Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mayoritas ummat Islam sepakat bahwa wahyu Syari'ah yang diturunkan oleh
Tuhan hanya untuk para rasul, agar diajarkan kepada ummat mereka masing-masing.
Apabila kerasulan itu sudah diakhiri dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW., maka
tentunya setiap Muslim harus yakin bahwa wahyu Syari'ah itu tidak akan turun lagi. Dan
yang bisa berkembang bukanlah wahyu itu, tetapi interpretasi atau tafsirnya, wahyu yang
masih bersifat global itu perlu ditafsirkan dan diaktualisasikan penafsirannya sesuai
dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Mengenai Alquran, ummat Islam pada prinsipnya menerima Kitab Suci tersebut
untuk dijadikan pedoman dan rujukan dalam pelbagai persoalan keagamaan dan ilmu
pengetahuan dan disamping itu, ia diyakini sebagai yang memiliki nilai kebenaran
normatif mutlak, sedangkan hadis Nabi, menduduki ranking kedua sesudah al-Quran.
Golongan Sunni yang merupakan mayoritas ummat Islam, telah menerima konsensus
para sahabat di zaman Khalifah Usman, yang telah berhasil mendewakan kembali al-
Quran dalam bentuk yang seragam yang dikenal dengan Mushaf al-Quran. Mushaf ini,
dijadikan standar bagi penulisan al-Quran selanjutnya, sesudah ummat Islam dihadapkan
pada tantangan besar yang akan membawa mereka pada perpecahan karena
persengketaan mengenai Kitab Sucinya, sebagai yang dialami oleh ummat-ummat
sebelum Islam.
Adapun istilah Sunni, semata-mata muncul untuk membedakannya dengan
golongan Syiah dan Ahmadiyah serta golongan sesat lainnya. Sunni, yang merupakan
golongan mayoritas, menerima semua hadits, informasi, dan referensi dari berbagai
sumber secara lebih komprehensif dan adil. Tidak membeda-bedakan atau
mengutamakan sumber-sumber tertentu. Perbedaan di dalam Sunni lebih pada masalah
penafsiran, bukan pada ajaran madzhab tertentu yang diyakini secara membabi buta tanpa
mau mengkonfirmasi dengan sumber-sumber atau madzhab-madzhab yang lainnya.
Semua madzhab pasti bersumber pada ajaran Rasululloh meskipun informasi yang
sampai boleh jadi dhaif, itu hal yang wajar, karena manusia adalah makhluk yang sering
lupa dan salah. Oleh karenanya, sudah seharusnyalah umat muslim mengikuti ajaran
Rasululloh dari manapun sumbernya, sepanjang sumber-sumber tersebut shahih, saling
mendukung atau terkait satu dengan yang lainnya dan tidak bertentangan dengan
Alquran.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka pokok
masalah yang menjadi perhatian untuk diteliti lebih lanjut dalam kajian makalah ini
adalah bagaimana Syī’ah, Sunni dan Ahmadiyah dalam perspektif pemikiran Islam?
Untuk sistematisnya pembahasan penelitian ini, maka pokok masalah yang telah
ditetapkan, dibatasi pada sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana paham dan sejarah Syi’ah?
2. Bagaimana paham dan sejarah Sunni?
3. Bagaimana paham dan sejarah Ahmadiyah?

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Syi'ah
a. Pengertian Syi’ah
Syi’ah (Bahasa Arab: ‫ﺔﻌﯾﺷ‬, Bahasa Persia: ‫ )ﮫﻌﯾﺷ‬ialah salah satu aliran atau
mazhab dalam Islam. Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama
seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal dari Syi'ah adalah
Syi'i (Bahasa Arab: ‫ﻲﻌﯾﺷ‬.) menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali.
Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran
Syi'ah.
Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab ‫ ﺔﻌﯾﺷ‬Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata
ini adalah Syī`ī ‫ﻲﻌﯾﺷ‬. "Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali
‫ ﺔﻌﯾﺷ ﻲﻠﻋ‬artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat
khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali, kamu dan
pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka
1
humulfaaizun). 0F

Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut


seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu
perkara.Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa
Ali bin Abi Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang
tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal
2
beliau. Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan
bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami
perpecahan mazhab.
Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah)
adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam
setelah Nabi Muhammad SAW, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi
Sunnah. Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu
sepupu dan menantu Nabi Muhammad SAW dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah
penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad SAW, yang berbeda dengan khalifah
lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dipilih
melalui perintah langsung oleh Nabi Muhammad SAW, dan perintah Nabi berarti wahyu
3
dari Allah.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan
pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits,
mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi'ah
berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak
dipergunakan. Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui
otoritas Imam Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas
agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam
4
dan Imam saat ini.
2. Sejarah munculnya Syi'ah
Munculan syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan dikalangan ahli. Menurut Abu
Zahrah, syi’ah mulai muncul pasda masa akhir pemerintahan Usman bin Affaan
kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pewmerintahan Ali bin Abi Thalib,

1
Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab
Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji
2
Abdur Razak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h. 89
3
Riwayat di Durul Mansur milik Jalaluddin As-Suyuti
3
4
Sayyid Muhibudin al-khotib, Mengenal Pokok-pokok Ajaran Syi'ah Al-Imamiyah,
(Surabaya:PT.bina ilmu, 1984), h.25

4
adapun menurut Watt, syi’ah baru benar-benar. Muncul ketika berlangsung peperangan
antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang Shiffin. Dalam peperangan ini,
sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbritase yang ditawarkan Mu’awiyah.
Pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua. Satu kelompok mendukung sikap Ali
5
(Syi’ah) dan kelompok menolak sikap Ali (Khawarij).
Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan dengn
masalah penganti (Khilafah) Nabi SAW. Mereka menlak kekhalifahan Abu Bakar, Umar
bin Khathtab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi
Thalib yang berhak mengantikan Nabi SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan
syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan Nabi SAW, pada masa
hidupnya. Pada awal kenabian ketika Muhammad SAW diperintahkan menyampaikan
dakwah ke kerabatnya, yang pertama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan
bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang pertama menemui ajakannya
akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian Muhammad, Ali
6
merupakan orang yang luar biasa besar.
Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir
Khumm. Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari
Mekkah ke Madinah di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih
Ali sebagai pengantinya dihadapan massa yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu,
Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyat-i ‘ammali),
tetapi juga menjadikna Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka.
7
Namun realitasnya berbicara lain.
Berlawanan dengan harapan mereka, ketika nabi wafat dan jasadnya belum
dikuburkan, ada kelompok lain yang pergi ke masjid untuk menentukan pemimpin yang
baru karena hilangnya pemimpin yang secara tiba-tiba, sedangkan anggota keluarga nabi
dan beberapa sahabat masih sibuk dengan persiapan upacara pemakaman Nabi.
Kelompok inilah yang kemudian menjadai mayoritas bertindak lebih jauh dan dengan
sangat tergesa-gesa memilih pemimpin yang baru dengan alasan kesejahteraan umat dann
memcahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dahulu
dengan ahlul bait, kerabat, atau pun sahabat yang pada saat itu masih mengurusi
pemakaman. Mereka tidak memberi tahu sedikitpun. Dengan demikian, kawan-kawan
8
Ali dihdapkan pada suatu hal yang sudah tak bias berubah lagi (faith accomply).
Karena kenyataan itulah muncul suatu sikap dari kalangan kaum muslimin yang
menentang kekhalifahan dan kaum mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan
tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti nabi dan penguasa keagamaan yang
sah adalah Ali. Mereka yakin bahwa semua masalah kerohanian dan agama harus
merujuk kepadanya dan mengajak masyarakat mengikutinya. Kaum inilah yang disebut
dengan kaum Syi’ah. Namun lebih dari pada itu, seperti yang dikatakan Nasr, sebab
utama munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada dalam
9
wahyu islam sendiri, sehingga mesti diwujudkan.

5
Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Islam. Terj. Abd. Rahman Dahlan dan
Ahmad Qarib, (Jakarta: Logos, 1996), h. 34
6
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h.90
7
Hadits tentang Ghadir Khum ini terdapat dalam versi Sunni maupun Syi’ah dan semuanya merupakan hadits shahih. Lebih
dari seratus sahabat telah meriwayatkan hadits ini dalam berbagai sanad dan ungkapan. Lihat Muhammad Husai Thabathaba’i,
Shi’a,terj. Husain Nasr, (Anshariah, Qum, 1981). h.
38
8
Muhammad Husai Thabathaba’i, Shi’a,terj. Husain Nasr, h. 39-40

