Anda di halaman 1dari 16

MU’TAZILAH

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah: Ilmu Kalam


Dosen pengampu: Ulfa Futri Hasyimiyah Q, M. Pdi.

Disusun oleh:
KELOMPOK 5

Achmad Tolibin PAI/1 022.011.0001


Ano Riano PAI/1 022.011.0033
Rizka A. Nurrachman PAI/1 022.011.0075
Syifa Nur Shaqinah PAI/1 022.011.0081

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan
pertolonganNya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini


karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Cimahi, November 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

A. Latar Belakang..........................................................................................4

B. Rumusan Masalah.....................................................................................4

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5

A. Pengertian Mu’tazilah...............................................................................5

B. Latar Belakang..........................................................................................5

C. Tokoh-tokoh Mu’tazilah............................................................................7

D. Ajaran-ajaran Mu’tazilah..........................................................................9

BAB III PENUTUP...............................................................................................12

A. Kesimpulan..............................................................................................12

B. Saran........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membaca perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus
menerus terjadi perpecahan mulai dari munculnya khawarij dan syiah kemudian
munculah aliran Jabariyah Qodariyah. Satu syiar yang menipu dan mengelabui
orang-orang yang tidak mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal pada
porsi yang benar. sehingga banyak kaum muslimin yang terpuruk dan terjerumus
masuk pemikiran kelompok ini. Akhirnya terpecahlah dan berpalinglah kaum
muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan para shahabat-
sahabatnya.
Akibat dari hal itu munculah bid’ah-bid’ah yang semakin banyak
dikalangan kaum muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka
serta memberikan gambaran yang tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan
dalam kelompok ini terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu
mereka lebih mendahulukan akal. Oleh karena itu pemakalah akan sedikit
membahas tentang Pemikiran Teologi Mu’tazilah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Mu’tazilah?
2. Bagaimana latar belakang aliran Mu’tazilah?
3. Siapa saja tokoh-tokoh aliran Mu’tazilah?
4. Apa saja ajaran-ajaran pokok Mu’tazilah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Mu’taziah.
2. Mengetahui latar belakang Mu’taziah.
3. Mengetahui tokoh-tokoh Mu’taziah.
4. Mengetahui ajaran-ajaran Mu’taziah.

3
BAB II PEMBAHASAN
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mu’tazilah

Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti "berpisah”
atau “memisahkan diri”.
Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan
diri. Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak
terpengaruh dengan filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio
sebagai dasar argumentasi.

B. Latar Belakang
Aliran Mu’tazilah muncul kira-kira pada permulaan abad pertama
Hijriyah, di kota Basrah (Irak). Basroh ketika itu menjadi kota pusat ilmu
pengetahuan dan kebudayaan islam. Selain itu, aneka kebudayaan asing dan
bermacam-macm agama bertemu di kota itu. Makin meluasnya dan makin
banyaknya orang yang memeluk agama islam menyebabkan adanya orang yang
ingin menghancurkan islam, terutama dari segi aqidah.
            Orang-Orang yang ingin menghancurkan islam tidak hanya mereka yang
bukan beragama islam, akan tetapi juga datang dari orang-orang islam sendiri
karena masalah politik. Dari pada itu, golongan Khawarij yang pada mulanya
muncul lontara masalah politik, namun kemudian mereka mempersoalkan pula
masalah teologi (tentang masalah iman dan kufur). Menurut mereka, orang islam
yang berdosa besar adalah kafir, sedangkan menurut Murji’ah tidak. Selanjutnya
orang islam yang demikian itu, menurut Wasil Bin Atha bukan mukmin dan
bukan pula kafir, lalu ia dikenal sebagai Mu’tazilah karena ia berbeda pendapat
dengan gurunya dan memisahkan diri dari padanya.

