Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Tasawuf adalah sebuah pengalaman batin yang akan memberikan asumsi bahwa
tasawuf merupakan topik berdimensi batin manusia yang dengannyalah manusia dapat
merasakan Tuhannya hadir. Pada hakikatnya tasawuf merupakan pengalaman pribadi seorang
hamba dengan Tuhannya. Lebih Lanjut Ulama Kontemporer Indonesia Prof.Dr. Said Aqil
Siraj mendefinisikan Tasawwuf yaitu “ Maqomatil Qulub wa Aqwaliha” yaitu posisi hati
seorang hamba, apakah hati tersebut condong kepada Allah atau kepada selainnya seraya
menafikan nafsu manusia untuk berpaling dari-Nya.
Tasawuf sebenarnya menekankan kecenderungan jiwa dan kerinduannya secara fitrah
kepada Allah, karena disadari kan adanya suatu kekuatan Yang Maha Mutlak diluar dirinya,
sehingga terdorong untuk berusaha mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam makalah ini juga dijelaskan tentang biografisingkat tentang al-Muhasibi dan al-
Qusyairi serta pemikiran tasawufnya, corak pemikiran tasawufnya.
BAB II
PEMBAHASAN

Biografi Singkat Tokoh Haris al-Muhasibi.


Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah al-Haris bin Asad al-Basri al-Muhasibi. Dia
dilahirkan di Basrah pada tahun 165 H/781 M kemudian pindah ke Baghdad ibu kota bani
Abbasiyah.
Al-Muhasibi menimba ilmu hadis dan fiqih dari para ulama' yangterkenal di zamannya.
Diantaranya guru-gurunya dalam ilmu fiqih ia belajar dengan imam Syafi'I, Abu Ubaid Al-
Qasami bin salam. Beliau juga memberikan perhatian besar terhadap perkembangan politik
dan kehidupan sosial.
Perkembangan pemikiran teologi islam (ilmu kalam) di masanya, didikutinya dengan
seksama, ia mempelajari dan memahami dengan baik pemikiran Mu'tazilah, Syi'ah, Khawarij,
Jabariyah dan Qodariyah. Sekalipun al-Muhasibi tidak sependapat dengan aliran Mu'tazilah
namun aliran ini sangat mempengaruhi cara berpikirnya diantaranya menghargai akal dalam
memahami agama untuk mencapai kebenaran.
Dalam dua ilmu yang ia tekuni , ia juga menelaah perilaku dan ucapan-ucapan para zahid
(ahli ibadah) yang hidup sebelumnya seperti Hasan Basri, Ibrahim bin Adham, Daud al-Thai
dan Fudhail bin Iyad dan juga pemikiran-pemikiran para zahid di zamannya seperti Syaqiq
al-Balkhi, Ma'ruf al-Karkhi, Bisyar Khafi, Dzun Nun al-Misri dan Sirri al-Saqati.
Al-Qusyairi yang menulis dalam bukunya "al-Rislah al-Qusyairiyah" menyatakan al-
Muhasibi adalah seorang ulam yang tidak ada tolok bandingannya di zamannya, baik dalam
bidang iqih maupun dalam bidang tasawuf. Al-Tamimi menggambarkan bahwa al-Muhasibi
merupakan imam kaum muslimin dalam bidang hadist, fikih,ilmu kalam, dan tasawuf.
Disamping ilmu-ilmu yang dimiliki al-Muhaisbi dalam bidang hadist dan fikih , ia juga
menggeluti ilmu dalam bidang tasawuf bahkan namanya sangat popular di kalangan para
sufi..

Pemikiran Tasawuf Haris al-Muhasibi.


