Anda di halaman 1dari 12

KONSEP PEMIKIRAN HUSAIN IBNU MANSHUR AL-HALLAJ

DAN ABU YAZID AL BUSTHAMI

Oleh Lili Ghozali

IAIN Syekh Nurjati Cirebon

BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tasawuf merupakan suatu disiplin ilmu yang berorientasi pada moralitas berasas
keislaman. Tasawuf bertujuan untuk lebih mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya.
Pembahasan mengenai Tasawuf dan konsep ilmunya tidak akan lepas dari
tokoh-tokoh yang ada didalamnya dan mempengaruhi perkembangannya. Tokoh-tokoh sufi
tersebut biasanya identik dengan kehidupan yang sederhana dan hanya di tujukan untuk Allah.
Kehidupan sufi sendiri sudah ada sejak zaman para sahabat nabi yang mencontoh kehidupan
beliau seperti Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, para tokoh sufi tersebut memiliki pandangan dan
pemahaman yang berbeda-beda, seperti Al-A’raby, Rabi’ah Al-Adawiyah, Al-Ghazali dan lain
sebagainya.
Dalam makalah ini saya sebagai penulis akan memaparkan kisah hidup dan pemikiran
tokoh sufi fenomenal Abu Manshur Al-Hallaj dan Abu Yazid Al-Bustami yang sering
disebut sebagai sufi mistik atau raja para mistikus. Mereka dikenal demikian karena apa
yang melekat pada dirinya tidak mampu difikirkan atau dinalar oleh manusia pada umumnya.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kisah Abu Manshur Al-Hallaj dan AbuYazid Al-Bustami ?
2. Bagaimana pemikiran Abu Manshur Al-Hallaj dan Abu Yazid Al-Bustami ?
3. Bagaimana corak pemikiran Abu Manshur Al-Hallaj dan Abu Yazid Al-Bustami ?
4. Apa saja karya-karya Abu Manshur Al-Hallaj dan Abu Yazid Al-Bustami ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biogarafi Al – Hallaj
Nama lengkapnya ialah Abu Mughisy Husein bin Manshur al – Hallaj, lahir di negeri
Baida bagian Selatan Persia tahun 244 H / 857 – 858 M, akan tetapi ia dibesarkan di kota
Wasir (Irak). Disamping ia terkenal sebagai seorang sufi, ia juga seorang theolog terkenal pada
zamannya. Nama al – Hallaj adalah julukan yang diberikan kepadanya karena ayahnya seorang
penenun kain wool (wool cardec), cucu dari Gerb yang bersambung dengan Ibn Ayub sahabat
Nabi.1 Kakeknya, Muhammad, adalah seorang pemeluk agama Majusi sebelum memeluk
agama Islam. Sejak kecil, al – Hallaj sudah banyak bergaul dengan para sufi terkenal. Ia pernah
berguru dengan salah seorang sufi terkenal, Sahl bin Abdullah al – Tusturi pada usia 16 tahun.2
Dua tahun kemudian Al – Hallaj mulai belajar tasawuf dari Amr Al – Makki dan
kemudian memperdalamnya melalui al – Junaid pada tahun 878 M, ia memasuki kota Baghdad
dan belajar kepada Junaid. Setelah itu, ia pergi mengembara dari satu negeri ke negeri yang
lain, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf.

Al-Hallaj selalu berpindah-pindah dalam pengembaraan yang panjang. Selama dalam


pengembaraannya ia telah menunaikan ibadah haji tiga kali, akan tetapi setelah ia kembali dari
menunaikan ibadah haji, faham tasawufnya menyimpang dari apa yang diajarkan oleh guru –
gurunya itu, karena ia mengajarkan tasawuf yang mirip dengan pantheism. Faham tasawufnya
ini merupakan perkembangan dan bentuk lain dari faham ittihad yang diajarkan oleh Abu
Yazid. Yang terpenting dari ajaran tasawuf al – Hallaj yang mengoncangkan ulama – ulama
Islam terutama dikalangan ulama – ulama fiqih karena menurut sebagian orang banyak
ajarannya yang bertentangan dengan ‘Aqiedah dan syari’at Islam, adalah Hulul. Dan karena
fahamnya inilah antara lain mengapa ia dihukum bunuh.3 Ungkapan ana al-Haqq adalah
ungkapan al-Hallaj yang tidak dapat dimaafkan oleh ulama fiqh karena dianggap murtad. Dan
itulah yang menjadi alasan untuk memenjarakannya. Setahun kemudian ia meloloskan diri dari
penjara, tetapi empat tahun kemudian ia tertangkap lagi.

