Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH USHUL FIQH

SUNNAH
Dosen Pengampu : Anizar, MA

DISUSUN
OLEH:

Muhammad Reza (2012022038)


M. Hera Efendi (2012022036)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


F A K U L T A S S Y A R I A H
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LANGSA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehadirat-
Nya yang melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah berjudul “Sunnah” dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Ushul Fiqh. Selain itu pembuatan makalah ini juga bermaksud untuk
mengembangkan pengetahuan para pembaca.
Saya menyadari makalah yang kami tulis ini jauh dari kata sempurna
untuk itu dengan kerendahan hati saya memohon maaf apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan maupun penyampaian informasi. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun saya nantikan supaya saya dapat menyusun makalah dengan lebih
baik lagi untuk kedepannya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Pengertian Sunnah ............................................................................3
2.2 Macam-Macam Sunnah ....................................................................5
2.3 Fungsi Sunnah Terhadap Al-Qura’an ...............................................8
BAB III PENUTUP................................................................................................10
3.1 Kesimpulan......................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al Quran adalah sumber syari’at Islam yang dijamin kebenarannya dan
keutuhannya. Sebagai pedoman yang utama ia mengandung kaidah-kaidah umum
syari’at Islam dan hukum-hukum yang universal. Untuk menafsirkan kaidah-
kaidah dan merumuskannya secara rinci, al Quran secara eksplisit memberikan
otoritas pekerjaannya kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, ketika Nabi
masih hidup, para sahabatnya selalu mencari tahu tentang apa dan bagaimana
tradisi atau al sunnah Nabi yang mulia guna menjadi pedoman dalam pengamalan
Islam.1
Pada sisi lain, hampir seluruh umat muslim telah bersepakat menjadikan
hadits nabi (As-sunnah) sebagai sumber primer kedua setelah Al Qur’an dalam
hal pendidikan Islam. Hadits Nabi menepati posisi kedua sebagai landasan bagi
setiap muslim untuk mengimp-lementasikan aktivitas kehidupan. Hadits pun
mengandung sumber-sumber hukum yang dapat menangani segala persoalan
kehidupan yang sedang dihadapi oleh manusia. Dengan kata lain, hadits Nabi
memiliki makna secara umum, dan kompetabel untuk di segala waktu dan
tempat.2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Sunnah?
2. Apa sajakah macam-macam Sunnah?
3. Apa fungsi Sunnah terhadap Al-Qur’an?

1
Turmudi, Muhammad. 2016. AL SUNNAH: Telaah Segi Kedudukan Dan Fungsinya
Sebagai Sumber Hukum. IAIT Kediri Volume 27 Nomor 1. Hal. 2
2
Ali, Muhammad, Antiya Safira Prajayanti. 2019. Kedudukan As-Sunnah Sebagai
Sumber Hukum Dan Pendidikan Islam Di Era Millenial. Tarbawiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan :
Vol. 03, No.2. Hal. 255
1
2
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian Sunnah.
2. Dapat mengetahui macam-macam Sunnah.
3. Dapat mengetahui fungsi Sunnah terhadap Al-Qur’an.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sunnah


Kata sunnah ditinjau dari segi lughawi diambil dari bahasa Arab yang
berarti ‘adah‟1 atau tradisi dan kebiasaan. Dimana tradisi dan kebiasaan
mencakup yang bersifat baik, buruk, ataupun terpujin dan tercela. Dengan
demikian maka sunnah dalam ungkapan lain adalah al Tahriq al Mu’tadah
hasanah kaanat al syyiah.3 Di dalam al Quran kata sunnah disebut secara
berulang-ulang baik dalam bentuk mufra maupun dalam bentuk jama’. Pengertian
menyebutkan kata sunnah dalam al Quran pada umumnya menunjuk pada
pengertian lughawi sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.4
1. Secara Etimologi
Makna kata sunnah adalah perbuatan yang semula belum pernah dilakukan
kemudian diikuti oleh orang lain, baik perbuatan yang terpuji maupun yang
tercela.
Sabda rasulullah SAW :
ِ‫االسالَِم سنَّةً حسنَةً َفلَه َأجره و اَجر من ع ِمل هِب ا ِمن بع ِده‬
ِ
ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ُ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ ُ ْ ‫َم ْن َس َّن ىِف‬
Artinya: “Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik didalam Islam,
maka ia menerima pahalannya dan pahala orang-orang sesudahnya
yang mengamalkannya”. (H.R. Muslim )5

2. Secara Terminologi
Pengertian sunnah bisa dilihat dari tiga disiplin ilmu ;
a. Ilmu hadits
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
3
Turmudi, Muhammad. Op.cit. Hal. 3
4
QS. Al Fath/48:23 dan QS. An Nisaa/4:26
5
Turmudi, Muhammad. Loc.cit.
4
b. Ilmu ushul fiqhi
Segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW berupa perbuatan, perkataan, dan
ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
c. Ilmu fiqhi
Salah satu hukum takhlifi, yang berarti suatu perbuatan yang akan
mendapatkan pahala bila dikerjakan dan tidak berdosa apabila ditinggalkan.