Haris al-Muhasibi adalah seorang ulama yang masyhur dalam ilmu ushul dan ilmu akhlak, di
samping itu beliau juga terkenal sebagai seorang guru kenamaan di Baghdad. Haris al-
Muhasibi digelari al-Muhasibi, karena dia suka mengadakan instropeksi kepada dirinya. Kata
tersebut berasal dari konsep al-muhasabah, yakni mengingat kembali atau melakukan
evaluasi dengan penuh pertimbangan secara terus-menerus pada hati nurani.
Haris al-Muhasibi adalah pendiri aliran tasawuf Baghdad, bergabung bersamanya sufi
terkenal Junaid al-Baghdadi (w. 298 H), Abu Hamzah al-Bagdadi (w. 289 H), Abu Husain
an-Nuri (w. 295 H), Surri as-Saqti (w. 253 H), dan para sufi lainnya.
Al-Haris bin Asad al-Muhasibi menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keraguan
yang dihadapinya. Tatkala mengamati madzhab-madzhab yang dianut umat islam, Al-
Muhasibi menemukan kelompok didalamnya. Diantara mereka ada sekelompok orang yang
tahu benar tentang keakhiratan, namun jumlah mereka sangat sedikit. Sebagian besar mereka
adalah orang-orang yang mencari ilmu karena kesombongan dan motivasi keduniaan.
Diantara mereka terdapat pula orang-orang terkesan sedang melakukan ibadah karena Allah,
tetapi sesungguhnya tidak demikian.
Al-Muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh melalui ketakwaan
kepada Allah SWT, melaksanakan kewajiban-kewajiban Wara' dan meneladani Rasulullah
SAW. Menurut Haris al-Muhasibi, tatkala sudah melakukan hal-hal yang diatas, maka
seseorang akan diberi petunjuk oleh Allah berupa penyatuan antara fiqih dan tasawuf. Ia akan
meneladani Rasulullah dan mementingkan akhirat dari pada dunia.
Haris al-Muhasibi di dalam ajaran tasawufnya cnderung melakukan analisis dengan
menggunakan logika. Sebagai contoh mengenai analisisnya tentang pengertian rasa sedih.
Beliau menjelaskan sebagai berikut : " Rasa sedih itu ada beberapa macam: rasa sedih karena
hilangnya sesuatu yang keberadaannya sangat disenangi, rasa sedih karena khawatir tentang
yang akan terjadi besok hari, rasa sedih karena merindukan yang didambakan bisa tercapai
ternayata tidak tercapai, dan rasa sedih karena mengingat betapa diri menyimpang dari
ajaran-ajaran Allah SWT."
Menurut at-Taftazani, dalam kalangan sufi, barangkali Dialah yang pertama kali membahas
maslah akhlak dan hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti latihan jiwa, taubat, ridla,
tawakal, takut, dan lain sebagainya. Dan dia adalah salah seorang sufi yang memadukan
antara ilmu syariat dengan ilmu hakikat,
Al-Ghazali berkomentar, "Al-Muhasibi adalah orang terbaik dalam ilmu mu'amalah (ilmu
tentang 'pergaulan dengan Allah'), dialah yang memiliki keutamaan sebagai perintis dari
semua pembahas tentang noda-noda dalam jiwa, dan penyakit yang menodai amal rhaleh.
Haris al-Muhasibi meninggal dunia di Baghdad pada tahun 234 H/857 M.

Corak Pemikiran Tasawuf Haris al-Muhasibi.


