Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Umat Islam dalam perjalanan sejarahnya tidak pernah bebas dari perselisihan
antarsesama yang kadang-kadang memuncak sampai pada level yang sangat
memprihatinkan. Banyak sekali faktor-faktor yang memicu kondisi semacam ini. Selain
kepentingan politik dan ekonomi, salah satu faktor yang sangat dominan dan
menghambat terciptanya kesatuan dan persatuan umat Islam dalam suasana ukhuwah
yang mesra adalah sikap tamaththu’ (sok suci, konsekuen), tatharruf (ekstrem) dan
ta’ashshub (fanatik), sebuah sikap yang membuat pemiliknya cenderung memutlakkan
pendapat dan pemahaman sendiri sebagai yang paling benar tanpa mencoba memahami
secara bijak pendapat dan pemahaman orang lain. Sikap ini bahkan kerapkali melahirkan
kegemaran menghakimi dan memvonis orang lain sebagai sesat dan menyesatkan. Faktor
lain yang justru menjadi pangkal dari sikap ini adalah literatur dan informasi yang tidak
memadai sehingga menimbulkan pemahaman yang tidak utuh.
Tasawuf dan tarikat adalah korban yang paling sering dihujat sesat oleh saudara-
saudara seiman yang didominasi oleh sikap tersebut. Mereka memandang tasawuf dan
tarikat sebagai sarang bid’ah – hal-hal yang baru yang diklaim tidak pernah diajarkan
dalam Islam atau tidak pernah dilakukan dan diperintahkan oleh Rasul Dalil utama yang
sering dikemukakan mereka adalah hadis Nabi saw yang sangat terkenal dan
diriwayatkan oleh banyak imam hadis,
“Hindarilah perkara-perkara yang baru (diada-adakan), karena setiap perkara
yang baru adalah bid’ah, dan bid’ah adalah sesat.”

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian tasawuf
2. Pengertian tarekat
3. Posisi tasawuf dalam ilmu-ilmu islam
4. Hubungan tarekat dengan tasawuf
5. Nama-nama tarekat dalam tasawuf
6. Pengaruh tarekat dalam dunia islam
7. Pandangan ummat islam terhadap tasawuf

1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian tasawuf
2. Mengetahui pengertian tarekat
3. Mengetahui posisi tasawuf dalam ilmu-ilmu islam
4. Mengetahui hubungan tarekat dengan tasawuf
5. Mengetahui nama-nama tarekat dalam tasawuf
6. Mengetahui pengaruh tarekat dalam dunia islam
7. Mengetahui pandangan ummat islam terhadap tasawuf

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf
Imam al-Qusyairi dalam al-Risalah-nya mengutip 50 definisi dari ulama Salafi;
sementara Imam Abu Nu’aim al-Ishbahani dalam “Ensiklopedia Orang-Orang Suci”-nya
Hikayat al-awliya’ mengutip sekitar 141 definisi, antara lain:
“Tasawuf adalah bersungguh-sungguh melakukan suluk yaitu `perjalanan’
menuju malik al muluk `Raja semua raja’ (Allah `assa wa jalla).”
“Tasawuf adalah mencari wasilah `alat yang menyampaikan’ ke puncak fadhilah
`keutamaan’.”
Definisi paling panjang yang dikutip Abu Nu’aim berasal dari perkataan Imam
al-Junaid RA. ketika ditanya orang mengenai makna tasawuf:
“Tasawuf adalah sebuah istilah yang menghimpun sepuluh makna:
1. Tidak terikat dengan semua yang ada di dunia sehingga tidak berlomba- lomba
mengerjarnya.
2. Selalu bersandar kepada Allah `azza wa jalla,.
3. Gemar melakukan ibadah ketika sehat.
4. Sabar kehilangan dunia (harta).
5. Cermat dan berhati-hati membedakan yang hak dan yang batil.
6. Sibuk dengan Allah dan tidak sibuk dengan yang lain.
7. Melazimkan dzikir khafi (dzikir hati).
8. Merealisasikan rasa ikhlas ketika muncul godaan.
9. Tetap yakin ketika muncul keraguan dan Teguh kepada Allah dalam semua keadaan.
Jika semua ini berhimpun dalam diri seseorang, maka ia layak menyandang istilah
ini; dan jika tidak, maka ia adalah pendusta. [Hilayat al-Awliya]

Beberapa fuqaha `ahli fikih’ juga mengemukakan definisi tasawuf dan mengakui
keabsahan tasawuf sebagai ilmu kerohanian Islam. Di antara mereka adalah: Imam
Muhammad ibn Ahmad ibn Jazi al-Kalabi al-Gharnathi (w. 741 H.) dalam kitabnya al
Qawanin al Fiqhiyyah li Ibn Jazi hal. 277 menegaskan:
“Tasawuf masuk dalam jalur fiqih, karena ia pada hakikatnya adalah fiqih batin
(rohani), sebagaimana fiqih itu sendiri adalah hukum-hukum yang berkenaan dengan
perilaku lahir.”