9
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam. h. 91
Perbedaan pendapat di kalangan para ahli mengenai kalangan Syi’ah merupakan
sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah “perpecahan” dalam
Islam yang memang mulai mencolok pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan
memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib, tepatnya setelah Perang Siffin. Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan hadits-hadits
yang mereka terima dari ahl al-bait, berpendapat bahwa perpecahan itu sudah mulai
ketika Nabi SAW. Wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar. Segera setelah itu
terbentuklah Syi’ah. Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-rasyidin
sekalipun, kelompok Syi’ah sudah ada. Mereka bergerak di bawah permukaan untuk
mengajarkan dan menyebarkan doktrin-doktrin syi’ah kepada masyarakat.
Syi’ah mendapatkan pengikut yang besar terutama pada masa dinasti Amawiyah.
Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari perlakuan kasar dan kejam dinasti ini
terdapat ahl al-Bait. Diantara bentuk kekerasan itu adalah yang dilakukan pengusaha bani
Umayyah. Yazid bin Muawiyah, umpamanya, pernah memerintahkan pasukannya yang
10
dipimpin oleh Ibn Ziyad untuk memenggal kepala Husein bin Ali di Karbala.
Diceritakan bahwa setelah dipenggal, kepala Husein dibawa ke hadapan Yazid dan
dengan tonkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi SAW. Yang pada waktu kecilnya
11
sering dicium Nabi. Kekejaman seperti ini menyebabkan kebagian kaum muslimin
tertarik dan mengikuti mazhab Syi’ah, atau paling tidak menaruh simpati mendalam
12
terhadap tragedy yang menimpa ahl al-bait.
Dalam perkembangan selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl-al bait
dihadapan dinasti Ammawiyah dan Abbasiyah, syi’ah juga mengembangkan doktrin-
doktrinnya sendiri. Berkitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun iman, yakni
tauhid (kepercayaan kepada kenabian), Nubuwwah (Percaya kepada kenabian), Ma’ad
(kepercyaan akan adanya hidup diakhirat), imamah (kepercayaan terhadap adanya
imamah yang merupakan ahl-al bait), dan adl (keadaan ilahi). Dalam Ensiklopedi Islam
Indonesia ditulis bahwa perbedaan antara sunni dan syi’ah terletak pada doktrin
13
imamah. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, syi’ah tidak dapat
mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejrah, kelompok ini akhirnya tepecah
menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah.
Diantara sekte-sekte syi’ah itu adalah Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah. Zaidiyah, dan Ghullat.
3. Pokok-pokok Ajaran Syi'ah
Kaum Syi’ah memiliki 5 pokok pikiran utama yang harus dianut oleh para
pengikutnya diantaranya yaitu at tauhid, al ‘adl, an nubuwah, al imamah dan al ma’ad.
a. At tauhid
Kaum Syi’ah juga meyakini bahwa Allah SWT itu Esa, tempat bergantung semua
makhluk, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan juga tidak serupa dengan makhluk
yang ada di bumi ini. Namun, menurut mereka Allah memiliki 2 sifat yaitu al-tsubutiyah
yang merupakan sifat yang harus dan tetap ada pada Allah SWT. Sifat ini mencakup
‘alim (mengetahui), qadir (berkuasa), hayy (hidup), murid (berkehendak), mudrik
(cerdik, berakal), qadim azaliy baq (tidak berpemulaan, azali dan kekal), mutakallim
(berkata-kata) dan shaddiq (benar). Sedangkan sifat kedua yang dimiliki oleh Allah SWT
yaitu al-salbiyah yang merupakan sifat yang tidak mungkin ada pada Allah SWT. Sifat
ini meliputi antara tersusun dari beberapa bagian, berjisim, bisa dilihat, bertempat,

10
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), h. 82
11
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam. h. 92
12
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5, h.
135-136

13
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam. h. 94
4
bersekutu, berhajat kepada sesuatu dan merupakan tambahan dari Dzat yang telah
14
dimilikiNya.
b. Al ‘adl
Kaum Syi’ah memiliki keyakinan bahwa Allah memiliki sifat Maha Adil. Allah
tidak pernah melakukan perbuatan zalim ataupun perbuatan buruk yang lainnya. Allah
tidak melakukan sesuatu kecuali atas dasar kemaslahatan dan kebaikan umat manusia.
Menurut kaum Syi’ah semua perbuatan yang dilakukan Allah pasti ada tujuan dan
maksud tertentu yang akan dicapai, sehingga segala perbuatan yang dilakukan Allah Swt
adalah baik. Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep keadilan Tuhan
yaitu Tuhan selalu melakukan perbuatan yang baik dan tidak melakukan apapun yang
15
buruk.Tuhan juga tidak meninggalkan sesuatu yang wajib dikerjakanNya.
c. An nubuwwah
Kepercayaan kaum Syi’ah terhadap keberadaan Nabi juga tidak berbeda halnya
dengan kaum muslimin yang lain. Menurut mereka Allah mengutus nabi dan rasul untuk
membimbing umat manusia. Rasul-rasul itu memberikan kabar gembira bagi mereka-
mereka yang melakukan amal shaleh dan memberikan kabar siksa ataupun ancaman bagi
mereka-mereka yang durhaka dan mengingkari Allah SWT. Dalam hal kenabian, Syi’ah
berpendapat bahwa jumlah Nabi dan Rasul seluruhnya yaitu 124 orang, Nabi terakhir
adalah nabi Muhammad SAW yang merupakan Nabi paling utama dari seluruh Nabi
yang ada, istri-istri Nabi adalah orang yang suci dari segala keburukan, para Nabi
terpelihara dari segala bentuk kesalahan baik sebelum maupun sesudah diangkat menjadi
Rasul, Al Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad yang kekal, dan kalam Allah adalah
hadis (baru), makhluk (diciptakan) hukian qadim dikarenakan kalam Allah tersusun atas
huruf-huruf dan suara-suara yang dapat di dengar, sedangkan Allah berkata-kata tidak
16
dengan huruf dan suara.
d. Al-Imamah
Bagi kaun Syi’ah imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama sekaligus
dalam dunia.Ia merupakan pengganti Rasul dalam memelihara syari’at, melaksanakan
hudud (had atau hukuman terhadap pelanggar hukum Allah), dan mewujudkan kebaikan
serta ketentraman umat. Bagi kaum Syi’ah yang berhak menjadi pemimpin umat
hanyalah seorang imam dan menganggap pemimpin-pemimpin selain imam adlah
pemimpin yang ilegal dan tidak wajib ditaati. Karena itu pemerintahan Islam sejak
wafatnya Rasul (kecuali pemerintahan Ali Bin Abi Thalib) adalah pemerintahan yang
tidak sah. Di samping itu imam dianggap ma’sum, terpelihara dari dosa sehingga imam
tidak berdosa serta perintah, larangan tindakan maupun perbuatannya tidak boleh
17
diganggu gugat ataupun dikritik.
e. Al-Ma’ad
Secara harfiah al ma’dan yaitu tempat kembali, yang dimaksud disini adalah
akhirat. Kaum Syi’ah percaya sepenuhnya bahwahari akhirat itu pasti terjadi. Menurut
keyakinan mereka manusia kelak akan dibangkitkan, jasadnya secara keseluruhannya
akan dikembalikan ke asalnya baik daging, tulang maupun ruhnya. Dan pada hari kiamat
itu pula manusia harus memepertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah
dilakukan selama hidup di dunia di hadapan Allah SWT. Pada saaat itu juga Tuhan akan

14
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam. h. 94
15
Abdur Razak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. h. 94
16
Abdur Razak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam h. 94

17
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam. h. 94
5
memberikan pahala bagi orang yang beramal shaleh dan menyiksa orang-orang yang
18
telah berbuat kemaksiatan.
4. Perkembangan Syi'ah
Semua sekte dalam Syi'ah sepakat bahwa imam yang pertama adalah Ali bin Abi
Thalib, kemudian Hasan bin Ali, lalu Husein bin Ali. Namun setelah itu muncul
perselisihan mengenai siapa pengganti imam Husein bin Ali. Dalam hal ini muncul dua
pendapat. Pendapat kelompok pertama yaitu imamah beralih kepada Ali bin Husein,
putera Husein bin Ali, sedangkan kelompok lainnya meyakini bahwa imamah beralih
kepada Muhammad bin Hanafiyah, putera Ali bin Abi Thalib dari isteri bukan Fatimah.
Akibat perbedaan antara dua kelompok ini maka muncul beberapa sekte dalam
Syi'ah. Para penulis klasik berselisih tajam mengenai pembagian sekte dalam Syi'ah ini.
Akan tetapi, para ahli umumnya membagi sekte Syi'ah dalam empat golongan besar,
yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah dan Kaum Gulat.
a. Al-Kaisaniyah
Kaisaniyah ialah nama sekte Syiah yang meyakini bahwa kepemimpinan setelah
Ali bin Abi Thalib beralih ke anaknya Muhammad bin Hanafiyah. Para ahli berselisih
pendapat mengenai pendiri Syiah Kaisaniyah ini, ada yang berkata ia adalah Kaisan
bekas budak Ali bin Abi Thalib r.a. Ada juga yang berkata bahwa ia adalah Almukhtar
19
bin Abi Ubaid yang memiliki nama lain Kaisan.
Diantara ajaran dari Syiah Kaisaniyah ini ialah, mengkafirkan khalifah yang
mendahului Imam Ali r.a dan mengkafirkan mereka yang terlibat perang Sifin dan
Perang Jamal (Unta), dan Kaisan mengira bahwa Jibril a.s mendatangi Almukhtar dan
mengabarkan kepadanya bahwa Allah Swt menyembunyikan Muhammad bin Hanafiyah.
Sekte Kaisaniyah ini terbagi menjadi beberapa kelompok, namun kesemuanya kembali
kepada dua paham yang berbeda yaitu: 1. Meyakini bahwa Muhammad bin Hanafiyah
masih hidup. 2. Meyakini bahwa Muhammad bin Hanafiyah telah tiada, dan jabatan
20
kepemimpinan beralih kepada yang lain. Pokok-pokok ajaran Syi’ah al-Kaisaniyah
anatara lain:
(1) Mereka tidak percaya adanya roh Tuhan menetes ke dalam tubuh Ali ibn Abi
Thalib, seperti kepercayaan orang-orang Saba’iyah.
(2) Mereka mempercayai kembalinya imam (raj’ah) setelah meninggalnya. Bahkan
kebanyakan pengikut al-Kaisaniyah percaya bahwa Muhammad Ibn Hanafiyah
itu tidak meninggal, tetapi masih hidup bertempat di gunung Radlwa.
(3) Mereka menganggap bahwa Allah Swt. itu mengubah kehendak-Nya menurut
perubahan ilmu-Nya. Allah Swt. Memerintah sesuatu, kemudian memerintah pula
kebalikannya.
(4) Mereka mempercayai adanya reinkarnasi (tanasukh al-arwah).
21
(5) Mereka mempercayai adanya roh.
b. Az-Zaidiyah
Zaidiyah adalah sekte dalam Syi'ah yang mempercayai kepemimpinan Zaid bin
Ali bin Husein Zainal Abidin setelah kepemimpinan Husein bin Ali. Mereka tidak
mengakui kepemimpinan Ali bin Husein Zainal Abidin seperti yang diakui sekte
imamiyah, karena menurut mereka Ali bin Husein Zainal Abidin dianggap tidak
memenuhi syarat sebagai pemimpin. Dalam Zaidiyah, seseorang dianggap sebagai imam

