Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGERTIAN HADIT’S, SUNNAH, KHABAR DAN


ATSAR

DISUSUN OLEH:

NAMA : ALEX NURMANSYAH


MK : ULUMUL HADIT’S

DOSEN PENGAMPU:
H. SYARIF ALMANSYURI, M.Pd.I.

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIAH MISBAHUL ULUM


(STIT-MU) GUMAWANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
Saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Pengertian Hadit’s,
Sunnah, Khabar dan Atsar" dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ulumul Hadit’s.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi saya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Syarif Almansyuri
selaku guru Mata Kuliah "Ulumul Hadit’s". Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah
ini.Saya berharap semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat
memberikan inspirasi terhadap pembaca. Selain itu, saran dan kritik dari Anda
saya tunggu untuk perbaikan makalah ini.

Belitang, 29 Maret, 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................I

DAFTAR ISI..........................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................1

a. Bagaimana Pengertian dari Hadist ?.............................................................1

b. Bagaimana Pengertian Sunnah ?...................................................................1

c. Bagaimana Pengertian Khabar ?...................................................................1

d. Bagaimana Pengertian Atsar ?......................................................................1

e. Bagaimana Contoh Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar ?............................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadit’s.........................................................................................2

B. Pengertian Sunnah.........................................................................................4

C. Pengertian Khabar.........................................................................................8

D. Pengertian Atsar............................................................................................9

E. Perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar.................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................12

B. Saran............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an yang
diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umat Islam. Sebagai sumber
hukum kedua, kita sebagai umat Islam wajib mempelajarinya. Terkhusus kepada
para pelajar Muslim, kita harus mengetahui pula pengertian hadits dan istilah ilmu
hadits lainnya berupa sunnah, khabar, dan atsar, persamaan dan perbedaannya,
serta bentuk-bentuk hadits, agar kita dapat mengetahui isi dari hadits dengan baik,
sehingga untuk menularkannya kepada masyarakat pun bisa dilakukan dengan
benar.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana Pengertian dari Hadist ?
b. Bagaimana Pengertian Sunnah ?
c. Bagaimana Pengertian Khabar ?
d. Bagaimana Pengertian Atsar ?
e. Bagaimana Contoh Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadit’s

Kata al-hadits (‫ )اَ ْل َح ِديْث‬adalah kata mufrad, yang jama’nya adalah al-ahadits(
ٌ ‫ )تَحْ ِدي‬artinya pembicaraan. Dari sisi bahasa,
ُ ‫ )اَألحا َ ِدي‬dan dasarnya adalah tahdits (‫ْث‬
‫ْث‬
kata hadits memiliki beberapa arti, diantarnya ialah:
a) al-jadid (ُ‫)اَ ْل َج ِد ْيد‬, artinya yang benar, lawan kata al-qadim (‫ )اَ ْلقَ ِد ْي ُم‬artinya yang
lama, dalam arti ini menunjukan adanya waktu dekat dan singkat.

b) al-thariq (ُ‫ )اَلطّ ِر ْيقَة‬artinya jalan, yaitu ُ‫ اَلطّ ِر ْيقَةُ اَ ْل َم ْسلُوْ َكة‬jalan yang ditempuh.

c) al-khabar (ُ‫ )اَ ْل َخبَر‬artinya berita.

d) al-sunnah (ُ‫ )اَل ُّسنًة‬artinya perjalanan.


Adapun menurut istilah, para ahli berbeda-beda dalam memberikan definisi
sesuai denga latar belakang disiplin keilmuan masing-masing, sebagaimana
perbedaan antara ahi ushul dan ahli hadits dalam memberikan definisi al-
hadits.1Antaralain:
a) Ahli Hadits:

ُ‫صلى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َواَ ْف َعالُهُ َواَحْ َوالُه‬


َ ‫اَ ْق َوا ُل النًبِ ّي‬

Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan dan hal ihwalnya

َ ْ‫ اوْ فِعالً اَوْ تَ ْق ِر ْيرًا اَو‬jً‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَوْ ال‬
ً‫صفّة‬ ِ ُ‫َما ا‬
َ ‫ض ْيفَ اِلَى انَّبِي‬

Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
ketetapan (taqrir) maupun sifat beliau.