3
Imam `Abd al-Hamid al-Syarwani, dalam kitabnya Hawasyi al-Syarwani VII,
menyatakan: “Ilmu batin (kerohanian), yaitu ilmu yang mengkaji hal ihwal batin
(rohani), yakni yang mengkaji perilaku jiwa yang buruk dan yang baik (terpuji),itulah
ilmu tasawuf.”
Imam Muhammad `Amim al-Ihsan dalam kitabnya Qawa’id al-Fiqih, dengan
mengutip pendapat Imam al-Ghazali, menyatakan:
“Tasawuf terdiri atas dua hal: Bergaul dengan Allah secara benar dan bergaul
dengan manusia secara baik. Setiap orang yang benar bergaul dengan Allah dan baik
bergaul dengan mahluk, maka ia adalah sufi.”
Definisi-definisi tersebut pada dasarnya saling melengkapi satu sama lain,
membentuk satu kesatuan yang tersimpul dalam satu buhul: “Tasawuf adalah perjalanan
menuju Tuhan melalui penyucian jiwa yang dilakukan dengan intensifikasi dzikrullah”.
Pengertian tasawuf yang di dalam bahasa asing disebut mystic atau sufism,
berasal dari kata suf yakni wol kasar yang dipakai oleh seorang muslim yang berusaha
dengan berbagai upaya yang telah ditentukan untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Orang yang melakukan upaya demikian disebut sufi dan ilmu yang menjelaskan
upaya-upaya serta tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan
dimaksud dinamakan ilmu tasawuf.
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan tata cara pengembangan rohani
manusia dalam rangka usaha mencari dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan
pengembangan rohani, kaum sufi ingin menyelami makna syari’ah secara lebih
mendalam dalam rangka menemukan hakekat agama dan ajaran agama Islam. Bagi kaum
sufi yang mementingkan syari’ah dan hakikat sekaligus, shalat misalnya, tidaklah hanya
sekedar pengucapan sejumlah kata dalam gerakan tertentu, tetapi adalah dialog spiritual
antara manusia dengan Tuhan.
Ada 5 (lima) aliran tasawuf, yakni:
1. Qadiriyah, aliran ini memuliakan pendirinya Abdul Qadir al- Jailani (116 M).
Menurut para pengikutnya, Abdul Qadir al-Jailani adalah orang suci.
2. Rifa’iyah, aliran ini didirikan oleh Muhammad ar-Rifa’i (1183 M). Tarikat Rifa’i
terkenal dengan amalannya berupa penyiksaan diri dengan melukai bagian-bagian
badan dengan senjata tajam diiringi dengan dzikir-dzikir tertentu.
3. Sammaniyah, aliran ini didirikan oleh Syeikh Muhammad Samman. Riwayat hidup
pendiri tarekat ini sangat terkenal dahuli di Jakarta. Cara mencapai tujuan akhir
diantaranya adalah berdzikir dengan suara lantang.
4
4. Syattariyah, aliran ini didirikan oleh Abdullah as-Syattari (1417 M). Aliran ini
percaya pada ajaran kejawen mengenai tujuh tingkat keadaan Allah SWT. yang
disebut dalam ilmu hakikat. Nabi Muhammad SAW. dilambangkan oleh aliran ini
sebagai manusia sempurna (insan kamil) yang memantulkan kekuatan Illahi seperti
cermin memantulkan cahaya. Pada aliran ini juga terdapat kepercayaan bahwa
semua manusia mempunyai bakat untuk menjadi manusia sempurna dan harus
berusaha untuk mencapai kesempurnaan itu. Dalam hubungan ini terdapat
pandangan tentang hubungan manusia dengan Allah SWT. seperti seorang pelayan
dengan majikannya.
5. Naqsyabandiyah, aliran ini didirikan oleh Muhammad an- Naqsyabandi (1388 M).
Aliran ini menyelenggarakan dzikir tertutup atau dzikir diam yakni menyebut nama
Allah SWT. dengan berdiam diri.

Sumber hukum Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kedua sumber agama
Islam itu penuh dengan nilai dan norma yang menjadi ukuran sikap dan perbuatan
manusia apakah baik atau buruk, benar atau salah. Isi Al-Qur’an dan Al-Hadits penuh
dengan akhlak Islami yang perlu diteladani dan dilaksanakan dalam hidup dan kehidupan
sehari-hari setiap muslim dan muslimat. Islam sebagai agama dan ajaran mempunyai
sistem sendiri yang bagian-bagiannya saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan.
Intinya adalah tauhid, yang berkembang melalui aqidah, dari aqidah mengalir syari’ah
dan akhlak Islam.

