Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PERENCANAAN DALAM PENYUSUNAN TES

DISUSUN OLEH:

ALEX NURMANSYAH

MK : PENGEMBANGAN EVALUASI

DOSEN PENGAMPU:
TRI SUMARNI, M.Pd

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIAH MISBAHUL ULUM


(STIT-MU) GUMAWANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, Saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Perencanaan dalam
penyususnan tes" dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan
Evaluasi. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga bagi saya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tri Sumarni selaku guru Mata
Kuliah " Pengembangan Evaluasi ". Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya, sehingga
dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca. Selain itu, saran dan kritik dari
Anda, Saya tunggu untuk perbaikan makalah ini.

Belitang, 13 Maret, 2023

Penyususun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Perencanaan dan Penyusunan Tes................................................................3

B. Langkah – langkah Penyusunan Tes...........................................................10

C. Langkah – langkah membuat Kisi-kisi.......................................................13

D. Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda......................................................17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................21

B. Saran............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perencanaan suatu tes yang akan dilaksanakan pada prinsipnya sangat
diperlukan agar hasil yang diharapkan dapat dicapai. Rencana yang teliti dan
konseptual akan memberikan jaminan bahwa guru itu akan dapat mengukur
penguasaan belajar yang relevan dengan hasil belajar yang representative.
Dalam penyusunan tes, rencana itu disebut dengan tabel spesifikasi atau
kisi- kisi soal ujian akan memberikan bimbingan yang terarah kepada
penyusunan tes. Kisi-kisi atau tabel spesifikasi itu akan memberikan bantuan
untuk menyiapkan tes sesuai dengan dan mewakili materi yang pernah diberikan
dalam proses belajar mengajar aau kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh
mahasiswa dalam bidang tertentu (yang diujikan).
Tabel spesifikasi atau kisi-kisi soal kemudian dikaitkan dengan bentuk
item yang akan digunakan. Juga dikaitkan di dalamnya jenjang kemampuan yang
ingin diukur. Banyak jumlah soal pada masing-masing ruang lingkup materi itu
bagi mahasiswa serta kegunaannya di dalam masyarakat setelah mereka
menyelesaikan studinya nanti.
Dalam kegiatan pembelajaran kegiatan yang paling penting adalah
melakukan tes, karena dengan melakukan tes, seorang guru dapat mengetahui
sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah dipelajari.
Dalam penyusunan soal-soal tes terkadang guru mengalami kesulitan, karena
dalam pembuatan soal tersebut diperlukan berbagai pertimbangan agar soal yang
dibuat tidak terlalu sulit, terlalu mudah dan emmbingungkan peserta didik ketika
hendak menjawab soal-soal tersebut. Dalam penyususnan tes prestasi hal yang
paling penting yang harus dimiliki yaitu validitas soal-soal yang akan diujikan
kepada peserta didik. Untuk memudahkan guru dalam penyusunan tes maka
diperlukan pembuatan kisi-kisi.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah
sebagai berikut::
a. Bagaimana perencanaan dan penyusunan sebuah tes ?
b. Bagimana langkah-langkah penyusunan tes?
c. Bagaimanalangkah-langkah membuat kisi-kisi yang baik ?
d. Bagaimana menetapkan tingkat kesukaran dan daya pembeda ?

C. Tujuan Penulisan
Sudah merupakan Sunatullah bahwa siapapun yang membuat sesuatu
pastilah mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Begitu pula dengan makalah ini,
penulis juga mempunyai tujuan dan maksud dalam pembuatan makalah ini, di
antaranya sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagimana penyusunan dan perencanaan sebuah tes.
b. Untuk mengetahui langkah-langkah penyusunan tes.
c. Untuk mengetahui bagaimana syarat pembuatan kisi-kisi yang baik.
d. Untuk mengetahui Bagaimana menetapkan tingkat kesukaran dan daya
pembeda.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perencanaan dan Penyusunan Tes


1. Perencanaan tes
Tes baru akan berarti bila terdiri dari butir-butir soal yang menguji tujuan
yang penting dan mewakili ranah pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
secara representative. Untuk itu maka peranan perencanaan dalam pengujian
menjadi sangat penting. Tes tanpa rencana yang dapat dipertanggung jawabkan
dapat menjadi usaha sia-sia, bahkan mungkin akan mengganggu proses
pencapaian tujuan. Enam hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
tes :