Al-Muhasibi sebagai ulama yang cukup lama berkecimpung dalam ilmu hadist dan fiqih
maka tasawuf yang dikembangkan adalah tasawuf yang berandasan al-Qu'an dan Al-Hadist
dan tidak melanggar batasan-batasan yang ditentukan syariat. Beliau juga menaruh perhatian
yang besar terhadap ilmu kalam, maka tasawufnya sangat menghargai akal.
Corak pemikiran tasawuf Haris al-Muhasibi tentang peringkat (maqamat) berupa jalan
mendekatkan diri kepada Allah SWT dan keadaan-keadaan (ahwal) yang berkaitan
dengannya. Secara analitis Haris al-Muhasibi mengemukakan di dalam satu uraian sebagai
berikut: "Landasan ibadah itu adalah kerendahan hati, sementara kerendahan hati itu
bersumber dari takwa. Landasan takwa itu adalah instrospeksi (telaah diri), sedangkan
landasan instropeksiitu adalah takut (khauf) dan rasa harap (raja'). Rasa takut (khauf)
maupun rasa harap (raja') muncul dari pemahaman terhadap janji dan ancaman Allah.
Pemahaman terhadap janji dan ancaman Allah muncul karena ingat kan balasan Allah. Ingat
akan balasan Allah itu sendiri muncul dari penalaran pikiran dan renungan hati."
Dengan demikian, jelas kata at-Taftazani, bahwa H`ris al-Muhasibi menekankan fungsi
kemampuan nalar atau akal budi dalam upayanya memahami hikmah-hikmah perintah dan
larangan Allah. Namun hendaklah akal budi tersebut dibarengi dengan akhlak, sebagaimana
ditegaskannya sebagai berikut: "Segala sesuatu mempunyai substansi. Adapun substansi
manusia adalah akal budi, dan sebstansi akal budi adalah kesabaran.
Di sisi lain Haris al-Muhasibi membedakan pengetahuan keimanan yang teoritis dengan
pengetahuan keimanan yang praktis. Bahkan dia membedakan amal lahiriah yaitu amal-amal
anggota luar, dengan amal kalbu: "Amal-amal kalbu, dalam mengkaji hal-hal yang ghoib,
lebih luhur ketimbang amal-amal anggota tubuh luar.
Haris al-Muhasibi juga mengungkapkan ajaran tasawufnya antara lain sebagai berikut: "Umat
manusia yang baik adalah umat manusia yang tidak terpengaruh akhiratnya oleh dunianya,
dan tidak pula meninggalkan dunianya sama sekali karena akhiratnya. Sebaik-baiknya sikap
ialah tahan menderita kesukaran dan kesakitan, sedikit marah, luas belas kasihan, dan indah
tutur kata, serta bersikap lemah lembut. Orang yang zalim itu akan kiamat meskipun dipuji
orang, orang yang dizalimi itu akan selamat meskipun dia dicela orang. Orang yang selalu
merasa puas termasuk orang kaya meskipun dia lapar, sedangkan orang yang selalu merasa
kecewa itu termasuk orang fakir, meskipun dia mempunyai harta yang melimpah."
Haris al-Muhasibi juga pernah mengatakan: "barang siapa yang telah bersih hatinya karena
senantiasa muqabab dan ikhlas, maka akan berhiaslah lahirnya dengan mujahadah dan
mengikuti contoh yang diteladankan oleh Rasulullah.
Karya-Karya Haris al-Muhasibi.
Haris al-Muhasibi mengarang berbagai kitab tasawuf yang sebagian besar isinya adalah
memuat analisis kehidupan kesufian. Hal inilah yang menjadi inti pokok kandungan kitabnya
Al-Ri'ayah li Ruquq al-Insan, yang menurut Massignon merupakan karya tulis orang Islam
yang terindah tentang kehidupan esoterik dalam Islam.
Karya utama dari al-Muhasibi adalah kitab al-ar'ayat lihukukillah yang berisi tentang analisis
yang bagus dan mendalam tentang bentuk ideolisme yanf mendalam tentang berbagai bentuk
egoinisme manusia, metode untuk mengujinya, peringatan untuk bersikap waspada terhadap
egoisme itu, dan peringatan agar kita tidak terikat dan disibukkan olehnya, demikian
komentar Michael A.Sells. Bentuk-bentuk utama egoisme yang dibahas al-Muhasibi dalam
karyanya meliputi :
1. Kesombongan dan keinginan untuk menampilkan kebaikan sendiri (Riya').
2. Cinta kepada diri sendiri (Narsisme).
3. Membanggakan diri (kibr).
4. Angkuh (ujub).
5. Berhayal bahwa diri sendirimerupakan orang yang tepat (ghrah).
Menurut A. J. Arberry, sebagian besar karya tulis Haris al-Muhasibi berkaitan dengan
disiplin diri, dia digelari al-Muhasibi (telaah diri), karena dia selalu menelaah dirinya
(instropeksi). Sedangkan karya tulisnya Al-Ri'ayah li Ruquq al-Insan secara khusus
berpengaruh besar pada pemikiran Imam al-Ghazali (w. 505 H./1111 M.) dalam menulis
kitabnya Ihya' Ulum al-Din. Kemudian Al-Wasayah atau dikenal dengan Al-Nasaih, berisi
nasehat-nasehat, terutama tentang tema-tema kezuhudan. Mukaddimah kitabnya ini bersifat
otobiografis, dan ada kemungkinan telah terkandung dalam benak Imam al-Ghazali tatkala
menulis karya tulisnya yang tekenal, Al-Munqiz min ad-Dalal.