Delapan tahun dalam penjara tidak melunturkan pendiriannya akhirnya pada tahun 921
M, ia divonis hukuman mati dengan mula-mula dipukuli, dicambuk, dengan cemeti, lalu

1 Usman Said. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri.
1981/1982. Hal. 74 - 75
2 Jamil. Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi. 2013. Hal. 128
3 Usman Said. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan: Naspar Djaja. 1981/1982. Hal.75
disalib. Kedua kaki dan tangannya dipotong dan lehernya dipenggal. Setelah itu tubuhnya
dibiarkan tergantung di pintu gerbang kota Baghdad.

B. Latar Belakang Social dan Budaya yang melingkupi di sekitar lingkungan Abu
Mansur al-Hallaj

Dilahirkan di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran Tenggara, pada
tanggal 26 Maret 858M membuatnya mempelajari tata bahasa Arab, membaca Al-Qur’an dan
tafsir serta teologi. Ketika berusia 16 tahun, ia merampungkan studinya, tapi merasakan
kebutuhan untuk menginternalisasikan apa yang telah dipelajarinya .

Beliau dikenal sebagai orang yang memiliki kezuhudan keras ini mengingatkan kita
pada Sahl, guru beliau. Al-Hallaj adalah salah seorang ulama sufi yang dilahirkan di kota Thur
yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran Tenggara, pada tanggal 26 Maret 866M. Ia
merupakan seorang keturunan Persia. Kakeknya adalah seorang penganut Zoroaster dan
ayahnya memeluk islam.

Pada 889 M mengembara dan bertemu guru-guru spiritual dari berbagai macam tradisi
di antaranya, Zoroastrianisme dan Manicheanisme. Ia juga mengenal dan akrab dengan
berbagai terminologi yang mereka gunakan, yang kemudian digunakannya dalam karya-
karyanya.

C. Pokok Ajaran Tasawuf al – Hallaj

Ada tiga pokok ajaran tasawuf menurut al – Hallaj:4

(1) Hulul

Hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri manusia (nasut). Manusia
mempunyai sifat ke – Tuhanan dalam dirinya, demikian pula sebaliknya, Tuhan mempunyai
sifat kemanusiaan dalam diri – Nya. Agar dapat bersatu (hulul) maka sifat – sifat kemanusiaan
(nasut) yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.5

Sesungguhnya Tuhan mempunyai sifat lahut dan nasut pula, dan kita sebagai manusia
hanya bisa mencapai sifat nasut Tuhan. Dan di fase itu dimana manusia mencapai sifat
lahutnya. Bagi Al-Hallaj, antara manusia dan Tuhan terdapat jarak, sehinga masing – masing
mempunyai hakikat sendiri-sendiri, akan tetapi antara kedua hakikat itu terdapat kesamaan.
Dengan demikian, bila kesamaan itu telah semakin mendekat, kaburlah garis pemisah antara
keduanya. Ketika itu terjadilah “persatuan” (hulul) antara Al-Haqq dengan manusia.

4 Jamil. Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi. 2013. Hal. 128


5 Usman Said. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri.
1981/1982. Hal.75
Pemikiran Al-Hallaj tentang kebersatuan manusia dengan Tuhan yang kemudian
mengkristal dalam terma Al-Hulul merupakan salah satu bentuk Ittihad. Yang maksudnya
adalah suatu tingkatan dalam tasawuf dimana seorang sufi merasa dirinya bersatu denangan
Tuhan, suatu tingkatan saat yang mencintai telah menjadi satu. Dalam ittihad, seorang sufi terus
berusaha melupakan dirinya dan memusatkan kesadaran pada Tuhan, dan inilah yang disebut
oleh para sufi telah mencapai tingkatan fana’.