4
Mengenai arti dan asal-usul kata Mu’tazilah terdapat beberap versi yang
ditemukan oleh para ahli ilmu kalam.Yaitu:
1. Versi Almas’udi, sebutan Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang
mengatakn bahwa orang yang membuat dosa besar bukan mukmin,juga bukan
kafir,tetapi mengambil posisi diantara keduanya (Al-manzilah bainal manzilatain).
Jadi menurut versi ini kemu’tazilahan itu mula-mula menjadi sifat orang yang
berbuat dosa besar kemudian menjadi sifat atau nama golongan yang berpendapat
tentang posisi orang yang berdosa besar. Golongan yang berpendapat itu di sebut
Mu’tazilah karena mereka membuat orang yang berbuat dosa besar jauh dari
golongan mukmin dan kafir.
2.      Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu hari Qatadah Ibnu Da’amah
masuk kemesjid basrah dan duduk pada majlis Amr bin Ubaid yang disangkanya
majlis hasan Basri. Setelah menyadari bahwa ia salah masuk, ia bediri dan
meninggalkan tempat itu sambil berkata,”ini kamu Mu’tazilah”.Sejak itu mereka
di sebut kaum Mu’tazilah.
3.      Menurut Ahmad Amin, sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih 100 tahun
sebelum terjadinya perselisihan pendapat Wasil bin Atha dengan Hasan Basri di
mesjid basrah. Golongan yang disebut Mu’tazilah pada waktu itu adalah mereka
yang tidak ikut melibatkan diri dalam pertikaian. Golongan yang tidak ikut
pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak mesti berada pada salah satu pihak yang
bertikai, melainkan kedua-duanya bisa salah, sekurang-kurangnya tidak jelas siapa
yang benar. Sedangkan agama hanya memerintahkan memerangi orang-orang
yang menyeleweng. kalau kedua golongan menyeleweng, maka kami harus
menjauhkan diri (I’tazalna).
Demikianlah beberapa versi tentang asal-usul sebutan Mu’tazilah.
Sebenarnya kaum Mu’tazilah itu sendiri tidak senang dengan sebutan itu, karena
sebutan itu agaknya  bersifat merendahkan dan ejekan oleh lawan-lawannya. Akan
tetapi karena sebutan itu sudah terlanjur sering disebu-sebut, maka mereka
berusaha mencari alasan-alasan yang menunjukan bahwa sebuat Mu’tazilah itu
adalah sebutan yang baik.

5
Dalam bukunya “ Almunayat wal amal” Ahmad Bin Al-
murtadha  menulis, bahwa aliran M’tazilah itu sendiri yang memberikan nama
tersebut untuk dirinya, dan mereka tidak menyalahi ijma, bahwa memakai apa
yang telah di ijmakan pada masa pertama islam. Kalau mereka menjauhi sesuatu,
maka pendapat-pendapat yang baru dan Bid’ah-bid’ah itulah yang mereka jauhi.
Kemudian sebutan Mu’tazilah itu disandarkan pada ayat Al-Qur’an Antara lain :
Surat Al-Mujammil ayat 10: “dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan
dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” Sebutan yang lebih disenangi oleh
kaum Mu’tazilah sebenarnya dalah Ahlul Adli wat tauhid (golongan keadilan
dan tauhid). Golongan Ahlu Sunnah  menyebutkan Aliran Mu’tazilah dengan
sebutan Al-Mu’attilah. Mula-mula sebutan itu diberikan kepada aliran Jahamiah,
karena aliran ini mengosongkan tuhan dari sifat-sifatnya. Karena sifat-sifat Tuhan
dipersoalkan keberadaannya oleh aliran Mu’tazilah, maka mereka juga disebut
Mu’attilah.

C. Tokoh-tokoh Mu’tazilah
1. Wasil bin Atha (80 – 131 H)
Wasil  bin Atha Al-Ghazal adalah pendiri Aliran Mu’tazilah, sekaligus
sebagai pemimpinnya yang pertama,.ia pula yang terkenal sebagai orang
yang meletakan prinsip pemikiran Mu’tazilah yang rasional.
2. Al-Allaf (135 – 235 H)
Nama lengkapnya adalah abdul Huzzail Muhammad bin Al-Huzzail Al-
Allaf. Ia sebagai pemimpin Mu’tazilah kedua di Basrah. Ia banyak
mempelajari Filsafat Yunani. Pengetahuannya tentang Filsafat
memudahkan baginya untuk menyusun dasar-dasar ajaran Mu’tazilah
secara teratur. Pengetahuannya tentang logika, membuat dia menjadi ahli
debat. Lawan-lawannya dari golongan Zindiq (orang yang pura-pura
masuk Islam), dari kalangan majusyi, Zoroaster, dan ateis tak mampu
membantah argumentasinya. Menurut riwayat 3000 orang masuk isalam di
tangannya. Puncak kebesarannya dicapai pada masa Khalifah Al-Ma’mun
karena Khalifah ini pernah menjadi muridnnya.