B. Pengertian Tarekat
Kata Tarekat di ambil dari Bahasa Arab, yaitu dari kata benda thoriqoh yang
secara etimologis berarti jalan, metode atau tata cara. Adapun tarekat dalam terminologis
(pengertian) ulama sufi; yang dalam hal ini akan saya ambil definisi tarekat menurut
Syekh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili al-Syafi al-Naqsyabandi, dalam kitab Tanwir
al- Qulub-nya adalah; ”Tarekat adalah beramal dengan syariat dengan
mengambil/memilih yang azimah (berat) daripada yang rukhshoh (ringan); menjauhkan
diri dari mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya
dipermudah; menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan batin; melaksanakan
semua perintah Allah SWT semampunya; meninggalkan semua larangan-Nya baik yang
haram, makruh atau mubah yang sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah;
yang semuamnya ini di bawah arahan, naungan dan bimbingan seorang

5
guru/syekh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya (layak menjadi seorang
Syekh/Mursyid).”
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa tarekat adalah beramal dengan
syariat Islam secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti rokok
ada yang berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram) dengan
mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik
yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat)
yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya ini
dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan
selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah) maka posisi guru di sini adalah seperti
seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga jika kita
dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita
berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan besar
kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk. Namun mursyid dalam
tarekat tidak hanya membimbing secara lahiriah saja, tapi juga secara batiniah bahkan
juga berfungsi sebagai mediasi antara seorang murid/salik dengan Rasulullah SAW dan
Allah SWT.
Dengan bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik berupa
bis, kapal laut atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah punya izin
mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan beberapa
penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
Tarekat, adalah pengamalan syari’at, melaksanakan beban ibadah dengan tekun
dan menjauhkan dari sikap mempermudah ibadah yang sebenarnya memang tidak boleh
dipermudah (diremehkan). Kata tarekat dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi amaliah
ibadah dan dari sisi organisasi (perkumpulan). Sisi amaliah ibadah merupakan latihan
kejiwaan, baik yang dilakukan oleh seorang atau secara bersama-sama, dengan melalui
dan mentaati aturan tertentu untuk mencapai tingkatan kerohanian yang disebut maqamat
atau al-ahwal, yang mana latihan ini diadakan secara berkala yang juga dikenal dengan
istilah suluk. Sedangkan dari sisi organisasi maka tarekat berarti sekumpulan salik (orang
yang melakukan suluk) yang sedang menjalani latihan kerohanian tertentu yang
bertujuan untuk mencapai tingkat atau maqam tertentu yang dibimbing dan dituntun oleh
seorang guru yang disebut mursyid.

6
Adapun tingkatan maqam tarekat tersebut antara lain menurut Abu Nashr As-
Sarraj adalah sebagai berilut :
1. Tingkatan Taubah
2. Tingkatan Wara’
3. Tingkatan Az-Zuhd
4. Tingkatan Al-Faqru
5. Tingkatan Al-Shabru
6. Tingkatan At-Tawakkal
7. Tingkatan Ar-Ridha

C. Posisi Tasawuf Dalam Ilmu-Ilmu Islam


Prof. Dr. H. S.S. Kadirun Yahya Al-Khalidi menyatakan bahwa Tasawuf adalah
“Saudara Kembar” Fiqih.Pernyataan ini tampaknya berdasarkan pada kenyataan bahwa
Fiqih pada hakikatnya merupakan formulasi lebih lanjut dari konsep Islam, sementara
Tasawuf merupakan perwujudan konkret dari konsep Ihsan. Dua konsep ini tercetus
bersama-sama dengan konsep Iman (diformulasikan lebih jauh dalam ilmu kalam) dalam
dialog antara Jibril AS dan Nabi SAW sebagaimana dikemukakan dalam hadist Abu
Hurairah yang sangat terkenal. [Shahih al-Bukhari, I:27; Shahih Muslim, L:39]
Penjelasan lebih gamblang mengenai posisi Tasawuf sebagai “saudara kembar”
Fiqih dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka)
dalam bukunya Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya:
“Alhasil kemurnian dan cita-cita Islam yang tinggi adalah gabungan Tasauf dan
Fiqih: gabungan otak dan hati. Dengan Fiqih kita menentukan batas-batas hukum, dan
dengan Tasauf kita memberi pelita dalam jiwa, sehingga tidak terasa berat di dalam
melakukan segala kehendak agama.
“Kalau kita tilik kepada bunyi Hadist tentang Islam, Iman dan Ihsan tampaklah
bahwa ketiga Ilmu Islam yaitu Ilmu Fiqih, Ilmu Ushuluddin dan Ilmu Tasawuf telah
dapat menyempurnakan ketiga simpulan agama itu (Islam, Iman dan Ihsan).
“Islam diartikan oleh hadist itu ialah mengucapkan Syahadat, mengerjakan Shalat
lima waktu, Puasa bulan Ramadhan, mengeluarkan Zakat dan Naik Haji. Untuk
mengetahui, sehingga kita mengerjakan suruhan agama dengan tidak membuta: Kita
pelajarilah Fiqih.

