Anda di halaman 1dari 15

SYI’AH

Diserahkan untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam”

Dosen Pengampu:
Dr. Muhammad Muntahibun Nafis, M.Ag

Oleh:

Khoirotum Mufidah (1880510220015)


Lulus Rahni Ayu Wardani (1880510220020)

TADRIS BAHASA INGGRIS


PASCASARJANA UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemunculan kelompok Syiah dipicu oleh perbedaan pandangan dikalangan


para sahabat nabi dengan ahlul bait (keluarga nabi) tentang siapa yang
menggantikan kedudukan Nabi SAW setelah meninggalnya. Setelah terpilihnya
Abu Bakar sebagai khalifah, muncul fakta ada sebagian dari umat islam yang
berpendapat bahwa sebenarnya Ali bin Abi Thalib lah yang berhak memegang
tampuk pimpinan islam pada waktu itu. Kepercayaan ini berpangkal pada
pandangan tentang kedudukan Ali dalam hubungannya dengan Nabi, para sahabat
dan kaum muslimin umumnya. Sahabat Ali ra adalah orang terdekat nabi, sebagai
menantu dari anaknya, Fatimah. Dalam perjuangan Islam, Ali juga tidak
diragukan lagi pengorbanannya.
Kuatnya keyakinan kelompok pendukung ali peristiwa Ghodir Khumm
setelah menjalankan haji terakhir, Nabi memerintahkan pada Ali sebagai
penggantinya dihadapan umat muslim, dan menjadikan Ali sebagai pelindung
mereka. Akan tetapi yang terjadi tidak seperti yang diinginkan oleh kelompok
Syiah. Menurut kalangan Syiah, ketika Nabi wafat pada saat jasadnya terbaring
belum dikuburkan, ada kelompok di luar ahlul bait berkumpul untuk memilih
kholifah bagi kaum muslimin, dengan alasan menjaga kesejahteraan umat dan
memecahkan problem sosial saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding
dengan ahlul-bait yang sedang sibuk dengan acara pemakaman. Sehingga Ali dan
sahabat-sahabatnya dihadapkan kepada suatu keadaan yang sudah tidak mungkin
diubah lagi, ketika Abu Bakar didaulat menjadi khalifah pertama.
Perbedaan dalam bidang teologi Islam memunculkan dua sekte besar yaitu
suni dan Syiah yang hingga saat ini tak pernah surut dari pembahasan
dalam kehidupan keberagaamaan dan diskursus studi keislaman. Perdebatan
tentang suni dan syiah yang tak henti bahkan MUI sendiri mengeluarkan fatwa
tentang kesesatan syiah. Lantas apa yang melatar belakangi kesesatan syiah itu

2
sendiri. Terkadang ketidaktahuan atau ketidakfahaman yang akhirnya membuat
kita mengambil kesimpulan secara sepihak. Oleh karenanya, makalah ini
ditulis untuk mengenal syiah lebih jauh bertolak dari sejarah, aliran, tokoh dan
doktrin Syiah.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa pembahasan di atas, maka di dalam makalah ini ada


beberapa pertanyaan yang dapat dirumuskan:
1. Bagaimana latar belakang sejarah timbulnya Syi’ah?
2. Bagaimana aliran-aliran dan pokok pemikiran Syi’ah?
3. Siapa saja tokoh-tokoh Syi’ah?
4. Bagaimana doktrin Syi’ah?
5. Bagaimana akidah dan ajaran Syi’ah?
C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui latar belakang sejarah timbulnya Syi’ah.


2. Untuk mengetahui aliran-aliran dan pokok pemikian Syi’ah.
3. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Syi’ah.
4. Untuk mengetahui bagaimana doktrin Syi’ah.
5. Untuk mengetahui bagaimana akidah dan ajaran Syi’ah