18
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam. h. 94
19
Solah Abu Su’ud, As’ Syiah An Nasyaah As Syiasiyah wal Aqidah Ad’ Diniyah, (Giza: Maktabah
Nafidah, 2004), h. 158
20
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam…, hal. 108-109

6
apabila memenuhi lima kriteria, yakni: keturunan Fatimah binti Muhammad SAW,
berpengetahuan luas tentang agama, zahid (hidup hanya dengan beribadah), berjihad
dihadapan Allah SWT dengan mengangkat senjata dan berani.
Sekte Zaidiyah mengakui keabsahan khalifah atau imamah Abu Bakar As-Sidiq
dan Umar bin Khattab. Dalam hal ini, Ali bn Abi Thalib dinilai lebih tinggi dari pada
Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Oleh karena itu sekte Zaidiyah ini dianggap sekte
22
Syi'ah yang paling dekat dengan sunnah. Disebut juga Lima Imam dinamakan demikian
sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib.
Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali
tidak sah. Urutan imam mereka yaitu:
1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtab
3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5. Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah
anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.
Pokok-pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah, terdiri dari beberapa hal. Diantaranya:
1. Meyakini seseorang dari keturunan Fathimah (puteri Nabi) yang melancarkan
pemberontakan dalam membela kebenaran, dapat diakui sebagai imam, jika ia
memiliki pengetahuan keagamaan, berakhlak mulia, berani, dan murah hati.
Selanjutnya mereka mengatakan bahwa siapapun dari keturunan Ali bin Abi
Thalib dapat menjadi imam, bisa lebih dari seorang dan bahkan tidak ada sama
sekali. Jabatan imam dapat dikukuhkan berdasarkan kemampuan dalam
memimpin dan dapat juga berdasarkan latar belakang pendidikan.
2. Ajaran Syi’ah Zaidiyah mengenai kepemimpinan Khulafa al-Rasyidin, mengakui
kekhalifahan Abu Bakr, Umar dan Utsman pada awal masa pemerintahannya,
meskipun Ali bin Abi thalib dinilainya sebagai sahabat yang paling mulia. Dalam
kaitan ini, terdapat konsep Syi’ah Zaidiyah yang berbunyi : ‫زاوﺟ ﺔﻣﺎﻣا لوﺿﻔﻣﻟا ﻊﻣ‬
‫ دوﺟو لﺿﻓﻷا‬. Yang dimaksud dengan ‫ لوﺿﻔﻣﻟا‬adalah Abu Bakr, ‘Umar dan
‘Usman. Sedangkan yang dimaksud dengan ‫ لﺿﻓﻷا‬ialah Ali bin Abi Thalib.
3. Dalam ajaran Syi’ah Zaidiyah, tidak mengakui paham ishmah, yaitu keyakinan
bahwa para imam dijamin oleh Allah dari perbuatan salah, lupa dan dosa. Mereka
juga menolak paham rajaah (seorang imam akan muncul sesudah bersembunyi
atau mati), paham mahdiyah (seorang imam yang bergelar al-Mahdi akan muncul
untuk mengambangkan keadilan dan memusnahkan kebatilan), dan paham
taqiyah (sikap kehati-hatian dengan menyembunyikan identitas di depan lawan)
4. Dari segi ushul atau prinsip-prinsip umum Islam, ajaran Syi’ah Zaidiyah
mengikuti jalan yang dekat dengan paham Mu’tazilah atau paham rasionalis.
Adapun dari segi furu’ atau masalah hukum dan lembaga-lembaganya, mereka
menerapkan fikih Hanafi (salah satu mazhab fikih dari golongan Sunni).
Karenanya, dalam hal nikah mut’ah mereka mengharamkannya, meskipun pada
awal Islam nikah itu pernah dibolehkan namun telah dibatalkan. Dewasa ini, fikih
23
Syi’ah Zaidiyah termasuk fikih yang diajarkan di Universitas al-Azhar.
c. Al-Imamiyah
Imamiyah adalah golongan yang meyakini bahwa nabi Muhammad SAW telah
menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai imam pengganti dengan penunjukan yang jelas dan

22
Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik Dan Aqidah Dalam Islam, (, cet.1. Jakarta : Logos
Publishing House, 1996) h.25
23
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam. h. 111-114

7
tegas. Oleh karena itu, mereka tidak mengakui keabsahan kepemimpinan Abu Bakar,
Umar, maupun Utsman. Bagi mereka persoalan imamah adalah salah suatu persoalan
pokok dalam agama atau ushuludin.
Sekte imamah pecah menjadi beberapa golongan. Golongan yang besar adalah
golongan Isna' Asyariyah atau Syi'ah dua belas. Golongan terbesar kedua adalah
24
golongan Isma'iliyah. Golongan Isma'iliyah berkuasa di Mesir dan Baghadad. Disebut
juga Tujuh Imam. Dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa imam hanya tujuh
orang dari 'Ali bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma'il.
Urutan imam mereka yaitu:
1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan Al-Mujtaba
3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain Asy-Syahid
4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5. Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad Al-Baqir
6. Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja'far Ash Shadiq
7. Ismail bin Ja'far (721 – 755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak
Musa al-Kadzim.
Pokok-pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah, terdiri dari beberapa hal. Diantaranya
(1) Ilmu al-Faidh al-Ilahi, yang Allah melimpahkannya pada imam. Maka dengan itu
imam-imam, mempunyai kedudukan di atas manusia pada umumnya dan beilmu
belebihi manusia lainnya. Mereka secara khusus mempunyai ilmu yang tidak
dimiliki orang lain. Baginya mengetahui ilmu Syari’at melebihi apa yang
diketahui.
(2) Sesungguhnya iman itu tidak harus tampak dan di kenal masyarakat, tetapi boleh
jadi samar bersembunyi. Namun demikian tetap harus ditaati. Dialah al-Mahdi
yang member petunjuk kepada manusia, sekalipun dia tidak tampak pada
beberapa waktu. Dia tentu muncul, dan hari kiamat tidak akan dating sampai al-
Mahdi itu muncul, memenuhi bumi ini dengan keadilan, sebagaimana kejahatan
dan kezaliman telah merajalela.
(3) Sesungguhnya imam itu tidak bertanggungjawab di hadapan siapa pun. Seorang
pun tidak boleh menyalahkannya, apa pun yang diperbuatnya. Masyarakat harus
membenarkan bahwa apa yang diperbuatnya adalah baik, tidak ada kejelekan
sedikitpun. Sebab imam mempunyai ilmu yang tidak dapat dicapai orang lain.
25
Karena itulah mereka menetapkan bahwa imam itu ma’shum.
d. Al-Ghaliyah
Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw yang artinya bertambah dan
naik. Ghala bi ad-din yang artinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga melampaui
batas. Syi’ah ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-
lebihan atau ekstrim. Lebih jauh Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah ekstrem (ghulat)
adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang
26
mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi daripada Nabi Muhammad.
Gelar ektrem (ghuluw) yang diberikan kepada kelompok ini berkaitan dengan
pendapatnya yang janggal, yakni ada beberapa orang yang secara khusus dianggap Tuhan
dan ada juga beberapa orang yang dianggap sebagai Rasul setelah Nabi Muhammad.

