Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“Aliran Qodariyah”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah ASWAJA III

Dosen Pengampu : Dr.Hj. Aminah HJS, M.Pd.

Disusun Oleh
Kelompok 6 :

Siti Fathanah 190204026

Suryati 190204028

Susanti 190204029

Ulut Lestari 190204031

Yayuk Sri Ulandari 190204032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI ( PGPAUD)


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
KALIMANTAN TIMUR
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia yang telah
Ia berikan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Aliran Qodariyah”.
Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW. karena berkat beliau kita bisa terbebas dari jurang kebodohan.
Pada kesempatan ini tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hj. Aminah HJS,
M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Aswaja III yang telah membimbing kami dalam
proses pembelajaran.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar di waktu yang akan datang kami dapat
memperbaiki kesalahan yang ada. Semoga makalah ini dapat menjadi bahan acuan
pembalajaran serta dapat bermanfaat bagi pembaca.

Samarinda, April 2022

Kelompok 6

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................1

C. Tujuan Penulisan..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Definisi Aliran Qodariyah...............................................................................3

B. Sejarah Aliran Qadariyah ..................................…………………………… 3

C. Tokoh-Tokoh Aliran Qadariyah .....................................................................5

D. Pokok-pokok Pikiran Aliran Qadariyah..........................................................7

BAB III PENUTUP.................................................................................................9

A. Kesimpulan......................................................................................................9

B. Saran................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aliran-aliran (Firqoh) muncul setelah Rasulullah SAW wafat, pada zaman Nabi
Muhammad SAW umat Islam dapat kompak dalam lapangan agama, termasuk di bidang
aqidah. Kalau ada hal-hal yang tidak jelas atau hal-hal yang diperselisihkan di antara para
sahabat, mereka mengembalikan persoalannya kepada nabi. Maka penjelasan beliau itulah yang
kemudian menjadi pegangan dan ditaatinya.
Namun setelah Rasulullah wafat mulailah bermunculah aliran-aliran (firqoh) ilmu
kalam, terutama pada masa pemerintahan Kholifah Usman bin affan. Syi’ah merupakan firqoh
pertama yang kemudian disusul oleh firqoh-firqoh lainnya, salah satunya adalah firqoh
Qadariyah.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka
dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui
perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat
bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan
keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi
yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan
Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu
kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah
dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang
didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam
tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah
ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at,
sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat
yang menyerukan kepada masalah keimanan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi aliran Qodariyah?
2. Bagaimana sejarah munculnya aliran Qodariyah?
3. Siapa saja tokoh-tokoh aliran Qadariyah?
4. Bagaimana pokok-pokok pikiran aliran Qadariyah?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi aliran Qadariyah.
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya aliran Qadariyah.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh aliran Qadariyah.
4. Untuk mengetahui pokok-pokok pikiran aliran Qadariyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Aliran Qadariyah


Kata qadariyah, berasal dari kata qadara yang memiliki dua pengertian yaitu
adalah berani untuk memutuskan serta berani untuk memiliki kekuatan maupun kemauan.
Sedangkan kata qadariyah yang dimaksudkan oleh aliran ini ialah suatu paham, bahwa
manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak serta memiliki kemampuan untuk
berbuat.
Menurut pengertian terminologi, Qadarīyah adalah satu aliran yang percaya bahwa
segala tindakan manusia tidak diintervensi Tuhan. Aliran ini berpendapat tiap-tiap
manusia adalah pencipta bagi segala perbuatannya. Dia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
dipahami bahwa Qadarīyah dipakai untuk satu paham yang memberikan penekanan atas
kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal
ini Harun Nasution menengaskan bahwa nama Qadarīyah berasal dari pengertian bahwa
manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan
berasal dari pengertian bahwa manusia tunduk pada qadar Tuhan. Dalam istilah
Inggrisnya paham ini dikenal dengan free will dan free act.