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kelahiran Syi’ah
1. Pengertian Syi’ah
2. Sejarah Syi’ah
B. Aliran-aliran dalam Syi’ah dan Pemikirannya
C. Tokoh-Tokoh Syi’ah
Seluruh kitab-kitab Syiah terdahulu seperti al-Kafi, al-Istibshar, al-Ihtijaj,
Man La Yahdluruhu al-Faqih dan lain-lain, memuat tenang tuduhan dan predikat
“zhalim” pada Abu Bakar ra, Umar ra, Utsman ra dan sahabat-sahabat pendukung
kekhalifahan mereka, telah menjadi kesepakatan diantara tokoh tokoh Syi‟ah
terdahulu maupun tokoh-tokoh Syiah belakangan.34 Adapun tokoh-tokohnya
diantaranya sebagai berikut:
1. Murtadla al-Asykari
Menyebutkan hadits (palsu) yang menyatakan bahwa khalifah tiga sebelum
Sayyidina Ali adalah “imam-imam sesat dan pelopor-pelopor yang mengajak
ke dalam neraka”, dalam kata pengantarnya pada buku “Ashlu al-Syi‟ah wa
Ushuliha”.
2. Muhammad Ridla al-Mudzaffar
Di dalam kitabnya “Aqaid al-Imamiyah” pada bab “Aqidatuna fi al-Dakwah
ila al-Wahdah al-Islamiyah”, menyisipkan kalimat “Wa‟I‟tida-uhu bi
Ghashbihim li Haqqihi” (Sayyidina Ali meyakini bahwa 3 Khalifah sebelum
beliau telah merampas/ merampok hak beliau).
3. Ibrahim al-Musawiy al-Zanjani
Dalam bukunya “Aqaid al-Imamiyah”, penuh dengan penjelasan senada.
4. Muhammad Husein Ali Kasyif al-Ghita
Dalam “Ashlu al-Syi‟ah wa Ushuliha”, dengan bahasa diplomatis, dia menulis
bahwa bila Sayyidina Ali tidak mau berbaiat kepada kahlifah-kahlifah

4
tersebut, maka bisa berakibat timbulnya tindakan-tindakan mereka yang
membahayakan Islam bahkan menjebol Islam dari pondasinya.
D. Doktrin Syi’ah
Dalam Syiah ada tiga dimensi ajaran: akidah, akhlak, dan fiqih (syariat)
sebagaimana pembagian yang disepakati sebagian besar ulama Islam. Syiah telah
memformulasikan akidah dalam tiga prinsip utama, yaitu tauhid, kenabian, dan
hari kebangkitan. Dari prinsip dasar tauhid, muncul prinsip keadilan Ilahi, dari
prinsip kenabian, muncul prinsip imamah. Sebagian ulama memasukkan kedua
prinsip ikutan di atas, yakni keadilan dan imamah. Sistematika ini pada dasarnya
mengikuti kaidah idkhalul juz’ ilal kull (menyertakan yang particular kepada yang
universal). Dengan demikian, berkembang menjadi lima prinsip, yaitu: al-tauhid,
alnubuwwah, al-imamah, al-‘adl, dan al-ma’ad.
1. Tauhid
Dalam prinsip al-tauhid (keesaan Allah), Syiah meyakini bahwa Allah
Swt adalah Zat Yang Maha mutlak, yang tidak dapat dijangkau oleh siapa pun
(laa tudrikuhul abshar wahua yudrikul abshar). Dia Maha sempurna. Jauh
dari segala cela dan kekurangan. Bahkan, Dia adalah kesempurnaan itu sendiri
dan mutlak sempurna, mutlaq al-kamal wal kamal almuthlaq. Syiah meyakini
bahwa Allah adalah Zat Yang tak terbatas dari segala sisi, ilmu, kekuasaan,
keabadian, dan sebagainya. Oleh karena itu, Dia tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu, karena keduanya terbatas. Tetapi pada waktu yang sama, hadir di
setiap ruang dan waktu karena Dia berada di atas keduanya.
Syiah meyakini bahwa Allah Swt. tidak dapat dilihat dengan kasatmata,
sebab sesuatu yang dapat dilihat dengan kasatmata adalah jasmani dan
memerlukan ruang, warna, bentuk, dan arah, pada hal semua itu adalah sifat-
sifat makhluk, sedangkan Allah jauh dari segala sifat-sifat makhluk-Nya.
Syiah meyakini bahwa Allah Maha Esa. Esa dalam Zat-Nya, Esa dalam sifat-
Nya, dan Esa dalam af’al (perbuatan atau ciptaan)-Nya. Yang dimaksud Esa
dalam zat ialah bahwa tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang
menandingi-Nya, dan tidak ada yang menyamai-Nya. Esa dalam sifat, bahwa