24
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam. h. 27-28
25
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam. h. 117

26
Abu Zahrah, Aliran Politik. h. 39
8
Selain itu mereka juga mengembangkan doktrin-doktrin ekstrem lainnya tanasukh, hulul,
27
tasbih dan ibadah.
Sekte-sekte yang terkenal di dalam Syi’ah Ghulat ini adalah Sabahiyah,
Kamaliyah, Albaiyah, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah, Kayaliyah, Hisamiyah,
Nu’miyah, Yunusiyah dan Nasyisiyahwa Ishaqiyah. Nama-nama sekte tersebut
menggunakan nama tokoh yang membawa atau memimpinnya. Sekte-sekte ini awalnya
hanya ada satu, yakni faham yang dibawa oleh Abdullah Bin Saba’ yang mengajarkan
bahwa Ali adalah Tuhan. Kemudian karena perbedaan prinsip dan ajaran, Syi’ah ghulat
terpecah menjadi beberapa sekte. Meskipun demikian seluruh sekte ini pada prinsipnya
menyepakati tentang hulul dan tanasukh. Faham ini dipengaruhi oleh sistem agama ,
28
Yahudi, Manikam dan Mazdakisme.
Adapun doktrin Ghulat menurut Syahrastani ada enam yang membuat mereka
ektrem yaitu:
(1) Tanasukh yang merupakan keluarrnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat
pada jasad yang lain. Faham ini diambil dari falsafah Hindu. Penganut agama
Hindu berkeyakinan bahwa roh disiksa dengan cara berpindah ke tubuh hewan
yang lebih rendah dan diberi pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan
29
kepada kehidupan yang lebih tinggi. Syi’ah Ghulat menerapkan faham ini
dalam konsep imamahnya, sehingga ada yang menyatakan seperti Abdullah Bin
Muawiyah Bin Abdullah Bin Ja’far bahwa roh Allah berpindah kepada Adam
seterusnya kepada imam-imam secara turun-temurun.
(2) Bada’ yang merupakan keyakinan bahwa Allah mengubah kehendakNya sejalan
30
dengan perubahan ilmuNya, serta dapat memerintahkan dan juga sebaliknya.
Syahrastani menjelaskan lebih lanjut bahwa bada’ dalam pandangan Syi’ah
Ghulat memiliki bebrapa arti. Bila berkaitan dengan ilmu, maka artinya
menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan yang diketahui Allah. Bila
berkaitan dengan kehendak maka artinya memperlihatkan yang benar dengan
menyalahi yang dikehendaki dan hukum yang diterapkanNya. Bila berkaitan
dengan perintah maka artinya yaitumemerintahkan hal lain yang bertentangan
dengan perintah yang sebelumnya.Faham ini dipilih oleh Mukhtar ketika
mendakwakan dirinya dengan mengetahui hal-hal yang akan terjadi, baik melalui
wahyu yang diturunkan kepadanya atau melalui surat dari imam. Jika ia
menjanjikan kepada pengikutnya akan terjadi sesuatu, lalu hal itu benar-benar
terjadi seperti yang diucapkan, maka itu dijustifikasikan sebagai bukti kebenaran
ucapannya. Namun jika terjadi sebaliknya, ia mengatakan bahwa Tuhan
menghendaki bada’
(3) Raj’ah yang masih ada hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat
mempercayai bahwa Imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi. Faham
raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh sekte dalam Syi’ah. Namun
mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali. Sebagian mengatakan
bahwa yang akan kembali itu adalah Ali dan sebagian lagi megatakan bahwa yang
akan kembali adalah Ja’far As-Shaddiq, Muhammad bin Al-Hanafiyah bahkan
ada yang mengatakan Mukhtar ats-Tsaqafi.

27
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam h. 10
28
Abu Zahrah, Aliran Politik. h. 106
29
Abu Zahrah, Aliran Politik. h. 106

30
Abu Zahrah, Aliran Politik. h. 106
9
(4) Tasbih artinya menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghulat menyerupakan
salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan
makhluk. Tasbih ini diambil dari faham hululiyah dan tanasukh dengan khaliq.
(5) Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa
dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah ghulat berarti Tuhan
menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.
(6) Ghayba yang artinya menghilangkan Imam Mahdi. Ghayba merupakan
kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi itu ada di dalam negeri ini dan tidak
dapat dilihat oleh mata biasa. Konssep ghayba pertama kali diperkenalkan oleh
Mukhtar Ats-Tsaqafi pada tahun 66 H/686 M di Kufa ketika mempropagandakan
31
Muhammad Bin Hanafiyah sebagai Imam Mahdi.
2. Sunni
Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah atau Ahlus-Sunnah wal Jama'ah (Bahasa Arab: ‫ﻞھأ ﺔﻨﺴﻟا‬
‫ )ﺔﻋﺎﻤﺠﻟاو‬atau lebih sering disingkat Ahlul-Sunnah (bahasa Arab: ‫ )ﻞھأ ﺔﻨﺴﻟا‬atau Sunni
adalah mereka yang senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur'an dan hadits yang
shahih dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. 31F

Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mereka yang menempuh seperti apa yang pernah
ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu
anhum. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’
(mengikuti) Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya
Radhiyallahu anhum. As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah
jalan itu baik atau buruk.
Menurut ulama ‘aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah
dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, baik
tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-
Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang
34
menyalahinya akan dicela.
Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah (wafat 795
H): “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh
kepada apa yang dilaksanakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya
yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah As-
Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan As-
Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini
diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H), Imam al-Auza’i (wafat th.
35
157 H) dan Imam Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H).”
Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau
berpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam
(yang berpegang kepada) al-haqq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan
36
mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah. Jama’ah menurut
ulama ‘aqidah (terminologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan
Sahabat, Tabi’ut Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari
37
Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.

31
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam. h. 107
32
http://id.wikipedia.org/wiki/Sunni diakses 29 NOPEMBER 2014
33
Ibnu Manzhur. Lisaanul ‘Arab (VI/331) karya (wafat th. 711 H).
34
Buhuuts fii ‘Aqidah Ahlis Sunnah h. 16.
35
Ibnu Rajab. Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam tahqiq dan ta’liq Thariq bin ‘Awadhullah bin
Muhammad, (cet. II-Daar Ibnul Jauzy-th. 1420 H) h. 495
36
Khalil Hirras. Syarhul ‘Aqiidah al-Waasithiyyah. h. 61
10
Imam Abu Syammah asy-Syafi’i rahimahullah (wafat th. 665 H) berkata:
“Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya adalah berpegang kepada
kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang
menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang
pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan)
38
sesudah mereka.”
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter
mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara yang
baru dan bid’ah dalam agama. Karena mereka adalah orang-orang yang ittiba’
(mengikuti) kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti Atsar
(jejak Salaful Ummah), maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul
Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaa-ifatul Manshuurah
(golongan yang mendapatkan per-tolongan Allah), al-Firqatun Naajiyah (golongan yang
39
selamat), Ghurabaa' (orang asing). Tentang ath-Thaa-ifatul Manshuurah, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-sabda:
‫ﻰﻠﻋ ﻢھو ﷲ ﺮﻣأ ﻢﮭﯿﺗﺄﯾ ﻰﺘﺣ ﻢﮭﻔﻟﺎﺧ ﻦﻣ ﻻو ﻢﮭﻟﺬﺧ ﻦﻣ ﻢھﺮﻀﯾ ﻻ ﷲ ﺮﻣﺄﺑ ﺔﻤﺋﺎﻗ ﺔﻣأ ﻲﺘﻣأ ﻦﻣ لاﺰﺗﻻ‬
.‫ﻚﻟذ‬
“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu menegakkan perintah Allah,
tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka dan orang yang
menyelisihi mereka sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang
40
demikian itu.”

Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


.‫ﺎﺒﯾﺮﻏ مﻼﺳﻹا أﺪﺑ‬، ‫ﺎﺒﯾﺮﻏ أﺪﺑ ﺎﻤﻛ دﻮﻌﯿﺳو‬، ‫ءﺎﺑﺮﻐﻠﻟ ﻰﺑﻮﻄﻓ‬
Artinya :
“Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka
41
beruntunglah bagi al-Ghurabaa' (orang-orang asing).”

Makna al-Ghurabaa' adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin


‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu ketika suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa', beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
.‫ﻢﮭﻌﯿﻄﯾ ﻦﻤﻣ ﺮﺜﻛأ ﻢﮭﯿﺼﻌﯾ ﻦﻣ ﺮﯿﺜﻛ ءﻮﺳ سﺎﻧأ ﻲﻓ نﻮﺤﻟﺎﺻ سﺎﻧأ‬
Artinya

“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang


jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati
42
mereka.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda mengenai makna al-


Ghurabaa':

39
Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah
40
HR. Al-Bukhari (no. 3641) dan Muslim (no. 1037 (174)), dari Mu’awiyah Radhiyallahuanhu
42
HR. Muslim (no. 145) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu

11
.‫سﺎﻨﻟا دﺎﺴﻓ ﺪﻨﻋ نﻮﺤﻠﺼﯾ ﻦﯾﺬﻟا‬
“Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) di tengah-tengah
43
rusaknya manusia.”

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

.‫ﻲﺘﻨﺳ ﻦﻣ يﺪﻌﺑ ﻦﻣ سﺎﻨﻟا ﺪﺴﻓأ ﺎﻣ نﻮﺤﻠﺼﯾ ﻦﯾﺬﻟا‬...


Artinya :

“Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku (Sunnah Rasulullah Shallallahu


44
‘alaihi wa sallam) sesudah dirusak oleh manusia.”

Ahlus Sunnah, ath-Tha-ifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya


disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, ath-Thaifah al-Manshurah dan al-
Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadits suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi
Salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan
realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti:
‘Abdullah Ibnul Mubarak: ‘Ali Ibnul Madini, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin
45
Sinan dan yang lainnya.
46
Imam asy-Syafi’i (wafat th. 204 H) rahimahullah berkata: “Apabila aku melihat
seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka.
Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih
47
atas usaha mereka.”
Imam Ibnu Hazm azh-Zhahiri (wafat th. 456 H) rahimahullah menjelaskan
mengenai Ahlus Sunnah: “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan itu adalah ahlul haqq,
sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu
adalah para Sahabat Radhiyallahu anhum dan setiap orang yang mengikuti manhaj
mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian ashhaabul hadits dan yang mengikuti
mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang
48
awam yang mengikuti mereka baik di timur maupun di barat.”
E. Sejarah Munculnya Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada
kurun yang dimuliakan Allah, yaitu generasi Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in.