B. Sejarah Munculnya Aliran Qadariyah


Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar
teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-
Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada
mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen.
Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W.
Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah
terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-
Basri sekitar tahun 700M.
Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa Qadariyah mula-mula
ditimbulkan pertama kali sekitar tahun 70 H/689 M, dipimpin oleh seorang bernama
3
Ma’bad al-Juhani dan Ja’ad bin Dirham, pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik
bin Marwan (685-705 M). Menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan temannya Ghailan
al-Dimasyqi mengambil faham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Ma’ad
al-Juhni adalah seorang tabi’in, pernah belajar kepada Washil bin Atho’, pendiri
Mu’tazilah. Dia dihukum mati oleh al-Hajaj, Gubernur Basrah, karena ajaran-ajarannya.
Dan menurut al-Zahabi, Ma’ad adalah seorang tabi’in yang baik, tetapi ia memasuki
lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman ibn al-Asy’as, gubernur Sajistan, dalam
menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjaj, Ma’ad mati
terbunuh dalam tahun 80 H.
Sedangkan Ghailan al-Dimasyqi adalah penduduk kota Damaskus. Ayahnya
seorang yang pernah bekerja pada khalifah Utsman bin Affan. Ia datang ke Damaskus
pada masa pemerintahan khalifah Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H). Ghailan juga
dihukum mati karena faham-fahamnya. Ghailan sendiri menyiarkan faham Qadariyahnya
di Damaskus, tetapi mendapat tantangan dari khalifah Umar ibn Abd al-Aziz. Menurut
Ghailan, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia sendirilah yang
melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan
manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas
kemauan dan dayanya sendiri. Dalam faham ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya.
Di sini tak terdapat faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan
terlebih dahulu, dan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya hanya bertindak
menurut nasibnya yang telah ditentukan semenjak azal. Selain penganjur faham
Qadariyah, Ghailan juga merupakan pemuka Murji’ah dari golongan al-Salihiah. Tokoh-
tokoh faham Qadariyah antara lain : Abi Syamr, Ibnu Syahib, Galiani al-Damasqi, dan
Saleh Qubbah
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan
kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurut faham Qadaiyah, manusia
mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Dengan demikian nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk pada qadar atau kadar Tuhan.
Dalam istilah inggrisnya faham ini dikenal dengan nama free will dan free act.
Mereka, kaum Qadariyah mengemukakan dalil-dalil akal dan dalil-dalil naqal (Al-Qur’an
dan Hadits) untuk memperkuat pendirian mereka. Mereka memajukan dalil, kalau
perbuatan manusia sekarang dijadikan oleh Tuhan, juga kenapakah mereka diberi pahala
kalau berbuat baik dan disiksa kalau berbuat maksiat, padahal yang membuat atau

4
menciptakan hal itu adalah Allah swt. Dikemukakan pula dalil dari ayat-ayat al-Qur’an
yang ditafsirkan sendiri oleh kaum Qadariyah sesuai dengan madzhabnya, tanpa
memperhatikan tafsir-tafsir dari Nabi dan sahabat Nabi ahli tafsir. Misalnya mereka
kemukakan ayat, yang artinya :
“Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman dan barang yang
ingin (kafir) biarlah ia kafir”. (QS. Al-Kahfi : 29).
Menurut Qadariyah, dalam ayat ini, bahwa iman dan kafir dari seseorang tergantung pada
orang itu, bukan lagi kepada Tuhan. Ini suatu bukti bahwa manusialah yang menentukan,
bukan Tuhan. Dalam segi tertentu Qadariyah mempunyai kesamaan ajaran dengan
Mu’tazilah.
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang
politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu
mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah
dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan
selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah.

C. Tokoh-Tokoh Aliran Qadariyah


Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang termasuk didalamnya tokoh pencetus aliran
Qadariyah :
1. Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba' Al-Yahudi
Dia adalah seorang Yahudi yang mengaku-ngaku beragama Islam berikut pengikut
dan sekutunya. Ide kotornya pertama kali muncul sekitar tahun 34 H. Ibnu Sauda' ini
memadukan antara faham Khawarij dan Syi'ah.