5
sifat-sifat seperti ilmu, kuasa, keabadian, dan sebagainya menyatu dalam Zat-
Nya, bahkan adalah Zat-Nya sendiri. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-
sifat makhluk, yang masing-masing berdiri sendiri dan terpisah dari yang
lainnya. Dan Esa dalam af’al atau perbuatan, bahwa segala perbuatan, gerak,
dan wujud apa pun pada alam semesta ini bersumber dari keinginan dan
kehendak-Nya.
Dalam pada itu, Syiah juga meyakini bahwa hanya Allah yang boleh
disembah (tauhid al-ibadah) dan tidak boleh menyembah kepada selain Allah
(laa ta’buduu illa iyyahu). Maka barang siapa menyembah selain Allah, dia
adalah musyrik.
2. Kenabian
Dalam prinsip nubuwwah (kenabian), Syiah meyakini bahwa tujuan
Allah mengutus para nabi dan rasul ialah untuk membimbing umat manusia
menuju kesempurnaan hakiki dan kebahagiaan abadi. Syiah meyakini bahwa
nabi pertama adalah Adam a.s. dan nabi terakhir adalah Muhammad Saw. Di
antara para nabi itu terdapat lima nabi yang masuk kategori ulul-azmi atau
lima nabi pembawa syariat Allah dan Shuhuf/kitab suci yang baru, yaitu, Nuh,
Ibrahim, Musa, Isa, dan terakhir Nabi Muhammad Saw., yang merupakan
nabi-nabi paling mulia.
Syiah meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah nabi terakhir dan
penutup para rasul. Tidak ada nabi atau rasul sesudahnya. Syariatnya
ditujukan kepada seluruh umat manusia dan akan tetap eksis sampai akhir
zaman, dalam arti bahwa universalitas ajaran dan hukum Islam mampu
menjawab kebutuhan manusia sepanjang zaman, baik jasmani maupun rohani.
Oleh karena itu, siapa pun yang mengaku sebagai nabi atau membawa risalah
baru sesudah Nabi Muhammad Saw. maka dia sesat dan tidak dapat diterima.
Syiah juga meyakini bahwa para nabi dibekali oleh Allah dengan
mukjizat dan kemampuan mengerjakan perkara-perkara luar biasa dengan izin
Allah Swt., seperti menghidupkan orang mati oleh Nabi Isa a.s., mengubah
tongkat menjadi ular oleh Nabi Musa a.s., dan memperbanyak makanan yang

6
sedikit oleh Nabi Muhammad Saw. Namun dari semua mukjizat itu, Al-
Quran, yang merupakan mukjizat Nabi Muhammad Saw., adalah mukjizat
terbesar sepanjang masa. Karena itu, Syiah meyakini bahwa tidak seorang pun
dapat membuat kitab seperti Al-Quran atau bahkan sebuah surat sekalipun
3. Al- Imamah
Dalam prinsip al-imamah (kepemimpinan), Syiah meyakini bahwa
kebijakan Tuhan (al-hikmah al-Ilahiyah) menuntut perlunya kehadiran
seorang imam sesudah meninggalnya seorang rasul guna terus dapat
membimbing umat manusia dan memelihara kemurnian ajaran para nabi dan
agama Ilahi dari penyimpangan dan perubahan. Selain itu, untuk menerangkan
kebutuhan-kebutuhan zaman dan menyeru umat manusia ke jalan serta
pelaksanaan ajaran para nabi. Tanpa itu, tujuan penciptaan, yaitu
kesempurnaan dan kebahagiaan (al-takamul wa al-sa’adah) lebih sulit
dicapai.
Oleh karena itu, Syiah meyakini bahwa sesudah Nabi Muhammad Saw.
wafat ada seorang imam untuk setiap masa yang melanjutkan misi Rasulullah
Saw. Mereka adalah orang-orang yang terbaik pada masanya. Dalam hal ini,
Syiah (Imamiyah) meyakini bahwa Allah telah menetapkan garis imamah
sesudah Nabi Muhammad Saw. pada orang-orang suci dari dzuriyat-nya atau
keturunannya, yang berjumlah 12. Adapun pengangkatannya, Syiah meyakini
bahwa seorang imam diangkat melalui nash atau pengangkatan yang jelas
oleh Rasulullah Saw. atau oleh imam sebelumnya. Imam Ali ibn Abu Thalib,
misalnya, Syiah meyakini bahwa Nabi Saw. telah mengangkat dan
menetapkannya sebagai imam sesudah beliau. Demikian pula Imam Hasan
dan Husain, putra-putra ibn Ali. Keduanya telah ditetapkan oleh Rasulullah
Saw. dan kemudian dikukuhkan oleh Imam Ali ibn Abu Thalib dan kemudian
oleh Imam Hasan ibn Ali.
Syiah juga meyakini bahwa seorang imam wajib bersifat ma’shum,
terpelihara dari perbuatan dosa dan kesalahan, karena seorang yang tidak
maksum tidak dapat dipercaya sepenuhnya untuk diambil darinya prinsip-