Biografi Singkat Abu Qosim al-Qusyairi


Nama lengkap beliau Adalah Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Thalhah bin
Muhammad, Sedangkan kunyah beliau adalah Abul Qasim. Sedangkan beliau sering disebut
atau di panggil dengan al-Qusyairi. Beliau dilahirkan pada bulan Rabiul Awal tahun 376 H /
986 M di kota Ustawa. meninggal di Naisabur pada hari Ahad pagi tanggal 16 Rabiul Akhir
tahun 465 H / 1073 M, dalam usia 87 tahun.Beliau di semayamkan di sisi makam gurunya,
Asy-Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq.
Beliau telah menjadi yatim piatu ketika masih kecil. Kemudian beliau dirawat oleh Abul
Qasim Al-Alimani seorang sahabat karib keluarga Qusyairi. Di sinilah beliau belajar bahasa
dan sastra Arab. Beliau juga merupakan salah satu ulama tasawwuf yang berjasa memberikan
definisi kata ‘tasawwuf’ ( ‫) تصوف‬. Dan pendapatnya disepakati sebagai pendapat yang paling
tepat oleh Jumhur ulama tasawwuf1
Sedangkan biografi Keilmuan beliau diantaranya Ushuluddin, yang diperolehnya dari guru-
guru bermazhab Abu Hasan Al-Asy’ari , serang imam teologi sunni.Ilmu Fikih, yang
beraliran mazhab Syafi’i. Ilmu Tasawuf, Asy-Syaikh adalah seorang sufi sejati, murni dalam
laku sejatinya, dan tulus dalam perjuangannya mempertahankan ajaran tasawuf sejati dari
praktek-praktek tasawuf pada umumnya. Di antar karya beliau adalah Al-Risalah Al-
Qusyairiyah.
Di samping itu Asy-Syaikh juga seorang ahli bidang filosofis Ketuhanan, penghafal hadits
yang kuat, sastrawan yang menguasai bidang gramatika susastra Arab, penulis sekaligus
penyair, dan seorang penunggang kuda yang tangkas dan berani. Namun, ilmu tasawuf
merupakan keahlian yang paling dikuasai dan dia lebih dikenal dengan atribut ini.2

Corak Pemikiran tasawwuf al-Qusyairi


Al-Qusyairi adalah seorang tokoh yang terkemuka pada abad kelima Hijriyah yang
cenderung mengadakan pembaharuan, yakni dengan mengembalikan tasawuf ke landasan Al-
Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan ciri-ciri utama dari ajaran tasawuf sunni.
Kedudukannya yang demikian penting, menginget karya-karyanya tentang para sufi dan
tasawuf aliran sunni pada abad-abad ketiga dan keempat Hijriyah, yang membuat
1
Menurut al-Qusyairi kata ‘sufi’ diambil dari kata ‘‫ ’صوف‬yang berarti bulu domba. Sedangkan ‫ تصوف‬berarti dia
memakai baju dari bulu domba( tasowwafa) seperti halnya memakai baju disebut ‫ ( تلبس‬talabbasa). Maka orang
yang menggunakan baju dari bulu domba itu disebut sufi ( ‫) صوف‬.
2
terpeliharanya pendapat dan khazanah tasawuf pada masa itu, baik dari segi teoritis maupun
praktis. Menurut Ibnu Khalikan, Al-Qusyairi adalah seorang tokoh yang mampu
“mengkompromikan syariat dengan hakikat”.
Al-Qusyairi terkenal karena ia menuliskan sebuah risalah tentang tasawuf, yang diberi
nama Ar-Risalah al-Qusyairiah. Sebenarnya, kitab ini ditulis olehnya untuk golongan orang-
orang sufi dibeberapa negara Islam dalam tahun 473 H, kemudian tersiar luas keseluruh
tempat kerena isinya ditujukan untuk mengadakan perbaikan terhadap ajaran-ajaran sufi yang
pada saat itu telah banyak menyimpang dari sumber hukum Islam. Karya tulis Al-Qusyairi
yang paling terkenal dan hingga saat ini menjadi bahan bacaan wajib bagi para peminat
tasawuf adalah Risalah al-Qusyairiyyah fi’Ilm at-Tasawufi
Risalahnya tentang ilmu tasawwuf, tak lain merupakan bantahan terhadap musuh-
musuh tasawwuf dan sekaligus penjelasan tentang perinsip-perinsip tasawuuf, pondasi,
keberasalannya dari dasar-dasar yang dianut oleh para sufi masa pertama, yang mengalami
penyelewengan-penyelewengan. Dalam hal ini, Qusyairi berkata : “ Maka kemudian pergilah
keharaman-keharaman syariat dalam hati. Dimana pada masa hidup al-Qusyairi hidup ada
sebagian orang yang mengaku dirinya sebagai seorang sufi telah menyepelekan pelaksanaan
ibadah, mengikuti ajakan hawa nafsu, bersandingan dengan segala sesuatu yang mereka
gemari, wanita, dan penguasa, dan tidak menerima jika dituduh melakukan perbuatan-
perbuaan terceladan malah menganggap diri mereka telah sampai pada ahwal (kondisi) dan
hakikat yang tertinggi.
Dijelasakan oleh al-Qusyairi dalam al-Risalahnya mengutip dari kitab I’tiqad Farq
Mulimin wa al-Musyrikin milik Imam Fakhruddin ar-Razi bahwa mereka itu yang disebut
golongan “Mubahiyah” ( orang –orang yang menghalalkan segala sesuatu yang diharamkan
atau merasa terbebas dari tuntutan syariah) . Mereka mengklaim elah terbebas dari tuntutan
syariat, dan mengaku telah sampai pada hakikat persandingan bersama Allah, padahal mereka
berdusta.
Selanjutnya setelah al-Qusyairi membedakan antara para sufi-sufi yang bersih
aqidahnya dan perpegang teguh dangan al-Quran dan Sunnah, dengan orang yang mengaku
dirinya sebagai orang-orang yang telah sampai pada tingkatan hal (kondisi), maqomat
( tingkatan-tingkatan), kasyf ( keersingkapan hati ), dan irfan ( ilham ), lalu Qusyairi
meletakkan dasar-dasar dan perinsip-perinsip dalam tasawwuf yang semua itu berasal dari
perjalanan hidup dan perkataan para sufi yang sangat mengagungkan syariat. Dan kemudian
Qusyairi menjadikan sufi sebagai kelompok tertentu dai aliran ahli sunnah saja.3
Secara Garis besar pemikiran al-Qusyairi dalam kitabnya Risalah al-Qusyairiyyah
adalah :
1. Mengembalikan Tasawuf ke Landasan Ahlussunnah. Secara imlisit dalam
ungkapan al-Qusyairi tersebut terkandung penolakan terhadap para sufi syathahi
yang mengucapkan ungkapan-ungkapan penuh kesan terjadinya perpaduan antara
sifat-sifat ketuhanan khususnya sifat terdahulu-Nya, dengan sifa-sifat
kemanusiaan khususnya sifat baharunya. bahkan dengan konotasi lain, secara
terang-terangan al-Qusyairi mengkritik mereka

