dan kekuasaan yang mutlak atas segala sesuatu dalam alam semesta. Tidak
ada yang bisa terjadi tanpa izin atau kehendak Allah.
• Perbuatan Manusia: Asy'ariyah mengajarkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk
membuat pilihan dan tindakan. Namun, mereka juga percaya bahwa Allah memiliki
pengetahuan mutlak tentang apa yang akan manusia pilih dan lakukan. Oleh karena itu,
takdir dan kebebasan manusia dapat ada secara bersamaan.
• Kepemimpinan dan Keadilan Sahabat: Asy'ariyah memiliki pandangan positif tentang
para sahabat Nabi Muhammad SAW. Mereka meyakini bahwa para sahabat adalah
pemimpin yang adil dan terpercaya dalam memelihara dan menyebarkan ajaran Islam.
Mereka menolak tuduhan terhadap beberapa sahabat dan percaya bahwa mereka telah
menjalankan peran penting dalam penyebaran agama Islam.
• Iman dan Dosa Besar: Asy'ariyah meyakini bahwa iman adalah keyakinan yang berada
di hati dan bahwa dosa besar tidak menghilangkan status seorang Muslim. Mereka
menolak pandangan yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar secara otomatis keluar
dari Islam. Namun, mereka mengakui pentingnya taubat dan penyesalan atas dosa.
Al-Māturīdī, yang nama lengkapnya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad
ibn Mahmud al-Māturīdī, adalah seorang ulama Islam terkenal yang hidup pada abad
ke-9 Masehi. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah pemikiran
Islam, terutama dalam bidang aqidah (keyakinan) dalam Islam.
Al-Māturīdī lahir sekitar tahun 853 M di daerah Māturīd, yang terletak di wilayah Transoxiana
(kini bagian dari Uzbekistan). Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di wilayah tersebut dan
berkontribusi secara signifikan dalam pengembangan pemikiran Islam di daerah itu.
Pemikiran Al-Māturīdī:
Al-Māturīdī dikenal sebagai pendukung Mazhab Ahl al-Sunnah wa al-Jamā'ah, dan ia
merupakan salah satu tokoh utama dalam pengembangan teologi Sunni. Pemikiran Al-Māturīdī
terutama berfokus pada bidang aqidah dan teologi Islam. Ia memainkan peran penting dalam
memformulasikan aqidah yang dikenal sebagai "Aqidah Māturīdīyah," yang menjadi salah satu
pandangan teologis utama dalam tradisi Sunni.
Aqidah Māturīdīyah mencakup keyakinan akan tuhan yang tunggal, sifat-sifat Allah, keadilan
Allah, dan konsep predestinasi (qadar). Al-Māturīdī menekankan akal dan pemahaman rasional dalam
pemahaman agama, serta menolak pendekatan literal atau antropomorfik dalam memahami aqidah
Islam.
Ia juga menyoroti pentingnya hadits dan sunnah sebagai sumber penting dalam pemahaman
aqidah Islam, yang berbeda dari beberapa pemikir lain yang mungkin lebih menekankan pada akal
murni.
Al-Baqillani dan Al-Ghazali
Al-Baqillani dan Al-Ghazali adalah dua tokoh penting dalam sejarah pemikiran Islam yang
hidup pada periode yang berbeda dan memiliki kontribusi yang berbeda dalam pemikiran Islam.
Berikut adalah informasi singkat tentang keduanya:
Al-Baqillani:
Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Tayyib al-Baqillani.
Al-Baqillani hidup pada abad ke-10 Masehi dan dikenal sebagai seorang cendekiawan Sunni
yang aktif dalam bidang teologi dan filsafat.
Kontribusi terbesarnya terletak dalam pengembangan Mazhab Māturīdī, salah satu dari dua
mazhab utama dalam tradisi teologi Sunni, selain Mazhab Asy'ari. Ia memainkan peran penting
dalam memformulasikan aqidah Māturīdī, yang merupakan pandangan teologis yang diikuti oleh
banyak ulama di Asia Tengah dan sekitarnya.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah "al-I'jaz al-Qur'an," yang membahas mukjizat al-
Qur'an, atau keajaiban bahasa al-Qur'an.
Al-Ghazali:
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali.
Al-Ghazali hidup pada abad ke-11 Masehi dan merupakan salah satu tokoh terpenting dalam
sejarah pemikiran Islam.
Ia dikenal karena peran pentingnya dalam menggabungkan filsafat dengan teologi dalam
pemikiran Islam. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah "Tahafut al-Falasifah"
(Incoherence of the Philosophers), di mana ia mengkritik pemikiran filosof-filosof Islam seperti Ibn
Sina (Avicenna).