Para ulama islam mengutip kata Sunnah dari al-Qur’an dan bahasa Arab
yang mereka gunakan dalam artian khusus yaitu: “cara yang biasa dilakukan
dalam pengamalan agama”.
Kata Sunnah sering disebut dengan kata ”kitab”. Di kala kata sunnah
dirangkaikan dengan kata “kitab”, maka Sunnah berarti: “cara-cara beramal dalam
agama berdasarkan apa yang disarankan dari Nabi Muhammad SAW”; atau
“suatu amaliah agama yang telah dikenal oleh semua orang”. Kata Sunnah dalam
artian ini adalah “bid’ah” yaitu amaliah yang diadakan dalam urusan agama yang
belum pernah dilakukan oleh Nabi.6
Sunnah dalam istilah ulama ushul adalah: “apa-apa yang diriwayatkan
dari Nabi Muhammad SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun
pengakuan dan sifat Nabi”. Sedangkan sunnah dalam istilah ulama fiqh adalah:
“sifat hukum bagi suatu perbuatan yang dituntut melakukannya dalam bentuk
tuntutan yang tidak pasti” dengan pengertian diberi pahala orang yang
melakukannya dan tidak berdosa orang yang tidak melakukannya.7
Perbedaan ahli ushul dengan ahli fiqh dalam memberikan arti arti pada
Sunnah sebagaimana disebutkan diatas adalah karena mereka berbeda dalam segi
peninjauannya. Ulama ushul menempatkan Sunnah sebagai salah satu sumber atau
dalil hukum fiqh. Maksutnya adalah “Hukum ini ditetapkan berdasarkan Sunnah”.

6
Ibid
7
Ali, Muhammad, Antiya Safira Prajayanti. Op.cit. Hal. 257.
5
Sedangkan ulama fiqh menempatkan Sunnah itu sebagai salah satu dari hukum
syara’.
Kata “Sunnah” sering diidentikkan dengan kata “Hadits”. Kata “Hadits”
ini sering digunakan oleh ahli Hadits dengan maksud yang sama dengan kata
“Sunnah” menurut pengertian yang digunakan kalangan ulama ushul.
Dikalangan ulama ada yang membedakan Sunnah dan Hadits, terutama
karena dari segi etimologi kedua kata itu memang berbeda. Kata Hadits lebih
banyak mengarah kepada ucapan-ucapan Nabi; sedangkan Sunnah lebih banyak
mengarah kepada perbuatan dan tindakan Nabi yang sudah menjadi tradisi yang
hidup dalam pengamalan agama.8

2.2 Macam-Macam Sunnah


2.2.1 Pembagian sunnah dari segi bentuknya:
a. Sunnah Qauliyyah
Adalah ucapan lisan dari Nabi Muhammad SAW yang didengar oleh
sahabat beliau dan disampaikannya kepada orang lain.
Contoh sunnah qauliyyah:

َّ ِ‫َأح ُد ُك ْم َحىَّت حُي‬


‫ب‬ ِ َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ الَ يُْؤ م ُن‬:‫ال‬ ٍ َ‫َع ْن َأن‬
َ ِّ ‫س َع ْن النَّيِب‬
‫ب لَِن ْف ِس ِه‬
ُّ ِ‫َأِلخْي ِه َما حُي‬
ِ

Artinya: Dari Annas ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda:”Belum beriman salah
seorang dari kamu, sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya”.

8
Ibid
6
b. Sunnah Fi’liyah
Adalah semua perbuatan dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang
dilihat atau diketahui atau diperhatikan oleh sahabat, kemudian disampaikan
kepada orang lain dengan ucapannya.
Contoh sunnah fi’liyah:

‫اهلل َعلَْيِه َو َسلَّ َم َيْو َم َخَر َج يَ ْسَت ْسِقيي‬


ُ ‫صلَّى‬
ِ ِ ِ
ُ ْ‫َع ْن َعبَّاد بْ ِن مَت ْي ٍم َع ْن َع ِّمه قَ َال َرَأي‬
َ َّ ‫ت النَّيِب‬
ِ ِ ‫ فَ َحَّو َل ِإىَل الن‬:‫قَ َال‬
َ َّ‫اسَتْقَب َل اْلقْبلَ َة يَ ْد ُعو مُثَّ َحَّو َل ِر َد َاءُه مُت‬
‫صلَّى لَنَا‬ ْ ‫َّاس ظَ ْهَرُه َو‬
‫َر ْك َعَتنْي ِ َج َهَر فِْي ِه َما بِالْ ِقَراءَ ِة‬
Artinya: Dari ubbad bin tamim, dari pamannya, ia berkata: “Saya melihat
Rasullah SAW pada hari beliau keluar untuk melaksanakan shalat
gerhana matahari, katanya: “Maka beliau membalikkan tubuhnya
membelakangi jama’ah menghadap kiblat dan berdoa, kemudian beliau
membalikkan selendangnya, kemudian beliau shalat bersama kami dua
rekaat dengan menjaharkan bacaannya pada kedua rekaat itu”.