Fana’ diartikan sebagai suatu tingkat ketika seorang telah kehilangan kesadaran akan
tubuh jasmaninya, karena telah musnah. Setelah kehilangan kesadaran akan diri jasmaninya,
seorang sufi merasa tinggal bersama Tuhan, dan perasaan inilah yang disebut baqo’. Pemikiran
Al-Hallaj bermula dari pendapatnya yang mengatakan bahwa dalam diri manusia sebenarnya
ada sifat – sifat ketuhanan. Untuk dasar pemikiran ini, ia menta’wilkan ayat Al-Quran yang
menyerukan agar malaikat bersujud untuk Adam. Karena yang berhak diberi sujud adalah
hanyalah Allah, maka Al-Hallaj memahami bahwa dalam diri diri Adam sebenarnya ada
unsur ketuhanan.

Ia berpendapat demikian arena sebelum Tuhan meenjadikan makhluk, Ia mellihat diri-


Nya sendiri dan ia pun cinta kepada diri-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan dan cinta
inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari yang banyak ini. Ia mengeluarkan dari yang
tiada dalam bentuk (copy) dari diri-Nya yang mempunayi segala sifat dan nama-Nya. Bentuk
(copy-an) itu adalah Adam.ia memuliakan pada diri Adamlah, Allah muncul dalam bentukNya.

Sebagaimana dalam syairnya, Al-Hallaj menyatakan, “Mahasuci Dzat yang sifat


kemanusiaan-Nya membukakan rahasia ketuhanan-Nya yang gemilang. Kemudian kelihatan
bagi makhluk-Nya dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum.”Menurut Al-
Hallaj, pada hulul terkandung total, kehendak manusia dalam kehendak ilahi, sehingga setiap
kehendaknya adalah kehendak Tuhan. Demikian juga tindakannya adalah kehendak Tuhan. Ia
tidak memiliki asal tindakannya dan juga tidak menguasai tindakannya.

Faham hulul al – Hallaj ini menurut Taftazani merupakan perkembangan bentuk lain
dari faham al – Ittihadnya Abu Yazid. Bagaimanapun, terdapat perbedaan diantara keduanya:
dalam Ittihad, diri Abu Yazid hancur dan yang ada hanya diri Allah, sedangkan dalam hulul diri
al – Hallaj tidak hancur. Didalam Ittihad yang dilihat hanya satu wujud sedangkan dalam hulul
ada dua wujud tetapi bersatu dalam satu tubuh.6

Hal ini terlihat dengan jelas dari perkataan al – Hallaj dari perkataan berikut:

‫ففرق بيننا‬
ّ ‫حق‬ّ ‫سر الحق انا بل انا‬
ّ ‫انا‬
Artinya:

“Saya adalah rahasia yang Maha Benar dan bukanlah yang Maha Benar itu saya. Saya
hanya satu dari yang benar, maka bedakanlah antara kami”.

6 Jamil. Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi. 2013. Hal. 129


Proses untuk mencapai hulul

Dalam mendapatkan pangalaman hulul, seorang sufi harus melalui tahap atau maqam
untuk sampai kepada pengalaman tersebut. Akan tetapi al-Hallaj menyampaikan dua cara atau
proses untuk mencapai pengalaman hulul. Yaitu dengan Tazkiyat al-nafs (penyucian jiwa)
adalah salah satu langkah untuk membersihkan jiwa kemudian melalui tahapan maqamat
hingga merasakan kedekatan dengan Allah dan mengalami fana’ annafsihi. Dan yang kedua,
yaitu hasil dari tazkiyat al-nafs. Dan hasil itu adalah indikasi bahwa ruh atau lahut seorang sufi
menjadi bening, bersih, suci, sehingga bisa menerima hulul dari Allah swt.

Al-Hallaj mengajarkan bahwa Tuhan memiliki sifat lahut dan nasut, demikian juga
manusia. Melalui maqamat, manusia mampu ke tingkat fana, suatu tingkat dimana manusia
telah mampu menghilangkan nasut-nya dan meningkatkan lahut yang mengontrol dan menjadi
ini kehidupan. Yang demikian itu memungkinkan untuk hulul-nya Tuhan dalam dirinya, atau
dengan kata lain, Tuhan menitis kepada hamba yang dipilih-Nya, melalui titik sentral manusia
yaitu roh.