7
prinsip agama maupun cabang-cabangnya. Oleh karena itu, Syiah meyakini
bahwa ucapan seorang imam maksum, perbuatan, dan persetujuannya, adalah
hujjah syar’iyyah, kebenaran agama, yang mesti dipatuh
4. Al- ‘Adl
Dalam prinsip al-‘adl (kemahaadilan Tuhan), Syiah meyakini bahwa
Allah Swt. Maha adil. Dia tidak pernah dan tidak akan pernah berbuat zalim
atau berbuat sesuatu yang dianggap jelek oleh akal sehat kepada hamba-
hamba-Nya. Oleh karena itu, Syiah meyakini bahwa manusia tidak terpaksa
dalam perbuatan-perbuatannya. Ia melakukannya atas pilihannya sendiri
karena Allah telah memberikannya kebebasan kepadanya dalam perbuatan-
perbuatannya. Oleh karena itu, manusia akan menerima konsekuensi dari
perbuatan-perbuatannya. Yang baik akan mendapatkan balasan kebaikan,
sedangkan yang berbuat jahat akan menanggung akibat perbuatannya.
5. Al Ma’ad
Dalam prinsip al-ma’ad (hari akhir), Syiah meyakini bahwa suatu hari
nanti seluruh umat manusia akan dibangkitkan dari kubur dan dilakukan hisab
atas perbuatan-perbuatan mereka di dunia. Yang berbuat baik akan
mendapatkan surga, sementara yang berbuat keburukan dimasukkan ke
neraka. Syiah meyakini bahwa tubuh dan jiwa atau ruh manusia bersama-
sama akan dibangkitkan di akhirat dan bersama-sama pula akan menempuh
kehidupan baru, sebab keduanya telah bersama-sama hidup di dunia, karena
itu bersama-sama pula harus menerima balasan yang setimpal, pahala atau
hukuman. Syiah meyakini bahwa pada hari kiamat nanti setiap orang akan
menerima buku catatan amalnya masing-masing. Orang shalih akan
menerimanya dengan tangan kanan, sementara orang fasik akan menerima
dengan tangan kirinya.
Syiah meyakini bahwa di akhirat nanti akan ada timbangan amal dan
jembatan sirathal-mustaqim, yaitu jembatan yang terbentang di atas neraka,
yang akan dilalui oleh setiap orang. Akan tetapi, untuk dapat selamat dari
timbangan atau mampu melewati jalan yang amat berbahaya itu bergantung