2. Ma'bad Al-Juhani (meninggal dunia tahun 80 H)


Dia meluncurkan pemikiran seputar masalah takdir sekitar tahun 64 H. Ia
menggugat ilmu Allah dan takdirNya. Ia mempromosikan pemikiran sesat itu terang-
terangan sehingga banyak meninggalkan ekses. Disamping orang-orang yang
mengikutinya juga banyak. Namun bid'ahnya ini mendapat penentangan yang sangat
keras dari kaum Salaf, termasuk di dalamnya para sahabat yang masih hidup ketika itu,
seperti Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma. Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-
I’tidal, yang dikutip Ahmad Amin dalam Sirajuddin Zar, menerangkan bahwa ia adalah
tabi’in yang dapat dipercaya, tetapi ia memberikan contoh yang tidak baik dan
mengatakan tentang qadar. Lalu ia dibunuh oleh al-Hajjaj karena ia memberontak

5
bersama Ibnu al-Asy’as. Tampaknya disini ia dibunuh karena soal politik, meskipun
kebanyakan mengatakan bahwa terbunuhnya karena soal zindik. Ma’bad Al-Jauhani
pernah belajar kepada Hasan Al-Bashri, dan banyak penduduk Basrah yang mengikuti
alirannya .

3. Ghailan Ad-Dimasyqi
Sepeninggal Ma’bad, Ghailan Ibnu Muslim al-dimasyqy yang dikenal juga
dengan Abu Marwan. Menurut Khairuddin al-Zarkali dalam Sirajuddin Zar menjelaskan
bahwa Ghailan adalah seorang penulis yang pada masa mudanya pernah menjadi pengikut
Al-Haris Ibnu Sa’id yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah taubat terhadap pengertian
faham qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu Abdul Aziz, namun setelah Umar wafat ia
kembali lagi dengan mazhabnya.
Dialah yang mengibarkan pengaruh cukup besar seputar masalah-masalah takdir
sekitar tahun 98 H. Dan juga dalam masalah ta'wil, ta'thil (mengingkari sebagian sifat-
sifat Allah) dan masalah irja. Para salaf pun menentang pemikirannya itu. Termasuk
diantara yang menentangnya adalah Khalifah Umar bin Abdil Aziz. Beliau menegakkan
hujjah atasnya, sehingga Ghailan menghentikan celotehannya sampai Umar bin Abdul
Aziz wafat. Namun setelah itu, Ghailan kembali meneruskan aksinya. Ini merupakan ciri
yang sangat dominan bagi ahli bid'ah, yaitu mereka tidak akan bertaubat dari bid'ah.
Sekalipun hujjahnya telah dipatahkan, mereka tetap kembali menentang dan kembali
kepada bid'ahnya. Ghailan ini akhirnya dihukum mati setelah dimintai taubat namun
menolak bertaubat pada tahun 105 H. Dia mati dihukum oleh Hisyam ‘Abd al-Malik
(724-743). Sebelum dijatuhi hukuman mati diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-
Awza’i yang dihadiri oleh Hisyam sendiri.

4. Al-Ja'd bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H)


Dia mengembangkan pendapat-pendapat sesat pendahulunya dan meracik antara
bid'ah Qadariyah dengan bid'ah Mu'aththilah dan ahli ta'wil. Kemudian ia menyebarkan
pemikiran rancu (syubhat) di tengah-tengah kaum muslimin. Sehingga para ulama Salaf
memberi peringatan kepadanya dan menghimbaunya untuk segera bertaubat. Namun ia
menolak bertaubat. Para ulama membantah pendapat-pendapat Al-Ja'd ini dan
menegakkan hujjah atasnya, namun ia tetap bersikeras. Maka semakin banyak kaum
muslimin yang terkena racun pemikirannya, para ulama memutuskan hukuman mati
atasnya demi tercegahnya fitnah (kesesatan). Ia pun dibunuh oleh Khalid bin Abullah Al-

