Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ILMU QUR’AN

MU’TAZILAH DAN TOKOH-TOKOHNYA

DISUSUN
OLEH:

RANIA INSYIRAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
(STIT) SYAMSUDDHUHA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehadirat-
Nya yang melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah berjudul “Mu’tazilah Dan Tokoh-Tokohnya” dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ilmu Qur’an. Selain itu pembuatan
makalah ini juga bermaksud untuk mengembangkan pengetahuan para pembaca.
Saya menyadari makalah yang saya tulis ini jauh dari kata sempurna untuk
itu dengan kerendahan hati saya memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan maupun penyampaian informasi. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun saya nantikan supaya saya dapat menyusun makalah dengan lebih
baik lagi untuk kedepannya.

Langsa, November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Defenisi dan Sejarah Mu’tazilah ...........................................................2
2.2 Usulul Khamsah ....................................................................................3
2.3 Tokoh – Tokoh Mu’tazilah ...................................................................6
BAB III PENUTUP..................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.............................................................................................9
3.2 Saran.......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah telah mencatat bahwa perpecahan umat Islam sebagian besar
dipengaruhi oleh perbedaan pandangan pada suatu persoalan subtansi agama. Ini
telah dicontohkan adanya perpecahan pada umat Islam pasca meninggalnya Nabi
Muhammad SAW, zaman khulafaurrosidin, bani Umayyah dan bani Abbasiyah.
Umat Islam semakin mengeneralisasi pada saat perbedaan pemikiran dan
pandangan telah masuk dalam ranah teologi, dan hukum.
Perpecahan umat Islam tidak berhenti pada ranah pemikiran namun juga
telah masuk pada ranah action, bukan hanya perbedaaan pendapat namun juga
berbeda aliran, dan diperparah lagi perbedaan itu berkahir dengan pertumpahan
darah. Dari rangkaian diatas maka penulis mencoba mengurai kembali sejarah
penyebab perpecahan umat Islam dalam sudut pandang salah satu aliran yang
fenomenal dalam sejarah pemikiran Islam agar tidak terjadi kesalahpahaman
terhadap generasi selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi dan sejarah mu’tazilah?
2. Apa yang menjadi pokok ajaran aliran mu’tazilah?
3. Siapa sajakah tokoh-tokoh aliran mu’tazilah?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dan sejarah mu’tazilah.
2. Untuk mengetahui pokok ajaran aliran mu’tazilah.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh aliran mu’tazilah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Sejarah Mu’tazilah


Kata Mu’tazilah berasal dari kata I’tizal yang artinya memisahkan diri.
Sedangkan Mu’tazilah adalah orang-orang yang memisahkan diri. Mu’tazilah
yang lahir abad ke-2 Hijrah membawa dimensi baru dalam pemikiran Islam. Ia
membawa masalah-masalah teologi lebih mendalam bila dibanding dengan
teologi lain. Pembahasan teologis yang dilakukan Mu’tazilah lebih banyak
menggunakan rasional, karena kaum Mu’tazilah lebih banyak menggunakan akal
dalam pembahasannya. Jika arti ayat yang tidak dapat ditangkap oleh akal, maka
mereka melakukan ta’wil hingga ada kesejajaran antara arti ayat Al-Quran dengan
akal. Sehingga golongan ini disebut dengan “Kaum rasionalis Islam”.
Aliran ini lahir kurang lebih tahun 120 H, di kota Basrah. Aliran
Mu’tazilah pernah menjadi mazhab penguasa pada beberapa masa, yakni pada
zaman khalifah Al-Ma’mun dan Mu’tazim.
Nama Mu’tazilah adalah suatu nama yang di berikan oleh orang di luar
golongan Mu’tazilah karena orang-orang Mu’tazilah mengklaim dirinya dengan
sebutan Ahlut Tauhid wal’Adl. Istilah Mu’tazilah menunjuk pada dua golongan.
Golongan pertama (selanjutnya disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai
respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik, khususnya
bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Ali Thalib dan
lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Menurut
penulis, golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mu’tazilah karena mereka
menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral
politik tanpa sigma teologis seperti yang ada pada kaum Mu’tazilah yang tumbuh
dikemudian hari.
Golongan kedua (selanjutnya disebut Mu’tazilah II) muncul sebagai
respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawariz dan Murjiah
akibat adanya peristiwa takhim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda
pendapat dengan golongan Khawarij dan Murjiah tentang pemberian kasus kafir