8
pada amal perbuatan manusia itu sendiri. Syiah meyakini bahwa para nabi,
imam maksum, dan wali-wali Allah akan memberi syafaat kepada sebagian
pendosa dengan izin Allah, sebagai bagian dari pemberian maaf Allah kepada
hamba-hamba-Nya. Akan tetapi, izin itu hanya diberikan kepada orang orang
yang tidak memutus hubungan dengan Allah dan para kekasih-Nya. Dengan
demikian, syafaat tidak berlaku mutlak, tetapi dengan syarat-syarat tertentu,
yang ada hubungannya dengan amal dan niat kita. Syiah meyakini bahwa di
antara alam dunia dan alam akhirat ada alam ketiga yang disebut dengan alam
barzakh, yaitu alam di mana ruh manusia bersemayam di sana sesudah
kematian hingga datang Hari Kiamat. Di alam itu, orang yang salih akan
hidup nikmat, sedangkan orang yang kafir dan atau bejat akan hidup sengsara.
E. Akidah dan Ajaran Syi’ah
1. Keyakinan Syiah tentang Imam mereka
Mereka sepakat bahwa para nabi dan imam Syiah adalah ma’sum (terhindar
dari perbuatan dosa), baik dari dosa kecil maupun dosa besar. Selain itu,
mereka juga sepakat bahwa tawalli (menolong para imam) dan tabarri
(meninggalkan musuh-musuhnya) adalah wajib hukumnya, baik dilakukan
dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun keyakinan. Dalam hal ini, sebagian
pengikut kelompok Syiah Zaidiyyah tidak sependapat dengan mereka. Kaum
Syiah berkeyakinan bahwa kedua belas orang Imam tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Ali bin Abi Thalib
b. Hasan bin Ali
c. Husain bin Ali
d. Ali bin Husain
e. Muhammad bin Ali
f. Ja’far bin Muhammad
g. Musa bin Ja’far
h. Ali bin Musa
i. Muhammad bin Ali

9
j. Ali bin Muhammad
k. Husain bin Ali
l. Muhammad bin al-Hasan (al-Mahdi)
Ayatullah Khumaini (ulama Syiah) mengatakan sesungguhnya imam
mempunyai kedudukan yang terpuji, derajat yang mulia dan kepemimpinan
yang mendunia, di mana seisi alam ini tunduk di bawah wilayah dan
kekuasaannya. Dan termasuk hal yang pasti bahwa imam kita mempunyai
kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh malaikat muqarrabin ataupun nabi
yang diutus. Bagi siapa yang tidak percaya kepada keduabelas imam mereka
dianggap kapir atau masuk neraka.
2. Kitab-Kitab Suci Syiah
a. Al-Aqo‟id al-Islamiyah
b. Al-Fiqh ‘ala al’Madhahib al-Khamsah
c. Al-Halaqat
d. Fiqh Istidlali
e. Al- Mantiq
f. Bidayah al-Hikmah
3. Nikah Mut’ah dan Keutamaannya menurut Syiah
Mut’ah memiliki keistimewaan besar dalam aqidah Syiah. Disebut
dalam Minhajus Shadiqin, ditulis oleh Fathullah al-Kasyani, dari ash-Shadiq
bahwa mut’ah adalah bagian dari agamaku, dan agama nenek moyangku.
Barang siapa yang mengamalkannya berarti ia mengamalkan agama kami, dan
yang mengingkarinya berarti mengingkari agama kami, bahkan ia bisa
dianggap beragama dengan selain agama kami. Anak yang dilahirkan dari
hasil perkawinan mut’ah lebih utama daripada anak yang dilahirkan melalui
nikah yang tetap, dan orang yang mengingkari nikah mut’ah, ia kafir dan
murtad.
Adapun menurut segi syareat, mut'ah adalah perkawinan seorang
lakilaki dengan perempuan hanya semata mata untuk digauli (dinikmati)
dalam batas waktu tertentu atau disepakati tanpa adanya saksi dan wali