Al-Ghazali juga menulis "Ihya Ulum al-Din", yang merupakan salah satu karya agama paling
penting dalam sejarah Islam. Karya ini berfokus pada moralitas, etika, dan cara meningkatkan
kualitas kehidupan spiritual individu.
Pada suatu titik dalam hidupnya, Al-Ghazali mengalami krisis spiritual dan mengambil jalan
untuk mendalami ajaran sufisme. Pengalaman ini tercermin dalam banyak karyanya, dan ia
dianggap sebagai salah satu tokoh utama dalam pengembangan sufisme di dunia Islam.
Al-Juwayni
Abu al-Ma'ali al-Juwayni (1028-1085 M) adalah seorang ulama, cendekiawan, dan teolog
Islam terkemuka yang hidup pada abad ke-11 Masehi. Ia dikenal karena kontribusinya dalam
menyebarkan dan memperkuat pemikiran Asy'ariyah, salah satu mazhab teologi utama dalam Islam
Sunni. Berikut adalah sebaran gagasan Asy'ariyah yang diwakili oleh al-Juwayni:
Pemikiran Teologis Asy'ariyah:
Asy'ariyah adalah salah satu dari dua mazhab utama teologi Sunni, yang lainnya adalah
Maturidiyah. Gagasan pokok dalam pemikiran Asy'ariyah mencakup keyakinan akan takdir ilahi
(qadar), sifat-sifat Allah, dan hubungan antara iman dan akal.
Konsep Takdir (Qadar):
Al-Juwayni, sebagaimana para Asy'ari lainnya, mengambil pendekatan moderat dalam konsep
takdir. Mereka meyakini bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, termasuk perbuatan
manusia, namun manusia tetap memiliki kebebasan dalam perbuatan mereka. Takdir dianggap
sebagai rahasia ilahi yang manusia tidak sepenuhnya dapat memahaminya.
Sifat-sifat Allah:
Al-Juwayni memegang keyakinan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang dinyatakan dalam al-
Qur'an dan hadits, seperti pengetahuan, kekuasaan, dan kehendak. Namun, ia juga mempromosikan
gagasan bahwa sifat-sifat ini tidak bisa diinterpretasikan dalam bentuk fisik atau antropomorfik.
Hubungan Antara Iman dan Akal:
Al-Juwayni, seperti Asy'ariyah pada umumnya, mengakui pentingnya akal dalam pemahaman
agama. Mereka meyakini bahwa akal adalah alat yang dapat digunakan untuk memahami keyakinan
agama, tetapi juga mengakui bahwa akal memiliki batasan dalam memahami misteri ilahi. Oleh
karena itu, iman lebih kuat daripada akal dalam hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal
manusia.
Otoritas al-Qur'an dan Hadits:
Al-Juwayni dan para teolog Asy'ariyah lainnya menganggap al-Qur'an dan hadits sebagai
sumber utama ajaran Islam dan teologi. Mereka berpegang pada interpretasi literal dan otoritatif
terhadap nash-nash (teks-teks) agama.
Al-Juwayni adalah salah satu figur penting dalam sejarah teologi Sunni dan pemikiran
Asy'ariyah. Karyanya yang terkenal, seperti "Kitab al-Irshad," telah memengaruhi banyak generasi
ulama setelahnya. Pemikiran Asy'ariyah, melalui kontribusi seperti al-Juwayni, telah menjadi
pandangan teologis dominan dalam tradisi Sunni Islam dan berdampak besar pada perkembangan
pemikiran Islam.
Tanggapan:
Judul Buku: " Tabir Pemikiran Islam II:KALAM SUNNI:
Penulis: Prof. Dr. H.JAMALI, M.Ag
Buku ini adalah sebuah karya monumental yang merinci dan membahas secara komprehensif
akidah Ahlussunnah wal Jamaah, yang merupakan pandangan teologis mayoritas dalam tradisi
Sunni Islam.
Buku ini mencakup berbagai aspek penting tentang akidah Ahlussunnah wal Jamaah, daantara
tokoh yang dibahass Imam Abu Hasan Al=Asy’ari, Imam Abu Mansur Al-Maturidi, Abu al-Ma'ali
al-Juwayni (1028-1085 M, Abu Bakr Muhammad ibn al-Tayyib al-Baqillani, Abu Hamid
Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali.
Secara keseluruhan, buku ini adalah panduan komprehensif yang bermanfaat untuk siapa saja yang
ingin memahami dengan lebih baik aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, yang merupakan pandangan
mayoritas dalam Islam Sunni. Ini memadukan tradisi ilmiah dan spiritual dalam pemahaman aqidah
Islam dan merupakan sumber referensi yang sangat berharga bagi para peneliti, mahasiswa, dan
praktisi Islam. Buku ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang keyakinan dan prinsip-
prinsip dasar yang mengatur kehidupan dan iman dalam tradisi Sunni.

Anda mungkin juga menyukai