Adapun menurut istilah ilmu tasawuf, al-hulul berarti paham yang mengatakan bahwa
Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah
sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.

Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan.
Ia menakwilkan ayat:

َ‫يس أَبَى َوا ْست َ ْكبَ َر َو َكانَ ِمنَ ْالكَافِ ِرين‬ َ َ‫َوإِذْ قُ ْلنَا ِل ْل َمالَئِ َك ِة ا ْس ُجد ُواْ آلدَ َم ف‬
َ ‫س َجد ُواْ إِالَّ إِ ْب ِل‬

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu
kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir”. (QS. Al-Baqarah : 34).

Sesuai dengan ajarannya, maka tatkala ia mengatakan "Aku adalah al-Haq" bukanlah al-
Hallaj yang mengucapkan kata-kata itu, tetapi roh Tuhan yang mengambil dalam dirinya.
Sementara itu, hululnya Tuhan kepada manusia erat kaitannya dengan maqamat sebagaimana
telah disebutkan, terutama maqam fana. Fana bagi al-Hallaj mengandung tiga tingkatan: tingkat
memfanakan semua kecenderungan dan keinginan jiwa; tingkat memfanakan semua fikiran
(tajrid aqli), khayalan, perasaan dan perbuatan hingga tersimpul semata-mata hanya kepada
Allah, dan tingkat menghilang semua kekuatan pikir dan kesadaran. Dari tingkat fana
dilanjutkan ke tingkat fana al-fana, peleburan ujud jati diri manusia menjadi sadar ketuhanan
melarut dalam hulul hingga yang disadarinya hanyalah Tuhan.
Teori hulul ini adalah kelanjutan dari fahamnya tentang penciptaan manusia dan alam
ini. Kalau dalam falsafah Islam teori terjadinya alam semesta diperkenalkan oleh Ibnu al –
Farabi dengan mengubah teori emanasi dari Neo Platonisme,maka dalam tasawuf teori ini mula
– mula diperkenalkan oleh al – Hallaj dengan konsep barunya yang ia sebut dengan Nur
Muhammad atau “ Haqiqat Muhammadiyah”.7

(2) Haqiqah Muhammadiyah

Menurut al – Hallaj, Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammadiyah merupakan


pancaran pertama dari zat Tuhan, bersifat qadim dan sehakikat dengan zat Tuhan.dari Nur
Muhammad inilah melimpahnya alam semesta ini. Dengan demikian ada dua pengertian
tentang Muhammad. Muhammad sebagai insan adalah Rasulullah yang bersifat baharu
(Huduts), akan tetapi hakekat ke – Muhammadannya adalah berupa Nur Allah yang Qadim dan
Azali. Tabi’at kemanusiaannya yang bersifat baru disebut nasut sedangkan tabi’at
ketuhanannya yang qadim disebut lahut.8

Menurut al – Hallaj apabila jiwa seseorang manusia telah bersih dalam menempuh
perjalanan hidup kerohanian akan naiklah tingkat hidupnya itu dari satu maqam ke maqam yang
lain, misalnya, Muslim, Mukminm Shalihin, Muraqaabiin, kemudian setelah itu sampailah
ditingkat yang paling tinggi yaitu bersatu dengan Tuhan, ‘asyik dan ma’syuk telah bersatu,
tidak dapat dipisahkan lagi dan Tuhan telah menjelma dalam dirinya, sebagaimana telah
meliputi akan Isa anak Maryam, maka semua yang dikehendakinya akan terjadi.9

(3) Wahdah al – adyan

Menurut faham ini bahwa hakikat semua agama adalah satu, karena semua mempunyai
tujuan yang satu yaitu mengakui dan menyembah Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan semua
agama. Nama agama berbagai macam, ada Islam, Kristen, Yahudi, dan lain – lain, semuanya
hanyalah perbedaan nama, namun hakikatnya sama saja.

Faham seperti ini sebenarnya adalah konsekwensi logis dari faham hakikat
Muhammadiyah, sebab Nur Muhammad dikatakan sumber dari segala sesuatu termasuklah
petunjuk atau agama. Karena itu tidak bisa dikatakan berbeda antara satu dengan yang lainnya.

D. Syair – Syair al – Hallaj

“Sayalah orang yang saya rindui, dan orang yang saya rindui ialah saya.

