Anda di halaman 1dari 21

1

MAKALAH AGAMA
“QADARIYAH”

DISUSUN OLEH :

ALHIKMAH FADHILAH : 2213211019


INTAN PUTRI WARDANI : 2213211025
KURNIA CHAIRUN NAJWA : 2213211027
NURAINI : 2213211008
PUTRI AMELIA HUSNA : 2213211010
SITI NURFADILA : 2213211040
TIA AYANG NABILA : 2213211041
TIARA S SALSABILLA : 2213211042

DOSEN PENGAMPUH :
AHMAD MASYARI

TAHUN AJARAN 2022/2023


PROGRAM STUDI GIZI
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmatnya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah dengan baik.Makalah “QADARIYAH” ini diajukan guna
untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Biologi yang mana didalam nya menjelaskan tentang
embriologi dasar.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Makalah QADARIYAH ini masih jauh
dari kata sempurna, dan untuk itu kami sebagai penulis dari makalah ini mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk kedepannya.

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

KELOMPOK 3
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Aliran-aliran (Firqoh) muncul setelah Rasulullah SAW wafat, pada zaman Nabi
Muhammad SAW umat Islam dapat kompak dalam lapangan agama, termasuk di bidang aqidah.
Kalau ada hal-hal yang tidak jelas atau hal-hal yang diperselisihkan di antara para sahabat,
mereka mengembalikan persoalannya kepada nabi. Maka penjelasan beliau itulah yang
kemudian menjadi pegangan dan ditaatinya.
Namun setelah Rasulullah wafat mulailah bermunculah aliran-aliran (firqoh) ilmu
kalam, terutama pada masa pemerintahan Kholifah Usman bin affan. Syi’ah merupakan firqoh
pertama yang kemudian disusul oleh firqoh-firqoh lainnya, salah satunya adalah firqoh
Qadariyah.
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang
didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam tampak
jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah ini,
persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga
tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang
menyerukan kepada masalah keimanan
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam.
Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam
mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu
ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau
ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan
memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya
perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah
teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan
perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka
dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui
perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat
4

bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan
keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi
yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan
Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu
kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah
dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Qadariyah. Dalam makalah ini penulis
hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Qadariyah. Mencakup di dalamnya
adalah latar belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum. .

1.2.       Rumusan Masalah


               Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami perlu merumuskan masalah
sebagai berikut :
1.2.1.  Bagaimana Awal kemunculan aliran Qadariyah?
1.2.2.  Siapa tokoh-tokoh Aliran Qadariyah?
1.2.3. Bagaimana ajaran-ajaran aliran Qadariyah ?

1.3.       Tujuan
               Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penyususan makalah ini memiliki tujuan
sebagai berikut :
-          Dapat mengetahui firqoh-firqoh ilmu kalam dalam Islam
-  Dapat menjadi referensi dalam mempelajari firqoh-firqoh dalam Islam pada umumnya serta
aliran qadariyah pada umumnya.

1.4.       Manfaat
               Berdasarkan tujuan di atas, maka penyusunan makalah ini memberikan manfaat sebagai
berikut :
1.4.1.   Kita dapat mengetahui sejarah munculnya aliran Qadariyah
1.4.2.   Memahami tokoh-tokoh faham qadariyah
1.4.3.   Memahami ajaran-ajaran aliran Qadariyah
5

BAB II

PEMBAHASAN

       2.1       PENGERTIAN ALIRAN QADARIYAH


Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang
bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas
kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution
menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
pada qadar Tuhan.
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang
yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu
melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.

       2.2       SEJARAH MUNCULNYA QADARIYAH


Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi
yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan
Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad
Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama
Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan,
demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan
dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan
ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M
Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa Qadariyah mula-mula ditimbulkan
pertama kali sekitar tahun 70 H/689 M, dipimpin oleh seorang bernama Ma’bad al-Juhani dan
Ja’ad bin Dirham, pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M).
6

Menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan temannya Ghailan al-Dimasyqi mengambil
faham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Ma’ad al-Juhni adalah seorang tabi’in,
pernah belajar kepada Washil bin Atho’, pendiri Mu’tazilah. Dia dihukum mati oleh al-Hajaj,
Gubernur Basrah, karena ajaran-ajarannya. Dan menurut al-Zahabi, Ma’ad adalah seorang tabi’in
yang baik, tetapi ia memasuki lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman ibn al-Asy’as,
gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dalam pertempuran dengan al-
Hajjaj, Ma’ad mati terbunuh dalam tahun 80 H.
Sedangkan Ghailan al-Dimasyqi adalah penduduk kota Damaskus. Ayahnya seorang
yang pernah bekerja pada khalifah Utsman bin Affan. Ia datang ke Damaskus pada masa
pemerintahan khalifah Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H). Ghailan juga dihukum mati karena
faham-fahamnya. Ghailan sendiri menyiarkan faham Qadariyahnya di Damaskus, tetapi
mendapat tantangan dari khalifah Umar ibn Abd al-Aziz.
Menurut Ghailan, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia sendirilah
yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia
sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan
dayanya sendiri. Dalam faham ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya.
Di sini tak terdapat faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan
terlebih dahulu, dan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya hanya bertindak menurut
nasibnya yang telah ditentukan semenjak azal. Selain penganjur faham Qadariyah, Ghailan juga
merupakan pemuka Murji’ah dari golongan al-Salihiah. Tokoh-tokoh faham Qadariyah antara
lain : Abi Syamr, Ibnu Syahib, Galiani al-Damasqi, dan Saleh Qubbah
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan
dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurut faham Qadaiyah, manusia mempunyai
kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian
nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar atau kadar
Tuhan.
Dalam istilah inggrisnya faham ini dikenal dengan nama free will dan free act. Mereka, kaum
Qadariyah mengemukakan dalil-dalil akal dan dalil-dalil naqal (Al-Qur’an dan Hadits) untuk
memperkuat pendirian mereka. Mereka memajukan dalil, kalau perbuatan manusia sekarang
dijadikan oleh Tuhan, juga kenapakah mereka diberi pahala kalau berbuat baik dan disiksa kalau
berbuat maksiat, padahal yang membuat atau menciptakan hal itu adalah Allah Ta’ala.
7

Dikemukakan pula dalil dari ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan sendiri oleh kaum
Qadariyah sesuai dengan madzhabnya, tanpa memperhatikan tafsir-tafsir dari Nabi dan sahabat
Nabi ahli tafsir. Misalnya mereka kemukakan ayat, yang artinya :
“Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman dan barang yang ingin
(kafir) biarlah ia kafir”. (QS. Al-Kahfi : 29).
Menurut Qadariyah, dalam ayat ini, bahwa iman dan kafir dari seseorang tergantung pada orang
itu, bukan lagi kepada Tuhan. Ini suatu bukti bahwa manusialah yang menentukan, bukan Tuhan.
Dalam segi tertentu Qadariyah mempunyai kesamaan ajaran dengan Mu’tazilah.
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik
Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat
tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan
lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran
Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah.
      
2.3       CIRI-CIRI PENGANUT ALIRAN QADARIYAH
Di antara cirri-ciri paham Qadariyah adalah sebagai berikut.
1.      Manusia berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka
perbuatan dan nasib manusia itu dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya sendiri, tanpa ada
campur tangan Allah SWT.
2.      Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan tidak
mempengaruhi iman. Artinya, orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi keimanannya.
3.      Orang yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan ibadah dan amal-
amal kebajikan
      
2.4       AJARAN-AJARAN QADARIYAH
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas
kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi
perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan
bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala
perbuatannya.
8

Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya
sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya
sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala
atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan
yang diperbuatnya.
Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran
siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri,
bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan
balasannya sesuai dengan tindakannya.
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang umum
yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia
telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib
yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan
Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hokum
yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti hokum alam.
Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu
berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang
mampu membawa barang seratus kilogram.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan kepada
Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara dan
mendukung paham itu  
Artinya : “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang
kamu perbuat”. (QS. Fush-Shilat : 40).
Artinya : “Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman maka
berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah”. (QS. Al-Kahfi : 29).  
Artinya : “dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal
kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan
Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan)
dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Ali Imran :165)
9

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan [Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-
sebab kemunduran mereka.] yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS.Ar-R’d :11)
Secara terperinci asas-asas ajaran Qadariyah adalah sebagai berikut :
1.      Mengingkari takdir Allah Taala dengan maksud ilmuNya.
2.      Melampau di dalam menetapkan kemampuan manusia dengan menganggap mereka
bebas berkehendak (iradah). Di dalam perbuatan manusia, Allah tidak mempunyai pengetahuan
(ilmu) mengenainya dan ia terlepas dari takdir (qadar). Mereka menganggap bahawa Allah tidak
mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu kecuali selepas ia terjadi.
3.      Mereka berpendapat bahawa Allah tidak bersifat dengan suatu sifat yang ada pada
makhluknya. Kerana ini akan membawa kepada penyerupaan (tasybih). Oleh itu mereka
menafikan sifat-sifat Ma'ani dari Allah Taala.
4.      Mereka berpendapat bahawa al-Quran itu adalah makhluk. Ini disebabkan
pengingkaran mereka terhadap sifat Allah.
5.      Mengenal Allah wajib menurut akal, dan iman itu ialah mengenal Allah.
6.      Mereka mengingkari melihat Allah (rukyah), kerana ini akan membawa kepada
penyerupaan (tasybih).
7.      Mereka mengemukakan pendapat tentang syurga dan neraka akan musnah (fana'),
selepas ahli syurga mengecap nikmat dan ali neraka menerima azab siksa.
      