6
3. Bisyir bin Al-Mu’tammir (Wafat 226 H)
Ia adalah pemimpin aliran Mu’tazilah di Baghdad.Ia adalah seorang tokoh
aliran ini yang membahas konsep “tawallud” yaitu batas-batas
pertanggung jawaban manusia atas perbuatannya. Bisyir mempunyai
murid-murid yang besar pengaruhnya dalam penyebaran paham
Mu’tazilah, khususnya di Baghdad.
4. An-Nazzham (185  - 221 H)
Nama sebenarnya adalah Ibrahim bin Sayyar bin  Hani An-Nazzham.Ia
adalah murid Abdul Huzail Al-Allaf. Ia juga banyak bergaul dengan para
Filosof. Pendapatnya banyak berbeda dengan aliran Mu’tazilah
lainnya.An-Nazzham memiliki ketajaman berpikir yang luar biasa, antara
lain tentang metode keraguan  dan metode empiraka (percobaan-
percobaan) yang merupakan cikal bakal pembaharuan di Eropa.
5. Al-jubbai (wafat 303 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ali Al-Jubbai. Sebutan
Al-Jubbai dari nama tempat kelahirannya, yaitu satu temapt bernama
Jubba, di Iran. Al-Jubbai adalah guru Imam Al-Asy’ari,tokoh utama aliran
Ahlusunnah. Ketika Al-Asy’ari keluar dari barisan Mu’tazilah dan
menyerang pendapatnya, ia membalas Tafsiran Al-Qur’an banyak di ambil
oleh Az-Zamahsyari. Al-Jubba’I dan anaknya yaitu Abu Hasyim Al-
Jubba’I mencerminkan akhir masa kejayaan aliran Mu’tazilah.
6. Al-khayyat (wafat 300 H)
Abu Husain Al-Khayyat termasuk tokoh Mu’tazilah Baghdad. Bukunya
yang berjudul “Al-Intisar” berisi tentang pembeelaan aliran Mu’tazilah
dari serangan Ibnu Ar-Rawandi. Ia hidup pada masa kemunduran aliran
Mu’tazilah.
7. Al-Qadhi Abdul Jabbar (wafat 1024)
Ia diangkat menjadi kepala hakim oleh Ibnu Abad. Diantara karyanya yang
besar adalah ulasan tentang pokok-pokok ajaran Mu’tazilah.Al-Qadhi
Abdul  Jabar termasuk tokoh yang hidup pada masa kemunduran aliran

7
Mu’tazilah, namun ia mampu berprestasi baik dalam bidang ilmu maupun
dalam jabatan kenegaraan.
8. Az-Zamahsyari (467 – 538 H)
Nama lengkapnya adalah Jarullah Abdul Qasim Muhmmad bin Umar.Ia
dilahirkan di Desa Zamaksyar ,Iran. Ia terkenal sebagai tokoh dalam ilmu
tafsir, nahwu dan paramasastra. Dalam Karangannya ia dengan terang-
terangan menonjolkan paham Mu’tazilah, misalanya dalam kitab Tafsiran”
Al-Kassyaf “ Ia berusaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an bedasarkan
ajaran-ajaran Mu’tazilah, terutama lima prisip ajarannya.

D. Ajaran-ajaran Mu’tazilah
Ada lima ajaran pokok yang menjadi prinsip utama aliran Mu’tazilah.
Kelima ajaran pokok tersebut adalah :
1. At-Tauhid (Kemaha Esaan Allah)
Ajaran yang paling penting dari kaum Mu’tazilah adalah At-
Tauhid atau ke-Maha Esaan Allah.Bagi mereka, Allah baru dapat
dikatakan Maha Esa jika ia merupakan zat yang usik, tidak ada sesuatu
pun yang serupa dengan Dia.
Oleh karena itu,Kaum Mu’tazilah menolak paham
Antropomorphisme,yaitu paham yang menggambarkan Tuhan menyerupai
makhluk-Nya. Mereka juga menolak paham Beatific Vision, yaitu
pandangan bahwa tuhan dapat dilihat oleh manusia.Satu-satunya Sifat
Tuhan yang betul-betul tidak mungkin ada pada makhluk-Nya adalah sifat
Qadim. Paha mini mendorong kaum Mu’tazilah untuk meniadakan sifat-
sifat Tuhan yang mempunyai wujud sendiri di luar dzat Tuhan.
Menurut paham ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak diberi sifat-
sifat. Tuhan bagi kaum Mu’tazilah tetap Maha Tahu, Maha Kuasa, Maha
Hidup, Maha Mendengar, Maha Melihat, dan sebagainya, tetapi itu tak
dapat dipisahkan dari Dzat Tuhan dengan kata lain, sifat-sifat itu
merupakan esensi Dzat Tuhan.Bagi Mu’tazilah pahm ini mereka muculkan
karena keinginan untuk memelihara kemurnian ke-Maha esaan Tuhan.