43
HR. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarah Musykilil Aatsaar (II/170 no. 689), al-Lalika-i
dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah (no. 173) dari Sahabat Jabir bin ‘Abdillah a. Hadits ini shahih
li ghairihi karena ada beberapa syawahidnya. Lihat Syarah Musykilil Aatsaar (II/170-171) dan Silsilatul
Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1273).
44
HR. At-Tirmidzi (no. 2630), beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dari Sahabat ‘Amr bin
‘Auf Radhiyallahu anhu
45
Sunan at-Tirmidzi: Kitaabul Fitan no. 2229. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah karya
Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah (I/539 no. 270) dan Ahlul Hadiits Humuth Thaa-
ifah al- Manshuurah karya Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali.
46
Lihat kembali biografi beliau pada catatan kaki no. 14
47
Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ (X/60).
48
Al-Fishal fil Milal wal Ahwaa’ wan Nihal (II/271), Daarul Jiil, Beirut

12
49
‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata ketika menafsirkan firman Allah
Azza wa Jalla QS. Ali ‘Imran/4: 106.
– Š u q ó ¡ n @u ×nqã_ ãr ฀ Ù u ‹ ö ; s? t P öqt ƒ
r t ûï Ï %© ! $ # $ ¨ Br ' 4 ×nqã_ ãr

ö Nß g è d q ã _ ã r ô N¨ Š u q ó ™$ #
ö Nä 3 Ï Y » y J ƒ Î y ‰÷ è t / Länö฀x ÿ x . r &
)
$ y JÎ / z ># x ‹ y è ø9 $ # ( # q è %r ä ‹ sù
Ç Ê É Ï È t b r ã ฀ à ÿ õ 3 s? ÷ L ä ê Z ä .
Terjemahan :
pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang
hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka
dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? karena itu rasakanlah
50
azab disebabkan kekafiranmu itu".

“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
51
adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah Ahlul Bid’ah dan sesat.”
Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf ‫ﻢﮭﻤﺣر ﷲ‬,
di antaranya:
1. Ayyub as-Sikhtiyani rahimahullah (wafat th. 131 H), ia berkata: “Apabila aku
dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang
salah satu anggota tubuhku.”
2. Sufyan ats-Tsaury rahimahullah (wafat th. 161 H) berkata: “Aku wasiatkan
kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka
52
adalah al-ghurabaa’. Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
53
3. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah (wafat th. 187 H) berkata: “Berkata Ahlus
Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”
4. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam rahimahullah (hidup th. 157-224 H) berkata
54
dalam muqaddimah kitabnya, al-Iimaan : Maka sesungguhnya apabila engkau
bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman,
bertambah dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau
berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari
yang demikian...”

49
Beliau adalah seorang Sahabat yang mulia dan termasuk orang pilihan. Nama lengkapnya adalah
‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib al-Hasyimi al-Qurasyi, anak paman Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, penafsir Al-Qur-an dan pemuka kaum Muslimin di bidang tafsir. Dia diberi gelar ulama
dan lautan ilmu, karena luas keilmuannya dalam bidang tafsir, bahasa dan syair Arab. Beliau dipanggil
oleh para Khulafaur Rasyidin untuk dimintai nasehat dan pertimbangan dalam berbagai perkara. Beliau
Radhiyallahu anhuma pernah menjadi gubernur pada zaman ‘Utsman a tahun 35 H, ikut memerangi kaum
Khawarij bersama ‘Ali, cerdas dan kuat hujjahnya. Menjadi ‘Amir di Bashrah, kemudian tinggal di Thaif
hingga meninggal dunia tahun 68 H. Beliau lahir tiga tahun sebelum hijrah. Lihat al-Ishaabah (II/330, no.
4781).
50
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya. Yayasan
Penyelenggaraan Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an, (Bandung: Syamil Qur’an, 2007). h. 65
51
Lihat Tafsiir Ibni Katsiir Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (I/79 no. 74).
(I/419, cet. Darus Salam),
52
Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (I/71 no. 49 dan 50).
53
Beliau adalah Fudhail bin ‘Iyadh bin Mas’ud at-Tamimi rahimahullah, seorang yang terkenal
zuhud, berasal dari Khurasan dan bermukim di Makkah, tsiqah, wara’, ‘alim, diambil riwayatnya oleh al-
Bukhari dan Muslim. Lihat Taqriibut Tahdziib (II/15, no. 5448), Tahdziibut Tahdziib (VII/264, no. 540)
dan Siyar A’laamin Nu-balaa’ (VIII/421).
54
Tahqiq dan takhrij Syaikh al-Albani rahimahullah.
13
55
5. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah (hidup th. 164-241 H), beliau berkata
dalam muqaddimah kitabnya, As-Sunnah: “Inilah madzhab ahlul ‘ilmi, ash-
haabul atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah
Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, dari semenjak zaman
para Sahabat Radhiyallahu anhumg hingga pada masa sekarang ini”.
6. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah (wafat th. 310 H) berkata: Adapun
yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum Mukminin akan
melihat Allah pada hari Kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama
dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat
bahwa penghuni Surga akan melihat Allah sesuai dengan berita yang shahih dari
56
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
7. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi rahimahullah (hidup th.
239-321 H). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang masyhur
(al-‘Aqiidatuth Thahaawiyyah): “ Ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah.”
Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah
sudah dikenal di kalangan Salaf (generasi awal ummat ini) dan para ulama sesudahnya.
Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak sebagai lawan kata Ahlul Bid’ah.
Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah agar ummat
faham tentang ‘aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlul
Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahari,
Imam ath-Thahawi serta yang lainnya.BDan ini juga sebagai bantahan kepada orang yang
berpendapat bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan
57
Asy’ariyyah, padahal Asy’ariyyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah.
Pada hakikatnya, Asy’ariyyah tidak dapat dinisbatkan kepada Ahlus Sunnah,
karena beberapa perbedaan prinsip yang mendasar, di antaranya:
1. Golongan Asy’ariyyah menta’wil sifat-sifat Allah Ta’ala, sedangkan Ahlus Sunnah
menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah dan
Rasul-Nya, seperti sifat istiwa’ , wajah, tangan, Al-Qur-an Kalamullah, dan
lainnya.
2. Golongan Asy’ariyyah menyibukkan diri mereka dengan ilmu kalam, sedangkan
ulama Ahlus Sunnah justru mencela ilmu kalam, sebagaimana penjelasan Imam
asy-Syafi’i rahimahullah ketika mencela ilmu kalam.
3. Golongan Asy’ariyyah menolak kabar-kabar yang shahih tentang sifat-sifat Allah,
58
mereka menolaknya dengan akal dan qiyas (analogi) mereka.
3. Ahmadiyah
a. Pengertian dan Sejarah Ahmadiyah

55
Beliau rahimahullah adalah seorang Imam yang luar biasa dalam kecerdasan, kemuliaan,
keimaman, kewara’an, kezuhudan, hafalan, alim dan faqih. Nama lengkapnya Abu ‘Abdillah Ahmad bin
Hanbal bin Hilal bin Asad asy-Syaibani, lahir pada tahun 164 H. Seorang Muhaddits utama Ahlus Sunnah.
Pada masa al-Ma’mun beliau dipaksa mengatakan bahwa Al-Qur-an adalah makhluk, sehinga beliau
dipukul dan dipenjara, namun beliau menolak mengatakannya. Beliau tetap mengatakan Al-Qur-an adalah
Kalamullah, bukan makhluk. Beliau wafat di Baghdad. Beliau menulis beberapa kitab dan yang paling
terkenal adalah al-Musnad fil Hadiits (Musnad Imam Ahmad). Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ (XI/177 no.
78).
56
Lihat Imam ath-Thabary rahimahullah. kitab Shariihus Sunnah
57
Lihat Muhammad Baa Karim Muhammad Baa ‘Abdullah. kitab Wasathiyyah Ahlis Sunnah
bainal Firaq. h. 41-44
58
Khalid bin ‘Abdil Lathif bin Muhammad Nur dalam 2 jilid, cet. I berbagai perbedaan pokok
antara Ahlus Sunnah dengan Asy’ariyyah dalam kitab Manhaj Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah wa Manhajil
Asyaa’irah fii Tamhiidillaahi Ta’aalaa (Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyyah, th. 1416 H.)

14
Ahmadiyyah (Urdu: ‫ )ﺔﯾﺪﻤﺣأ‬atau sering pula disebut Ahmadiyah, adalah jama’ah
muslim yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889 di desa
kecil bernama Qadian, Punjab, India. Ia mengaku sebagai Mujaddid, Al-Masih dan Al-
Mahdi. 59 Nama Ahmadiyah, tampaknya bukan diambil dari nama pendiri aliran ini akan
58F

tetapi menurut Mirza nama tersebut diambil dari salah satu nama-nama Rasulullah. Nama
tersebut diambil dari surah as-Shaff/61: 6. 60
z Nt ƒ ó ฀ t B ß ûø ó $ # Ó | ¤ Š Ï ã t A$ s% ø ŒÎ ) u r
59F

ã Aq ß ™u ‘ ’ Î o T Î ) Ÿ@ƒ Ï ä Â u Ž ó Î ûÓ Í _ t 6» t ƒ
)
$ y J Ï j 9 $ ] %Ï d ‰| Á • B / ä 3 ø ‹ s9 Î «! $ #
)
Ï p 1 u ‘ ö q - G9 $ z` Ï B £ “ y ‰t ƒ t û÷ ü t /
#
. ` Ï B ’ Î Aù' t ƒ 5Aq ß ™t ฀ Î / # M Ž Å e ³ t 6ã B u r
( ß ‰u H÷ q r ÿ ¼ç m è ÿ ô œ$ # “ Ï ‰÷ è t /
&
Ï M » o Y É i ฀ t 6ø 9 $ $ Î / Nè d u ä ! %y ` $ ¬ Hs> sù
Ç Ï È × ûü Î 7 • B Ö ฀ ó sÅ ™ # x ‹ » y d ( # q ä 9 $ s%
Terjemahan:
dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya
aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, Yaitu Taurat,
dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan
datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu
datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata:
"Ini adalah sihir yang nyata."