2.5       REFLEKSI ALIRAN QADARIYAH DAN ALIRAN JABARIYAH (Sebuah
Perbandingan Tentang Musibah)

Dalam pembahasan-pembahasan tentang ilmu kalam khususnya dalam hal aliran-aliran


yang ada di dalamnya, aliran Qadariyah dan aliran Jabariyah selalu dikaitkan, karena aliran
keduanya ini sangatlah berbeda pandangan, di satu sisi Aliran Qadariyah beranggapan  bahwa
segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah artinya segala tingkah laku manusia tidak
ada campur tangan Allah SWT sama sekali, di lain pihak Aliran Jabariyah berbeda pandangan
dan bertolak belakang yaitu aliran Jabariyah beranggapan bahwa segala tingkah laku manusia
semuanya ditentukan oleh Allah, manusia sangat tidak berdaya.
10

Dalam paham Jabariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan bagai


kapas yang melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun daya untuk menentukan
gerakannya yang ditentukan dan digerakkan oleh arus angin. Sedang yang berpaham Qadariyah
akan menjawab, bahwa perbuatan manusia ditentukan dan dikerjakan oleh manusia, bukan Allah.
Dalam paham Qadariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan sebagai
berkuasa penuh untuk menentukan dan mengerjakan perbuatannya. Pada perkembangan
selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai paham tradisional dan konservatif dalam
Islam dan paham Qadariyah disebut juga sebagai paham rasional dan liberal dalam Islam. Kedua
paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama) - sesuai
pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad)
- dan aqli (argumen pikiran).
Di negeri-negeri kaum Muslimin, seperti di Indonesia, yang dominan adalah paham
Jabariyah. Orang Muslim yang berpaham Qadariyah merupakan kalangan yang terbatas atau
hanya sedikit dari mereka.
Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan
dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Bagi yang berpaham
Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan
perbuatan Allah. Sedang, yang berpaham Qadariyah condong mencari tahu di mana letak
peranan manusia pada kecelakaan itu.
Kedua paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing. Pada paham
Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua peristiwa dipandang sudah
kehendak dan dilakukan oleh Allah. Sedang, pada paham Qadariyah, semangat investigasi amat
besar, karena semua peristiwa yang berkaitan dengan peranan (perbuatan) manusia harus
dipertanggungjawabkan oleh manusia melalui suatu investigasi.
Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan sebagai makhluk
yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Posisi
manusia demikian tidak terdapat di dalam paham Jabariyah. Akibat dari perbedaan sikap dan
posisi itu, ilmu pengetahuan lebih pasti berkembang di dalam paham Qadariyah ketimbang
Jabariyah.
11

Dalam hal musibah gempa dan tsunami baru-baru ini, karena menyikapinya sebagai
kehendak dan perbuatan Allah, bagi yang berpaham Jabariyah, sudah cukup bila tindakan
membantu korban dan memetik "hikmat" sudah dilakukan.
Sedang hikmat yang dimaksud hanya berupa pengakuan dosa-dosa dan hidup selanjutnya
tanpa mengulangi dosa-dosa. Sedang bagi yang berpaham Qadariyah, meski gempa dan tsunami
tidak secara langsung menunjuk perbuatan manusia, namun mengajukan pertanyaan yang harus
dijawab : adakah andil manusia di dalam "mengganggu" ekosistem kehidupan yang
menyebabkan alam "marah" dalam bentuk gempa dan tsunami? Untuk itu, paham Qadariyah
membenarkan suatu investigasi (pencaritahuan), misalnya, dengan memotret lewat satelit
kawasan yang dilanda musibah

2.6       KEKELIRUAN QADARIYAH TERHADAP TAKDIR ALLAH

Iman kepada taqdir  merupakan keyakinan yang harus dipegang teguh oleh setiap
muslim. Orang yang beriman kepada taqdir, dengan cara yang benar, berarti telah merealisasikan
tauhid kepada-Nya dan berjalan di atas petunjuk  Rabb-nya. Sebab, beriman kepada qadar
termasuk mendapatkan petunjuk.
Allah Azza wa Jalla berfirman, "Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah
menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya."
[Muhammad: 17]Dia juga berfirman, "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang
kecuali dengan izin Allah, Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya … ." [At-Taghaabun: 11]
‘Alqamah rahimahullahu berkata tentang ayat ini, “Yaitu, mengenai orang yang tertimpa
musibah, lalu dia tahu bahwa hal itu berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia pun
pasrah dan ridha.”  ( Zaadul Masiir VIII/283, Ibnul Jauzi)
Kemudian orang yang beriman kepada tadir akan sadar bahwa semua makhluk berada
dalam kekuasaan-Nya, diatur dengan qadar (ketentuan)-Nya. Semua mahluk tidak memiliki
suatu kekuasaan pun, termasuk  terhadap dirinya, terlebih terhadap selainnya, baik kemanfaatan
maupun kemudharatan.
12