1. Pengambilan sample dan pemilihan butir soal.

2. Tipe tes yang akan digunakan.

3. Aspek yang akan diujikan.

4. Format butir soal.

5. Jumlah butir soal.

6. Distribusi tingkat kesukaran butir soal.


2. Pengambilan sample dan pemilihan butir soal
Tes hasil belajar ( achievemen tes) haruslah disusun atas butir-butir soal
yang terpilih, yang secara akademik dapat dipertanggung-jawabkan sebagai
sample yang representatif dari ilmu atau bidang studi yang diuji dengan
perangkat tes tersebut. Proses pemilihan atau sampling butir soal itu tidak
mungkin dapat dilakukan secara acak (random). Hanya seorang ahli dalam
bidang studi yang tahu secara lebih baik apakah butir-butir soal itu cukup
respresentatif atau tidak. Pemilihan itu dilakukan atas dasar pertimbangan
pentingnya konsep, generalisasi, dalil, atau teori yang diuji dalam hubungannya
dengan peranannya terhadap bidang studi tersebut secara keseluruhan. Karena
itu tidak mungkin pemilihan itu dilakukan oleh awam dalam bidang studi

3
tersebut.
Untuk memperoleh butir-butir yang mewakili keseluruhan konsep yang
penting dalam suatu bidang studi, biasanya bidang studi itu dipilah-pilah menjadi
beberapa pokok bahasan (major content areasi) dan sub pokok bahasan (specific
content areas). Tentu saja tidak perlu ada jumlah butir soal yang sama untuk
setiap pokok bahasan. Jumlah soal dalam setiap pokok bahasan atau sub- pokok
bahasan hendaknya sebanding dengan luas dan pentingnya pokok bahasan atau
sub-pokok bahasan tersebut. Sebagai pedoman tentang tingkat kepentingan dari
kontribusinya terhadap keseluruhan bidang studi itu atau, untuk mudahnya,
keluasan pembahasan pokok bahasan dan atau subpokok bahasan atau suatu
subpokok bahasan itu. Tidak ada batasan jumlah butir soal untuk satu pokok
bahasan atau suatu subpokok bahasan.
3. Tipe tes yang digunakan
Ebel dan frisble membagi tiga tipe soal : (1) esai, (2) objektif, dan (3)
problem matemattika. Disamping itu masih juga dikenal soal-soal penampilan
dan soal lisan. Ada keslahfahaman yang umum terjadi dikalangan pengguna tes,
yaitu anggapan yang menyatakan suatu tipe tes lebih baik dari tipe tes lainnya
dalam mengukur ranah kognitif tertentu. Berbagai penelitian telah menunjukkan
perbedaan yang berarti dalam mengukur level ranah kognitif yyang sama. Soal
esai yang baik dapat mengukur ranah kognitif yang manapun seperti yang dapat
rangking subyek yang tidak berbeda.
Pemilihan tipe tes yang akan digunakan lebih banyak ditentukan oleh
kemampuan dan waktu yang tersedia pada penusunan tes dari pada kemampuan
peserta tes aspek yang ingin diukur.
4. Aspek kemampuan yang diuji

Setiap bidang studi mempunyai penekanan kemampuan yang berbeda-


beda. Karena itu aspek yang diujipun haruslah yang berbeda pula. Disinilah
aspek ranah kognitif yang mana yang akan diuji harus sinkron dengan
kemampuan yang ditentukan oleh tujuan pendidikan yang telah dirumuskan
terlebih dahulu. Dalam hubungan inilah kita mengenal adanya 6 tingkatan
kemempuan yang diuji, yaitu lazim siberi simbol C1, C2, C3, C4, C5, dan C6.
Disamping itu tentu juga harus diperhatikan kemampuan dari ranah lain seperti

4
afektif dan psikomotor.