Anehnya, Mirza sendiri kemudian mengklaim bahwa dirinya adalah nama yang
dimaksud tersebut yang diutus oleh Tuhan. Lahirnya aliran Ahmadiyah merupakan
serentetan peristiwa sejarah dalam Islam, yang kemunculannya tidak terlepas dari situasi
dan kondisi umat Muslim sendiri pada saat itu. Sejak kekalahan Turki Usmani dalam
serangannya ke benteng Wina tahun 1683, pihak barat mulai bangkit menyerang kerajaan
tersebut dan serangan itu lebih efektif lagi di abad ke-18. Bangsa Eropa secara agresif
menjarah daerah-daerah Islam di satu pihak, hingga akhirnya Inggris dapat merampas
India dan Mesir.
Sesudah India menjadi koloni Inggris, keadaan kaum Muslim India semakin
memburuk, berbeda dengan umat hindu yang lebih bersikap kooperatif sehingga dapat
diajak bekerja sama dengan pemerintahan Inggris. Karena sikap nonkooperatif umat
Muslim India saat itu, sehingga semakin memojokkan posisi mereka dan membawanya
ke dalam keterasingan di negeri sendiri. Situasi umat Muslim India saat itu tidak jauh
berbeda dengan keadaan umat Muslim Indonesia di zaman pemerintahan kolonial
Belanda. Di sini Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku telah diangkat sebagai al-Mahdi
dan al-Masih oleh Tuhan, merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk memajukan
Islam dan umat Muslim dengan memberi interpretasi baru terhadap ayat-ayat al-qur’an
sesuai tuntutan zamannya, sebagaimana yang diilhamkan Tuhan kepadanya. Motif Mirza
ini tampaknya didorong oleh gencarnya serangan kaum misionaris Kristen dan
propaganda kaum Hindu terhadap umat Muslim saat itu.
Ahmadiyah lahir menjelang akhir abad ke-19 di tengah huru-hara runtuhnya
masyarakat Islam lama dan infiltrasi budaya dengan sikapnya yang baru, serangan gencar
kaum misionaris Kristen (terhadap Islam) dan berdirinya Universitas Aligarh yang baru,

15
59
Sir Muhammad Iqbal, Islam dan Ahmadiyah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. vii.
60
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya. Yayasan
Penyelenggaraan Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an, (Bandung: Syamil Qur’an, 2007), h.552

16
maka lahirnya Ahmadiyah adalah sebagai protes terhadap keberhasilan kaum misionaris
Kristen memperoleh pengikut-pengikut baru. Juga sebagai protes terhadap paham
rasionalis dan westernisasi yang dibawa oleh Sayyid Ahmad Khan dengan Aligarhnya.
Di samping itu lahirnya Ahmadiyah juga sebagai protes atas kemerosotan Islam pada
61
umumnya. Sayangnya pembaharuan al-Mahdi Ahmadiyah ini menyentuh keyakinan
umat Muslim yang sangat sensitif, yaitu masih adanya nabi dan wahyu yang diturunkan
Tuhan sesudah al-Qur’an dan sesudah kerasulan Nabi Muhammad.
b. Tokoh Ahmadiyah
Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad. Lahir pada 15
Februari 1835M di Qadian. Mirza Ghulam Ahmad adalah putera Mirza Ghulam
Murtadha. Leluhurnya telah bermigrasi di tahun 1530 dari Samarkand ke India, sewaktu
pemerintahan Mughal Raja Babur dan menetap di distrik Gurdaspur, Punjab, India. Di
sini mereka mendirikan kota yang sekarang disebut Qadian, yang aslinya bernama ‘Islam
Pur Qadi’. Nama ini diperpendek sebagai Qadi, kemudian sebagai Kadi, dan akhirnya
menjadi Qadian. Keluarganya termasuk kaum Mughal, keturunan Barlas. Keluarga Mirza
Ghulam Ahmad sebenarnya keturunan orang Persia, oleh karena itu Ghulam Ahmad dan
keluarganya disebut Mirza, dan atas dasar ini pula Ghulam Ahmad dikenal orang dengan
62
nama Mirza Ghulam Ahmad.
Tampaknya keluarga Mirza ini pernah menjadi pembantu setia pemerintah
kolonial Inggris di India. Jauh sebelum itu, keluarga tersebut sudah menjalin kerja sama
yang erat dengan pimpinan kaum Sikh, Ranjat Singh. Dengan demikian tidak pelak lagi
jika aliran Ahmadiyah bersikap kooperatif dengan pemerintah Inggris. Tentunya sikap
kooperatif tersebut, berbeda dengan sikap kooperatif yang dijalankan oleh Sayyid Ahmad
Khan. Apabila Ahmad Khan menginginkan agar Umat Muslim bisa memperoleh
kemajuan dan kesuksesan sebagaimana yang dicapai oleh bangsa Eropa, dengan
mendirikan Universitas Aligarh, maka Mirza Ghulam Ahmad dengan Ahmadiyahnya
ingin mendapat perlindungan secara politis, sehingga bebas dan dapat mempertahankan
aliran yang didirikannya.
Pada masa remaja, Mirza Ghulam Ahmad atas perintah ayahnya, telah disibukkan
dengan urusan tanah pertanian, suatu hal yang tidak disukainya. Untuk memenuhi
kehendak ayahnya pula, Mirza Ghulam Ahmad menjadi pegawai pemerintah di Sialkot,
dan bertempat tinggal di sana dari tahun 1864 sampai 1868. Selama bertempat tinggal di
Sialkot Mirza Ghulam Ahmad banyak terlibat dalam perdebatan dengan para misionaris
Kristen. Setelah itu Mirza Ghulam Ahmad meninggalkan pekerjaannya dan kembali ke
Qadian serta mulai mengawasi lahan tanah pertanian miliknya. Di samping pekerjaannya
sehari-hari, pada periode ini ia mengisi waktunya untuk merenungkan Al-Qur’an serta
63
mempelajari tafsir dan hadis.
Tahun 1878 Mirza Ghulam Ahmad membuat tulisan-tulisan sanggahan cemerlang
di surat kabar-surat kabar atas serangan-serangan pemikiran yang dilakukan oleh Swami
Daynanda Sarasvat, anggota kelompok hindu Bombay dengan nama Arya Samaj yang
64
didirikan oleh Ram Mohan Roy di Calcutta pada tahun 1828. Pada tahun 1880, Mirza
Ghulam Ahmad menulis bukunya yang pertama dengan judul Burahini Ahmadiyah.
Buku ini menjelaskan dengan cemerlang berdasarkan argumen yang kuat terhadap

61
Wilfred Cantwell Smith, Modern Islam in India, (New Delhi: Usha Publication, 1979), h. 368
62
Maulana Muhammad Ali, Gerakan Ahmadiyah, (Jakata: Darul Kutubil Islamiyah, 2002), h, 1.
63
Sayid Abul Hasan Ali Nadwi, Tikaman Ahmadiyah terhadap Islam, (Jakarta: Fadlindo Media
Utama, 2005), h. 12
64
Maulana Muhammad Ali, Gerakan Ahmadiyah, (Jakata: Darul Kutubil Islamiyah, 2002), h. 2

17
serangan kaum Arya Samaj, Brahmo Samaj, Kristen, maupun kepercayan lain yang
65
menyerang Islam.
Bagi kaum Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad adalah realitas Isa al-Masih dan
al-Mahdi yang dijanjikan kemunculannya di akhir zaman. Keyakinan ini mereka jadikan
sebagai prinsip akidah dan sekaligus merupakan ciri khas teologi aliran tersebut. Untuk
menopang kebenaran keyakinan itu, mereka menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang
berkaitan dengan tanda-tanda hari kiamat, dan mereka tafsirkan sesuai dengan paham
mereka. Demikian pula dengan hadis-hadis Nabi, terutama hadis-hadis yang
berhubungan dengan turunnya Isa al-Masih dan hadis-hadis Mahdiyyah yang relevan
dengan prinsip keyakinan mereka, yang mereka tafsirkan dan sesuai dengan peristiwa
peristiwa alamiah. Selain itu, untuk memperkuat signifikansi keyakinan tersebut, mereka
juga menggunakan ramalan-ramalan yang mereka sebut sebagai ramalan orang suci atau
wali. Sebagai contoh yang cukup menarik dikemukakan ialah bahwa diantara tanda-tanda
kehadiran al-Mahdi adalah terjadinya dua gerhana di bulan ramadhan dan belum pernah
terjadi sejak penciptaan langit dan bumi. Pertama gerhana bulan di malam permulaan
bulan Ramadhan, dan kedua, gerhana matahari di pertengahan bulan tersebut. Menurut
kaum Ahmadiyah, dua peristiwa alamiah yang dinyatakan dalam hadis riwayat al-
Daraqutni, benar-benar telah terjadi di daerah Punjab, India,dimana Mirza Ghulam
Ahmad dilahirkan. Kejadian gerhana yang aneh ini, menurut pendapat mereka, terjadi
pada hari kamis 13 Ramadhan 1311 H/ 22 Maret 1894 M, sedangkan gerhana matahari
terjadi pada hari jum’at 28 Ramadhan 1311H/ 6 April 1894 M. Dua peristiwa ini
merupakan tanda-tanda alamiah tentang kebenaran pengakuan Mirza sebagai al-Mahdi
66
dan al-Masih.
C. Doktrin-Dokrin Ahmadiyah
1. Mirza Ghulam Ahmad mengaku dirinya Nabi dan Rasul utusan Tuhan. Dia
mengaku dirinya menerima wahyu yang turunnya di India, kemudian wahyu-
wahyu itu dikumpulkan seluruhnya, sehingga merupakan sebuah kitab suci dan
mereka beri nama kitab suci Tadzkirah. Tadzkirah itu lebih besar dari pada kitab
suci Al-Qur’an.
2. Mereka meyakini bahwa kitab suci Tadzkirah sama sucinya dengan kitab suci Al-
Qur’an karena sama-sama wahyu dari Tuhan.
3. Wahyu tetap turun sampai hari kiamat begitu juga Nabi dan Rasul tetap diutus
sampai hari kiamat juga
4. Mereka mempunyai tempat suci tersendiri yaitu Qadian dan Rabwah.
5. Mereka mempunyai surga sendiri yang letaknya di Qadian dan Rabwah dan
sertifikat kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga yang
sangat mahal.
6. Wanita Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki yang bukan Ahmadiyah, tetapi
lelaki Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan yang bukan Ahmadiyah.
7. Tidak boleh bermakmum dengan (di belakang) imam yang bukan Ahmadiyah.
8. Ahmadiyah mempunyai tanggal, bulan, dan tahun sendiri yaitu nama bulan:1.
Suluh 2. Tabligh 3. Aman 4. Syahadah 5. Hijrah 6. Ikhsan. 7. 8. Zuhur 9. Tabuk