Karena itu kita harus yakin bahwa segala urusan itu  berada di tangan Allah. Karena
Dialah yang memberi kepada siapa yang dikehendaki  dan mencegah dari siapa yang
dikehendaki. Tidak ada yang dapat menolak ketentuan dan ketetapan-Nya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah ditanya oleh
Malaikat Jibril tentang iman. Beliau menjawab bahwa salah satu tanda iman adalah percaya pada
taqdir baik dan buruk yang telah ditentukan Allah Ta'ala. (Arbain An-Nawawi hadits ke 2, Imam
Nawawi)  Pemahaman seperti inilah yang dipegang teguh oleh para ulama salaf.
Imam Syahrastani dalam kitabnya, al-Milal wa al-Nihal hal.61, menyebutkan bahwa
keyakinan terhadap taqdir sudah menjadi ijmak para sahabat. Orang-orang yang dicintai
Rasulullah ini berkeyakinan bahwa qadar yang baik dan buruk pada hakekatnya berasal dari
Allah SWT.
Dari keterangan inilah kemudian para ulama menyimpulkan bahwa pada dasarnya
manusia hanyalah punya kemampuan berusaha, namun yang menentukan berhasil atau tidaknya
ada di tangan Allah SWT.  Sebab tidak ada satu kekuasaanpun diluar kekuasaan-Nya.
  
2.7       BANTAHAN TERHADAP KAUM QADARIYAH  
Meski ayat dan hadits tentang iman kepada taqdir sudah jelas, namun masih ada
sekelompok orang yang tidak mempercayainya. Terutama berkaitan dengan taqdir buruk.
Mereka berpendapat bahwa Allah tidak mungkin memberi taqdir buruk kepada hamba-Nya.
Sebab jika itu dilakukan, berarti Allah telah berbuat dhalim. Dan ini tidak mungkin dilakukan
Allah. Kalau ada seseorang tertimpa musibah berarti itu karena kesalahannya semata, bukan
taqdir Allah.
Pendapat ini sebenarnya bukanlah hal baru dalam wacana pemikiran Islam. Kelompok
yang berpendapat seperti itu adalah kaum Qadariyyah yang  muncul  pada akhir masa sahabat.
Keyakinan seperti ini disebarkan oleh Ma'bad al-Juhani, Gilan al-Damisqi dan Yunus al-Ashwa
yang mengingkari terhadap penyandaran baik dan buruk terhadap qadar. Mereka juga
berpendapat bahwa segala sesuatu mempunyai sebab, sebagaimana pemahaman para filosof
Yunani .  
Menurut kelompok ini, Allah wajib mewujudkan yang baik (al-ashlah) untuk
kemaslahatan manusia. Bisa saja Allah bertindak zalim dan berdusta, tetapi mustahil akan
berbuat begitu. Sebab kalau Dia mentakdirkan atau membuat yang buruk bagi seseorang dan
13

menghukum orang tersebut, maka berarti hilanglah keadilan-Nya.  Intinya, menurut kaum
Qadariyyah,  Allah hanya membuat yang baik dan  tidak yang buruk. Mereka berpendapat bahwa
Allah tidak menciptakan kecuali yang baik, karena Allah berkewajiban memelihara kepentingan
hamba-Nya.
Pendapat sesat ini telah dijawab oleh para ulama. Yang benar, segala yang terjadi di jagad
raya ini adalah taqdir dan ciptaan-Nya. Allah berbuat sesuai kehendak-Nya. Dan karena yang
diperbuat adalah milik-Nya sendiri, maka tidak ada alasan untuk mengatakan Allah berlaku
aniaya. Karena tidak ada milik atau hak orang lain yang dirampas atau ditindas-Nya. Mengenai
paham Qadariyyah ini Rasulullah bersabda, 