1 Ridwan Nasir, Ulumul Hadis dan Muslhalah Hadits, (Jombang: Darul Hikmah, 2008), hlm. 13-14.

2
Dari definisi tersebut dapat dimengerti bahwa hadits meliputi biografi Nabi
SAW, sifat-sifat yang melekat padanya, baik berupa fisik maupun hal-hal yang
terkait dengan masalah psikis dan akhlak keseharian Nabi, baik sebelum maupun
sesudah terutus sebagai Nabi.
b) Ahli Ushul:

ُ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َوسلَّ َم َوا ْف َعالُهُ َوتَ ْق ِري َْر اَتُهُ اَلَّتِى تُثَب‬
َ ‫َّت االَ َح َكا َم َوتُقَ َّررُها‬ َ ‫اقوال النَّبِ َي‬

Semu perkataan Nabi SAW, perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan dengan
hukum-hukum syara' dan ketetapanya.
Dari definisi tersebut dapat dimengerti bahwa hadits adalah segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi SAW, baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan-
ketetapan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Lain halnya dengan ahli
fiqih, hadits dipandang sebagai suatu perbuatan yang harus dilakukan, tetapi
tingkatanya tidak sampai wajib, atau fardlu, sebab hadits masuk kedalam suatu
pekerjaan yang setatus hukumnya lebih utama dikerjakan, artinya suatu amalan
apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak dituntut
apa-apa, akan tetapi apabila ketentuan tersebut dilanggar mendapat dosa. Dengan
demikian, maka hadits memiliki kesamaan arti dengan kata sunnah, khabar, dan
atsar.2
Ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memeberikan pengertian
tentang hadits. Dikalangan umat hadits sendiri ada beberapa pendapat dalam
memberikan pengertian masing-masing. Dalam kajian hadits ulama sering
mengistilahkan hadits dengan penisbatan sahabat yang meriwayatkan atau tema
hadits atau tema hadits itu sendiri atau tempat peristiwa dan lainya. Misalnya
penisbatan kepada perawi hadits Abu Hurairah itu lebih kuat dari pada hadits Wail
ibn Hujr, maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Wail ibn Hujr.
Misalnya penisbatan kepada peristiwa hadits al-gharaniq, maksudnya hadits yang
menceritakan kisah al-gharaniq. Misalnya penisbatan kepada tempat hadits Ghadir
Khum maksudnya hadits yang menceritakan kisah yang terjadi di Ghadir Khum.3

2 Ibid, Ridwan Nasir, hlm. 14


3 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hadits, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,
2011), hlm. 4.

3
B. Pengertian Sunnah
Kata (ُ‫ )اَل ُسنَّة‬adalah kata tunggal. Jama’nya adalah al-sunan (‫ )اَل ُّسن َْن‬artinya jalan
yang dilalui, terpuji atau tidak, atau berati perjalanan. Sebagaimana firman Allah
dan sabda Rasul-Nya:

a) al Quran:

ً‫ُسنَّةَ َم ْن قَ ْد َأرْ َس ْلنَا َوالَتَ ِج ُد لِ ُسنَّتِنَا تَحْ ِو ْيال‬

(kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul


kami yang kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu temukan perbuatan bagi
ketetapan kami tersebut. (Q. Al-Isra:77)

b) al-Hadits, yaitu Hadits riwayat Bukhari dan Muslim

‫ا َو‬jjَ‫ ِه ِو ْز ُره‬j‫يّئةً فَ َعلَ ْي‬j‫نَّتَةً َس‬j‫ َّن ُس‬j‫َم ْن َس َّن ُسنَّةً َح َسنَةً فَلَهُ اَجْ ُرهَا َواَجْ ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا اِلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة َو َم ْن َو َم ْن َس‬
ٌ َ‫ ُمتَّف‬,‫ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا اِلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬
‫ق َعلَ ْي ِه‬

Siapa saja yang melakukan suatu perbuatan yang baik, maka baginya
mendapatkan pahala atas perbuatan itu dan pahala orang-orang yang
mengerjakanya sampai pada hari kiamat. Siapa yang mengerjakan perbuatan jahat,
maka baginya mendapatkan dosa atas perbuatanya dan ikut juga menanggung
dosa orang-orang yang mengikutinya sampai pada hari kiamat.
Para ahli berbeda-beda dalam memberikan definisi sunnah menurut istilah. Hal
ini lebih disebabkan perbedaan latar belakang, persepsi dan sudut pandang mereka
terhadap diri Rasulullah SAW. Yaitu :
a) ahli hadits

ْ ‫صفَ ٍة‬
َ‫ان‬jj‫ َوا ٌء َك‬j‫ َس‬,‫ ْي َر ٍة‬j‫خَلقِيَّ ٍة اَو ُخلُقِيَّ ٍة اَو ِس‬ ِ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَ َم ِمن قَو ٍل اَو فِ ْع ٍل اَو تَ ْق ِري ٍْر اَو‬
َ ‫َما اُثِ َر َع ِن النَّبِي‬
‫قَب َْل ْالبِ ْعثَ ِة اَو بَ ْع َدهَا‬

Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
ketetapan, perangi, budi pekerti, maupun perjalanan hidup, baik sebelum diangkat
Rasul maupun sesudahnya.