7
“Iman adalah Iman kepada Allah, kepada Malaikat, kepada Rasul-Rasul dan
Kitab-Kitab, dan iman kepada Hari Kiamat dan Takdir, buruk dan baik, Kita pelajarilah
Ushuluddin atau Ilmu Kalaam.”
“Ihsan adalah kunci daripada semuanya, yaitu: Bahwa kita mengabdi kepada
Allah SWT, seakan-akan Allah SWT itu kita lihat di hadapan kita sendiri. Karena
meskipun mata kita tidak dapat melihatNya, namun Allah SWT tetap melihat kita.Untuk
menyempurnakan ihsan itu, kita masuki alam Tasawuf.
“Itulah tali berpilah tiga: Iman, Islam dan Ihsan. Dicapai dengan tiga ilmu: Fiqih,
Ushuluddin dan Tasawuf. [Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, hal. 94-95]
Jadi, sebagai sebuah ilmu, posisi Tasawuf terhadap ilmu-ilmu Islam lainnya
sangat jelas dan gamblang. Tasawuf merupakan bagian tak berpisahkan dari keseluruhan
bangunan Syari’ah; bahkan ia merupakan ruh/hakikat/inti dari syariah.
Syariah sendiri dapat didefinisikan sebagai “segala sesuatu yang terbit dari diri
Nabi SAW yang berupa sikap, perbuatan, dan perkataan (al-Qur’an dan al-Hadist)”; atau
dengan bahasa yang lebih umum: Syariah adalah segala sesuatu yang datang dari Allah
dan Rasul-Nya. Namun begitu, syariah pada dasarnya merupakan produk dari hakikat
Muhammad sebagai Nabi dan Rasul Allah
Mustahil memahami syariah (produk) secara sempurna tanpa memahami
hakikatnya.Ilmu yang menyajikan jalan untuk mengenal hakikat ini adalah Tasawuf,
sedangkan ilmu-ilmu (keislaman) lainnya, seperti ilmu Fiqih dan hadist misalnya,
semuanya menyajikan jalan untuk memahami produk.Tasawuf melibatkan hati atau
qalbu (ruhani), sedangkan ilmu-ilmu lainnya melibatkan otak atau akal (jasmani).
Fiqih dan Tasawuf ibarat dua sisi mata uang, jika salah satu rusak maka yang lain
menjadi tidak berfungsi, sehingga kedua-duanya harus dipegang secara utuh untuk
mencapai kesempurnaan. Dalam kaitan ini, Imam Abu Abdillah al-Dzahabi (w. 748 H),
penulis kitab Siyar A’lam al-Nubala’ (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1413) yang terdiri
dari 23 jilid menegaskan:
“Jika seorang ulama tidak ber-Tasawuf, maka ia kosong; sebagaimana jika
seorang sufi tidak mengenal sunnah (baca bersyariat), maka ia tergelincir dari jalan yang
lurus.” Imam Malik ibn Anas, pemimpin madzhab Maliki yang sangat terkenal,
sebagaimana dikutip oleh Syeikh Amin al-Kurdi, juga mengungkapkan hal senada:
“Barangsiapa yang bersyariat tetapi tidak berhakikat (ber-Tasawuf) maka ia telah
fasik; dan barangsiapa yang berhakikat (ber-Tasawuf) tetapi tidak bersyariat maka ia
telah zindik.” [Tanwir al-Qulub, hal. 408]
8
Di samping itu, tidak salah apabila dikatakan bahwa Tasawuf adalah sebuah
madzhab sebagaimana Ilmu Fiqih yang mengenal (minimal) empat mazhab, sehingga
tidak jarang para ulama melibatkan pendapat kaum sufi ketika membahas hukum suatu
perkara. Syeikh al-Islam Ibn Taymiyah menempatkan kaum sufi dalam deretan fuqaha’
dan ahli hadist. Hal ini dapat disimak misalnya dari pernyataan beliau ketika menetapkan
hukum larangan menikahi orang yang menolak kekhalifahan Sayyidina Ali setelah
‘Utsman ibn ‘Affan:
Hal itu (larangan menikahi orang yang tidak menerima kekhalifahan Ali ibn Abi
Thalib) telah disepakati oleh para fuqaha, ahli hadist, dan juga oleh ahli ma’rifat dan
Tasawuf. [Kutub wa Rasail wa Fatawa Ibn Taimiyah, XXXV:19]
Secara harfiah, tariqah berarti jalan, mempunyai arti yang sama dengan syari’ah.
Banyak kosa kata yang dapat diartikan dengan jalan, seperti sabil sirat, manhaj, atau
minhaj, suluk, maslak,nusuk atau mansak.jadi tarekat yang berasal dari bahasa arab yaitu
“tariqah” memiliki banyak pengertian satu dianttra seperti dikemukaan diatas, yakni
jalan, sedangkan dalam bahasa Bahasa Indonesia bermakna jalan menuju kebenaran.