ُ ‫وس َه ِذ ِه اُأل َّم ِة ِإنْ َم ِر‬


ْ َ‫ضوا فَالَ تَ ُعودُو ُه ْم َوِإنْ َماتُوا فَالَ ت‬
‫ش َهدُو ُه ْم‬ ُ ‫ا ْلقَ َد ِريَّةُ َم ُج‬
  "Al-Qadariyyah adalah Majusinya umat (Islam) ini. Jika mereka sakit jangan dijenguk. Jika
mereka mati jangan disaksikan" (HR. Sunan Abu Daud, Sunan Baihaqi)  
Dalam kitab Al Ibana al-Kubra Li Ibni Batha.  disebutkan bahwa Imam Al- Au'zai mengatakan
 "Qadariyyah adalah musuh Allah di dunia"
Yang dimaksud musuh Allah di sini adalah musuh mengenai taqdir Allah, karena taqdir
Allah terdiri dari kebaikan dan keburukan. Demikian pula perbuatan manusia terdiri dari dua
macam yaitu baik dan buruk.
Dalam kitab As-Sunnah,  Ibn Abi 'Ashim meriwayatkan dari Sa'ad bin Abd al-Jabbar,
katanya: "Saya mendengar Imam Malik bin Anas berkata: Pendapat saya tentang kelompok
Qadariyyah adalah, mereka itu disuruh bertaubat. Apabila tidak mau, mereka harus dihukum
mati".
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman seperti kelompok
Qadariyyah itu sesat dan menyesatkan. Karena itu kaum muslimin hendaklah berhati-hati
terhadap orang atau kelompok yang memiliki pendapat seperti mereka. Allah yang Maha Suci,
tidak mungkin kekuasaan-Nya ditembus oleh sesuatu tanpa kehendak-Nya. Memang seorang
hamba memiliki keinginan dan kehendak, akan tetapi semua itu tetap mengikut kehendak dan
keinginan Allah. Manusia memiliki kebebasan untuk berbuat, namun kebebasan yang mengikuti
kehendak dan keinginan yang memberi kebebasan yaitu Allah.  
      
14

2.8       SEJARAH SINGKAT PERPECAHAN DALAM ISLAM

Perpecahan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan aliran Qadariyah, karna aliran
tersebut dapat dikatakan dari perpecahan itu sendiri, berikut ini adalah tokoh-tokoh bid’ah yang
termasuk didalamnya tokoh pencetus aliran Qadariyah :
1.      Pelopor perpecahan : Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba' Al-Yahudi, seorang Yahudi
yang mengaku-ngaku beragama Islam. berikut pengikut dan konco-konconya. Ide kotornya
pertama kali muncul sekitar tahun 34H. Ibnu Sauda' ini memadukan antara bid'ah Khawarij dan
Syi'ah.
2.      Setelah itu Ma'bad Al-Juhani (meninggal dunia tahun 80H) meluncurkan pemikiran
bid'ah seputar masalah takdir sekitar tahun 64H. Ia menggugat ilmu Allah dan takdirNya. Ia
mempromosikan pemikiran sesat itu terang-terangan sehingga banyak meninggalkan ekses.
Disamping orang-orang yang mengikutinya juga banyak. Namun bid'ahnya ini mendapat
penentangan yang sangat keras dari kaum Salaf, termasuk di dalamnya para sahabat yang masih
hidup ketika itu, seperti Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma.
3.      Kemudian muncullah Ghailan Ad-Dimasyqi yang mengibarkan pengaruh cukup
besar seputar masalah-masalah takdir sekitar tahun 98H. Dan juga dalam masalah ta'wil, ta'thil
(mengingkari sebagian siaft-sifat Allah) dan masalah irja [2] Para salaf pun menentang
pemikirannya itu. Termasuk diantara yang menentangnya adalah Khalifah Umar bin Abdil Aziz.
Beliau menegakkan hujjah atasnya, sehingga Ghailan menghentikan celotehannya sampai Umar
bin Abdul Aziz wafat.
Namun setelah itu, Ghailan kembali meneruskan aksinya. Ini merupakan ciri yang sangat
dominan bagi ahli bid'ah, yaitu mereka tidak akan bertaubat dari bid'ah. Sekalipun hujjahnya
telah dipatahkan, mereka tetap kembali menentang dan kembali kepada bid'ahnya. Ghailan ini
akhirnya dibunuh setelah dimintai taubat namun menolak bertaubat pada tahun 105H.
4.      Setelah itu muncullah Al-Ja'd bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H). Ia
mengembangkan pendapat pendapat sesat itu. Dan meracik antara bid'ah Qadariyah dengan
bid'ah Mu'aththilah [3] dan ahli ta'wil. Kemudian ia menyebarkan pemikiran rancu (syubhat) di
tengah-tengah kaum muslimin.
Sehingga para ulama Salaf memberi peringatan kepadanya dan menghimbaunya untuk
segera bertaubat. Namun ia menolak bertaubat. Para ulama membantah pendapat-pendapat Al-
15

