Anda di halaman 1dari 14

Dzu al-Nun al-Mishri

Biografi
Namanya Tsauban Ibnu Ibrahim, tetapi lebih dikenal dengan Dzu al-Nun al-Mishri. Ia lahir di
Ekhim di kawasan Mesir hulu pada tahun 156 H dan wafat di Jizah yang terkenal pada 245H.

la digelari dengan "Dzu al-Nun" karena selalu mendapatkan cobaan dalam kehidupan
religiusnya dan sekaligus mengingatkan manusia kepada ikan "al-Nun" yang melahap Nabi
Yunus.

Dzu al-Nun adalah tokoh sufi yang terkenal dengan teori Ma’rifat. Selain itu, ia juga seorang
filosofi dan ahli kimia. ia dianggap seorang ahli kimia yang memiliki kekuatan gaib baga dan
mengetahui rahasia tulisan hieroglifh Mesir. Dikatakan, bahwa ia berusaha untuk
mengetahui tulisan-tulisan peninggalan Mesir kuno sehingga memaksanya untuk
mempelajari tulisan Hieroglifh tersebut, lalu ia mengambil kesimpulan bahwa Mesir adalah
cikal bakal peradaban dunia.
Ma’rifat

Secara etimologi, ma’rifat berarti pengetahuan atau pengalaman,


sedangkan menurut terminologi umum tasawuf, ma’rifat diartikan
sebagai pengetahuan mengetahui Tuhan melalui hati sanubari.
Pengetahuan itu begitu lengkap dan jelas sehingga jiwanya bersatu
dengan yang diketahuinya itu.
Dalam dunia tasawuf, Dzu al-Nun al-Mishri dianggap sebagai bapak teori
ma’rifat. Menurutnya ma’rifat tentang Tuhan terkategorikan dalam tiga
bagian :
a. Ma’rifat Tauhid: bagi orang beriman yang masih awam Menurut Harun Nasution,
yang dimaksud dengan ma’rifat versi awam adalah meyakini Allah Swt. Melalui dua
kalimat Syahadat. Hal ini melalui metode transmisi dengan metode ini kaum awam
memahami tauhid.
b. Ma’rifat alasan/uraian mengenai Tuhan: bagi para ilmuwan, ‘ulama, filsuf dan
sastrawan, itu pendekatan melalui logika, dengan metode akal budi, yaitu dengan
metode pembuktian.
c. Ma’rifat tentang sifat-sifat keesaan dan ketunggalan Allah: bagi para sufi,
wali/kekasih Allah. Metode ketersingkapan lang sung, melalui hati sanubari (tingkat
pengetahuan Tuhan yang tinggi) Setelah seseorang memasuki ma’rifat ia akan
berpandangan: “memandang sesuatu melalui Allah, mengembalikan segalanya
kepada-Nya, dan memintanya kembali kepada-Nya (Mahmud, t.t:67). “Aku menganal
Tuhanku dengan Tuhanku, tanpa Tuhanku, aku tidak mungkin mengenal Tuhanku”
Selanjutnya menurut Harun ada tiga alat dalam tubuh manusia yang dipergunakan
sufi dalam berkomunikasi dengan Tuhan.

Ketiga alat tersebut adalah qalb (untuk mengetahui sifat sifat Tuhan), roh (untuk
mencintai Tuhan), dan sir (untuk melihat Tuhan). Qalb merupakan wadah roh,
sedangkan sir sendiri bertempat pada roh yang dapat menerima Nur Anwar
(meminjam istilah Suhrawardi) jika qalb dan roh sudah suci. Di waktu itulah seorang
Sufi melihat Allah Swt. Di sinilah seseorang mencapai tingkat ma’rifat.

Sesuatu yang perlu diingat bahwa ma’rifat adalah proses perjalanan Sufi
kontinuitas. Dalam arti, semakin banyak ia memperoleh yang bersifat maʼrifat,
semakin banyak pula pengetahuan terhadap rahasia rahasia Allah, tetapi tentu tidak
semua rahasia-Nya.
Refleksi dan Fase-fase Menuju Ma’rifat
Menurut Dzu al-Nun

Dzu al-Nun berkata: “Seorang mukmin apabila beriman kepada Allah, lalu
tertanam imannya, ia akan takut kepada-Nya. Dan jika ia takut kepada Allah,
akan lahir dari ketakutan tersebut kharisma Allah. Dan jika kharisma Allah
menetap dalam tubuh manusia, ia akan senantiasa taat kepada-Nya, maka
akan lahir raja’, jika raja’ telah tertanam, akan lahir al-Mahabbah, jika
mahabbah telah melekat pada hati seseorang, maka akan diikuti oleh syauq.
Dan seseorang selalu merindukan Tuhan, maka kerinduan tersebut akan jika
melahirkan al-uns. Setelah itu ia akan tenang bersama Allah Swt.... ketika
demikian hari-harinya akan terlewati dengan kenikmatan lahir maupun
batin.”
Adapun pancaran-pancaran nur ilahi harus sampai, melalui beberapa tahapan:
• Iman (kesadaran diri bahwa ia selalu dalam pengawasan Allah Swt.).
• Khauf (merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna ibadahnya).
• Ta'at (melaksanakan perintah Allah Swt. dengan sebenar-benarnya).
• Raja' (sikap mental optimisme dalam memperoleh karunia Allah Swt.).
• Mahabbah (perasaan kedekatan dengan Allah Swt. melalui cinta).
• Syauq (rasa rindu yang memancar dari qalbu karena gelora cinta yang murni).
• Uns (keadaan jiwa terpusat pada Allah Swt).
Abdul Hasan al-Syadzili
Riwayat Hidup