Jumlah soal untuk setiap ranah atau untuk setiap level dalam ranah kognitif
juga tiak perlu sama. Pada umumnya tes hasil belajar lebih berorentasi kepada
pengetahuan, pemahaman dan aplikasi, sedangkan kemampuan yang disebut
terdahulu. Hal ini tentu saja berarti bahwa jumlah soal yang mewakili tiga level
yang pertama diharapkan lebih banayk dari jumlah soal untuk tiga level
berikutnya.
5. Format butir soal

Baik tes objektif maupun tes esai mengenal berbagai format biasa.
Misalnya, dalam tes objektif, acapkali dipilih format A (pilihan ganda biasa),
format B (pilihan ganda analisis hubungan antar hal), format C (pilihan ganda
analisis kasus), atau format D (pilihan ganda kompleks) dan E (pilihan ganda
yang menggunakan diagram, gambar, garis, atau tabel). Berbagai penelitian juga
telah menunjukan bahwa berbagai format butir soal ini tidak menunjukan
perbedaan efektifitas yang berarti untuk mengukur berbagai level ranah kognitif,
asalkan dikonstruksikan sama baiknya. Bahkan format butir soal B-S pun dapat
mengukur level ranah kognitif yang tinggi, asalkan dikonstruksinya secara
cermat oleh ahli bidang studi dan ahli konstuksi tes. Perbedaab antar format butir
soal tersebut tidak terletak pada efektifitasnya mengukur level kemampuan,
tetapi lebih banyak pada penekanannya ( dalah hal peserta tes kurang mengusasai
bahan tes dites).
6. Jumlah butir soal

Jumlah butir soal tentu saja ada ketentuan yang asli. Tetapi yang harus
diingat ialah jumlah butir soal berhubungan alngsung dengan reabilitas tes dan
reprensi isi bidang studi yang dites, makin besar jumlah butir soal yang
digunakan dalam suatu tes maka kemungkinan akan makin tinggi reabilitasnya,
baik dalam arti stabilitas maupun internal konsistensinya. Dilihat dari segi
jumlah inilah maka tes objektif mempunyai kekuatan yang lebih dari tes esai.
Karena tugas yang harus diselesaikan dalam tes objektif itu sangat singkat, maka
kemungkinan untuk menggunakan jumlah butir soal yang besar menjadi lebih
besar pula. Sedangkan tes esai tidak memungkinkan menggunakan jumlah item

5
yang banyak. Dengan demikian representasi bidang studi dan reabilitas tes
objektif akan lebih baik dari tes esai.

Jumlah butir soal itu haruslah direncanakan:


a. Jumlah keseluruhan
b. Jumlah untuk setiap pokok bahasa/ topic/ conten area
c. Jumlah untuk setiap format
d. Jumlahj untuk tiap katehori tingkat kesukaran
e. Jumlah untuk setiap level ranah kognitif
7. Penyusunan tes
Penyusunan adalah kombinasi partisipasif atau usulan dari bawah (bottom
up) dengan kebijakan dari atas (top down). mengemukakan bahwa pengertian
penyusunan yang terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut :
”Kata penyusunan berasal dari kata dasar susun yang artinya kelompok
atau kumpulan yang tidak beberapa banyak, sedangkan pengertian dari
Penyusunan adalah merupakan suatu kegiatan atau kegiatan memproses suatu
data atau kumpulan data yang dilakukan oleh suatu organisasi atau perorang
secara baik dan teratur”.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyusunan adalah
suatu kegiatan untuk memproses data-data yang dilakukan oleh suatu organisasi
perusahaan atau perorang secara baik dan teratur.1
Bentuk-Bentuk Penyusunan Tes Hasil Belajar :
1. Penyusunan Tes Tertulis
Sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik,
apabila ditinjau dari segi bentuk soal-soal, dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu tes belajar bentuk uraian (tes subjektif), dan tes hasil belajar
bentuk obyektif.
 Tes uraian
Pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis
tes kemampuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat
1
Penyusunan.pdf. 2023 . Tersedia di Felib.unikom.ac.id (Diakses tanggal 13 Maret
2023)

6
pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaannya didahului
dengan kata-kata seperti uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana,
bandingkan, simpulkan, dan sebagainya. Soal-soal bentuk esai biasanya
jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah dalam waktu kira-kira
90-120 menit. Soal-soal bentuk esai menuntut kemampuan siswa untuk
dapat mengorganisir, menginterpretasi, menghubungkan pengertian-
pengertian yang telah dimiliki. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa tes
esai menuntut siswa untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali,
dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi.
Petunjuk penyusunan tes uraian adalah:

 Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang
diteskan, dan kalau mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif.
 Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin
langsung dari buku atau catatan.
 Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci
jawaban serta pedoman penilaiannya.
 Hendaknya diusahakan agar pertanyaan bervariasi antara “jelaskan”,
“mengapa”, “bagaimana”, “seberapa jauh”, agar dapat diketahui lebih
jauh penguasaan siswa terhadap bahan.
 Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah
dipahami oleh siswa.
 Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh
penyusun tes. 2
 Tes objektif
a. Tes benar-salah (true-false)
Tes obyektif bentuk true-false adalah salah satu bentuk tes obyektif
dimana butir-butir soal yang diajukan dalam tes hasil belajar itu
berupa pernyataan, pernyataan ada yang benar dan ada yang salah.
Petunjuk penyusunan tes benar-salah adalah:

2
Syrapranata Sumarna. 2005. Panduan Penulisan Tes Tertulis Inplementasi Kurikulum
2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.

7
 Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item
dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan
menilai (scoring).
 Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama
dengan butir soal yang harus dijawab S. Dalam hal ini
hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya B-S-B-
S-B-S.
 Hindari item yang masih bisa diperdebatkan. Contoh: B-S
Kekayaan lebih penting dari pada kepandaian.
 Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.
 Hindarilah kata-kata yang menunjukan kecenderungan
memberi saran seperti yang dikehendaki oleh item yang
bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak pernah
dan sebagainya.
b. Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau
pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan
untuk melengkapinya harus memllilih satu dari beberapa
kemungkinan jawaban yang telah disediakan.
Pada dasarnya, soal bentuk pilihan ganda ini adalah soal bentuk
benar salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Testee diminta
membenarkan atau menyalahkan setiap item dengan tiap pilihan
jawab. Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat
buah, tetapi adakalanya dapat juga lebih banyak (untuk tes yang akan
diolah dengan komputer banyaknya option diusahakan 4 buah).
c. Menjodohkan (Matching test)
Matching test dapat diganti dapat diganti dengan istilah
mempertandingan, mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan.
Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban.
Masing-masing pertanyaan mempunyai tercantum dalam seri jawaban.
Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes
bentuk matching ialah:

8
 Seri pertanyaan-pertanyaan dalam Matching test hendaknya
tidak lebih dari sepuluh soal (item). Sebab pertanyaan-
pertanyaan yang banyak itu akan membingungkan murid.
Juga kemungkinan akan mengurangi homogenitas antara
item-item itu.
 Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak dari
pada jumlah soalnya (kurang lebih 1 ½ kali). Dengan
demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang
semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga
murid terpaksa lebih menggunakan pikirannya.
 Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching
test harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-
benar homogen.
d. Tes isian (complection test)
Complection test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes
menyempurnakan, atau tes melengkapi.complection test terdiri atas
kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian
yang dihilangkan atau yang diisi oleh murid ini adalah merupakan
pengertian yang kita minta dari murid.
Saran-saran dalam menyusun tes bentuk isian ini adalah sebagai
berikut:

 Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencenakan


lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.
 Jangan mengutip kalimat/pertanyaan yang tertera pada
buku/catatan.
 Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama
panjang.
 Diusahakan hendaknya setiap pertanyaan jangan
mempunyai lebih dari satu tempat kosong.
 Jangan mulai dengan tempat kosong.

9
2. Penyusunan Tes Lisan
Tes lisan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berupa
kemampuan untuk mengemukakan pendapat-pendapat atau gagasan-
gagasan secara lisan.
3. Penyusunan tes tindakan
Tes tindakan dimaksudkan untuk mengukur keterampilan siswa
dalam melakukan suatu kegiatan. Tes tindakan pada unumnya
digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat
keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap
proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee
tersebut.