Ja'd ini dan menegakkan hujjah atasnya, namun ia tetap bersikeras. Maka semakin banyak kaum
muslimin yang terkena racun pemikirannya, para ulama memutuskan hukuman mati atasnya
demi tercegahnya fitnah (kesesatan). Ia pun dibunuh oleh Khalid bin Abullah Al-Qasri. Kisah
terbunuhnya Al-Ja'd ini sangat mashur, Khalid berpidato seusai menunaikan shalat 'Idul Adha :
"Sembelihlah hewan kurban kalian, semoga Allah menerima sembelihan kalian, sementara aku
akan menyembelih Al-Ja'd bin Dirham, karena telah mendakwahkan bahwa Allah Subhanahu wa
Ta'ala tidak menjadikan Ibrahim sebagai khalilNya dan Allah tidak mengajak Nabi Musa
berbicara ...... dan seterusnya". Kemudian beliau turun dari mimbar dam menyembelihnya.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 124H.
5.      Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam beberapa waktu. Hingga
kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan. Yang mengoleksi bid'ah dan
kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid'ah baru. Akibat ulahnya muncullah bid'ah
Jahmiyah serta kesesatan dan penyimpangan kufur lainnya yang ditularkannya.
Al-Jahm bin Shafwan ini banyak mengambil ucapan-ucapan Ghailan dan Al-Ja'd, bahkan
ia menambah lagi dengan bid'ah ta'thil (penolakan sifat-sifat Allah), bid'ah ta'wil, bid'ah irja',
bid'ah Jabariyah [4], bid'ah Kalam [5], tidak meyakini Allah bersemayam di atas Arsy, menolak
sifat Al-'Uluw (yang maha tinggi) bagi Allah, menolak ru'yah
[6]. Al-Jahm dihukum mati pada tahun 128H
6.      Dalam waktu yang bersamaan, munculah pula Washil bin Atha' dan Amr bin Ubeid.
Mereka berdua meletakkan dasar-dasar pemikiran Mu'tazilah Qadariyah.
Setelah itu terbukalah pintu perpecahan. Kelompok Rafidhah mulai berani menyatakan terang-
terangan aqidah dan keyakinannya. Kemudian sekte Syi'ah ini terpecah belah menjadi beberapa
golongan. Lalu muncullah kaum Musyabbihah
7.      dari kalangan Syi'ah melalui tokoh-tokohnya seperti Daud Al-Jawaribi, Hisyam bin
Al-Hakam, Hisyam bin Al-Jawaliqi dan lain-lain. Mereka itulah peletak dasar ajaran
Musyabbihah dan pelopornya. Mereka juga termasuk pengikut ajaran Syi'ah.
8.      Kemudian muncullah Al-Mutakallimun (Ahli Kalam) seperti Al-Kullabiyah, Al-
Asy'ariyah dan Al-Maturidiyah. Lalu muncul pula aliran-aliran sufi dan ahli-ahli filsafat. dengan
demikian, pintu perpecahan terbuka luas bagi setiap orang sesat, ahli bid'ah dan pengiku hawa
nafsu. Sehingga tertancaplah dasar-dasar perpecahan di antara kaum muslimin sekarang ini.
16

Sampai hari ini, ekses-ekses perpecahan masih terlihat di antara kaum muslimin. Bahkan
terus bertambah dengan muculnya bid'ah-bid'ah dan penyimpangan-penyimpangan baru di
samping perpecahan yang sudah ada, sejalan dengan hawa nafsu manusia yang sudah begitu
akrab dengan bid'ah kesesatan.
Sebagian orang mengira bahwa kelompok-kelompok bid'ah ini sudah sirna dan sudah
menjadi koleksi sejarah masa lalu. Entah karena kejahilan mereka atau karena pura-pura tidak
tahu! Asumsi seperti itu jelas keliru. Setiap golongan sesat yang besar dan berbahaya di masa
lalu masih tetap ada sampai sekarang di tengah-tengah kaum muslimin.
Bahkan semakin banyak, semakin berbahaya dan semakin menyimpang. Rafidhah
dengan sekte-sektenya yang batil serta golongan Syi'ah lainnya, Khawarij, Qadariyah,
Mu'tazilah, Jahmiyah, Ahli Kalam, Kaum Sufi dan Ahli Filsafat, masih berusaha menyesatkan
umat.
Bahkan mereka mulai berani menampakkan taring, mempromosikan aqidah mereka
dengan cara yang lebih keji dari pada sebelumnya. Karena pada hari ini mereka mengklaim
ajaran mereka sebagai ilmu pengetahun, wawasan dan pemikiran. Disamping minimnya
pemaham kaum muslimin tentang agama mereka dan kejahilan mereka tentang aqidah yang
benar. Cukuplah Allah sebagai pelindung kita, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung

2.9       PERSEPSI KELIRU TENTANG PERPECAHAN DALAM ISLAM


Aliran Qadariyah termasuk yang cukup cepat berkembang dan mendapat dukungan
cukup luas di kalangan masyarakat, sebelum akhirnya pemimpinnya, Ma’bad dan beberapa
tokohnya, berhasil ditangkap dan dihukum mati oleh penguasa Damsyiq pada tahun 80 H/699 M,
karena menyebarkan ajaran sesat.
Sejak terbunuhnya pentolan Qadariyah tersebut, aliran Qadariyah mulai pudar, sehingga
akhirnya sirna dimakan zaman dan kini tinggal sebuah nama yang tertulis di dalam buku.
Namun, sebagai pahamnya masih dianut oleh sebagian orang.
Banyak sekali faidah yang dapat dipetik dari pembicaraan seputar sejarah perpecahan
umat. Berbagai peristiwa yang terjadi di awal Islam tersebut sarat dengan ibrah (pelajaran).
Tentunya kami tidak mampu menyuguhkan sejarah perpecahan itu secara terperinci, akan tetapi
ada beberapa point yang dapat kita jadikan pelajaran. Sembari meluruskan beberapa persepsi
keliru sebagian orang sekitar masalah tersebut dewasa in.
17

Pertama Sumbu perpecahan yang pertama kali muncul hanyalah berupa i'tiqad dan
pemikiran yang tidak begitu didengar dan diperhatikan. Yang pertama kali di dengar oleh kaum
muslimin dan para sahabat adalah aqidah Saba'iyah yang merupakan cikal bakal aqidah Syi'ah
dan Khawarij.
Itulah benih awal perpecahan yang ditaburkan di tengah-tengah kaum muslimin. Aqidah
ini disebarkan oleh penganutnya secara terselubung nyaris tanpa suara. Orang pertama yang
memunculkan juga asing, nama dan identitasnya tidak jelas.
Orang menyebutnya Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba'. Ia mengacaukan barisan kaum
muslimin dengan aqidah sesat itu. Sehingga aqidah tersebut diyakini kebenarannya oleh
sejumlah kaum munafikin, oknum-oknum yang merancang makar jahat terhadap Islam, orang-
orang jahil dan pemuda-pemuda ingusan.
Begitu pula sekelompok barisan sakit hati yang negeri, agama dan kerajaan mereka telah
ditundukkan oleh kaum muslimin, yaitu orang-orang yang baru memeluk Islam dari kalangan
bangsa Parsi dan Arab Badui. Mereka membenarkan hasutan-hasutan Ibnu Saba', membuat
makar tersembunyi atas kaum muslimin, hingga muncullah cikal bakal Syi'ah dan Khawarij dari
mereka.
Hal ini ditinjau dari sudut pandang aqidah dan keyakinan sesat yang pertama kali muncul
yang menyelisihi asas Islam dan Sunnah.
Adapun kelompok sempalan yang pertama kali muncul yang memisahkan diri dari imam kaum
muslimin adalah kelompok Khawarij. Benih-benih Khawarij ini sebenarnya berasal dari aqidah
Saba'iyah.
Banyak orang yang mengira keduanya berbeda, padahal sebenarnya cikal bakal Khawarij
berasal dari pemikiran kotor Saba'iyah. Perlu diketahui bahwa Saba'iyah ini terpecah menjadi
dua kelompok utama : Khawarij dan Syi'ah.
Kendati antara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang mencolok, namun dasar-dasar
pemikirannya setali tiga uang. Baik Khawarij maupun Syi'ah meuncul pada peristiwa fitnah atas
diri Amirul Mukminin Utsman bin Affan Radhiyallahu 'anhu. Fitnah diprakarsai oleh Abdullah
bin Saba' lewat ide, keyakinan dan gerakannya. Dari situlah muncrat aqidah sesat, yaitu aqidah
Syi'ah dan Khawarij.
Perbedaan antara Khawarij dan Syi'ah direkayasa sedemikian rupa oleh tokoh-tokohnya
supaya dapat memecah belah umat. Ibnu Saba' dan konco-konconya menabur beragam benih
18

untuk menyuburkan kelompok-kelompok pengikut hawa nafsu itu. Kemudian membuat trik
seolah-olah antara kelompok-kelompok itu terjadi permusuhan guna memecah belah umat
sebagaimana yang terjadi dewasa ini.
Itulah yang diterapkan oleh musuh-musuh Islam untuk mengadu domba kaum muslimin, yakni
dengan istilah yang mereka namakan blok kanan dan blok kiri. Mereka mengkotak-kotakan
kaum muslimin menjadi berpartai-partai, partai sayap kanan dan partai sayap kiri. Begitu
berhasil melaksanakan program, mereka munculkan babak permainan baru dengan istilah
sekularisme, fundamentalisme, modernisme, primitif, ekstrimisme, radikalisme dan lain-lain.
Semuanya adalah permainan yang sama, dari sumber yang sama pula. Para pencetusnya
juga itu-itu juga demikian pula tujuannya, hanya saja corak ragamnya berbeda-beda. Jadi secara
keseluruhan ini mencerminkan kuatnya kebatilan, kendati satu sama lain saling bermusuhan.