6
Qasri. Kisah terbunuhnya Al-Ja'd ini sangat mashur, Khalid berpidato seusai menunaikan
shalat 'Idul Adha : "Sembelihlah hewan kurban kalian, semoga Allah menerima
sembelihan kalian, sementara aku akan menyembelih Al-Ja'd bin Dirham, karena telah
mendakwahkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menjadikan Ibrahim sebagai
khalilNya dan Allah tidak mengajak Nabi Musa berbicara ...... dan seterusnya". Kemudian
beliau turun dari mimbar dam menyembelihnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 124 H.

6. Al-jahm bin Shafwan


Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam beberapa waktu. Hingga
kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan. Yang mengoleksi bid'ah
dan kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid'ah baru. Akibat ulahnya
muncullah bid'ah Jahmiyah serta kesesatan dan penyimpangan kufur lainnya yang
ditularkannya. Al-Jahm bin Shafwan ini banyak mengambil ucapan-ucapan Ghailan dan
Al-Ja'd, bahkan ia menambah lagi dengan bid'ah ta'thil (penolakan sifat-sifat Allah),
bid'ah ta'wil, bid'ah irja', bid'ah Jabariyah, bid'ah Kalam, dan sebagainya. Al-Jahm
akhirnya dihukum mati pada tahun 128 H

7. Washil bin Atha' dan Amr bin Ubeid


Orang ini muncul bersamaan di masa Al-Jahm bin Shafwan. Mereka berdua
meletakkan dasar-dasar pemikiran Mu'tazilah Qadariyah.

D. Pokok-Pokok Pikiran Aliran Qadariyah


Ma’bad al-Jauhany menyebarkan aliran Qadariyah di Iraq dalam waktu yang
relatif singkat. Meskipun demikian, hasil yang diperolehnya cukup besar dan gemilang.
Banyak orang yang tertarik dan menganut alirannya. Setelah Ma’bad wafat, aliran ini
disebarluaskan oleh Ghailan al-Dimasyqi sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
Dengan usaha Ghailan, aliran Qadariyah pun berkembang sampai ke Iran.
Ajaran Qadariyah yang pokok antara lain adalah manusia mempunyai
kemampuan untuk bertindak (qudrah) dan memilih untuk berkehendak (iradah). Karena
itu manusialah yang berhak menentukan perbuatannya, apakah ia ingin melakukan suatu
kebaikan atau kejahatan. Serta manusia pulalah yang mempertanggung-jawabkan
perbuatannya itu dihadapan Alllah swt.