B. Langkah – langkah Penyusunan Tes


Dalam penysusnan sebuah tes, harus mengikuti sebuah langkah-langkah
penyusunan tes agar penyusunan tes menjadi terstruktur, berikut langkah-
langkah penyusunan tes :

a. Menentukan tujuan utama.

b. Menentukan tingkah laku yang menggambarkan konstruk yang hendak


diukur untuk menentukan domain.

c. Menyiapkan spesifikasi tes, menetapkan proporsi butir yang harus


terpusat pada setiap jenis tingkah laku yang di tentukan pada langkah 2.

d. Menyusun proposal awal butir.

e. Mengadakan penelaah kembali terhadap butuir-butir yang diperoleh


pada langkah 4 dan melakukan revisi bila perlu.

f. Melakukan uji coba butir pendahuluan dan melakukan bila perlu.

g. Melaksanakan uji-lapangan terhadap butir-butir hasil langkah 6 pada


sampel yang besar yang mewwakili populasi untuk siapa tes
dimaksudkan.

10
h. Menentukan ciri-ciri statistic skor butir, dan apabila perlu, sisihkan butir-
butir yang di tetapkan.

i. Merencanakan dan melaksanakan pengkajian reliabilitas dan validitas


untuk bentuk akhir tes.

j. Mengembangkan panduan pengadministrasian, penskoran dan penafsiran


skor tes (sebagai missal, siapkan table norma, prestasi standar, dan
sebagainya.)
Langkah ini merupakan langkah penting karena kegagalan dalam hal ini
dapat berakibat fatal. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menuliskan soal-
soal tes yaitu:
1. Bahasanya harus sederhana dan mudah dipahami.
2. Suatu soal tidak boleh mengandung penafsiran ganda/membingungkan.
3. Cara mengenal kalimat atau meletakkan/menata kata-kata perlu
diperhatikan agar tidak ditafsirkan salah.
4. Petunjuk mengerjakan. Petunjuk ini harus dituliskan sedemikian rupa
sehingga jelas, dan siswa tidak bekerja menyimpang dri yang
dikehendaki guru.
5. Untuk memperoleh sebuah tes yang standar, harus dilakukan uji coba (try
out) berkali-kali sehingga diperoleh soal-soal yang baik. Dengan
mengadakan uji coba terhadap soal-soal tes yang sudah disusun, maka
akan memperoleh manfaat yaitu: pengalaman menggunakan tes tersebut,
mengetahui kesukaran bahasa, mengetahui variasi jawaban siswa,
mengetahui waktu yang dibutuhkan, dan lain-lain.

Tabel spesifikasi membantu guru dalam mengadakan penilaian terhadap


murid-muridnya juga berguna untuk dirinya sendiri supaya lebih profesional
dalam menyusun tes. Untuk menjaga agar tes yang kita susun tidak menyimpang
dari bahan (materi) serta aspek kejiwaan (tingkah laku) yang akan dicakupi
dalam tes, dibuatlah tabel spesifikasi.

11
Tindak lanjut sesudah penyususnan tabel spesifikasi untuk memperoleh
seperangkat soal tes yaitu:
a. Memnentukan bentuk soal. Ada dua hal yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan bentuk soal yaitu waktu yang tersedia dan sifat
materi yang diteskan.
b. Menuliskan soal-soal. Langkah terakhir dalam penyusunan tes adalah
penulisan soal-soal tes (item writing). Langkah ini merupakan langkah
penting karena kegagalan dalam hal ini dapat berakibat fatal.
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu di cermati di dalam penyusunan tes
belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk mata
pelajaran yang telah di ajarkan, atau mengukur kemampuan dan keterampilan
peserta didik yang di harapkan, setelah mereka menyelesaikan suatu unit
pengajaran tertentu. Berikut prinsip- prinsip dasar dalam penyusunan tes hasil
belajar :

1. Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar
(learning outcomes) yang di tetapkan sesuai tujuan instruksional.
2. Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang
representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah
dijarakan,sehingga dapat dianggap mewakili seluruh perpormance yang
telah di peroleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pelajaran.
3. Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat
bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar
yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.
4. Tes hasil belajar harus di desain sesuai dengan kegunaannya untuk
memperoleh hasil yang diinginkan . pernyataan tersebut mengandung
makna, bahwa desain tes hasil belajar harus disusun secara relevan
dengan kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis tes.
5. Tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yag dapat di andalakan,
artinya setelah tes hasil belajar itu dilaksanakan berkali-kali terhadap
subjek yang sama hasilnya selalu sama dan relatif sama.
6. Tes hasil belajar di samping harus dapat di jadikan alat pengukur