Sunnah fi’liyyah pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Gerak gerik, perbuatan, dan tingkah laku Rasulullah SAW yang


berkaitan dengan hukum.
Misalnya; tata cara shalat, puasa, haji, transaksi dagang,tata cara makan
dll.
Perbuatan ini dapat diketahui dengan adanya petunjuk dari beliau
sendiri, atau karena adanya petunjuk (qarinah) lain, baik dari Al-Qur’an
maupun dari sifat perbuatan Rasulullah SAW.
2. Perbuatan yang khusus berlaku bagi Rasulullah SAW.
Misalnya; beristri lebih dari 4 orang, wajib melaksanakan shalat
tahajjud, berkurban, shalat witir, dll. Semua perbuatan itu bagi umatnya
tidak wajib.
7
3. Perbuatan dan tingkah laku Nabi berhubungan dengan penjelasan
hukum, seperti: shalat, puasa, jual beli, utang piutang, dll.
c. Sunnah Taqririyah
Adalah perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang dilakukan di
hadapan atau sepengetahuan Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak ditanggapi atau
dicegah oleh Nabi, namun Nabi diam, maka hal ini merupakan pengakuan dari
Nabi. Keadaan diamnya Nabi itu dapat dibedakan pada dua bentuk:
1. Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh Nabi.
Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa si pelaku berketerusan
melakukan perbuatan yang pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya Nabi
dalam bentuk ini tidaklah menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh
dilakukannya. Diamnyan Nabi dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan
larangan sebelumnya.
2. Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak diketahui
pula haramnya. Diamya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya adalah
ibahah atau meniadakan keberatan untuk diperbuat. Karena seandainya
perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi mendiamkannya padahal ia mampu untuk
mencegahnya, berarti Nabi berbuat kesalahan; sedangkan Nabi bersifat
ma’shum (terhindar dari kesalahan).

Contoh sunnah taqririyyah:

‫ضبٍّ َم ْش ِويٍّ ََأ ْه َوى ِإلَ ْي ِه‬ َ ‫هللا َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم ِب‬


ُ ‫صلَّى‬ َ ‫ال ُأ ِت َي النَّ ِب ُّي‬
َ ‫َع ْن َخا ِل ِد ب ِْن ْال َو ِل ْي ِد َق‬
َ‫ال َخا ِل ٌد َأ َح َرا ٌم هُ َو قَا َل الَ َولَ ِكنَّهُ ال‬َ َ‫ضبٌّ فََأ ْم َس َك يَ َدهُ فَق‬َ ُ‫ِليَْأ ُك َل فَ ِقي َْل لَهُ ِإنَّه‬
َ ‫ض قَ ْو ِمي فََأ ِج ُدنِي َأ َعافُهُ فََأ َك َل َخالِ ٌد َو َرسُو ُل هللا َع َل ْي ِه‬
ُ‫صلَى هللا‬ ِ ْ‫نون بَِأر‬
ُ ‫يَ ُك‬
‫ظر‬ُ ‫َو َسلَّ َم َي ْن‬
Artinya: Dari Khalid bin Walid ra katanya: “Kepada Nabi SAW dihidangkan
makanan dhabb (sejenis biawak) yang dipanggang untuk dimakan

8
beliau. Kemudian ada yang berkata kepada beliau: “Itu adalah dhabb”,
maka beliau menahan tangannya, maka Khalid berkata: “Apakah haram
memakannya?” Beliau menjawab: “Tidak,tetapi binatang jenis itu tidak
biasa ditemukan didaerah saya, maka saya tidak suka dan
menghindarinya”. Maka Khalid memakannya, sedang Rasulullah
memandanginya.