3
Muhammad jalal syaraf, Tasawwuf Islam Madzhab Baghdad ( Tangerang Selatan : Gaya Media Pratama,
2014) hal. 15
2. Mengecam keras sufi pada masanyakarena kegemaran mereka menggunakan
pakaian orang miskin, sementara tindakan mereka pada saat yang sama,
bertentangan dengan tindakan mereka. Ia menekankan bahwa kesehatan batin,
dengan berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, lebih penting dari pada pakaian
lahiriyah
3. Penyimpangan para sufi. Dalam konteks yang berbeda dengan ungkapan yang
pedas sebab mereka meninggalkan syariat dengan kedok sufi.

Dari uraian diatas, tampak jelas bahwa pengembalian arah tasawuf, munurut Al-Qsyairi harus
dengan merujuknya pada doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah, yang dalam hal ini ialah
dengan mengikuti para sufi Sunni pada abad-abad ketiga dan keempat Hijriah yang
sebagaimana diriwayatkannya dalam Ar-Risalah.
Dalam hal ini, jelaslah bahwa Al-Qusyairi adalah pembuka jalan bagi kedatangan Al-
Ghazali, yang dirafiliasi pada aliran yang sama , yaitu Al-Asy’ariyah yang nanti akan
merujuk pada gagasannya itu serta menempuh jalan yang dilalui Al-Muhasibi maupun Al-
Junaid, secara melancarkan kritik keras terhadap para sufi yang terkenal dengan ungkapan-
ungkapan yang ganjil.
Al-Qusyairi juga menjelaskan tentang maqam maqam. Beberapa maqam yang dikemukakan
oleh al-Qusyairi yaitu :
1) Tobat adalah awal tempat pendakian orang-orang yang mendaki dan maqam pertama bagi
sufi pemula. Kata tobat menurut bahasa berarti “kembali”, maka tobat artinya kembali dari
sesuatu yang di cela dalam syari’at menuju sesuatu yang dipuji dalam syari’at.
2) Wara’ adalah meninggalkan hal-hal yang subhat.
3) Khalwah dan uzlah, khaliyah merupakan sifat ahli sufi, sedangkan uzlah merupakan
bagian dari tanda bahwa seseorang bersambung dengan Allah SWT.4
Imam al-Qusyairi menjelaskan bahwa ma’rifat menurut bahasa adalah ilmu. Maka setiap ilmu
adalah ma’rifat dan setiap ma’rifat adalah ilmu. Setiap orang yang berma’rifat kepada Allah
arif (orang bijak yang banyak pengetahuannya). Seorang orang arif adalah alim.

4
Muhammad jalal syaraf, Tasawwuf Islam Madzhab Baghdad ( Tangerang Selatan : Gaya Media Pratama,
2014) hal. 16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Muhasibi. 2004. Nasihat Bagi Jiwa Yang Mencari. Surabaya : Risalah Gusti.
Isa,H.Ahmadi. 2000. Tokoh-Tokoh Sufi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
jalal syaraf, Muhammad.2014. Tasawwuf Islam Madzhab Baghdad. Tangerang Selatan :
Gaya Media Pratama.

Anda mungkin juga menyukai