65
Muslih Fathoni, Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah Dalam Perspektif, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1994), h. 60.
66
S. Ali Yasir, Gerakan Pembaharuan dalam Islam, vol. I, (yogyakarta: PP. Yayasan Perguruan
Islam Republik Indonesia,1978), hlm. 71-2; Saleh A. Nahdi, Ahmadiyah Selayang Pandang, (Yogya:
Rapem, 1979), h. 25.

18
10. Ikha 11. Nubuwah 12. Fatah. Sedang nama tahun mereka adalah Hijri
67
Syamsyi (HS).
D. Sekte-Sekte Ahmadiyah
Setelah pendiri gerakan Ahmadiyah wafat pada tanggal 26 Mei 1908, pimpinan
Ahmadiyah yang diistilahkan dengan ‘khalifah’ berpindah di tangan Maulawi Nuruddin
sampai wafatnya tahun 1914. Bibit perpecahan di kalangan pengikutnya saat itu mulai
tampak, yaitu munculnya dua pemikiran yang bertolak belakang tentang masalah
khalifah(pengganti pimpinan) dan masalah pengkafiran terhadap sesama Muslim. Karena
konflik intern inilah maka secara riilnya di tahun 1914 terpecahlah aliran ini menjadi dua
68
sekte.
1. Ahmadiyah Qadiani
Golongan ini mengakui akan kenabian Mirza Ghulam Ahmad dan mereka yang
tidak mengakui Mirza maka dianggap kafir. Sekte ini berkeyakinan bahwa kenabian tetap
terbuka sesudah Rasulullah SAW. Sekte ini dipimpin oleh Basyiruddin Mahmud Ahmad.
Kelompok ini berpandangan bahwa Mirza Ghulam Ahmad tidak hanya sebagai Mujaddid
(pembaharu) saja, tetapi juga sebagai nabi dan rasul yang harus ditaati dan dipatuhi
ajarannya.vTerpilihnya Basyiruddin Mahmud sebagai khalifah al-Mahdi yang kedua
tampaknya tidak mendapat dukungan penuh dari seluruh Jemaat Ahmadiyah, di saat yang
sama muncullah Ahmadiyah tandingan yang disponsori oleh Khawaja Kamaluddin dan
Maulawi Muhammad ‘Ali yang tidak menyetujui prinsip golongan pertama, golongan
kedua tersebut adalah;
2. Ahmadiyah Lahore
Disebut pula dengan Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam. Golongan ini tidak
terlalu menyimpang jauh seperti Qadiani tetapi heterodox artinya menyimpang dari
Sunni, mereka beranggapan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah sebagai Mujaddid
(pembaharu Islam). Dipimpin oleh Maulawi Muhammad Ali. Syafi R. Batuah sebagai
pengikut sekte Qadiani berpendapat bahwa aliran tersebut muncul karena ambisi
Maulawi Muhammad Ali sebagai khalifah tidak terwujud. Oleh sebab itu mereka
memisahkan diri dan membentuk golongan baru yang berpusat di Lahore. Namun
tampaknya yang menjadi sebab perpecahan itu adalah lebih berpusat dalam masalah
akidah.
E. Perkembangan Ahmadiyah
Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah satu organisasi keagamaan internasional yang
telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia. Pergerakan Jemaat Ahmadiyah dalam
Islam adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang
memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia,
Australia, dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta
orang. Jemaat Ahmadiyah Internasional juga telah menerjemahkan al-Qur’an ke dalam
bahasa-bahasa besar di dunia. Sedangkan jemaat Ahmadiyah di Indonesia telah
menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia, Belanda, Sunda, dan Jawa.
Sejarah penyebaran Ahmadiyah di Indonesia terbagi menjadi:
1. Ahmadiyah Qadiani
Tiga pemuda dari Sumatera Tawalib, yakni suatu pesantren di Sumatera Barat,
meninggalkan negerinya untuk menuntut Ilmu. Mereka adalah Abu Bakar Ayyub,
Ahmad Nuruddin, dan Zaini Dahlan. Awalnya mereka akan berangkat ke Mesir karena

67
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007),
h. 57
68
Muslih Fathoni, Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah Dalam Perspektif, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1994), h. 67

19
saat itu Kairo terkenal sebagai Pusat Studi Islam. Namun Guru mereka menyarankan agar
pergi ke India karena negara tersebut mulai menjadi pusat pemikiran Modernisasi Islam.
Sampailah ketiga pemuda Indonesia itu di Kota Lahore dan bertemu dengan Anjuman
Isy’ari Islam atau dikenal dengan nama Ahmadiyah Lahore. Setelah beberapa waktu di
sana, merekapun ingin melihat sumber dan pusat Ahmadiyah yang ada di desa Qadian
dan setelah mendapatkan penjelasan dan keterangan, akhirnya mereka Bai’at di tangan
Hadhrat Khalifatul Masih II ra, Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra.
Kemudian tiga pemuda itu memutuskan untuk belajar di Madrasah Ahmadiyah
yang kini disebut Jami’ah Ahmadiyah. Merasa puas dengan pengajaran di sana, Mereka
mengundang rekan-rekan pelajar di Sumatera Tawalib untuk belajar di Qadian. Tidak
lama kemudian duapuluh tiga orang pemuda Indonesia dari Sumatera Tawalib bergabung
dengan ketiga pemuda Indonesia yang terdahulu, untuk melanjutkan studi juga baiat
masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Dua tahun setelah peristiwa itu, para pelajar
Indonesia menginginkan agar Hadhrat Khalifatul Masih II ra berkunjung ke Indonesia.
Hal ini disampaikan Haji Mahmud, juru bicara para pelajar Indonesia dalam Bahasa
Arab. Respon positif terlontar dari Hadhrat Khalifatul Masih II ra. Ia meyakinkan bahwa
meskipun beliau sendiri tidak dapat mengunjungi Indonesia, beliau akan mengirim wakil
beliau ke Indonesia. Kemudian Maulana Rahmat Ali HAOT yang datang dari Qadian,
India, dikirim sebagai muballigh ke Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1925, Maulana
Rahmat Ali HAOT dilepas Hadhrat Khalifatul Masih II ra berangkat dari Qadian.
Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana Rahmat Ali HAOT di Tapaktuan,
Aceh. Kemudian berangkat menuju Padang, Sumatera Barat. Banyak kaum intelek dan
orang orang biasa menggabungkan diri dengan Ahmadiyah.
Pada tahun 1926, disana, Jemaat Ahmadiyah mulai resmi berdiri sebagai
organisasi. Tak beberapa lama, Maulana Rahmat Ali HAOT berangkat ke Jakarta,
ibukota Indonesia. Perkembangan Ahmadiyah tumbuh semakin cepat, hingga
dibentuklah Pengurus Besar (PB) Jemaat Ahmadiyah dengan R. Muhyiddin sebagai
Ketua pertamanya. Terjadilah Proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Di
dalam meraih kemerdekaan itu tidak sedikit para Ahmadi Indonesia yang ikut berjuang
dan meraih kemerdekaan. Misalnya R. Muhyiddin. Beliau dibunuh oleh tentara Belanda
pada tahun 1946 karena beliau merupakan salah satu tokoh penting kemerdekaan
Indonesia. Juga ada beberapa Ahmadi yang bertugas sebagai prajurit di Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, dan mengorbankan diri mereka untuk negara. Sementara
para Ahmadi yang lain berperan di bidang masing-masing untuk kemerdekaan Indonesia,
seperti Abdul Wahid dan Ahmad Nuruddin berjuang sebagai penyiar radio,
menyampaikan pesan kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia. Sementara itu, muballigh
yang lain Sayyid Syah Muhammad merupakan salah satu tokoh penting, sehingga
Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, di kemudian hari menganugerahkan
gelar veteran kepada beliau untuk dedikasi beliau kepada negara.
Di tahun lima puluhan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendapatkan legalitas
menjadi satu organisasi keormasan di Indonesia. Yakni dengan dikeluarkannya Badan
Hukum oleh Menteri Kehakiman RI No. JA. 5/23/13 tertanggal 13-3-1953. Ahmadiyah
tidak pernah berpolitik, meskipun ketegangan politik di Indonesia pada tahun 1960-an
sangat tinggi. Pergulatan politik ujung-ujungnya membawa kejatuhan Presiden pertama
Indonesia, Soekarno, juga memakan banyak korban. Satu lambang era baru di Indonesia
pada masa itu adalah gugurnya mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia, Arif
Rahman Hakim, yang tidak lain melainkan seorang khadim Ahmadiyah. Dia terbunuh di
tengah ketegangan politik masa itu dan menjadi simbol bagi era baru pada masa itu. Oleh
karena itu iapun diberikan penghargaan sebagai salah satu Pahlawan Ampera.

20
Di awal era 70-an, melalui Rabithah Alam al-Islami semakin menjadi-jadi, para
ulama Indonesia mengikuti langkah mereka. Maka ketika Rabithah Alam al-Islami
menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada tahun 1974, hingga MUI memberikan
fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Sebagai akibatnya, banyak masjid Ahmadiyah yang
dirubuhkan oleh massa yang dipimpin oleh ulama. Selain itu, banyak Ahmadi yang
menderita serangan secara fisik. Periode 90-an menjadi periode pesat perkembangan
Ahmadiyah di Indonesia bersamaan dengan diluncurkannya Moslem Television
Ahmadiyya (MTA). Ketika Pengungsi Timor Timur yang membanjiri wilayah Indonesia
setelah jajak pendapat dan menyatakan bahwa Timor Timur ingin lepas dari Indonesia,
hal ini memberikan kesempatan kepada Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia untuk
mengirimkan tim Khidmat Khalq untuk berkhidmat secara terbuka. Ketika Tahun 2000,
tibalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad ke Indonesia datang dari London menuju Indonesia.
Ketika itu beliau sempat bertemu dan mendapat sambuatan baik dari Presiden Republik
69
Indonesia, Abdurrahman Wahid dan Ketua MPR Amin Rais.
b. Ahmadiyah Lahore
Tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore Mirza Wali Ahmad Baig dan
Maulana Ahmad, datang ke Yogyakarta. Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang
sekretaris di organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk
berpidato dalam Muktamar ke-13 Muhammadiyah. Pada tahun 1926, Haji Rasul
mendebat Mirza Wali Ahmad Baig, dan selanjutnya pengajaran paham Ahmadiyah
dalam lingkup Muhammadiyah dilarang. Pada Muktamar Muhammadiyah 18 di Solo
tahun 1929, dikeluarkanlah pernyataan bahwa “orang yang percaya akan Nabi sesudah
Muhammad adalah kafir“. Djojosoegito yang diberhentikan dari Muhammadiyah, lalu
membentuk dan menjadi ketua pertama dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang resmi
70
berdiri 4 April 1930.
Perkembangan selanjutnya Ahmadiyah di Indonesia terbagi menjadi dua
71
bagian,yaitu :
a. Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) berdiri tahun 1925, berpusat di parung-Bogor
sebagai gerakan dari Ahmadiyah Qodiani.
b. Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) berdiri tahun 1928, berpusat di kota
Yogyakarta sebagai gerakan dari Ahmadiyah Lahore.
Ahmadiyah kini sudah mempunyai sekitar 200 cabang terutama Jakarta, Jawa
72
Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Palembang, Bengkulu, Bali, NTB dan lain-lain
Sikap Negara-Negara Islam dan Organisasi Islam Internasional terhadap
Ahmadiyah.
1. Malaysia telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Malaysia sejak tanggal 18
juni 1975.
2. Brunei Darussalam juga telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Negara
Brunei Darussalam.
3. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan keputusan bahwa
Ahmadiyah adalah kafir dan tidak boleh pergi haji ke makkah.
4. Pemerintah Pakistan telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah golongan
minoritas non muslim.

69
Lihat: http://www.alislam.org/indonesia/75thJAI.html. Diakses pada: 29/12/2014,
70
Lihat: http://ahmadiyah.org/gerakan-ahmadiyah-indonesia/. Diakses pada: 29/12/2014,
71
Sahilun,A.Nasir., Pemikiran Kalam (Teologi Islam) , Edisi pertama,Bulan September 2010, h.
328-332
72
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007),
h. 56

21
5. Rabithah ‘Alam Islamy yang berkedudukan di makkah telah mengeluarkan fatwa
bahwa Ahmadiyah adalah kafir dan keluar dari Islam.
III. Kesimpulan
1. Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah
sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam
setelah Nabi Muhammad SAW, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi
Sunnah. Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu
sepupu dan menantu Nabi Muhammad SAW dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah
penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad SAW, yang berbeda dengan khalifah
lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dipilih
melalui perintah langsung oleh Nabi Muhammad SAW, dan perintah Nabi berarti
wahyu dari Allah. Munculan syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan dikalangan ahli.
Menurut Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pasda masa akhir pemerintahan Usman bin
Affaan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pewmerintahan Ali bin Abi
Thalib, adapun menurut Watt, syi’ah baru benar-benar. Muncul ketika berlangsung
peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang Shiffin. Dalam
peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbritase yang
ditawarkan Mu’awiyah. Pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua. Satu kelompok
mendukung sikap Ali (Syi’ah) dan kelompok menolak sikap Ali (Khawarij).
2. Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter
mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara
yang baru dan bid’ah dalam agama. Karena mereka adalah orang-orang yang ittiba’
(mengikuti) kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti
Atsar (jejak Salaful Ummah), maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar
dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaa-ifatul
Manshuurah (golongan yang mendapatkan per-tolongan Allah), al-Firqatun Naajiyah
(golongan yang selamat), Ghurabaa' (orang asing)
3. Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad. Lahir pada 15 Februari
1835M di Qadian. Mirza Ghulam Ahmad adalah putera Mirza Ghulam Murtadha.
Leluhurnya telah bermigrasi di tahun 1530 dari Samarkand ke India, sewaktu
pemerintahan Mughal Raja Babur dan menetap di distrik Gurdaspur, Punjab, India. Di
sini mereka mendirikan kota yang sekarang disebut Qadian, yang aslinya bernama
‘Islam Pur Qadi’. Nama ini diperpendek sebagai Qadi, kemudian sebagai Kadi, dan
akhirnya menjadi Qadian. Keluarganya termasuk kaum Mughal, keturunan Barlas.
Keluarga Mirza Ghulam Ahmad sebenarnya keturunan orang Persia, oleh karena itu
Ghulam Ahmad dan keluarganya disebut Mirza, dan atas dasar ini pula Ghulam
Ahmad dikenal orang dengan nama Mirza Ghulam Ahmad. Ahmadiyah di Indonesia
terbagi menjadi dua bagian,yaitu 1. Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) berdiri tahun
1925, berpusat di parung-Bogor sebagai gerakan dari Ahmadiyah Qodiani. 2.
Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) berdiri tahun 1928, berpusat di kota Yogyakarta
sebagai gerakan dari Ahmadiyah Lahore
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, cet ke-2, Bandung: Puskata Setia, 2006
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, cet ke-
5,Jakarta: UI-Press, 1986
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2007
http://www.alislam.org/indonesia/75thJAI.html. Diakses pada: 29/10/2014.

http://ahmadiyah.org/gerakan-ahmadiyah-indonesia/. Diakses pada: 29/10/2014

22
Ibnu Rajab. Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam tahqiq dan ta’liq Thariq bin ‘Awadhullah bin
Muhammad, cet. II-Daar Ibnul Jauzy-th. 1420 H
Jalaluddin As-Suyuti, Durul Mansur
Maulana Muhammad Ali, Gerakan Ahmadiyah, Jakata: Darul Kutubil Islamiyah, 2002
Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik Dan Aqidah Dalam Islam, cet.1. Jakarta : Logos
Publishing House, 1996
Muhammad Husai Thabathaba’i, Shi’a,terj. Husain Nasr, Anshariah, Qum, 1981
Muslih Fathoni, Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah Dalam Perspektif, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1994
S. Ali Yasir, Gerakan Pembaharuan dalam Islam, vol. I, Yogyakarta: PP. Yayasan
Perguruan Islam Republik Indonesia,1978), hlm. 71-2; Saleh A. Nahdi,
Ahmadiyah Selayang Pandang, (Yogya: Rapem, 1979
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 201
Solah Abu Su’ud, As’ Syiah An Nasyaah As Syiasiyah wal Aqidah Ad’ Diniyah, Giza:
Maktabah Nafidah, 2004
Sayid Abul Hasan Ali Nadwi, Tikaman Ahmadiyah terhadap Islam, Jakarta: Fadlindo
Media Utama, 2005.
Sir Muhammad Iqbal, Islam dan Ahmadiyah, Jakarta: Bumi Aksara, 1991
Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil
dari kitab Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji
Sayyid Muhibudin al-khotib, Mengenal Pokok-pokok Ajaran Syi'ah Al-Imamiyah,
Surabaya:PT.bina ilmu, 1984
Wilfred Cantwell Smith, Modern Islam in India, New Delhi: Usha Publication, 1979.

23

Anda mungkin juga menyukai