Silsilah keturunannya mempunyai hubungan dengan orang-orang garis keturunan Hasan


bin 'Ali bin Abi Thalib, dan juga keturunan Siti Fatimah, anak perempuan Nabi
Muhammad Saw. Dia dilahirkan di desa Ghumara, dekat Ceuta saat ini, di utara
Maroko pada tahun 573 H. Adapun mengenai tahun kelahiran al-Syadzili, sebenarnya
masih belum ada kesepakatan karena beberapa penulis berbeda pendapat.
Syaikh Abu al-Abbas al-Mursy mengatakan bahwa gurunya ini setiap tahunnya
menunaikan haji, lalu tinggal di kota suci mulai bulan Rajab, sampai masa haji habis,
kemudian ziarah ke makam Nabi Saw. sepulang dari haji beliau memerintahkan
muridnya untuk membawa kapak minyak wangi dan perangkat merawat jenazah
lainnya. Ketika muridnya bertanya untuk apa kesemuanya ini, beliau menjawab, "Di
jurang Humaistara (di provinsi Bahr al-Ahmar) akan terjadi kajadian yang pasti. Maka
di sanalah beliau meninggal ketika beliau shalat dua raka'at di sana, atas kehendak
Allah di dalam sujudnya yang terakhir.
Ajaran-ajaran Tarekat al-Syadziliyah

Adapun pemikiran dan ajaran tarekat al-Syadziliyah adalah sebagai berikut, diantaranya.
a. Tidak mengajarkan murid-muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka.
b. Tidak mengabaikan dalam menjalankan syariat Islam.
C. Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah
mengosongkan hati dari selain Tuhan.
d. Tidak ada larangan bagi kaum salik untuk menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan
hatinya tidak bergantung pada harta yang dimilikinya.
e. Berusaha merespons apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha
menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami oleh banyak orang yang hanya
sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik.
Perkembangan dan Aliran-aliran/Cabang cabangnya

Sebagai ajaran, tarekat ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu perkataan al-
Syadzili kepada murid muridnya: "Seandainya kalian mengajukan suatu permohonan kepada
Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali.“ Tarekat ini mempunyai beberapa cabang
berikut ini.
a. Wafa'iyah (abad ke-8/14 M), didirikan oleh Syams al-Din Muhammad bin Ahmad Wafa
b. Zarruqiyyah, didirikan oleh Syaikh Ahmad Zarruq
c. Jazuliyyah, berasal dari seorang imam terkenal, al-Jazuli, salah satu wali utama di Marrakesh.
d. Nashiriyyah, didirikan pada abad ke-12 H/17 M di bawah kepemimpinan Syaikh Nashir.
e. 'Isawiyyah, didirikan oleh Syaikh Muhammad bin 'Isa pada abad ke-10 H/16 M.
f. Darqawiyyah, didirikan pada abad ke-12 H/18 M oleh Syarif Maulay al-'Arabi al-Darqawi.
g. Madaniyyah, didirikan oleh Muhammad Hasan bin Hamzah al-Madani dari Madinah.
h. Alawiyyah, cabang ini didirikan oleh Syaikh Ahmad al 'Alawi, berkebangsaan Aljazair.
Di Antara Pengikut al-Syadzili

a. Al-Mursi, yaitu dikenal sebagai Abu al-'Abbas al-Mursi yang ditunjuk langsung oleh al-
Syadzili. Terlahir di Murcia, Spanyol dan meninggal di Alexandria. Berbeda dengan
. gurunya, al-Mursi sama sekali tidak ingin berhubungan dengan pejabat mana pun,
menolak sagala sumbangan dan bantuan yang ditawarkan oleh Dinasti Mamluk.

b. Al-Busyiri, yaitu salah seorang murid al-Mursi. Al-Busyiri adalah penyair Mesir yang berasal
dari Berber, yang amat terkenal dengan dua syairnya berupa puji-pujian kepada Nabi
Muhammad Saw., yakni al-Burdah (Syair Jubah) dan Hamziyah, yang kedua-duanya sering
dilantunkan pada peringatan Maulid Nabi.

c. Ibnu 'Atha'illah adalah seorang murid al-Mursi, guru ketiga yang terkemuka dari rantai
silsilah tarekat ini. Ia merupakan Syaikh pertama yang menuliskan ajaran, pesan-pesan
serta doa-doa al-Syadziliyah dan al Mursi.
Psikologi Sufistik

Ada persamaan antara tasawuf dan psikologi. Tasawuf merupakan bidang


kajian Islam yang membahas jiwa dan gejala kejiwaan dalam bentuk tingkah laku
manusia. Tetapi ruang lingkup kajian tasawuf lebih luas dari psikologi.
Psikologi Islam berkembang tidak semata-mata karena ingin memberi warna
Islam pada psikologi, tetapi juga karena Islam selama ini telah memiliki tasawuf
yang ruang lingkupnya lebih luas daripada psikologi, sehingga akan lebih
komprehensif dalam mengkaji masalah jiwa dan kejiwaan umat Islam.
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai