Anda di halaman 1dari 5

Nama : Satria Ade Mahendra

Kelas : PAI J
NIM : 201220279
Mapel : Resume Pertemuan 4 Akhlak Tasawuf
Dalam perjalanannya, tasawuf terus mengalami perkembangan, dimulai dari fase
pembentukan, pengembangan, konsolidasi, hingga fase pemurnian ajaran tasawuf. Dari
masing-masing fase tersebut, para sufi memiliki konsepsi, pemahaman, dan cara yang
berbeda-beda antara satu dengan lainnya.
Perbedaan tersebut dapat di lihat dari perdebatan dan pro-kontra terhadap beberapa
teori yang di gagas oleh tokoh-tokoh sufi tersebut. Bahkan tak jarang sebagian aliran tasawuf
di klaim kafir dan di bunuh karena mengajarkan ajaran tasawuf yang sesat dan tidak relevan
masyarakat bahkan bertentangan dengan ajaran islam sendiri.
Dari pro-kontra inilah muncul aliran-aliran dalam tasawuf yang terbagi dua golongan,
yaitu aliran tasawuf falsafi, irfani dan aliran tasawuf sunni. Tiga aliran yang saling
bersebrangan, penuh dengan kontra, perdebatan hingga sesat-menyesatkan dan kafir-
mengkafirkan.

A. Aliran Tasawuf Falsafi


Tasawuf falsafi adalah ajaran tasawuf yang di gagas oleh para tokoh sufi yang di
gagasanya juga di pengaruhi oleh filsafat serta tidak membatasi diri dengan syari’at, al-Quran
dan hadis, sehingga banyak ajaran tasawuf yang bertentangan dengan al-Quran dan hadis dan
syari’at.
Maka tidak mengeherankan jika kebanyakan sufi yang mengikuti aliran ini akan
mengalami ekstasi (mabuk spiritual) dan mengeluarkan ajaran yang terkesan kontroversi dan
di tentang oleh ulama’-ulama’.
Tasawuf falsafi di perakasai oleh Abu Yazid al-Busthami, Ibnu Arabi, Abu Mansur al-
Hallaj, Ibn Atha’, al-Syibli, Bundar Ibn Husain, Abu Hamzah al-Baghdadi, Summun al-
Muhibb, dan beberapa sufi Irak.
Tasawuf falsafi mengeluarkan beberapa ajaran dan doktrin yang rumit dan sulit di
pahami, karena ajarannya di peroleh dari pengalaman spritual para tokohnya, lalu ajaran dan
doktrin tersebut di tolak oleh tokoh-tokoh sufi lainya.
Ajaran tersebut meliputi:
1. Fana’
Fana’ adalah hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, dan tidak memiliki
pamrih dari segala manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannya atas dunia dan
makhluk. Seseorang yang yang mencapai fana’, ia telah menghilangkan semua kepentingan
ketika berbuat sesuatu.
2. Baqa’
Baqa’ adalah kekalnya sifat ketuhanan, akhlak terpuji, dan kebersihan jiwa dari dosa
dan maksiat. Untuk dapat mencapai baqa’ ini dibutuhkan usaha yang sungguh-sungguh,
seperti bertaubat, berdzikir, beribadah, serta menghiasi diri dengan akhlak terpuji.
3. Al-Ittihad
Menurut Harun Nasution, ittihad adalah sebuah tingkatan dimana seorang sufi telah
merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Dalam ittihad bisa terjadi pertukaran antara yang
mencintai dan yang dicintai, yaitu antara sufi dengan Tuhan. Ketika ajaran ini di gagas oleh
Abu Yazid al-Bustomi.
4. Hulul
Hulul adalah Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia, di mana manusia
tersebut telah mampu melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana’.
Hulul pertama kali dicetuskan oleh Abu al-Mugis al-Husein bin Mansur bin
Muhammad al-Baidawi, dan lebih dikenal dengan nama al-Hallaj.
Menurut al-Hallaj, manusia itu memiliki sifat dasar ganda, yaitu sifat ketuhanan dan
sifat kemanusiaan. Begitu juga dengan Allah, memiliki sifat dasar ketuhanan dan juga
terdapat sifat kemanusiaan. Apabila sifat-sifat kemanusiaan itu telah dilenyapkan melalui
fana’ dan sifat-sifat ketuhanan dikembangkan, maka akan tercapailah persatuan dengan Tuhan
dalam bentuk hulul.
5. Wahdatul wujud
Wahdatul wujud Secara harfiah wahdatul wujud artinya adalah “kesatuan eksistensi”.
Doktrin ini tidak mengakui adanya perbedaan antara  tuhan dengan makhluk, seandainya ada
maka hanya kepercayaan bahwa tuhan  itu adalah keseluruhan, sedangkan makhluk adalah
bagian dari keseluruhan tersebut, dan Tuhan memperlihatkan Diri pada apa saja yang ada di
alam ini, karena tak ada satupun di alam  ini kecuali wujud Tuhan.
Tasawuf ini berkembang pada abad II hingga V hijriah dan sempat populer, namun
kepopulerannya justru karena karena mengeluarkan banyak ajaran yang kontroversi, bukan
karena baiknya gagasan dan teori yang di buat. Tasawuf ini juga mendapat banyak penolakan
oleh umat islam sendiri, khususnya aliran ahli sunnah wal jama’ah atau yang populer dengan
Aswaja. aliran teologi yang usung oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari mengkritik keras dan habis-
habisa aliran-aliran tasawuf yang di gagas Abu Yazid al-Bustami dan al-Hallaj.
Doktrin-doktri mereka yang  populer, seperti hulul, wahdatul wujud, al-ittihad,
wahdatul adayan, syathahiyat dan lainnya, dianggap melenceng dari akidah Islam, karenanya
doktrin itu harus di tolak dan di lenyapkan. Serta mengembalikan ajaran tasawuf kepada al-
Qur’an dan as-Sunnah.

B. Aliran Tasawuf Sunni


Tasawuf sunni selain berdasarkan ilham juga mengedepankan al-Quran dan hadis
dalam merumuskan beberapa ajarannya. Ilham tidak jadikan landasan dalil primer dalam
mengajarkan ilmu tasawuf. Ilham dapat di sumber dalil jika tidak bertentangan syari’at.
Jika bersebrangan dengan syari’at maka ilham yang di peroleh sang sufi di tolak.
Karena pada dasarnya, jika ilham bertentangan dengan syari’at maka ia bukan ilham lagi,
tetapi ia adalah bisikan setan.
Selain itu sosok Rasulllah Saw. menjadi faktor kunci dalam ajaran yang di gagas para
tokoh tasawuf sunni, bagi golongan ini sosok rasulullah Saw. di sadari betul bahwa beliau
adalah sosok yang di ciptakan Allah sebagai contoh dan panutan seluruh umat manusia.
Tasawuf sunni juga di kenal dengan tasawuf akhlaki.
Tasawuf sunni hadir sebagai aliran yang mengconter ajaran ajaran tasawuf falsafi.
Para tokoh-tokoh tasawuf  ini  mengkritik habis-habisan ajaran yang di gagas tasawuf falsafi.
Rivalitas keduanya terus bergulir tidak ada habis, dan kedua-keduanya saling
mengklaim yang paling benar serta saling mempertahankan ajarannya masing-masing,
sehingga pada akhirnya masuk dalam ranah pengadilan, bahkan vonis hukuman mati harus di
terima oleh tokoh tasawuf falsafi, misalnya al-Hallaj dan syekh siti jinnar.
Tasawuf sunni diprakarsai oleh Syaikh Junaid al-Baghdadi. Baginya  tasawuf
merupakan penyucian hati dengan perjuangan yang sungguh-sungguh, atau dalam arti lain
“manusia tidak akan melaksanakan tasawuf dengan obrolan dan kata-kata belaka, tetapi ia
harus melatih diri dengan lapar, menghindari kehidupan duniawi yang berlebihan, dan
pemutusan hubungan dengan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaannya.
Selain al-Junaidi masih banyak lagi tokoh tasawuf sunni lainnya, misalnya robi’ah
adawiyah, hasan al-basri, al-Qusayri, al-Harawi, dan abu hasan al-Asy’ari. Namun yang
paling populer yaitu Imam Ghazali.
Tokoh yang di kenal dengan hujjatul Islam ini, gencar melakukan kritik terhadap para
sufi yang bertentangan dengan syari’at, menurutnya ajaran tasawuf harus sejalan dengan
syari’at dan tidak boleh bertentangan. Al-Ghazali juga mendirikan toriqot dan menulis
banyak kitab tasawuf.
Yang  paling populer adalah kitab tasawuf ihya’ ulumuddin. Kitab ini di anggap kitab
tasawuf terbaik karena beliau mampu meramunya dengan al-Quran dan hadis dan di sertai
beberapa argumen dan dalil yang rasional.

C. Tasawuf Irfani
Aliran tasawuf irfani aliran tasawuf yang mendasarkan ajarannya terhadap ma’rifat
(mengetahui dan merasakan kebedaan dan kekuasan Tuhan). Aliran ini mengajarkan
mendekatkan diri dengan intens kepada Allah Swt. serta menutup diri selain Allah Swt.
Menurut Murtadha Muthahhari ajaran tasawuf  irfan memiliki dua aspek, yakni aspek
praktis dan aspek teoritis.
Sebagai ilmu teoritis, ‘irfan memiliki arti ilmu yang menjelaskan relasi sekaligus
pertanggungjawaban manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan Allah SWT.
Sedangkan sebagai ilmu praktis, ‘irfan merupakan sebuah suluk atau perjalanan
rohani, yakni bagaimana seorang penempuh-rohani (salik) yang ingin mencapai tujuan
puncak kemanusian, yakni tauhid.
Dalam mempraktikkan tasawuf ‘irfani seseorang calon sufi harus mengawali
perjalanan dengan melewati tahapan-tahapan (maqamat) secara berurutan, dan keadaan jiwa
(hal) yang akan dirasakan oleh calon sufi ketika mencapai maqamat itu.
Tasawuf ‘irfani mendasarkan diri pada pengalaman rohani yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa rasional untuk menjelaskannya.  Pengalaman rohani  yang
dialami oleh seorang salik tergantung atau sesuai dengan keadaan jiwa (hal) dan tingkatan
rohaninya (maqam).
Karena itu, pengetahuan ‘irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks tetapi dengan
olah rohani, dimana dengan kesucian hati, diharapkan Tuhan akan melimpahkan pengetahuan
langsung kepadanya. Masuk dalam pikiran, dikonsep kemudian dikemukakan kepada orang
lain secara logis.

Ajaran  Tasawuf Irfani


Ajaran  tasawuf ‘irfani antara lain :
1.  Mahabbah
Robi’ah adawiyah mengajarkan mahabbah kepada Allah Swt. Mahabbah artinya
adalah cinta. Mahabbah dalam pendanga Robi’ah memiliki pengertian menyerahkan seluruh
kecintaan hanya kepada Allah Swt.  yang menyebabkan adanya rasa kebersamaan dengan-
Nya.
Seluruh jiwa dan segenap ekspresinya hanya diisi oleh rasa cinta dan rindu yang
tumbuh karena keindahan dan kesempurnaan Dzat Allah, tanpa motivasi lain kecuali hanya
kasih Allah.
Ajaran mahhabah robi’ah ini pertama kali di kenal ketika ia mengkritik ajaran raja’
khauf Hasan Basri, ajaran yang mengajarkan manusia agar takun neraka dan menginginkan
surga.
Kritikannya ini di ungkapkan dengan “membawa obor dan timba yang di isi air, lalu
ia mengelilingi pasar, kemudian ketika ia di tanya? Ia menjawab ingin membakar neraka dan
menyiram surga, lalu ia berkata: Setelah surga terbakar dan neraka padam apakah masih ada
orang yang beribadah kepada Allah Swt.
2. Ma’rifah
Ma’rifah secara etimologi berarti pengetahuan atau mengetahui sesuatu yang seyakin-
yakinnya.Sedangkan secara terminologi ma’rifah adalah mengetahui Tuhan dari dekat,
sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan.
Zun Nun al-Mishri di dalam kitabnya al-Qalam ‘alam al-Basmalah membagi ma’rifat
atau pengetahuan menjadi tiga, yaitu:
Pertama, ma’rifat tauhid yang dialami oleh orang-orang awam.
Kedua, ma’rifat alasan dan uraian mengenai Tuhan yang dialami oleh ilmuan, filsuf,dan
sastrawan.
Ketiga, ma’rifat tentang sifat-sifat keesaan dan ketunggalan Tuhan yang dialami oleh para
wali dan para kekasih Allah.
Menurut Al-Mishri bahwa ma’rifat hanya terdapat pada kaum sufi yang sanggup
melihat Tuhan dengan hati sanubari mereka. Pengetahuan sejenis ini khusus diberikan Tuhan
kepada kaum sufi. Ini menjelaskan bahwa ma’rifah hanya diperoleh dari pemberian
Tuhan,bukan hasil pemikiran.
3. Kesucian Qalbu (Hati)
Qalbu merupakan sarana utama seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Qalbu ini bagaikan sebuah marmer yang apabila semakin dibersihkan akan semakin
mengkilap.
Begitu juga dengan qalbu, semakin dibersihkan dengan cara riyadhah, mujahadah,
muhasabah, tazkiyah dan dikr, maka qalb akan semakin memancarkan daya yang sangat
tajam dan peka dalam menangkap sinyal-siyal ketuhanan.
Adapaun qalb ini terdiri dari tiga lapisan, lapisan terluar mengandung potensi
“quwwah al- qalb” sebagai penangkap sifat-sifat Allah dalam Asmaul Husna, lapisan kedua
mengandung potensi “quwwah  al- ruh” sebagai daya untuk mencintai Allah, dan lapisan
ketiga mengandung potensi “quwwah al- sir” sebagai daya menangkap dan melihat Allah
dengan mata hati (kasyf).
Dengan demikian qalb merupakan unsure terpenting dalam tasawuf, karena dengan
qalbu inilah seorang sufi mampu mencapai hakikat Allah. Melalui qalb inilah seorang sufi
akan melalui tingkatan-tingkatan dalam tasawuf hingga pada akhirnya bisa mencapai hakikat
Allah.

Anda mungkin juga menyukai