12
keberasilan siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk menacari
informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara
mengajar guru itu sendiri.3

C. Langkah – langkah membuat Kisi-kisi

Komponen yang diperlukan dalam sebuah kisi-kisi sangat ditentukan


oleh tujuan tes yang hendak disusun. Komponen-komponen ini dapat dihimpun
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok identitas dan kelompok matriks.
Kelompok identitas dicantumkan dibagian atas matriks, sedangkan kelompok
matriks dicantumkan dalam kolom-kolom yang sesuai dengan tujuan tes.
Komponen-komponen yang biasa digunakan dalam penyusunan kisi-kisi tes
prestasi belajar adalah sebagai berikut:

1. Jenis sekolah/jenjang sekolah.

2. Mata pelajaran.

3. Tahun ajaran.

4. Kurikulum yang diacu.

5. Alokasi waktu.

6. Jumlah soal.

7. Bentuk Soal.

8. Standar kompetensi.

9. Kompetensi dasar.

10. Indikator.

11. Bahan kelas.

12. Jumlah soal.

13. Nomor urut soal.


3
Purwanto Ngalim.(2009). Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaaraan. Cet.I Bandung:
Remaja Rosda Karya.

13
14. Bentuk soal.

Idealnya semua kompetensi dasar dan indicator yang ada dalam kurikulum,
yang tentunya telah dilakukan proses pembelajaran, diujikan di kelas. Namun
demikian, dari berbagai komponen tersebut di atas, khusus untuk tes ulangan
umum, tes kenaikan kelas, ujian sekolah dasar, ataupun ujian akhir nasional
komponen kompetensi dasar dan indikator merupakan salah satu komponen yang
perlu dipilih secara mendalam.
Hal ini dikarenakan menyangkut pemilihan yang akan diujikan. Pemilihan
ini dilakukan karena didalam suatu tes, tidak mungkin semua kompetensi dasar
dan indikato yang terdapat dalam kurikulum dapat diujikan dalam waktu singkat.
Oleh karena itu, perlu dipilih kompetensi dasar dan indicator yang penting-
penting saja. Pemilihan kompetensi dasar ini dilakukan dengan memperhatikan
kriteria sebagai berikut:

1. Urgensi, yaitu kompetensi dasar atau indicator yang secara teoritis,


mutlak harus dikuasai oleh peserta didik.

2. Kontinuitas, yaitu kompetensi dasar atau indicator lanjutan yang


merupakan pendalaman dari satu atau lebih kompetensi dasar atau
indikator yang sudah dipelajari sebelumnya, baik dalam jenjang yang
sama maupun antar jenjang.

3. Relevansi, maksudnya kompetensi dasar atau indicator terpilih harus


merupakan kompetensi dasar atau indicator yang diperlukan untuk
mempelajari atau memahami bidang studi lain.

4. Keterpakaian, kompetensi dasar dan indicator harus merupakan


kompentasi dasar dan indicator yang memiliki nilai terapan tinggi
dalam kehidupan sehari-hari.

14
Untuk pemilihan kompetensi dasar dan indicator, selain perlu diperhatikan
kriteria pemilihan di atas, perlu pula diperhatikan bahwa penguasaan materi
kompetensi dasar dan indikator terpilih harus dapat diukur dengan menggunakan
bentuk soal yang sudah ditetapkan. Misalnya kalau sudah ditetapkan untuk
membuat tes pilihan ganda, maka penguasaan kompetensi dasar dan indicator
yang dapat diukur dengan menggunakan pilihan ganda. Sebaliknya kalau sudah
ditetapkan untuk membuat tes uraian, maka penguasaan kompetensi dasar atau
indikator yang terpilih juga harus dapat diukur dengan menggunakan tes uraian.
Semua kompenen kisi-kisi yang disebutkan terdahulu adalah komponen-
komponen yang diperlukan dalam pennyusunan kisi-kisi. Namun demikian, tidak
ada tuntunan atau keharusan untuk menggunakan semua komponen tersebut.
Penggunaan komponen tersebut disesuaikan dengan keperluan berdasarkan jenis
dan tujuan tes yang akan disusun. Setelah ditentukan komponen-komponen yang
perlu dimasukan ke dalam kisi-kisi, maka langkah selanjutnya adalah
memasukan semua komponen tersebut ke dalam suatu format atau matriks.
Dengan adanya berbagai variasi kisi-kisi yang disajikan, dapat
disimpulkan bahwa kisi-kisi harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:

1. Mewakili isu kurikulum yang akan diujikan.

2. Komponen-komponennya rinci, jelas, mudah dan mudah dipahami.


3. Soal-soalnya harus dapat dibuat sesuai dengan indicator dan bentuk
soal yang ditetapkan.

Kisi-kisi tes berfungsi sebagai pedoman dalam penulisan soal dan


perakitan tes. Dengan adanya panduan ini, penulis soal dapatmenghasilkan soal-
soal yang sesuai dengan tujuan tes dan perakit tes dapat menyusun perangkat tes
dengan mudah. Dengan demikian, jika tersedia sebuah kisi-kisi yang baik, maka
penulis soal yang berbeda akan dapat menghasilkan perangkat soalyang relative
sama, baik dari tingkat kedalaman maupun cakupan materi yang
ditanyakan.berikut perbandingan fungsi tes :

15
1. Fungsi untuk Kelas :

a. Mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar siswa

b. Mengevaluasi celah antra bakat dengan pencapaian.

c. Menaikkan tingkat prestasi.

d. Mengelompokan siswa di kelas pada waktu metode kelompok.

e. Merencanakan kegiatan proses belajar mengajar untuk siswa-


siswa secara perseorangan.

f. Menentukan siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus.

g. Menentukan tingkat pencapaian untuk setiap anak.


2. Fungsi untuk Bimbingan :
a. Menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang anak-
anak mereka.
b. Membantu siswa dalam menentukan plihan.
c. Membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.
d. Memberi kesempatan kepada pembingbin, guru, dan orang tua
dalam memahami kesulitan anak.
3. Fungsi untuk Administrasi :

a. Memberi petunjuk dalam mengelompokkan siswa.

b. Penempatan siswa baru

c. membantu siswa memilih kelompok.

d. Menilai kurkulum.

e. Memperluas hubungan masyarakat (public relation).

f. Menyediakan informasi untuk badan-badan lain diluar sekolah.

16
D. Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda
Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal
tersebut tergolong mudah atau sukar. Tingkat kesukaran adalah bilangan yang
menunjukan sukar atau mudahnya sesuatu soal.4
Cara menentukan tingkat kesukaran suatu butir tes :

1. Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan persamaan:

B
P=
Jx
Keterangan:
P = indeks kesukaran,
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar, dan
Jx = jumlah seluruh siswa peserta tes.

2. Rumus lain yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran soal


uraian sama dengan soal pilihan ganda yaitu :

S A+ SB
T k= ×100 %
I A+ I B
Keterangan:
Tk : Indeks tingkat kesukaran butir soal
SA : jumlah skor kelompok atas
SB : jumlah skor kelompok bawah
IA : jumlah skor ideal kelompok atas
IB : jumlah skor ideal kelompok bawah

4
Arikunto, Suharsimi. 1999.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: bumi aksara. h. 207

17
Setelah indeks tingkat kesukaran diperoleh, maka harga indeks kesukaran
tersebut diinterpretasikan pada kriteria sesuai tabel berikut:
Tabel . Interpretasi Tingkat Kesukaran
Indeks Tingkat Kesukaran Kriteria
0 – 15 % Sangat sukar, sebaiknya dibuang

16 % – 30 % Sukar

31 % – 70 % Sedang

71 % – 85 % Mudah

86 % – 100 % Sangat mudah, sebaiknya di buang

`Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan


antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah.
Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan persamaan: 5
B B
DP= A − B
J A JB

Keterangan :
DP: Indeks daya pembeda,
BA : banyaknya peserta tes kelompok atas yang menjawab soal dengan
benar,
BB : banyaknya peserta tes kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar,
JA : banyaknya peserta tes kelompok atas, dan
JB : banyaknya peserta tes kelompok bawah

5
Arikunto Suharsimi. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: bumi aksara. h. 213

18
Kriteria indeks daya pembeda adalah sebagai berikut :
DP Kualifikasi
0,00 – 0,19 Jelek

0,20 – 0,39 Cukup

0,40 – 0,69 Baik

0,70 – 1,00 Baik sekali

Negatif Tidak baik, harus dibuang

Untuk mengetahui keberartian daya pembeda soal dilakukan dengan


statistik uji-t, dengan persamaan berikut.

