Anda di halaman 1dari 11

Visi Islam Atas Berbagai Konsep Psikologi

Disusun oleh :

Rivan Dwi Arianto ( 208110166)


Seperti yang kita tahu, dalam Psikologi modern ada tiga arus utama
(mainstream) yang kini diakui sebagai aliran Psikologi yang mapan,
yaitu Psikoanalisis, Behaviorisme, dan Psikologi Humanistik. Dari
tiga itu juga memiliki kritikan kritikan terhadap konsep manusia.

Kritik terhadap Behaviorisme (Pavlov, Watson) :


Aliran ini mempunyai kecenderungan untuk mereduksi manusia. Bahkan menurut
pandangan ini manusia tak memiliki jiwa, tak memiliki kemauan dan kebebasan untuk
menentukan tingkah lakunya sendiri. Kritik yang lain terhadap aliran ini adalah menganggap
manusia sebagai makhluk hedonis yang mempunyai motif tunggal untuk menyesuaikan diri
terhadap lingkungan fisik dan lingkungan sosial dengan sikap mementingkan ke-kini-dan di-
sini an (here and now).
Kritik terhadap Psikoanalisis (Sigmund Frued) :
Teori Freud ini akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan kebutuhan seseorang akan
aktualisasi diri atau juga kebutuhan untuk beragama. Teori ini tak mampu menjelaskan tentang
dorongan yang dimiliki muslim untuk mendapat ridha dari Allah SWT.

Kritik terhadap Psikologi Humanistik (Maslow, Carl Ransom) :


Akhirnya begitu banyak psikolog Muslim yang terpesona dengan Psikologi Humanistik.
Bahkan sebagian psikolog Muslim menganggap Psikologi Humanistik mewakili suara Islam
pula. Secara sclintas Psikologi Humanistik mempunyai pandangan bahwa pada dasarnya
manusia adalah baik dan bahwa potensi manusia adalah tidak terbatas.
Psikologi modern memberi tempat khusus bagi kajian tentang
perilaku-perilaku keagamaan. Kajian kajian seperti ini biasanya dapat
kita temukan dalam buku-buku teks Psikologi agama.

Psikoanalisis tentang Perilaku Beragama :


Dalam pandangan Freud dorongan beragama bukanlah suatu dorongan yang alami atau
asasi, melain kan dorongan yang tercipta karena tuntutan lingkungan. Dalam kaitannya
dengan perilaku beragama. Freud melihat bahwa agama itu adalah reaksi manusia atas
ketakutannya sendiri. Dari penjelasan di atas dapat bahwa orang melakukan perilaku
beragama semata-mata didorong oleh keinginan untuk menghindari keadaan bahaya yang
akan menimpa dirinya dan memberi rasa aman bagi diri sendiri.
Behaviorisme tentang Perilaku Beragama :
Konsep Tuhan tidak masuk sama sekali di dalam konteks Behaviorisme. Watson begitu
yakin bahwa penentu kehidupan manusia adalah faktor-faktor eksternal yang mengenai
manusia itu. Dan faktor eksternal itu sama sekali bukan Tuhan, karena Tuhan tidak pernah
masuk dalam konsep Watson

Psikologi Humanistik tentang Perilaku Beragama :


Pendekatan Humanistik mengakui eksistensi agama. Maslow sendiri dalam teorinya
mengemukakan konsep metamotivation yang di luar kelima hierarchy of needs yang pernah
dia kemuka kan. Mystical atau peak experience adalah bagian dari metamotivation yang
menggambarkan pengalaman keagamaan. Pada kondisi ini manusia merasakan adanya
pengalaman keagamaan yang sangat dalam. Di mata Maslow level ini adalah bagian dari
kesempurnaan manusia.
Perspektif Islam tentang Religiusitas
Searah dengan pandangan Islam, Glock & Stark (Robertson, 1988) menilai bahwa kepercayaan keagamaan
(teologi) adalah jantungnya dimensi keyakinan. Konsep religiusitas versi Glock & Stark adalah rumusan brilian.
Konsep tersebut mencoba melihat keberagamaan seseorang bukan hanya dari satu atau dua dimensi, tapi mencoba
memperhatikan segala dimensi. Keberagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual
saja, tapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya.