8
2. Al-Adl (Keadilan)
Bagi Mu’tazilah paham ini mereka munculkan karena ingin
mensucika perbuatan Tuhan dari persamaannya dengan perbuatan
makhluk. Hanya tuhan yang berbuat adil seadil-adilnya.Tuhan tidak
mungkin berbuat zalim.
Dalam menafsirkan keadilan mereka mengatakan bahwa “Tuhan
tidak menghendaki keburukan dan tidak menciptakan perbuatan manusia.
Manusia bisa mengerjakan sendiri segala perintah-Nya dan meninggalkan
segala larangan-Nya dengan kekuasaan (kodrat) yang dijadikan oleh
Tuhan pada diri mereka. Ia hannya memerintahkan apa yang dikehendaki-
nya. Ia menghendaki kebaikan-kebaikan yang Ia perintahkan dan tidak
campur tangan dalam keburukan-keburukan yang dilarang”.
Ajaran tentang keadilan ini berkaitan erat dengan beberapa hal,
antara lain sebagai berikut:
a. Perbuatan manusia
Manusia menurut Mu’tazilah, melakukan dan menciptakan
perbuatannya sendiri terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan,
baik secara langsung maupun tidak. Manusia benar-benar bebas
untuk menentukan pilihan perbuatannya; baik atau buruk. Akan
tetapi, perlu diketahui bahwa Tuhan hanya menyuruh dan
menghendaki yang baik, bukan yang buruk. Adapun yang disuruh
Tuhan pastilah baik dan yang dilarang-nya tentulah buruk. Tuhan
berlepas diri dari perbuatan yang buruk. Konsep ini memiliki
konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun nanti yang
akan diterima manusia di akhirat adalah merupakan balasan
perbuatannya di dunia, yaitu kebaikan akan dibalas kebaikan dan
kejahatan akan dibalas keburukan. Itulah keadilan karena ia
berbuat atas kemauan dan kemampuannya sendiri dan tidak
dipaksa.
b. Berbuat baik dan terbaik

9
Dalam istilah Arab, berbuat baik dan terbaik disebut ash-shalah
wa al-ashlah. Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat
baik, bahkan terbaik bagi manusia. Tuhan tidak mungkin jahat dan
aniaya karena akan menimbulkan kesan bahwa Tuhan penjahat dan
penganiaya, sesuatu yang tidak layak bagi Tuhan. Jika Tuhan
berlaku jahat kepada seseorang dan berbuat baik kepada orang lain
berarti ia tidak adil. Dengan sendirinya, Tuhan juga tidak Maha
sempurna. Bahkan, menurut An-Nazzam, salah satu tokoh
Mu’tazilah, Tuhan tidak dapat berbuat jahat. Konsep ini
berkaitandengan kebijaksanaan, dan pengasihan Tuhan, yaitu sifat-
sifat yang layak bagi-Nya. Artinya, apabila Tuhan tidak bertindak
seperti itu, berarti ia tidak bijaksana, pelit, dan kasar/kejam.
c. Mengutus Rasul
Mengutus Rasul kepada manusia merupakan kewajiban Tuhan
karena alasan-alasan berikut ini:
1) Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia dan hal itutidak
dapat terwujud, kecuali dengan mengutus Rasul kepada
mereka.
2) Al-Quran secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk
memberikan belas kasih kepada manusia (Q.S. Asy-Syu’ara
[26]: 29). Cara terbaik untuk maksud tersebut adalah dengan
pengutusan Rasul.
3) Tujuan diciptakannya manusia untuk beribadah kepada-Nya.
Agar tujuan tersebut berhasil, tidak ada jalan lain selain
mengutus Rasul.
3. Al-Wa’d wal al-Wa’id (janji dan ancaman)
Kaum Mu’tazilah yakin bahwa tuhan pasti akan memberikan
pahala dan akan menjatuhkan siksa kepada manusia di Akhirat kelak. Bagi
mereka Tuhan tidak dikatakan adil jika Ia tidak member pahala kepada
orang yang berbuat baik dan tidak menghukum orang jahat. Keadilan
meghendaki supaya orang bersalah diberi hukuman berupa neraka dan