7
Secara terperinci pokok-pokok pikiran aliran Qadariyah adalah sebagai berikut:
1. Mengingkari takdir Allah swt.
2. Berlebihan atau melampaui batas didalam menetapkan kemampuan manusia
dengan menganggap mereka bebas berkehendak. Menurut aliran ini didalam perbuatan
manusia,Allah swt tidak mempunyai pengetahuan(ilmu) mengenai perbuatan tersebut
dan ia terlepas dari takdir kecuali setelah sesuatu itu terjadi.
3. Mereka berpendapat bahwa Al-Qur’an itu adalah makhluk (qadim). Hal ini
disebabkan oleh tindakan pengingkaran mereka terhadap sifat Allah swt.
4. Mengenal Allah swt adalah wajib menurut akal dan iman itu ialah mengenal
Allah swt. Jadi, menurut aliran Qadariyah iman adalah pengetahuan dan pemahaman.
Sedangkan amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Artinya seseorang yang berbuat
dosa besar tidak akan mempengaruhi tingkat keimanannya.
5. Mereka mengemukakan pendapat tentang surga dan neraka akan musnah (fana’)
setelah ahli surga merasakan nikmat dan ahli neraka merasakan azab.
Menurut aliran Qadariyah, Allah swt tidak mengetahui segala apapun yang
diperbuat oleh manusia dan tidak pula yang diperbuat oleh manusia itu dengan qudrah
dan iradah Allah swt. Bahkan menurut paham ini manusialah yang mengetahui serta
mewujudkan segala yang diamalkannya itu dan semuanya dengan qudrah dan iradah
manusia sendiri. Allah swt sama sekali tidak ikut campur didalam membuktikan
perbuatan-perbuatan itu.
Kaum muslimin (ahlus sunnah wal jamaah) sendiri sudah sepakat seluruhnya
menghukumi aliran Qadariyah ini termasuk golongan kafir. Karena banyak pokok-
pokok pikiran aliran ini yang sangat tidak sesuai dan bertentangan dengan aqidah ahlus
sunnah wal jama'ah yang mengikuti tuntunan Allah swt dan rasul-Nya.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Qadarīyah adalah satu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diintervensi Tuhan. Aliran ini berpendapat tiap-tiap manusia adalah pencipta bagi segala
perbuatannya. Dia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadarīyah dipakai untuk satu
paham yang memberikan penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini Harun Nasution menengaskan
bahwa nama Qadarīyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa
manusia tunduk pada qadar Tuhan. Dalam istilah Inggrisnya paham ini dikenal dengan
free will dan free act. Secara terperinci pokok-pokok pikiranaliran Qadariyah adalah
sebagai berikut:1. Mengingkari takdir Allah swt. 2. Berlebihan atau melampaui batas
didalam menetapkan kemampuan manusia dengan menganggap mereka bebas
berkehendak. Menurut aliran ini didalam perbuatan manusia,Allah swt tidak mempunyai
pengetahuan(ilmu) mengenai perbuatan tersebut dan ia terlepas dari takdir kecuali setelah
sesuatu itu terjadi. 3. Mereka berpendapat bahwa Al-Qur’an itu adalah makhluk (qadim).
Hal ini disebabkan oleh tindakan pengingkaran mereka terhadap sifat Allah swt. 4.
Mengenal Allah swt adalah wajib menurut akal dan iman itu ialah mengenal Allah swt.
Jadi, menurut aliran Qadariyah iman adalah pengetahuan dan pemahaman. Sedangkan
amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Artinya seseorang yang berbuat dosa besar
tidak akan mempengaruhi tingkat keimanannya. 5. Mereka mengemukakan pendapat
tentang surga dan neraka akan musnah (fana’) setelah ahli surga merasakan nikmat dan
ahli neraka merasakan azab.

B. Saran

Sebagai umat Islam kita harus mendalami dan mengimani ilmu-ilmu yang ada didalam
Al-Qur'an dan hadis. Dengan cara tersebut kita bisa mengetahui mana hal yang benar dan
salah. Mana jalan yang menuju kebenaran dan mana jalan kesesatan. Serta kita juga harus
belajar ilmu agama Islam kepada ulama-ulama yang sudah jelas memiliki keluasan ilmu
dan wawasan supaya informasi yang kita terima merupakan informasi yang shahih dan
terpercaya kebenarannya.
9
DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiah, et al. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. VIII; Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra, 2007.
Hanafi, Ahmad. Teologi Islam (Ilmu Kalam). Cet. XII; Jakarta: Bulan Bintang, 2001.
Haq, Hamka. Faslsafat Ushul Fiqh. Makassar: Yayasan al-Ahkam, 2003.
Khaeruddin. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. II; Makassar: Yayasan Pendidikan Fatiya Makassar,
2004.
Nasution, Harun. Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1996.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Rahman, Jalaluddin. Konsep Perbuatan Manusia Menurut Qur’an. Cet. I; Jakarta: Bulan
Bintang, 1992.
Ramayulis dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya. Cet. II; Jakarta: Kalam Mulia, 2005.

10

Anda mungkin juga menyukai