D. Hubungan Tarekat Dengan Tasawuf


Di dalam ilmu tasawuf, istilah tarekat itu tidak saja ditunjukkan pada aturan dan
cara-cara tertentu yang digunakan oleh seseorang syaikh tarikat dan bukan pula terhadap
kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syaikh tarekat, tetapi meliputi segala
aspek ajaran yang ada di dalam agama islama seperti salat zakat dan lain-lain yang
semuanya itu merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam tarekat yang sudah melembga itu sudah tercakup semua aspek ajaran islam
seperti salat zakat dan lain-lain, ditambah lagi pengamalan serta seorang syaikh. Akan
tetapi, semua itu merupakan tuntunan dan bimbingan seorang syaikh melalui baiat.
Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha
mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani
dan memperbanyak ibadah usaha dan mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah
bimbingan seorang guru atau syaikh. Ajaran-ajaran tasawuf yang harus di tempuh untuk
mendekatkan diri itu kepada Allah merupakan hakikat tarekat yang sebenarnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri
kepada Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang
dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa

9
tarekat adalah tasawuf yang telah berkembang dengan beberapa variasi tertentu. Sesuai
dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru pada muridnya.

E. Nama-Nama Tarekat Dalam Tasawuf


Dari sekian banyak tarekat hanya beberapa saja yang dinilai besar dan memiliki
ciri-ciri khusus. Ajaran Arbery, yang menganggap tarekat baru berdiri di abad V Hijriyan
(XI M) menunjuk tarekat-tarekat di maksud adalah : Al-Qodiriyah, Al-Suhrowardiyah,
Al-Syadzaliyah dan Mawlawyah (Al-Rumiyah). Sementara orientalis gibbs menganggap
tarekat Al Qodiriyah, Al Rifaiyah, Al Badawiyah, Mawlawiyah, Al Syadzaliyah, Al-
naqsabandiyah dan Al Khalwatiyah sebagai tarekat yang memiliki ciri-ciri khas.
1. Tarekat Qodariyah
Tarekat ini didirikan oleh muhyi al-Din abu muhamad ‘Adb al qodir bin
musa bin ‘abdullah bin musa (470-561 H 1077/1166 M) pengikutnya menyebar ke
berbagai pelosok dunia islam sampai ke asia barat dan mesir. Pada abad XIX M
bercabang sampai ke maroko dan Indonesia. Tarekat ini dinilai sebagai tarekat
paling progresif tapi tidak jauh dari faham salf. Tarekat ini lebih berkonsentrasi
kepada pemurnian tawhidullah dan zduhur dalam ibadah. Ia memiliki keunggulan
dalam ihwal kedermawanan, kealehan dan kerendahan hati serta ketidaksetujuan
terhadap fanatisme agama dan politik.
Diantara ajaran pokoknya ialah : bercita-cita tinggi (“aluw al Himmah)
menghindari segala yang haram, memelihara hikmah, merealisasikan maksud dan
mengagungkan nikmat Allah, beberapa sebab keberhasilan tarekat ini dalam
rekkrutmen murid dan calon murid adalah ketaatan yang teguh dalam syariat dan
realisasi ajaran salaf, kencamannya yang gencar terhadap paham yang
menyandarkan keimanan semata sebagai alat untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan dalam kecamannya terhadap paham reinkarnasi /(tanasukh al ruh).
Ajaran-ajarannya dilandaskn secara kuat kepada AL Qur’an dan AL Sunnah.
2. Tarekat Rifa’iyah
Tarekat Rifa’iyah didirikan oleh ahmad al Rifa’i (570 H / 1173 M) didorong
oleh kondisi mengendornya hubungan antara cabang-cabang qodiriyah dan lahirnya
rantingranting baru yang independen. Tarekat ini dinilai lebih fanatik, memiliki
tradisi yang sangat ketat dalam mematikan hawa nafsu dan pelantikan-pelantikan
yang luar biasa. Pengikutnya yang melakukan dzikir secara baik akan dapat terbawa

10
ke alam fana dalam keadaan fana’ itu bisa melakukan hal-hal yang menakjubkan
seperti sihiq
3. Tarekat Suhrowardiyah
Didirikan oleh Syihab al Din al Suhbowardi inspirasi seorang ahli dari
maghrib, nur al din ahmad bin ‘abdullah al syadzali. Pengikutnya tersebar di Tunis-
karena pemerintah mencemaskannya sang imam cenderung menyingkir ke alexanria
di mesir keberhasilannya sangat cepat juga di afrika
4. Tarekat Ahmadiyah / Badawiyah
Tarekat ini disebut juga tarekat badawiyah karena pendirinya bernama
Ahmad bi ‘Aly al Husainy al Badawy
Tarekat ini sangat konsisten dengan Al Qur’an dan As Sunnah, ia sangat diminati
karena antara lain : mendorong para pengikut / muridnya untuk pandai, kaya dan
dermawan, saling mengasihi dan juga karena doktrin\-doktrin sifistiknya yang
menarik.
5. Tarekat Mawlawiyah / al Rumiyah
Mawlana jalaludin rumi muhammad bin hasain al khattabi al kbakri
(Jalaludin Rumi) atau sering juga disebut Rumi adalah seorang penyair sufi yang
lahir di balk (sekarang Afganistan).
Kesufian Rumidi mulai ketika ia sudah berumur cukup tua 48 tahun. Rumi
memang bukan sekedar penyair, tapi ia juga tokoh sufi ayng berpenaruh pada
zamannya. Rumi adalah guru nomor satu pada tarekat maulawiyah. Sebuah tarekat
yang berpusat di turki dan berkembang disekitarnya. Sebagai tokoh sufi, Rumi
sangat menentang pendewaan-pendewaan akal dan indera dalam menentukan
kebenaran.
Dalam sistem pengajarannya, Rumi mempergunakan penjelasan dan latihan
mental, pemikiran dan meditasi, kerja dan bermain. Tindakan dan diam. Gerakan-
gerakan tubuh pikiran dari pra darwis berputar dibarengi dengan musik toup untuk
mengiringi gerakan-gerakan tersebut merupakan hasil dri metode khusus yang
dirancang untuk membawa seseorang salik mencapai afinitas dengan arus mistis
untuk ditransformasikan melalui cara ini.
6. Tarekat Syadzaliyah
Abu Hasan al Syadzali mendirikan tarekat ini setalah ia mendaptkana
khirqoh / ijazah dari gurunya abu ‘abdullah bin ali bin hazam dari abdullah ‘abd. Al
salam bin majisy. Kelebihan dari tarekat ini terletak pada lima (5) ajaran pokoknya
11
yaitu : takwa kepada Allah dalam segala keadaan. Konsisten dalam mengikuti al
sunnah, ridho dalam ketentuan dan pemberian Allah SWT, menghormati sesama
manusia, dan kembali kepada Allah (taubat) dalam susah/senang.
Sedangkan tiga hal pokok yang menjadi landasan/ azas tarekat ini adalah :
mencari ilmu (belajar), memperbanyak Dzikrulah dan hduhur ilaallah. Ketiga hal
pokok ini selalu menjadi penekanan kepada murid-murid al syadzali dia tidak
menganjurkan mujahadah seperti tarekat-tarekat lain. Kebenaran baginya, didalam
diri manusia itu ada nur ashli/ nur potensial yang akan menjadi kuat, berkembang
dan subur bila diperkuat dengan nur ilmu yang lahir akibat dzikrullah.
Tarekat ini tidak mempredikan hal hal yang belum ataupun bakal terjadi
dalam arti mengartikan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada
masa yang akan datang. Doktrin ini diperdalam oleh ibn atho’illah dan menjadi
doktrin utamanya. Syadzaliyah terutama mereka di kalangan kelas menengah,
pengusaha, pejabat dan pegawai pemerintah. Oleh karenanya, ciri khas yang
kemudian menonjol daro anggota tarekat ini adalah kerapihan mereka dalam
berpakaian, ketenangan yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya.
Tarekat syadzaliyah ini tidak mentukan syarat-syarat yang erat kepada syaikh
tariqoh, kecuali mereka harus meninggalkan segala perbuatan maksiat, memelihara
segala ibadah-ibadah sunnah semampunya, zikir kepada Allah sebanyak mungkin,
sekurang-kurangnya seribu kali sehari semalam dan beberapa zikir yang lain.
7. Tarekat Tijaniyah
Didirikan oleh abul abbas ahmad bin Muhammad bin al mukhtar at tijani
(1733-1815 M) salah seorang tokoh dari gerakan neosufisme. Ciri dari garakan ini
ialah penolakannya terhadap sisi eksatik dan meta fisis sufisme dan lebih menyukai
pengalaman secara ketat ketentuan-ketentuan syariat dan berupaya sekuat tenaga
untuk menyatu dengan ruh nabi Muhammad sebagai ganti untuk menyatu dengan
Allah.
8. Tarekat Syattariyah
Tarekat syattariyah adalah tarekat yang pertama kali muncul di india abad
XV M tarekat ini dinisbahkan pada tokoh yang berjasa dan mempopolerkannya,
Abdullah asy syattar.
Sebagaimana hal tarekat-tarekat lain, syattariyah menonjolkan aspek dzikir di
dalam ajarannya. Didalam tarekat inii, dikenal 7 macam dzikir muqodimah sebagai
peralatan/tangga untuk masuk kedalam tarekat syattariyah, yang disesuaikan dengan
12
7 nafsu pada manusia. Satu hal yang harus diingat bahwa dzikir hanya dapat
dikuasai melalui bimbingan seorang pembimbing spiritual, guru/syaikh.
9. Tarekat Naqsabandiyah
Pendirinya adalah Muhammad baha’ al din al naqsabandi al bukhori (717-
791 H / 1317-1388 M). naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi yang paling
luas penyebarannya. Danterdapat banyak di wilayah asia muslim.
Diri yang menonjol dari tarekat ini ialah diikutinya syareat secara ketat, keseriusan
dalam beribadah, melakukan penolakan terhadap music dan tari, serta lebih
ngutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat kearah
keterlibatan dalam politik.
10. Tarekat Kholwatiyah
Tarekat khalwatiyah, tidak sebagaimana lazimnya tarekat pada umumnya
yang diambil dari nama pendirinya. Penamaan ini justru didasarkan kepada
kebiasaan sang guru pendiri tarekat ini syekh Muhammad al khalwati (w 717 H),
yang seringkali melakukan kholwat di tempat-tempat sepi. Tarekat khawaltiyah
merupakan cabang dari tarekat As Sahidiyah, cabang dari al abhariyah dan cabang
dari al shrowardiyah yang didirikan oleh syekh syihab al din abu hafsh ‘umar al
suhrowardi al Baghdadi.
11. Tarekat sammaniyah
Tarekat ini didirikan oleh sekh Muhammad bin abd al karim al samman al
madani al qodiri al qubaisi dan lebih dikenal dengan panggilan samman. Semula ia
belajar toriqoh kholwatiyah dari damaskus, lama kelamaan ia mulai membuka
pengajian yang berisi teknik berdzikir, wirid dan ajaran teosofi lainnya. Ia menyusun
cara pendekatan diri dengan Allah yang akhirnya disebut sebagai toriqoh
sammaniyah, sehingga ada yang mengatakan bahwa toriqoh sammaniyah adalah
cabang dari khalwatiyah.
Di Indonesia tarekat ini berkembang di sumatera Kalimantan dan jawa.
sammaniyah masuk ke Indonesia pada penghujung abad 18 yang banyak mendapat
pengikut karena popularitas imam samman.
Ajarannya yang khas ialah memperbanyak dzikrullah dan shalat, lemah
lembut kepada fakir miskin, tidak mencintai dunia, menukar akal masyariyah dangan
akan robbaniyah dan mentawhidkan Allah dalam dzat, sifat dan af’ainnya. Pengaruh
sammaniyah di Indonesia aiabadikan di dalam tariah ruda.