10
orang yang berbuat baik diberi hadiah berupa surgai sebagaimana
dijanjikan Tuhan.
4. Al-Manzilah bainal Manzilatain (Posisi di antara dua posisi)
Prinsip keempat ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan
Tuhan.Pembuatan dosa besar bukanlah kafir, karena mereka masih
percaya kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi mereka bukan pula Mukmin,
karena iman meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan
pahaPrinsip keempat ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan
Tuhan.Pembuatan dosa besar bukanlah kafir, karena mereka masih
percaya kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi mereka bukan pula Mukmin,
karena iman meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan paham
Mu’tazilah tentang iman. Iman bagi mereka bukan hanya pengakuan dan
ucapan tetapi juga perbuatan. Dengan demikian pembuat dosa besar tidak
beriman,tidak juga kafir seperti disebut terdahulu.
5. Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat
buruk)
Mengenai hal ini kaum Mu’tazilah berpendapat sama dengan
pendapat golongan-golongan umat Is;am lainnya. Kalaupun ada perbedaan
hanya dari segi pelaksanaannya, apakah seruan untuk berbuat baik dan
larangannya beberapa syarat yang harus dipenuhi sorang mukmin dalam
beramar ma’ruf dan nahi munkar, seperti yang di jelaskan oleh salah
seorang tokohnya, Abd Al-jabbar ( w.1024), yaitu:
a. Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu ma’ruf, dan yang
dilarang itu munkar;,
b. Ia mengetahui bahwa kemungkaran telah dilakukan orang;
c. Ia mengetahui bahwa perbuatan amar ma’ruf atau nahi munkar
tidak akan membawa madharat yang lebih besar;
d. Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak
akan membahayakan diri dan hartanya.

11
Al-amr bi al-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-munkar bukan monopoli
konsep Mu’tazilah. Frase tersebut sering digunakan di dalam Al-Quran.
Arti asal al-ma’ruf adalah yang telah diakui dan di terima oleh masyarakat
karena mengandung kebaikan dan kebenaran.
Lebih spesifik lagi, al-maruf adalah yang diterima dan diakui Allah.
Adapun al-mukar adalah sebaliknya, yaitu sesuatu yang tidak dikenal,
diterima, atau buruk. Fase tersebut berarti seruan untuk berbuat sesuatu
yang muncul dari dan sesuai dengan keyakinan yang sebenar-benarnya
serta menahan diri dengan mencegah timbulnya perbuatan yang
bertentangan norma Tuhan.
Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai
ajaran kelima ini terletak pada tatanan pelaksanaannya. Menurut
Mu’tazilah, jika memang di perlukan, kekerasan dapat ditempuh untuk
mewujudkan ajaran tersebut. Lalu, sejarah telah mencatat kekerasan yang
pernah dilakukannya ketika menyiarkan ajaran-ajarannya.

12
BAB III PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri.
Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak
terpengaruh dengan filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio
sebagai dasar argumentasi. Aliran Mu’tazilah mucul kira-kira pada permulaan
abad pertama Hijriyah, di kota Basrah ( Irak). Menurut Almas’udi,sebutan
Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang mengatakan bahwa orang yang
berbuat dosa besar bukan mukmin,juga bukan kafir,tetapi mengambil posisi
diantara keduanya (Almanzilah bainal manzilatain).
Sedangkan Menurut Ahmad Amin,sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang
lebih 100 tahun sebelum terjadinya perselisihan pendapat antara Wasil bin
Atha dengan Hasan Basri di masjid Basrah. . Golongan yang disebut Mu’tazilah
pada waktu itu adalah mereka yang tidak ikut melibatkan diri dalam pertikaian.
Golongan yang tidak ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak mesti berada
pada salah satu pihak yang bertikai, melainkan kedua-duanya bisa salah,
sekurang-kurangnya tidak jelas siapa yang benar.Sedangkan agama hanya
memerintahkan memerangi orang-orang yang menyeleweng. kalau kedua
golongan menyeleweng, maka kami harus menjauhkan diri (I’tazalna).
Ajaran-Ajaran pokok Aliran Mu’tazilah adalah: At-Tauhid (Kemaha Esaan
Allah), Al-Adl (Keadilan), Al-Wa’d wal al-Wa’id (Posisi diantara dua posisi), Al-
Manzilah bainal Manzilatain  (Posisi diantara dua posisi), Amar Ma’ruf Nahi
Munkar (Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat buruk)

13
B. Saran
Menyadari bahwa penulisan jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulisan akan lebih Fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber- sumber yang lebih bnyakyang tentu dapat di pertanggung
jawabkan. Untuk saran bisa berupa kritik atau saran yang membangun, juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah
dijelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada
kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah. 

14
DAFTAR PUSTAKA

Nasution H. 1986. Teolgi Islam. Aliran-aliran, sejarah Analisa Prbandingan. Vol.


155 hal. Hal 56.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, ( UI Press, 1986) jilid II
hlm 36
Jamrah, SA. 2015. Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Prenadamedia Group.

15

Anda mungkin juga menyukai