2
kepada orang yang berbuat dosa besar. Berikut ini adalah penjelasan mengapa
mereka dinamai dengan sebutan Mu’tazilah.
Pertama, di Baghdad terdapat seorang ulama besar bernama Syekh Hasan
Basri (wafat 110 H). Orang-orang sesat banyak berguru kepadanya dan diantara
muridnya adalah Wasil bin ‘Ata (8-131 H). Pada suatu hari Hasan Basri (699-748)
menerangkan masalah kedudukan mukmin dan kafir di akhirat nanti, dan
mengatakan, ”Setiap orang Islam yang telah beriman dengan mengucapkan dua
kalimat syahadat, tetapi mengerjakan dosa besar, maka orang itu tetap sebagai
muslim, tetapi tergolong muslim yang durhaka. Kalau ia wafat sebelum bertobat
dari dosanya, ia di akhirat nanti akan dimasukkan ke dalam neraka untuk menerima
hukuman atas perbuatan dosanya, tetapi sesudah menjalankan hukuman ia akan
dikeluarakan lagi dari neraka dan kemudian dimasukkan ke dalam surga sebagai
mukmin.
Mendengar pendapat tersebut, Wasil bin ‘Ata menjawab dengan dengan
suara keras, “Tidak…tidak demikian” hal itu dikatakannya sambil keluar dari
majelis lain yang bertempat di Basrah. Dia ditemani oleh Umar bin Ubaid (145
H), karena itulah Wasil bin ‘Ata dinamai Kaum Mu’tazilah karena ia
mengasingkan diri atau memisahkan diri dari gurunya. Sedangkan berkuasa pada
saat itu adalah Kalifah Hisyam bin Abdul Muluk dari Bani Ummayah, yaitu tahun
100-125 H.
Kedua, ada orang yang mengatakan bahwa penyebab mereka dinamakan
Mu’tazilah karena mereka mengasingkan diri dari masyarakat. Pada asalnya
mereka adalah penganut Syi’ah yang putus asa akibat menyerahnya Khalifah
Mu’awiyyah dari Bani Ummayah.
Ketiga, ada juga yang menyatakan bahwa ini adalah kaum yang suka
memakai pakaian jelek-jelek dan kasar-kasar yang hidupnya minta-minta
(Darawisy) dan bertempat tinggal jauh dari keramaian orang.

2.2 Usulul Khamsah


Aliran Mu’tazilah mempunyai lima pokok ajaran yang disebut dengan
Usulul Khamsah ialah sebagai berikut:

3
4
1. Tauhid (Ke-Esaan)
Tauhid di sini artinya meng-Esa-Kan Tuhan dari segala sifat yang menjadi
pegangan bagi akidah Islam. Orang-orang Mu’tazilah dikatakan ahli Tauhid
karena mereka berusaha semaksimal mungkin mempertahankan prinsip
ketauhidannya dari serangan Syi’ah Rafidiyah yang menggambarkan Tuhan
dalam bentuk Jisim dan bisa menghindari juga dari serangan agama Dualisme dan
Trinitas. Ketauhidan dari golongan Mu’tazilah adalah :
a. Tuhan tidak bersifat Qadim, kalau sifat Tuhan qadim berarti Allah berbilang-
bilang, sebab ada dua zat yang qadim, yaitu Allah dan sifat-Nya, padahal
Allah adalah Maha Esa.
b. Mereka meniadakan sifat-sifat Allah sebab Allah bersifat dan sifatnya itu
macam-macam pasti Allah itu terbilang.
c. Allah bersifat Aliman, Qodiran, Samanian, Basyiran dan sebagainya adalah
dengan zat-Nya, tetapi ia bukan keluar dari zat Allah yang berdiri sendiri.
d. Allah tidak dapat di terka dan dilihat mata walaupun di akhirat nanti.
e. Mereka menolak aliran Mujassimah, Musyabihah, Dualisme, dan Trinitas.
f. Tuhan itu Esa bukan benda dan bukan Arrad serta tidak berlaku tempat (arah)
pada-Nya.