13
F. Pengaruh Tarekat Dalam Dunia Islam
Ada dua persepsi yang lazim berkembang tentang jamiyah tarekat di Indonesia.
Pertama, tarekat di anggap sebagai fanatisme guru yang dapat berubah menjadi fanatisme
politik. Kedua, tarekat dinilai sebagai gajala depolitisasi, pelarian dari tanggung jawab
sosial dan politik. Tarekat yang dikehendaki ? adalah sebuah gerakan kaum sufi dalam
kegiatan social keagamaan.
Dilihat dari aktivitas dan tujuannya. Tarekat dapat dikategorikan menjadi dua
kategori besar. Pertama, tarekat sebagai gerakan purifikasi dengan penekanan pad
astetisme yang sifatnya individualistic. Dalam hal ini ditekankan adanya kegiatan dan
kengkajian yang lebih berusaha kearah pemurnian, keselamatan dan kedamaian. Kedua,
tarekat dijadikan sarana mengartikulasikan sisi terhadap lingkungan, atau sebagai sarana
berdialog dengan lingkungan social politik, membentuk tingkah laku bersama dalam
mencoba mengintepretasikan lingkungan untuk di jawab dan diatasi.
Bila diakitkan dengan misi awal tarekat yang mengajak manusia menuju
pensucian jiwa, dan latar belakang kelahirannya. Akibat dari keprihatinan moral, maka
bisa jadi tarekat tidak memiliki kaitan dengan politik sama sekali. Pemahaman logisnya,
sebagai penganut dan pencintanya, tarekat dianggap jalan paling efektif dalam
menghadapi kemerosotan aspek-aspek spiritual, moralitas dan kecenderungan-
kecenderungan dehumanisasi.
Disisi lain, sebagai gerakan popular, tarekat merupakan gerakan pertama yang
secara konstruktif merasakan kejenuhan terhadap akidah ahli kalam yang kaku. Dan ia
merupakan terobosan baru untuk seseorang mudah memasuki islm. Tarekat telah
mengendorkan syarat keislaman yang ketat, hal ini memberikan bahaya yang serius.
Tetapi, disisi lain dinilai telah mampu menampilkan kelembutan wajah islam yang luar
biasa, bahkan mau berkompromi dengan kepercayaan-kepercayaan lama.

G. Pandangan Ummat Islam Terhadap Tasawuf


Mengenai asal-usul perkataan tasawuf para ahli berbeda pendapat. Di antara
pendapat yang banyak itu, ada satu pendapat yang sering ditulis dalam buku-buku
mengenai tasawuf di Indonesia. Pendapat itu mengatakan tasawuf berasal dari kata suf
artinya bulu domba kasar.
Disebut demikian karena orang-orang yang memakai pakaian itu disebut orang-
orang sufi atau mutasawwif, hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan. Mereka
memakai pakaian yang terbuat dari bulu binatang sebagai lambang kemiskinan dan
14
kesederhanaan, berlawanan dengan pakaian yang terbuat dari sutera yang biasa dipakai
oleh orang-orang kaya. Banyak juga definisi yang diberikan untuk merumuskan makna
yang dikandung oleh perkataan tasawuf.
Menurut at-Taftazani, tasawuf mempunyai 5 (lima) ciri, yaitu :
1. Memiliki nilai-nilai moral.
2. Pemenuhan fana (sirna, lenyap) dalam realitas mutlak.
3. Pengetahuan intuitif (berdasarkan bisikan hati) langsung.
4. Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT. dalam diri sufi karena
tercapainya maqamat (beberapa tingkatan perhentian) dalam perjalanan sufi menuju
(mendekati) Tuhan.
5. Penggunaan lambang-lambang pengungkapan (perasaan) yang biasanya
mengandung pengertian harfiah dan tersirat. (Ensiklopedi Islam, 1933: 73 – 75)

Tasawuf juga berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, dapat dilihat ayat-ayat dan
hadits-hadits yang menggambarkan dekatnya manusia dengan Allah SWT. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. QS. Al-Baqarah ayat 115 artinya :
2. “Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap
disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui”.
3. QS. Qaf ayat 16 artinya :
4. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya”.
5. Hadits Riwayat Imam Bukhari, artinya :
6. “Barang siapa memusuhi seseorang wali-Ku (wali Allah SWT. adalah orang yang
dekat dengan-Nya), maka aku mengumumkan permusuhan-Ku terhadapnya. Tidak
ada sesuatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku yang lebih Kusukai dari
pengalaman segala yang Kuwajibkan atasnya. Kemudian, hamba-Ku yang
senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan amal-amal sunnah,
maka Aku senantiasa mencintainya. Bila Aku telah cinta kepadanya, Akulah
pendengarnya dengan ia mendengar, Aku penglihatannya dengannya ia melihat,
Aku tangannya dengannya ia memukul, dan Aku kakinya dengan itu ia berjalan. Bila
ia memohon kepada-Ku, Aku perkenankan permohonannya, jika ia meminta
perlindungan, Kulindungi ia”.

15
Sejak muncul paham widhatul wujud, tasawuf pecah menjadi dua aliran, yaitu
aliran pertama, aliran tasawuf yang didasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan
aliran yang kedua, aliran fana yang disebut sebagai tasawuf falsafi, disebut demikian
karena teori-teori yang dikemukakannya banyak mengandung unsur-unsur filsafat
(Ensiklopedi Islam, 1992: 76 -77, 158 – 160).

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf adalah perjalanan menuju Tuhan melalui penyucian jiwa yang dilakukan
dengan intensifikasi dzikrullah”.
Tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat
walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh, maka
lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau
sunah; meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal
yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat
duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna
menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah) maka
posisi guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan
itu sehingga jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan
sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka
kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk.
Posisi Tasawuf terhadap ilmu-ilmu Islam lainnya sangat jelas dan gamblang.
Tasawuf merupakan bagian tak berpisahkan dari keseluruhan bangunan Syari’ah; bahkan
ia merupakan ruh/hakikat/inti dari syariah.
Peralihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga tidak
terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Dalam perkembangannya
tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran
gurunya., tetapi juga mengikuti kegiatan politik, misal tarekat tijaniyah yang dikenal
dengan gerakan politik yang menentang penjajahan perancis di afrika urata, ahmadiyah
menentang orang-orang salib yang datang ke mesir. Jadi sungguhpun mereka
memusatkan perhatian kepada akhirat, mereka pun ikut bergerak menyelamatkan umat
islam dari bahaya yang mengancanya.
Disamping itu, tarekat umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan
dunia. Tarekat menganjurkan banyak beribadah dan jangan mengikuti dunia ini karena
dunia ini adalah bangkai dan yang mengejar dunia adalah anjing. Ajaran ini tampaknya
menyelewengkan umat manusia (islam) dari jalan yang harus ditempuhnya. Para
pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mecemarkan paham
tauhid, tetapi juga membawa kemunduran dagi umat islam.
17
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/25883807/makalah-Tasawwuf-Dan-Tarekat-Di-Indonesia
http://selogiri.com/contoh-makalah-tasawuf-dan-tarekat.html
http://www.islamhouse.com/p/203135
file:///D:/New%20folder/%C2%ABMACAM-
MACAM%20ILMU%20DALAM%20AGAMA%20ISLAM%C2%BB%20oleh%20Achmad
%20Bayu%20Sujiwo%20_%20nge%27Blog%20yu...!.htm
http://islamlib.com/?site=1&aid=114&cat=content&cid=9&title=mengapa-semua-agama-itu-
benar
file:///D:/New%20folder/Pengertian%20Islam%20_%20INILAH%20ISLAM.htm

18
MAKALAH AKHLAK TASAWUF

Tentang

ANTARA TASAWUF DAN TARIKAT

Disusun Oleh :

1. Muaro (18.093)
2. Rajulul Afkar (18.012)

Dosen Pembimbing :

Jurna Petri Roszi, MA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

YAYASAN TARBIYAH ISLAMIYAH

PADANG

2019

19

Anda mungkin juga menyukai