Kami dua jiwa bersatu disatu badan.

Kalau engkau lihat Aku engkau lihat Dia.

7 Usman Said. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri.
1981/1982. Hal.75 - 76
8 Ibid. Hal.75
9 Ibid. Hal.76
Bila engkau lihat Dia, terlihat engkaulah kami”.10

Dalam sya’ir yang lain al – Hallaj bersenandung pula:

“Telah bercampur roh – Mu dalam roh – ku.

Laksana bercampurnya khamar dengan air yang jernih.

Bila menyentuh akan – Mu sesuatu, tersentuhlah Aku.

Sebeb itu, Engkau adalah Aku, dalam segala hati”.

Ajaran al – Hallaj ini mendapat tantangan dari ahli Hadits, ahli ushul dan pemuka –
pemuka Islam lainnya, sehingga dia dijatuhi hukuman mati pada hari Selasa, 24 Dzulqaidah
309 H. 11

E. Karya – Karya Al-Hallaj

Karya Al-Hallaj yang dicatat oleh Ibn Nadim ada kurang lebih 47 buah
karyanya,diantaranya:

1. Al Ahruful muhaddasah, wal azaliyah, wal asmaul kulliyah

2. Kitab Al Ushul wal Furu’

3. Kitab Sirrul ‘Alam wal mab’uts

4. Kitab Al ‘Adlu wat Tauhid, wat tauhi

5. Kitab ‘Ilmul Baqa wal fana

6. Kitab Madhun Nabi wal Masaul A’laa

7. Kitab “Hua, Hua”

8. Kitab Al - Thawwasin.

Kedelapan kitab ini adalah yang terpenting diantara 47 kitab itu, dan yang tersebut ini
“At Thawwasin” telah dicetak kembali, dan ada salinanya dalam bahasa Persia. Kitab-kitab itu
hanya tinggal catatan, karena ketika hukuman dilaksanakan, kitab-kitab itu juga ikut
dimusnahkan, kecuali sebuah yang disimpan pendukungnya yaitu Ibnu 'Atha dengan judul Al-
Thawasin al-Azal. Dari kitab-kitab ini dan sumber-sumber muridnya dapat diketahui tentang
ajaran-ajaran al-Hallaj dalam tasawuf.

F. Biografi Singkat Abu Yazid Al-Bustami

10 Ibid. Hal.76 - 77
11 Usman Said. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut
Agama Islam Negeri. 1981/1982. Hal.77
Abu Yazid Al-Busthami, nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa bin Syurusan al-
Busthami. Beliau dilahirkan sekitar tahun 200 H/814 M di Bustam, salah satu desa di daerah
Qumais, bagian Timur Laut Persia.12
Dahulu Abu Yazid Al-Bustami bernama Thayfur bin Isa Al-Bisthamy. Kakeknya
seorang majusi namun telah masuk islam. Ia merupakan salah satu dari tiga bersaudara: Adam,
Thayfur dan Ali. Mereka semua ahli zuhud dan ibadat. Sedangkan yang agung budinya adalah
Abu Yazid.13
Keluarga Abu Yazid termasuk keluarga yang berada di daerahnya tetapi ia lebih
memilih hidup sederhana. Sejak dalam kandungan Ibunya, konon kabarnya Abu Yazid telah
mempunyai kelainan. Ibunya berkata bahwa ketika dalam perutnya, Abu Yazid akan
memberontak sehingga Ibunya muntah kalau menyantap makanan yang diragukan
kehalalannya.14
Ketika masih kecil, Abu Yazid Al-Bustami sudah gemar belajar berbagai ilmu
pengetahuan. Sebelum mempelajari ilmu tasawuf, Abu Yazid Al-Bustami mempelajari ilmu
tasawuf, dia belajar agama islam terutama dalam bidang fiqh menurut mazhab Hanafi.
Kemudian dia memperoleh pelajaran tentang ilmu tauhid dan ilmu hakikat dari Abu Ali Sindi.15
Abu Yazid Al-Bustami adalah seorang tokoh sufi yang membawa paham yang berbeda
dengan ajaran tasawuf yang dibawa oleh para tokoh-tokoh sufi sebelumnya. Ajaran tasawuf
yang dibawanya banyak ditentang oleh ulama fiqih dan tauhid, yang menyebabkan dia keluar
masuk penjara. Abu Yazid Al-Bustami meninggal di Bustam pada tahun 261 H/875 M.

G. Pemikiran Tasawuf Abu Yazid Al-Bustami


Dalam perkembangan tasawuf, yang dipandang sebagai tokoh sufi pertama yang
memunculkan persoalan fana dan baqa adalah Abu Yazid Al-Bustami.16
Sebagai pahamnya yang dapat dianggap sebagai timbulnya fana dan baqa adalah :

َ ‫أَع ِْرفُهُ بِ ْى فَ َفنِيْتُ ث ُ َّم‬


ُ‫ع َر ْفتُهُ بِ ِه َف َح َييْت‬
Artinya:
“Aku tahu pada tuhan melalui diriku hingga aku fana’ (hancur), kemudian aku tahu pada-nya
melalui dirinya maka aku pun hidup.” 17

‫ت ث ُ َّم َجنَّنِ ْى بِ ِه فَ ِع ْشتُ فَقُ ْلتُ ا َ ْل ُجنُ ْو ُن بِ ْى فَنَا ٌء َو ْال ُجنُ ْو ُن بِ َك بَقَا ٌء‬
ُّ ‫َجنَّنِى بِى فَ ُم‬
Artinya :
“ Ia membuat aku gila pada diriku sehingga aku mati ; kemudian ia membuat aku gila
padanya, dan akupun hidup…..aku berkata : Gila pada diriku adalah kehancuran dan gila
padamu adalah kelanjutan hidup.”18

12 Ahmadi Isa, Tokoh-tokoh Sufi,(Jakarta :PT.Raja Grafindo Persada,2000),Hal.139


13 Abdul Qasim Al-Qusyairy an Naisabury, Risalatul Qusyairiy, (Surabaya : Risalah Gusti,1999),Hal.493
14Syekhu,Abu Yazid Al-Bustami dengan Konsep Tasawufnya (Online),
(http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/abu-yazid-al-bustami-dengan-konsep-tasawufnya/. Diakses tanggal
10 November 2019)
15 Ahmadi Isa, Op.Cit.
16 Ahmad Mustafa, Akhlak –Tasawuf ,( Bandung : CV.Pustaka Setia,1997), Hal.261
17 Ibid, Hal 261
a. Fana’
Dari segi bahasa al-fana’ berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana’ berbeda dengan al-
fasad (rusak), fana’ artinya tidak nampaknya sesuatu, sedangkan rusak adalah berubahnya
sesuatu kepada sesuatu yang lain.19
Adapun arti fana’ menurut kalangan sufi adalah penghancuran diri (fana’ al-nafs) yaitu
perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Pendapat lain mengatakan
hilangnya sifat-sifat yang tercela dan yang nampak hanya sifat-sifat terpuji, hilangnya
keinginan yang bersifat duniawi dan bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat
ketuhanan.20
Menurut Abu Yazid al-Bustami, fana’ berarti hilangnya kesadaran akan eksistensi diri
pribadi sehingga tidak lagi merasakan kehadiran tubuh jasmaniahnya sebagai manusia,
kesadaran menyatu dalam iradah Tuhan tetapi bukan dalam wujud Tuhan.21
Dalam proses al-fana’, ada empat situasi yang dialami oleh seseorang yaitu al-sakar, al-
satahat, al-zawal al-Hijab dan Ghalab al-Syuhud. Sakar adalah situasi yang terpusat pada satu
titik sehingga ia melihat dengan perasaannya. Syatahat secara bahasa berarti gerakan sedangkan
dalam istilah tasawuf dipahami sebagai ucapan yang terlontar di luar kesadaran, kata-kata yang
terlontar dalam keadaan sakar. Al-Zawal al-Hijab diartikan dengan bebas dimensi sehingga ia
keluar dari alam materi dan telah berada di alam ilahiyat dan ghalab al-Syuhud merupakan
tingkat kesempurnaan musyahadah.22
b. Baqa’
Baqa’ merupakan akibat dari fana’ yang secara harfiah berarti kekal, sedangkan menurut
para sufi, baqa’ adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia
karena lenyapnya sifat-sifat manusia.23
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari fana’ dan baqa’ adalah
mencapai penyatuan secara rohaniah dan batiniah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya
hanya ada Tuhan dalam dirinya.24
c. Ittihad
Selain pemikirannya mengenai fana’ dan baqa’, Abu Yazid Al-Bustami juga dikenal
sebagai penyebar dan pembawa ajaran ittihad dalam tasawuf.25
Ittihad artinya bahwa tingkatan tasawuf seorang sufi yang telah merasa dirinya bersatu
dengan Tuhan. Ittihad merupakan suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai
telah menjadi satu.26

18 Ibid, Hal 261-262


19 Darul Fikri,Konsep Abu Yazid Al-Bustami. (Online). http://lafire77.blogspot.com/2011/09/konsep-abu-yazid-al-
bustami.html (Diakses tanggal 10 Nov 2019)
20 Ibid
21 Darul Fikri,Konsep Abu Yazid Al-Bustami. (Online).http://lafire77.blogspot.com/2011/09/ konsep-abu-yazid-al-
bustami.html (Diakses tanggal 25 Oktober 2012)
22 Ibid
23 Ibid
24 Ibid
25 Ahmad Mustafa, Akhlak –Tasawuf ,( Bandung : CV.Pustaka Setia,1997), Hal.270
26 Ibid, Hal.269
Dengan fana`-Nya Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi ke hadirat tuhan.
Keberadaanya dekat pada tuhan dapat dilihat dari Syathahat yang diucapkan beliau :
‫ب ِم ْن ُحبِّ ْي لَكَ فَأَنَا َع ْبدٌ فَ ِقي ٌْر‬
َ ‫لَ ْستُ أَتَعَ َّج‬
‫َولَ ِكنِّ ْي أَتَعَجَّبُ ِم ْن ُحبِّكَ ِل ْي َوأ َ ْنتَ َم ِلكٌ قَ ِدي ٌْر‬
Artinya:
“Aku tidak heran terhadap cintaku pada-mu karena aku hanyalah hamba yang hina, tetapi aku
heran terhadap cinta-Mu padaku. Karena engkau adalah Raja Mahakuasa”

H. Corak Pemikiran Abu Yazid Al-Bustami


Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam
perjalanan menuju kedekatan dengan Allah, menarik perhatian para pemikir muslim yang
berlatar belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampil sejumlah sufi yang filosofis
atau filosof dan sufis. Konsep-konsep tasawuf mereka disebut tasawuf filsafati yakni tasawuf
yang kaya akan pemikiran-pemikiran filsafat.27
Salah satu dari tokoh sufi yang memiliki corak pemikiran filsafati atau teosofi yaitu Abu
Yazid Al-Bustami. Selain beliau, tokoh sufi lain yang juga dikenal sebagai perintis yaitu Ibn
Musarrah dari Andalusia.28

I. Karya-karya Abu Yazid Al-Bustami


Abu Yazid tidak meninggalkan karya tulis, tetapi ia mewariskan sejumlah ucapan dan
ungkapan mengenai pemahaman tasawwufnya yang disampaikan oleh murid-muridnya dan
tercatat dalam beberapa kitab tasawwuf klasik, seperti ar-Risalah al-Qusyairiyyah, Tabaqat as-
Sufiyyah, Kasyf al-Mahjub, Tazkirah al-Auliya, dan al-Luma. Di antara ungkapannya disebut
oleh kalangan sufi dengan istilah satahat, yaitu ungkapan sufi ketika berada di pintu gerbang
ittihad (kesatuan dengan Allah SWT). Ucapan dan ungkapannya yang
digolongkan satahat adalah seperti berikut.

“Maha suci aku, alangkah agung kebesaranku.”