Sebagai suatu sistem yang menyeluruh, Islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh pula.
Karena itu, hanya konsep yang mampu memberi penjelasan tentang kemenyuluruhan yang mampu memahami
keberagaman umat Islam. Untuk memahami Islam dan umat Islam, konsep yang tepat adalah konsep yang mampu
memahami adanya beragam dimensi dalam berislam dan rumusan Glock & Stark yang membagi keberagamaan
menjadi lima dimensi dalam tingkat tertentu mempunyai kesesuaian dengan Islam.
Teori Kebutuhan
Berprestasi
Teori kebutuhan berprestasi yang dikemukakan oleh para ahli dari negeri Barat dengan membandingkannya dengan
teori kebutuhan untuk berprestasi yang dasar dasarnya ditulis dalam Al-Qur'an. Teori kebutuhan berprestasi versi Al-
Qur'an adalah suatu teori yang dapat mengatasi dampak negatif yang terjadi karena kelemahan dari teori yang
dikemukakan para ahli dari negeri Barat.

Teori Kebutuhan Berprestasi versi Barat:


David C. McClelland (1969) mengajukan teori yang disebutnya teori kebutuhan untuk berprestasi (need for
achievement). Ia juga akan membuktikan bahwa dorongan berprestasi ini bisa dibentuk, dan apabila sudah terbentuk
akan menyebabkan seseorang selalu ingin mengejar prestasi dengan berbuat sebanyak-banyaknya dan sekeras-kerasnya,
McClelland melakukan suatu eksperimen dan hasil penelitian ini, McClelland menarik kesimpulan bahwa dorongan
untuk berprestasi dapat ditumbuhkan lewat pendidikan.
Teori Kebutuhan Berprestasi Versi Al-Qur'an:
Dalam Al-Qur'an, surah al-insyirah (94:1-8) yang maksudnya ialah Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Wahyu di atas tidak menyuruh orang bekerja dengan menjadikan pekerjaan sebagai suatu beban bagi dirinya sendiri.
Allah SWT menginginkan kemudahan bagi manusia serta bergembira dan bersyukur atas pemberian Allah. Berbeda
dengan teori McClelland yang bersifat egoistik-individualistik keduniawian, teori kebutuhan berprestasi versi Al-Qur'an
bersifat duniawi dan ukhrawi yang tidak berorientasi pada pengabdian terhadap diri sendiri, melainkan pengabdian
kepada Allah.
Agama dan Kesehatan Mental

Sebelum perang dunia kedua literatur dalam bidang agama dan psikoterapi boleh dikatakan belum
muncul. Pada tahun-tahun berikutnya mulai berkembang keinginan untuk memadukan agama dan
psikoterapi. Namun demikian pemaduan tersebut belum berhasil dikarenakan perbedaan pendapat tentang
fungsi psiko terapis dan fungsi agamawan di dalam usaha penanggulangan ganguan jiwa.

Ketertarikan pada masalah agama telah pula mewarnai beberapa teori Psikologi yang muncul relatif lebih
belakangan. Aliran Psikologi Humanistik adalah aliran yang banyak memasukkan unsur agama ke dalam
teorinya. Tokoh-tokoh yang kiranya besar peranannya adalah Abraham Maslow. Selain itu, Victor Frankl
yang terkenal dengan teknik Logotherapy, adalah tokoh aliran Psikologi Humanistik yang sangat besar
perhatiannya pada agama.
Dalam agama Islam keterpisahan antara ilmu pengetahuan dan masalah agama tidaklah terjadi. Agama
dan ilmu pengetahuan adalah dua hal yang berjalan seiring dan tidak terpisahkan. Oleh karena itu bagi
seorang Muslim untuk membuat pemisahan antara pendekatan Psikologi (yang bebas agama) sebagai ilmu
pengetahuan dan agama sebagai teknik terapi adalah tidak mungkin.

Salah satu ayat Al-Qur'an yang berisikan aspek penyembuhan gangguan jiwa adalah Surah Yunus ayat
57, Ayat tersebut menunjukkan bahwa agama itu sendiri berisikan aspek terapi bagi gangguan jiwa.
Banyak sekali ayat-ayat di dalam Al-Qur'an yang isinya sejalan dengan ayat di atas. Misalnya Surat Al-Isra
ayat 82: "Dan kami turunkan dari Al-Qur'an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi yang beriman
dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim kecuali kerugian". Surat lainnya
adalah bagian dari surat Fushilat ayat 44: "... Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang
beriman...“

Ayat-ayat di atas memberi petunjuk bahwa agama mempunyai sifat terapeutik bagi gangguan kejiwaan.
Namun bagaimana kah pelaksanaan dari proses terapeutik tersebut haruslah dilihat dari ajaran-ajaran
agama Islam itu sendiri.
Terimakas
iH

Anda mungkin juga menyukai