4
Dari definisi tersebut, dapat diambil kepemahaman bahwa para ahli hadits
membawa masuk semua bentuk kebiasaan Nabi SAW, baik yang melahirkan
hukum syara’ maupun tidak kedalam pengertian sunnah dan memiliki makna
sama dengan pengertian hadits.

Karna itu dari cakupan tradisi Nabi SAW yang dilakukan sebelum maupun
sesudah beliau terutus sebagai utusan, sehingga kandungan kata sunnah dapat
dijadikan sebagai dalil hukum syara’ meliputi semua bentuk perkataan, perbuatan,
penetapan, dan kebiasaan Nabi SAW. Akibatnya kandungan arti sunnah lebih luas
dari pada hadits, sebab sunnah melihatnya pada keberadaan beliau SAW sebagai
uswatun hasanah, sehingga yang melekat pada diri beliau secara utuh harus
diterima tanpa membedakan apakah yang telah diberitakan itu berhubungan
dengan hukum syara’ maupun tidak.

b) Ahli Ushul:

َ‫وْ ن‬jj‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَ َم َغ ْي َر القُرْ آن ْال َك ِري ِْم ِمن قَوْ ٍل اَو فِع ٍْل اَو تَ ْق ِري ٍْر ِم َّما يَصْ لُ ُح اَ ْن يَ ُك‬
َ ‫صد ََر َع ِن النّبِ ّي‬
َ ‫ُكالُّ َما‬
‫َدلِ ْياًل لِ ُح ْك ِم شَرْ ِع ّي‬

Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW selain al-quran al-hikmah, al-
karim, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan yang memng layak
untuk dijadikan sebagai dalil bagi hukum syara’

Dari definisi tersebut, sunnah diartikan sebagai sesuatu yang disandarkan


kepada Nabi SAW, tetapi hanya yang berhubungan dengan hukum syara’ baik,
yang berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapanya. Sedang sifat-sifat yang
melekat pada beliau, yaitu perilaku perbuatan dan perjalanan hidup beliau serta
semua yang bersumber dari beliau, yang tidak berhubungan dengan hukum syara’
serta terjadinya sebelum beliau diangkat sebagai Rosul tidak masuk dalam
kategori pengertian sunnah.

5
Dengan demikian, maka yang termasuk ke dalam kategori pengertian sunnah
hanya terbatas pada segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW saja.
Sedangkan yang bersumber dari sahabat dan tabi’in tidak termasuk sunnah. Hal
ini berdasarkan pada kenyataan bahwa Nabi SAW adalah pembawa dan pengatur
udang-undang yang memiliki misi kewajiban untak menjelaskan undang-undang
kepada manusia, sehingga yang tidak mengandung misi tidak termasuk sunnah
dan tidak bisa juga dijadikan sebagai sumber hukum yang mengikat.4

c) Ahli Fiqih

‫ َوتُقَابِ َل ْال َوا ِجبُ َو َخ ْي ُرهُ ِمن ااَل حْ َكام‬,‫ب‬ ِ ‫صلّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَ َم ِم ْن َغي ِْر ا ْفتـ ِ َر‬
ٍ ‫اض َواَل ُوجُو‬ َ ‫َماثَبَتَ َع ِن النّبِ ّي‬
‫ااَل حْ َكام اَ ْلخَ ْم َس ِة‬

Semua ketetapan yang berasal dari Nabi SAW selain yang difardlukan,
diwajibkan dan termasuk kelompok hukum yang lima.

Definisi ini menunjukanbahwa objek pembahasan para ahli fiqih Islam hanya
terbatas pada pribadi dan perilau Nabi SAW sebagai landasan hukum syara’ untuk
diterapkan pada perbuatan manusia pada umumnya baik yang wajib, haram,
makruh, mubah maupun sunat. Karenanya jika dikatakan perkara ini sunnah.
Karenanya jika diktakan perkara ini sunnah, maka yang dikehendaki adalah
pekerjaan itu memiliki nilai hukum yang dibebankan oleh Allah kepada setiap
orang yang sudah dewasa, berakal sehat dengan tuntutan.

4 Ibid, Ridwan Nasir, hlm. 15-17

6
d) contoh sunnah

Dan dalam tataran hukum Islam sunnah menempati posisi kedua setelah Al-
Qur’an. Hal ini diterapkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

‫تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تماسكتم بهما كتاب هللا و سنة نبيه‬

Artinya :

“Sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu dua perkara; kamu tidak akan sesat
selama kamu berpegang padakeduanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan
Sunnah Rasulnya” (HR.Malik).

‫ بعدي‬j‫وعليكم بسنتي و سنة الخلفاء الراشدين المهديين‬

Artinya :

“Berpegang tegulah kamu dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafah Ar-


Rasyiddin sesudahku” (HR.Abu Daud dan Turmudzi dan Irbadh bin Sariyah).

Guna menghindari kerancuan pengertian hadits dan sunnah perlu ditegaskan


perbedaannya. Haduts ialah segala peristiwa yang disandarkan kepada Nabi SAW,
walaupun selama hayat beliau hanya sekali terjadi, atau hanya diriwayatkan oleh
seseorang. Adapun sunnah adalah amaliah SAW yang mutawatir dan sampai
kepada kita dengan cara mutawatir pula. Nabi melaksanakannya bersama para
sahabat, lalu para sahabat melaksanakannya. Kemudian diteruskan oleh para
tabi’in, waklaupun lafadz ppenyampaiannya tidak mutawatir namun cara
penyampaiaannya mutawatir.

Mungkin terjadi perbedaan lafadz dalam meriwayatkan suatu kejadia, sehingga


dalam segi sanad dia tidak mutawatir, akan tetapi dalam segi amaliahnya dia
mutawatir. Proses yang mutawatir itulah yang disebut sunnah.

Oleh karena itu dalam kehidupan kita sehari-hari sering para ulama menjelaskan
bahwa amalan ini telah sesuai dengsan sunnah Rasul.

7
C. Pengertian Khabar

al-khabar (‫ ُر‬jَ‫ )اَ ْل َخب‬dalam bahasa artinya warta atau berita, maksudnya sesuatu
yang diberitakandan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain atau sesuatu
yang disandarkan kepada nabi dan para sahabat, dilihat dari sudut pendekatan
bahasa ini kata khabar sama artinya dengan hadits.5 Jadi setiap hadits termasuk
khabar, tetapi tidak setiap khabar adalah hadits.

Menurut pengertian istilah, para ahli berbeda-beda dalam memberikan definisi


sesuai dengan latar belakang dan disiplin keilmuan masing-masing, diantaranya
adalah:

a) sebagian ulama mengatakan bahwa khabar ialah sesuatu yang datangnya selain
dari nabi SAW, sedangkan yang dari nabi SAW disebut hadits.

b) ulama lain mengatakan bahwa hadits lebih luas dari pada khabar, sebab setiap
hadits dikatakan khabar dan tidak dikatakan bahwa setiap khabar adalah hadits.

c) ahli hadits memberikan definisi sama antara hadits dengan khabar, yaitu segala
sesuatu yang datangnya dari nabi SAW, sahabat, dan tabi’in, baik perkataan,
perbuatan maupun ketetapanya.6

Ulama lain berpendapat bahwa khabar hanya dimaksudkan sebagai berita yang
diterima dari selain Nabi Muhammad SAW. Orang yang meriwayatkan
sejarahdisebut khabary atau disebut muhaddisy. Disamping itu pula yang
berpendapat bahwa khabary itu sama dengan hadits, keduanya dari Nabi SAW.
Sedangkan atsar dari sahabat. Karenanya, maka timbul hadits marfu’, mauquf atau
maqtu’.

5 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, hlm. 24

6 Ibid, Ridwan Nasir, hlm. 21

8
‫ما اضيف الى النبي صلى هللا عليه و سلم او غيره‬

Artinya :

“Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi atau yang selain dari
Nabi.

Contoh Ali bin Abi Thalib ra. Berkata:

‫من السنة وضع الكف تحت السرة في الصلغاة‬

Artinya :

“Sunnah ialah meletakkan tangan di bawah pusar.

D. Pengertian Atsar

َّ ُ‫ة‬jjّ‫)بَقِي‬, sedangkan menurut


Al-atsar dalam bahasa artinya adalah sisa (‫ئ‬jj‫الش‬
pengertian istilah, para ahli berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin
ilmu mereka masing-masing, diantaranya adalah:

a) Jumhur berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in.

b) menurut ulama lain, seperti ulama Kharasan atsar untuk hadits mauquf dan
khabar untuk hadits marfu.

c) ahli hadits lain mengatakan tidak sama, yaitu khabar, berasal dari nabi,
sedangkan atsar sesuatu yang di sandarkan hanya kepada sahabat dan tabi’in, baik
perbuatan maupun perkataan.

Empat pengertian tentang hadits, sunnah, khabar, dan atsar sebagaimana


diuraikan di atas, menurut Jumhur ulama hadits juga dapat dipergunakan untuk
maksud yng sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan sunnah, khabar atau
atsar. Begitu juga sunnah bisa disebut dengan hadits, khabar, atsar. Maka hadits
mutawatir disebut juga sunnah mutawatir, begitu juga hadits shahih dapat juga
disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan atsar shahih.7

7 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, hlm. 25

9
Dari beberapa uraian tentang hadits diatas dapatlah ditarik bahwa, baik Hadits,
Sunnah, Khabar dan Atsar sebagaimana yang telah diuraikan, maka pada dasarnya
kesemuanya memiliki persamaan maksud, yaitu untuk menunjukkan segala
sesuatu yang datang dari Nabi SAW,baik berupa perkataan, perbuatan maupun
taqrirnya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa atsar lebih umum dari pada khabar, yaitu
atsar berlaku bagi segala sesuatu dari Nabi maupun yang selsain dari Nabi SAW,
sedangkan khabar khusus bagi segala sesuatu dari Nabi SAW saja.

Para fuqoha’ memakai istilah “atsar” untuk perkataan-perkataan ulama’ salaf,


sahabat , tabi’in, dan lain-lain.

‫ماأضيف الى الصحابة و التابعين من أقوال و أفعال‬

Artinya :

Perkataan dan perbuatan yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.

Contohnya perkataan tabi’in , Ubaidillah Ibn Abdillah IBN Utbah ibn Mas’ud:

)‫السنة ان يكبر االمام الفطر و يوم االضحى حين يجلس على المنبر قبل الخطبة تسع تكبيرات (رواه البيهقى‬

Artinya:

Menurut sunnah hendaklah imam bertakbir pada hari raya fitri dan adha
sebannyak sembilan kali ketilka duduk di atas mimbar sebelum berkhutbah (HR.
Baihaqi).

E. Perbedaan Hadits dengan Sunnah, Khabar dan Atsar

Dari keempat tema tersebut dapat ditarik bahwa tema tersebut sangat berguna
sebagai ilmu tambahan bagi masyarakat Islam untuk mengembangkan ilmu

10
pengetahuan dan menentukan kulitas dan kuwantitas Hadits, sunnah, Khabar dan
Atsar.

Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai
berikut:

a) Hadits dan sunnah:

Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada Nabi
SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik
sebelum di angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya.

b) Hadits dan khabar:

Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang berasal
atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal
atau disandarkan pada Nabi SAW.

c) Hadits dan atsar:

Jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadits.
Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu
yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tidak ada yang membenarkan hakekat sebuah kebenaran, karna semua


kebenaran hanya milik Allah SAW. Namun penulis hanya membatasi isi uraian
makalah yang diangakat, antara lain ialah:

1. Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada Nabi
SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik
sebelum di angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya.

2. Khabar: sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang
berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., ada juga hadits sebagai
sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi SAW.

3. Atsar: jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan
hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar,
yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.

B. Saran

Demikian tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan, harapan kami


dengan adanya tulisan ini lebih mengenali dan memahami. Khususnya pada mata
kuliah Studi Haditskita bisa membedakan Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar.

Kami sadar dalam makalah ini masih banyak kesalahan dalam penulisan
maupun dalam penyampaian. Untukitu, kritik dan saran yang membangun sangat
kami perlukan guna memperbaiki makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ridwan Nasir, Ulumul Hadis dan Muslhalah Hadits, (Jombang: Darul Hikmah,
2008), hlm. 13-14.
Ibid, Ridwan Nasir, hlm. 14

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hadits, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hlm. 4.
Ibid, Ridwan Nasir, hlm. 15-17

Ibid, Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, hlm. 24

Ibid, Ridwan Nasir, hlm. 21.

Ibid, Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, hlm. 25.

13

Anda mungkin juga menyukai