“Tidak ada Tuhan kecuali aku, maka sembahlah aku.”
“Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku.”29
Suatu ketika seseorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu, Abu Yazid
bertanya, “Siapa yang engkau cari?” Orang itu menjawab, “Abu Yazid”, Abu Yazid berkata.
”Pergilah, di rumah ini tidak ada, kecuali Allah yang maha kuasa dan Mahatinggi.30
Secara harfiah, ungkapan-ungkapan Abu Yazid atau yang juga dikenal Bayazid itu
adalah pengakuan dirinya sebagai Tuhan dan atau sama dengan Tuhan. Akan tetapi sebenarnya
bukan demikian maksudnya. Dengan ucapannya Aku adalah Engkau bukan ia maksudkan
akunya Bayazid pribadi. Dialog yang terjadi sebenarnya adalah monolog. Kata-kata itu adalah

27 Rivay.Siregar.Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufismr. (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,1999). Hal.143
28 Ibid
29 Mengupas ‘Ittihad’ Abu Yazid Al-Bustami, (Online), http://pewarisamanah.blogspot.com/2011/09/mengupas-
ittihad-abu-yazid-al-bustami.html Diakses tanggal 25 Oktober 2012)
30 Ibid
firman Tuhan yang disalurkan melalui lidah Bayazid yang sedang dalam keadaan fana’an
nafs.31

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Abu Al-Mughis Al-Husein bin Mansur bin Muhammad Al-Baidawi merupakan seorang
sufi yang terkenal dengan sebutan Al-Hallaj dan memiliki tiga pokok ajaran yaitu :

- Hulul
- Haqiqah Muhammadiyah
- Wahdat Al-Adyan

Faham Al-Hulul merupakan salah satu bentuk Ittihad. Maksudnya adalah suatu
tingkatan dalam tasawuf dimana seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu
tingkatan saat yang mencintai telah menjadi satu.

Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammadiyah merupakan pancaran pertama dari zat
Tuhan, bersifat qadim dan sehakikat dengan zat Tuhan.dari Nur Muhammad inilah
melimpahnya alam semesta ini.

Ajaran pokok lainnya dari Al-Hallaj adalah Wahdat Al-Adyan, faham ini mengemukakan
bahwa hakikat semua agama adalah satu, karena semua mempunyai tujuan yang satu yaitu
mengakui dan menyembah Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan semua agama.

Abu Yazid Al-Bustami dilahirkan dari keluarga yang taat beragama, tetapi diantara
saudara-saudaranya yang lain Abu Yazid Al-Bustamilah yang paling agung budinya.
Pada masa hidupnya Abu Yazid Al-Bustami dikenal sebagai tokoh sufi kontroversial
dan sering masuk penjara karena pemikirannya yang tidak bisa dinalar atau disalah artikan oleh
manusia pada umumnya. Abu Yazid Al-Bustami merupakan tokoh sufi pertama yang
memunculkan pemikiran Fana’ dan baqa’.Corak pemikiran Abu Yazid Al-Bustami yaitu
filsafati karena konsep-konsep tasawufnya kaya akan pemikiran-pemikiran filsafat. Karya-
karya Abu Yazid Al Bustami tidak berupa suatu karya tulis atau buku melainkan kata-kata yang
disebut satahat.

31 Rivay.Siregar.Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufismr. (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,1999). Hal.154
DAFTAR PUSTAKA

An-Naisabury, Abdul Qasim Al-Qusyairy.1999. Risalatul Qusyairiyah,Induk Ilmu Tasawuf.


Surabaya : Risalah Gusti
Fikri,Darul.2011. Konsep Abu Yazid Al-Bustami.
(Online). http://lafire77.blogspot.com/2011/09/konsep-abu-yazid-al-
bustami.html (Diakses tanggal 10 November 2019)
Isa,Ahmadi.2000. Tokoh-tokoh Sufi. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada
Mengupas ‘Ittihad’ Abu Yazid Al-Bustami. (Online).
http://pewarisamanah.blogspot.com/2011/09/mengupas-ittihad-abu-yazid-
albustami.html (Diakses tanggal 10 November 2019)
Jamil. Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi. 2013. Hal. 128
Mustafa,Ahmad.1997. Akhlak –Tasawuf . Bandung : CV.Pustaka Setia
Siregar,H.A.Rivay.1999. Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufismr. Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada
Syekhu.2009. Abu Al-Bustami dengan Konsep Tasawufnya (Online).
http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/abu-yazid-al-bustami-dengan-konsep-
tasawufnya/.( Diakses tanggal 10 November 2019)
Usman Said. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama

Institut Agama Islam Negeri. 1981/1982.

Anda mungkin juga menyukai