Kedua ada satu point penting yang perlu diperhatikan, yakni dalam sejarah tidak kita
temui para sahabat saling berpecah belah satu sama lain. Yang terjadi diantara mereka hanyalah
perbedaan pendapat yang kadang kala diselesaikan dengan ijma' (kesepakatan), atau salah satu
pihak tunduk kepada pendapat jama'ah serta tetap komitment terhadap imam. Itulah yang terjadi
dikalangan sahabat.
Tidak ada seorang sahabat-pun yang memisahkan diri dari jama'ah. Tidak ada satupun
diantara mereka yang melontarkan ucapan bid'ah atau mengada-ada perkara baru dalam agama.
Sungguh, para sahabat merupakan imam dalam agama yang mesti diteladani oleh kaum
muslimin.
Tidak satupun dari kalangan sahabat yang memecah dari jama'ah. Dan tak satupun ucapan
mereka yang menjadi sumber bid'ah dan sumber perpecahan. Adapun beberapa ucapan dan
kelompok sempalan yang dinisbatkan oleh sejumlah oknum kepada para sahabat adalah tidak
benar! Hanyalah dusta dan kebohongan besar yang mereka tujukan terhadap para sahabat.
Sangat keliru bila Ali bin Abi Thalib disebut sebagai sumber Syi'ah, Abu Dzar Al-Ghifari
sebagai sumber sosialisme, para sahabat Ahlus Suffah sebagai cikal bakal kaum sufi, Mua'wiyah
diklaim sebagai sumber Jabariyah, Abu Darda' dituduh sebagai sumber Qadariyah, atau sahabat
lain menjadi sumber pemikiran sesat ini dan itu, mengada-adakan bid'ah dan perkara baru, atau
punya pendirian yang menyempal! Jelas itu semua merupakan kebatilan murni!
19

Iftiraq (perpecahan) itu sendiri mulai terjadi setelah Utsman bin Affan Radhiyallahu
'anhu terbunuh. Pada masa kekhalifahan Utsman, belum terjadi perpecahan yang serius. Namun
ketika meletus fitnah di antara kaum muslimin pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib,
barulah muncul kelompok Khawarij dan Syi'ah.
Sementara pada masa kekhalifahan Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu dan Umar
Radhiyallahu 'anhu, bahkan pada masa kekhalifahan Utsman Radhiyallahu 'anhu, belum terjadi
sama sekali perpecahan yang sebenarnya. Selanjutnya, para sahabat justru melakukan
penentangan terhadap perpecahan yang timbul.
Janganlah dikira para sahabat mengabaikan atau tidak tahu menahu tentang fenomena
negatif ini. Dan jangan pula disangka mereka kurang tanggap terhadap masalah perpecahan ini,
baik seputar masalah pemikiran, keyakinan, pendirian maupun perbuatan. Bahkan mereka tampil
terdepan menentang perpecahan dengan gigih. Mereka telah teruji dengan baik dalam sepak
terjang menghadapi perpecahan tersebut dengan segala tekad dan kekuatan. Akan tetapi
ketentuan Allah pasti terjadi
20

BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
Bagi aliran Qodariyah manusia adalah pelaku kebaikan dan juga keburukan, keimanan
dan juga kekufuran, ketaatan dan juga ketidaktaatan. Dari keterangan ajaran-ajaran Qodariyah
tersebut di atas yang terpenting harus kita pahami bahwa mereka (Penganut Aliran Qodariyah)
mengemukakan alasan-alasan dan dalil-dalil serta pendapat yang demikian itu dengan maksud
untuk menghindarkan diri dari bahaya yang akan menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan
beragama dan mencapai kemuliaan dan kesucian Allah SWT dengan sesempurna-sempurnanya.
Penghindaran itu pun tidak mutlak dan tidak selama-lamanya, bahkan jika dirasanya akan
berbahaya pula, mereka pun tentu akan mencari jalan dan dalil-dalil lain yang lebih tepat

3.2.    Saran
             Berdasarkan kesimpulan diatas, maka kami memberi saran sebagai berikut:
1.2.1.      Organisasi NU ini harus bisa membentengi dirinya sendiri agar tidak lagi dimanfaatkan
oleh orang-orang yang memiliki nafsu politik.
1.2.2.      Mengembalikan NU ke dalam ruh-nya semula, sebagaimana yang tercantum dalam
Qonun Asasi pendirian organisasi, bahwa NU adalah jam’iyah diniyah ijtima’iyah, organisasi
sosial keagamaan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2
Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)
Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997)
Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, (Banjarmasin:
Antasari Press, 2008)
Maghfur, Muhammad, Koreksi atas Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam, (Bangil: al-Izzah,
2002)
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press,
1986), cet ke-5

Anda mungkin juga menyukai