2.3 Fungsi Sunnah Terhadap Al-Qura’an


Terdapat tiga fungsi sunnah terhadap Al Qur‟an, pertama, sunnah
menguatkan pesan-pesan hukum yang terkandung dalam al Qur‟an. Kedua,
sunnah menjelaskan dan menjabarkan pesan-pesan hukum tersebut. Dan ketiga,
sunnah menetapkan sendiri pesan-pesan dalam hukum yang belum diatur dalam al
Qur‟an.
1. Fungsi Sunnah sebagai penguat (ta’kid) hukum dalam Al-Qur’an
Dalam fungsinya ini, menurut hemat penulis sunnah melakukan ta’kid
(penguat) atas hukum-hukum yang terkandung dalam al Quran dengan
mempergunakan beberapa cara, diantaranya sebagai berikut :9
a. Menegaskan kedudukan hukumnya, seperti dengan sebutan wajib, fardlu dan
ungkapan yang sejenisnya untuk perbuatan-perbuatan yang diperintahkan dan
sebutan haram untuk kategori perbuatan yang dilarang.
b. Memerintahkan segi-segi bahasa yang timbul sebagai efek dari suatu
perbuatan yang terlarang dan memperingatkan sanksi hukuman yang berat
bagi pelaku perbuatan terlarang atau meninggalkan kewajiban.
c. Memperingatkan amaliyah secra dawam atas suatu kewajiban dan
menampakkan suatu kebencian yang sangat terhadap suatu yang dilarang.
d. Menerangkan posisi kewajiban dan larangan dalam syari’at Islam.

2. Fungsi sunnah sebagai penjelas dan penjabar apa yang ibawa oleh al Qur’an

9
Turmudi, Muhammad. Op.cit. Hal. 8
9
Dalam fungsinya yang kedua ini, segi-segi tabyin (penjelas) sunnah al
Qur’an antara lain:10
a. Mengikat makna-makna yang bersifat lepas, yang terkandung dalam ayat-ayat
al Qura’an, seperti pergelangan tangan yang ditunjuk oleh sunnah sebagai
penjelasan teradap “yadun” yang tedapat dalamm QS. Al Maidah ayat 38.
b. Mengkhususkan ketetapan yang disebutkan secara umum dalam nas-nas al
Qur’an, seperti bayan al gharar sebagai pengecualian atas dihalalkannya jual
beli yang tersebut dalam QS al Baqarah ayat 275.
c. Menjelaskan mekanisme pelaksanaan dari ketetapan-ketetapan al Qur’an,
seperti tata cara pelaksanaan shalat, haji, puasa dan kewajiban-kewajiban
lainnya.

3. Fungsi sunnah sebagai penetap hukum yang belum diatur dalam al Quran
Dalam fungsinya yang ketiga ini, sunnah melakukan tasyri’ yang boleh
dikata sebagai tambahan atas hukum-hukum yang tersurat dalam al Quran, seperti
larangan memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkaki
menyambar sebagai tambahan atas empat jenis hewan yang haramkan untuk
dimakan dalam al Qur’an. 11
Ketiga fungsi sunnah sebagaimana keterangan di atas, dua yang pertama
disepakati oleh para ulama, sementara yang ketiga diperselisihkan. Adapun
masalah pokok yang diperselisihkan tersebut adalah apakah sunnah dapat
menetapkan hukum secara mandiri tanpa bergantung kepada al Qur’an atau
penetapan itu selalu mempunyai ushul dalam al Qur’an.

10
Ibid.Hal 8-9
11
Ibid. Hal. 9.
10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Sunnah merupakan keterangan Nabi Muhammad SAW baik berupa
ucapan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’liyah), maupun
ketetapan Nabi (sunnah taqririyah).
2. Sunnah merupakan sumber hukum kedua setetalah al Qur’an. Hal
demikian itu disebabkan adanya perbedaan sifat, yaitu al Qur’an
bersifat qhat’i al wurud, sedangkan sunnah bersifat dhanni al wurud.
3. Fungsi sunnah terhadap al Qur’an adalah sebagai berikut :
a. Sunnah berfungsi sebagai penguat (ta’qid) atas apa yang dibawa
al Qur’an.
b. Sunnah sebagai penjelas (tabyin) atas apa yang terdapat dalam al
Qur’an.
c. Sunnah sebagai mustaqillah atau menetapkan hukum yang belum
ada hukumnya dalam al Qur’an.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad, Antiya Safira Prajayanti. 2019. Kedudukan As-Sunnah Sebagai


Sumber Hukum Dan Pendidikan Islam Di Era Millenial. Tarbawiyah:
Jurnal Ilmiah Pendidikan : Vol. 03, No.2.
Tasbih. 2010. Kedudukan dan Fungsi Hadits sebagai Sumber Hukum Islam.
Jurnal Al Fikr 14 No. 3.
Thaib, Erwin Jusuf. 2014. Al-Qur’an dan As-Sunah Sebagai Sumber Inspirasi
Etos Kerja Islami. Jurnal Dakwah Tabligh 15 No. 1.
Turmudi, Muhammad. 2016. AL SUNNAH: Telaah Segi Kedudukan Dan
Fungsinya Sebagai Sumber Hukum. IAIT Kediri Volume 27 Nomor 1.

12

Anda mungkin juga menyukai