2. Al- ‘Adl (keadilan Tuhan)


Ada hubungannya denga At-Tuuhid, kalau dengan At-Tauhid kaum
Mu’tazilah ingin menyucikan diri Tuhan dari persamaan mahluk, maka dengan
Al-‘Adl mereka ingin menyucikan perbuatan Tuhan dari persamaan dengan
perbuatan mahluk. Hanya Tuhanlah yang berbuat adil, Tuhan tidak bisa berbuat
zalim. Pada mahluk terdapat perbuatan zalim.

3. Al- Wa’d wa Al-Wai’d (Janji dan Ancaman)


Tuhan dapat disebut adil jika Dia tidak memberi pahala kepada orang yang
berbuat baik dan jika tidak menghukum orang yang berbuat buruk. Keadilan
menghendaki supaya orang yang berbuat salah diberi hukuman dan orang yang
berbuat baik diberi upah, sebagaimana dijanjikan Tuhan.

5
4. Al-Manzilah baina Al-Manzilatain (Tempat di antara Dua Tempat)
Posisi diantara 2 posisi dalam arti posisi menengah. Menurut ajaran ini,
orang yang berdosa besar bukan kafir bukan pula mukmin. Kata mu’min dalam
pendapat Wasil, merupakan sifat baik dan nama pujian yang tak dapat diberikan
kepada orang fasik, dengan dosa besarnya. Tetapi predikat kafir tak pula dapat
diberikan kepadanya, karena dibalik dosa besar dia masih mengucapkan syahadat
dan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Orang serupa ini jika meninggal
tanpa tobat, akan kekal dalam neraka, hanya siksaan yang di terimanya lebih
ringan dari siksaan orang kafir.

5. Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh Kebaikan dan melarang


Keburukan)
Perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat dianggap sebagai
kewajiban bukan oleh kaum Mu’tazilah saja, tetapi oleh golongan umat Islam
lainnya. Perbedaan yang terdapat antara golona-golongan itu adalah
pelaksanaannya. Kaum Mu’tazilah berpendapat kalau dapat cukup dengan seruan,
tetapi kalau perlu dengan kekerasan. Sejarah membuktikan bahwa mereka pernah
memakai kekerasan dalam menyiarkan ajaran-ajaran mereka.
Menurut Al-Khayyat, orang yang diakui menjadi pengikut Mu’tazilah,
hanyalah orang yang mengakui dan menerima kelima dasar itu. Orang yang
menerima hanya sebagian dari dasar-dasar tersebut tidak dapat dipandang sebagai
orang Mu’tazilah.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin dalam beramar
ma’ruf nahi munkar, seperti yang dijelaskan oleh salah seorang tokohnya, Abd
Al-Jabbar, yaitu berikut ini.
a. Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf dan dilarang itu
memang munkar.
b. Ia mengetahui bahwa kemunkaran telah nyatadilakukan orang.
c. Ia mengetahui bahwa perbuatan amr ma’ruf atau nahi munkar tidak akan
membawa madarat yang lebih besar.

6
d. Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan
membahayakan dirinya atau hartanya.