10
dengan membayar mahar (upah) yang disebutkan dalam aqadnya. Apa bila
telah habis masa transaksi, maka perpisahanpun terjadi tanpa ada talak
sebelumnya serta tidak berlaku hukum waris mewaris di dalamnya.
Keyakinan Syiah tentang nikah mut’ah beserta sumbernya:
a. Syiah meyakini mut’ah sebagai salah satu dasar pokok (ushul) agama, dan
orang yang mengingkarinya dianggap sebagai orang yang ingkar terhadap
agama. (Sumber: Kitab Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih, 3/366 dan Tafsir
Minhaj Ash-Shadiqin, 2/495).
b. Syiah menganggap mut’ah sebagai salah satu keutamaan agama dan dapat
meredam murka Tuhan. (Sumber: Tafsir Minhaj Ash-Shadiqin, karya Al-
Kasyani, 2/493).
c. Menurut Syiah seorang wanita yang dimut‟ah akan diampuni dosanya.
(Sumber: Kitab Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih, 3/366).
d. Syiah menganggap mut’ah sebagai salah satu sebab terbesar dan utama
seseorang masuk ke dalam surga, bahkan dapat mengangkat derajat
mereka hingga mereka mampu menyamai kedudukan para nabi di surga.
(Sumber: Kitab Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih, 3/366).
e. Syiah selalu menyebutkan bahwa orang yang berpaling dari mut’ah akan
berkurang pahalanya pada hari kiamat, mereka katakan: “Barang siapa
keluar dari dunia (meninggal) sedangkan dia belum pernah melakukan
mut‟ah maka pada hari kiamat dia datang dalam keadaan pincang yakni
terputus salah satu anggota badanya.” (Sumber: Tafsir Minhaj
AshShadiqin, 2/495).
f. Tidak ada batasan jumlah wanita yang dimut’ah, seorang laki-laki dapat
melakukan mut’ah dengan wanita sesukanya sekalipun mencapai seribu
wanita atau lebih. (Sumber: Al-Istibshar, karya Ath-Thusi, 3/143 dan
Tahdzib Al-Ahkam, 7/259).
g. Syiah beranggapan boleh melakukan mut‟ah dengan gadis sekalipun tanpa
izin dari walinya dan tanpa ada saksi atasnya. (Sumber: Syarai’ Al-
Ahkam, karya Najmuddin Al-Hulli 2/186 dan Tahdzib Al-Ahkam, 7/254).

11
h. Dalam Syiah diperbolehkan melakukan mut‟ah dengan anak perempuan
kecil yang belum baligh, dimana umurnya tidak kurang dari sepuluh
tahun. (Sumber: Al-Istibshar, karya Ath-Thusi, 3/145 dan Al-Kafi fi
AlQuru’, 5/463).
i. Dalam Syiah diperbolehkan liwath dengannya (perempuan kecil) dengan
cara mendatanginya di bagian belakangnya (duburnya). (Sumber: Al-
Istibshar, karya Ath-Thusi, 3/243 dan Tahdzib Al-Ahkam, 7/514).
j. Syiah memandang tidak perlu menanyakan terlebih dahulu kepada wanita
yang akan dinikahi secara mut‟ah, apakah wanita itu telah bersuami atau
wanita pelacur. (Sumber: Al-Istibshar, karya Ath-Thusi, 3/145 dan Al-
Kafi fi Al-Quru’, 5/463).
k. Mereka juga beranggapan bahwa batasan minimal dalam melakukan
mut‟ah bisa dilakukan dengan sekali tidur saja bersama wanita, mereka
menamakanya dengan (meminjamkan kemaluan). (Sumber: AlIstibshar,
karya Ath-Thusi, 3/151 dan Al-Kafi fi Al-Quru’, 5/460).
l. Wanita yang dinikahi secara mut‟ah tidak mendapatkan harta waris dan
tidak pula dapat mewariskan harta. (Sumber: Al-Mut’ah wa
Masyru’iyatuha fi Al-Islam, karya sejumlah ulama Syi‟ah, hal 116-121
dan Tahrir Al-Wasilah, karya Al-Khomeini, 2/288).
Tentang masa berlakunya nikah mut’ah bisa beberapa jam, hari, bulan
maupun tahun, dan yang terpenting tegas batas waktunya. Nikah mut’ah
dengan sendirinya akan berakhir masa berlaku pernikahan bila waktu yang
telah ditentukan karena tidak mengenal talak. Nabi Muhammad saw
pernah memberikan keringanan kepada para sahabat untuk melakukan
nikah mut‟ah dengan dua sebab yang diterima pada waktu itu, sebab
pertma: dalam keadaan darurat yaitu pada masa peperangan di waktu
safar. Sebab kedua: dalam waktu yang sangat singkat, diantaranya selama
tiga hari.
Itulah mut‟ah yag telah beliau izinkan sebanyak dua kali pada dua tempat
di masa perang dan dalam waktu yang singkat. Dari sinilah bisa diketahui

12
bahwa nikah mut‟ah yang pernah diizinkan oleh Nabi Muhammad saw
sangat jauh berbeda dengan nikah mut‟ah yang diyakini oleh Syiah. Nikah
mut‟ah tidak halal dan telah diharamkan sampai hari kiamat.
4. Keyakinan Syiah tentang Taqiyyah
Taqiyyah seperti didefinisi oleh salah seorang tokoh kontemporer Syiah
adalah “suatu ucapan atau perbuatan yang anda lakukan tidak sesuai dengan
keyakinan, untuk menghindari bahaya yang mengancam jiwanya, harta, atau
menjaga kehormatannya.
Bahkan orang-orang Syiah beranggapan dalam Furu’ al-Kafi kitab al-
Janaiz, bahwa Nabi pernah melakukannya, yaitu saat seorang tokoh munafiqin
yang bernama Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal, saat Nabi datang
untuk menshalatkannya, lalu Umar berkata kepadanya “tidakkah Allah telah
melarangmu untuk melakukan hal itu (berdiri diatas berdiri di atas orang
munafik ini), maka Nabi menjawab, “celakalah engkau, tahukah engkau apa
yang aku baca? Sesungguhnya aku mengucapkan, “Ya Allah, isilah mulutnya
dengan api dan penuhilah kuburannya dan masukkan ia dalam api”.
Tidak masuk akal jika sahabat nabi memandangnya dengan penuh
kasihan sementara nabi melaknatnya. Syiah mengatakan, taqiyyah adalah
kewajiban, mazhab Syiah tidak akan tegak tanpaknya dan mereka
menyampaikan dasar-dasar taqiyyah secara terang-terangan serta sembunyi-
sembunyi dan bermuamalah dengan taqiyyah ini khususnya dalam kondisi
yang membahayakan.
Dalam konteks tersebut, taqiyyah dibolehkan dalam Islam demi untuk
melindungi diri dan Islam dari ancaman musuh demi memelihara ajaran-
ajaran Islam agar dapat disampaikan dan diterima oleh generasi berikutnya.
Menurut Hamid Enayat, yang dikutip oleh Attamimy dalam bukunya, bahwa
dalam sejarah Islam, taqiyyah bukan hanya “monopoli” mazhab Syi‟ah saja,
tapi juga para imam dari kalangan Ahlussunnah Wal Jama‟ah ketika
menghadapi situasi yang dapat mengancam keberlangsungan mazhabnya,
mereka tidak segan-segan untuk bertaqiyyah.

13
BAB III

KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Syiah adalah salah satu
madzhab teologis dalam Islam yang meyakini bahwa ‘Ali bin Abi Thalib dan
keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama dan umat setelah Nabi
Muhammad saw. Keimamannya ternaskh melalui wahyu dan wasita rasulullah Saw,
baik secara terang-terangan maupun secara implisit.

Kajian historis terkait kemunculan syiah para ulama berbeda pendapat.


Pendapat pertama mengatakan sudah tumbuh saat rasulullah saw masih ada,
sedangkan pendapat kedua menyatakan pasca tahkim. Ideologi syiah yang paling
dominan terkait persoalan imamah. Perbedaan pendapat terkait imamah dalam syiah
sendiri yang kemudian memunculkan berbagai sekte-sekte.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim bin Amir Abdat, Nikah Mut’ah = Zina, (Jakarta: Maktabah Mu‟awiyah
bin Abi Sufyan, 2001).
Syaikh Abdullah bin Muhammad, Menyingkap Hakikat Aqidah Syi’ah, (Jaringan
Pembelaan Terhadap Sunnah).
Sayyid Muhibbuddin al-Khatif, Mengenal Pokok-Pokok Ajaran Syi’ah Al-Imamiyah
dan Perbedaannya Dengan Ahlussunnah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1984)
Joesoef Sou’yb, Pertumbuhan Dan Perkembangan Aliran-Aliran Sekta Syiah,
(Jakarta: Pustaka Alhusna, 1982).
K.H. Abdurrahman Navis dkk, Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah: Dari Pembiasaan
Menuju Pemahaman dan Pembelaan Akidah- Amaliah NU, (Surabaya:
Khalista, 2012),
Tim Ahlul Bait Indonesia, Buku Putih Madzhab Syiah: Menurut Para Ulama
Muktabar, (Jakarta, Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia, 2012)

15

Anda mungkin juga menyukai