2.3 Tokoh – Tokoh Mu’tazilah


Beberapa tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh perkembangan bagi aliran
mu’tazilah adalah sebagai berikut:
1. Wasil bin Atha (80-131 H/699-748 M)
Wasil bin Atha’ Al-Ghazal dikenal sebagai pendiri aliran Mu’tazilah,
sekaligus sebagai pemimpin pertamanya. Dia juga terkenal sebagai pemikir
kaum Mu’tazilah yang rasional. Dia adalah orang yang meletakan kerangka
dasar ajaran kelompok Mu’tazilah. Ajaran pokok yang didengungkannya
adalah faham al-Manzilah bain al-Manzilatain, serta faham yang meniadakan
sifat-sifat Tuhan.
2. Abu Huzail al-Allaf (135-235 H)
Nama lengkapnya ialah Abdul Huzail Muhammad Abu Al-Huzail Al-Allaf.
Ia adalah pemimpin kaum Mu’tazilah kedua di kota Basrah. Ia banyak sekali
menekuni filsafat bangsa Yunani. Pengetahuanya mengenai filsafat
memudahkannya dalam menyusun dasar-dasar ajaran Mu’tazilah dengan
teratur. Pengetahuan yang berkaitan dengan logika, membuatnya menjelma
menjadi ahli debat. Lawan-lawannya dari kaum zindik, kelompok majusi,
Zoroaster, dan atheis tidak mampu membantah argumen yang ia berikan.
Menurut suatu riwayat, ia telah mengislamkan kurang lebih 3000 orang.
Puncak kebesaranya di raih pada waktu khalifah Al-Makmun, karena khalifah
ini pernah menjadi salah satu muridnya.
3. Bisyir Al-Mu’tamir (wafat 226 H)
Bisyr Al-mu’tamir adalah pemimpin Mu’tazilah di kota Baghdad. Ia
merupakan orang pertama yang menyusun Ilmu Balaghah. Ia juga seorang
tokoh aliran kelompok yang membahas konsep tawallud (reproduction) yaitu
batas-batas pertanggung jawaban manusia atas kelakuaanya. Ia memiliki
murid-murid yang sangat besar pengaruhnya dalam penyebaran paham aliran
Mu’tazilah, khususnya di Baghdad.

7
8
4. An-Nazzam (183-231 H)
An-nazam merupakan murid dari Abul Huzail Al-Allaf. Ia banyak bergaul
dengan ahli filsafat. Dia mempunyai ketajaman dalam berfikir yang sungguh
luar biasa, antara lain tentang metode keraguan serta metode empirika yang
merupakan cikal bakal lahirnya renainssance (abad pencerahan) di Eropa.
5. Al-Jahiz Abu Usman bin Bahar (w. 869)
Al-Jahiz Abu Usman bin Bahar merupakan pencetus aliran naturalisme atau
kepercayaan pada hukum alam yang oleh paham Mu’tazilah dinamakan
sunnah Allah. dia diantaranya menerangkan bahwa perbuatan-perbuatan
manusia tidak semuanya diwujudkan oleh manusia itu sendiri, melainkan
adanya pengaruh hukum alam.
6. Al-Jubba’i (w. 302 H)
Nama asli Al-Jubba’I di ambil dari nama kota kelahiranya, yaitu daerah yang
bernama Jubba, di provinsi Chuzestan , Iran. Dia adalah guru imam Abu
Hasan al-Asy’ari, pendiri kelompok Asy’ariyah. Pemikrannya tentang tafsir
Al-Qur’an banyak di ambil oleh Az-Zamakhsyari.
7. Mu’ammar bin Abbad
Mu’ammar bin Abbad merupakan pendiri aliran Mu’tazilah kota Baghdad.
Pendapatnya yang penting yaitu mengenai kepercayaan pada hukum alam,
sama seperti pendapat al-Jahiz. Ia menyatakan bahwa Tuhan hanya
menjadikan benda-benda materi saja , sementara al-‘arad atau accidents
(sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari hukum alam itu.
Contohnya, seperti jika sebuah batu dilempar kedalam air, maka gelombang
yang dihasilkan oleh lemparan batu itu merupakan hasil atau kreasi dari batu
itu sendiri, bukan hasil ciptaan Tuhan.
8. Bisyr al-Mu’tamir (w. 210 H)
Menurutnya, seorang anak kecil yang meninggal tidak diminta
pertanggungjawaban atas kelakuaanya diakhirat kelak karena ia belum
termasuk mukalaf. Seorang yang berdosa besar lalu bertobat, kemudian
mengulangi, akan menerima siksa ganda, meskipun ia sudah bertobat atas
dosa besarnya yang telah lalu.
9
9. Abu Musa al-Mudrar (w. 226 H)
Dia dianggap sebagai pemimpin Mu’tazilah yang sangat ekstrim karena
pendapatnya yang gampang mengkafirkan orang lain yang meyakini
keqadiman al-Quran. Ia juga membantah pendapat bahwa Allah SWT bisa
dilihat dengan mata kepala di akhirat kelak.
10. Hisyam bin Amr al-Fuwati
Dia berpendapat bahwa apa yang disebut surga dan neraka hanyalah ilusi
semata, belum ada wujudnya pada saat ini. Alasan yang dikemukakannya
adalah tidak ada manfaat menciptakan surga serta neraka sekarang karena
belum saatnya orang memasuki surga dan neraka.
11. Sumamah bin Asyras (w. 213 H)
Dia berpendapat bahwa manusia sendirilah yang melahirkan perbuatan-
perbuatannya karena dalam dirinya sudah tersedia daya untuk berbuat.
Tentang daya dan akal, ia berkesimpulan bahwa akal manusia sebelum
datangnya wahyu bisa tahu adanya Tuhan serta mengenal perbuatan yang
baik dan perbuatan buruk, wahyu hanya turun untuk memberikan konfirmasi.
12. Abu al-Hussain al-Khayyat (w. 300 H)
Dia pemuka yang mengarang buku Al-Intishar yang berisi pembelaan
terhadap serangan ibn Al-Rawandy.
13. Al-Qadhi Abdul Jabbar (w. 1024 H)
Dia diangkat sebagi hakim oleh Ibnu Abad. Diantara karyanya yang besar
ialah karya tentang ulasan pokok-pokok ajaran Mu’tazilah yang ia sebut Al-
Mughni. Kitab ini terdiri lebih dari lima belas jilid. Dia tergolong tokoh yang
hidup pada jaman kemunduran aliran Mu’tazilah namun Ia bisa berprestasi
baik dalam bidang keilmuan maupun pada jabatan kenegaraan.
14. Az-Zamakhsyari (467-538 H)
Dia dilahirkan di desa Zamakhsyar, Khawarizm, negara Iran. Ia terkenal
sebagai tokoh dalam Ilmu Tafsir, nahwu, dan paramasastra. Dalam
karanganya Ia secara terang-terangan memperlihatkan faham Mu’tazilah.
Seperti dalam kitab tafsir Al-Kassyaf yang berusaha menafsirkan ayat-ayat

10
Al-Qur,an berdasarkan ajaran-ajaran Mu’tazilah, terutama lima prinsip
ajaranya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka kesimpulan
yang dapat diambil adalah:
1. Golongan Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan persoalan
teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-
persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan
mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “Kaum
Rasionalitas Islam”.
2. Sedangkan ajaran pokok mu’tazilah yakni tentang : Keesaan (at-Tauhid),
Keadilan Tuhan (Al-Adlu), Janji dan ancaman (al-Wa’du wal Wa’idu),
Tempat di antara dua tempat (Al manzilatu bainal manzilatain), Menyuruh
kebaikan dan melarang keburukan (amar ma’ruf nahi munkar).

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka selaku penulis
menyarankan bagi pembaca agar dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang mu’tazila agar lebih luasnya pengetahuan pembaca maka
diharapkan untuk membaca lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan hal
ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hatta, Mawardy. 2013. Aliran Mu’tazilah dalam Lintasan Sejarah Pemikiran


Islam. Ilmu Ushuluddin Vol. 12, No. 1.
Hidayatullah, Nur Fallah. 2018. Teologi Islam Mu’tazilah. Jurnal Ad-Dirasah:
Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 1, No. 1.
Pakpahan, Elpianti Sahara. 2017. Pemikiran Mu’tazilah. Sekolah Tinggi Agama
Islam Panca Budi Perdagangan.
Rohidin. 2018. Mu’tazilah: Sejarah dan Perkembangannya. El-Afkar Vol. 7
Nomor I Edisi Juli- Desember.

12

Anda mungkin juga menyukai