X a−X b
t=


2 2
Sa S a
+
Na N b

(Subino dalam sunardi, 2003: 27)


Keterangan :
t : Indeks Daya Pembeda (DP) antara kemampuan kelompok atas dengan
kemampuan kelompok bawah,
Xa : skor rata-rata tiap item tes kelompok atas,
Xb : skor rata-rata tiap item tes kelompok bawah,
Sa : standar deviasi tiap item tes kelompok atas,
Sb : standar deviasi tiap item tes kelompok bawah,
Na: jumlah siswa kelompok atas, dan
Nb : jumlah siswa kelompok bawah.
Harga hitung yang dihasilkan dibandingkan dengan dengan harga ttabel
dengan dk = (Na –1)+(Nb – 1) pada taraf kepercayaan 95%. Jika thitung > ttabel
maka daya pembeda untuk soal tersebut adalah signifikan.
Persamaan lain yang dapat digunakan untuk menentukan daya pembeda
yaitu :
S A −S B
DP= × 100 %
IA

19
Keterangan:
DP : Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
SA : Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
SB : Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA : Jumlah skor maksimum salah satu kelompok pada butir soal yang
diolah
Setelah indeks daya pembeda diketahui, maka harga tersebut
diinterpretasikan pada kriteria daya pembeda sesuai dengan tabel berikut.
Interpretasi daya pembeda instrumen tes :
Indeks Daya Pembeda Kriteria Daya Pembeda
Negatif – 9% Sangat buruk, harus dibuang

10 % – 19 % Buruk, sebaiknya dibuang

20 % – 29 % Agak baik atau cukup

30 % - 49 % Baik

50 % ke atas Sangat Baik

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perencanaan Tes : Perencanaan Tes, Pengambilan Sampel dan pemilihan
Butir Soal, Tipe Tes yang Digunakan, Aspek Kemampuan yang diuji, Format
Butir Soal, Jumlah Butir Soal.
Penyusunan adalah suatu kegiatan untuk memproses data-data yang
dilakukan oleh suatu organisasi perusahaan atau perorang secara baik dan teratur,
Dalam penysusnan sebuah tes, harus mengikuti sebuah langkah-langkah
penyusunan tes agar penyusunan tes menjadi terstruktur, berikut langkah-
langkah penyusunan tes : Menentukan tujuan utama, Menentukan tingkah laku
yang menggambarkan konstruk yang hendak diukur untuk menentukan domain.,
Menyiapkan spesifikasi tes, menetapkan proporsi butir yang harus terpusat pada
setiap jenis tingkah laku yang di tentukan pada langkah 2, Menyusun proposal
awal butir, Mengadakan penelaah kembali terhadap butuir-butir yang diperoleh
pada langkah 4 dan melakukan revisi bila perlu, Melakukan uji coba butir
pendahuluan dan melakukan bila perlu, Melaksanakan uji-lapangan terhadap
butir-butir hasil langkah 6 pada sampel yang besar yang mewwakili
populasi untuk siapa tes dimaksudkan, Menentukan ciri-ciri statistic skor butir,
dan apabila perlu, sisihkan butir-butir yang di tetapkan, Merencanakan dan
melaksanakan pengkajian reliabilitas dan validitas untuk bentuk akhir tes,
Mengembangkan panduan pengadministrasian, penskoran dan penafsiran skor
tes (sebagai missal, siapkan table norma, prestasi standar, dan sebagainya.)
Kisi-Kisi adalah Kisi-kisi adalah suatu format berbentuk matriks yang
memuat informasi untuk dijadikan pedoman dalam menulis soal atau merakit
soal menjadi tes. Penyusunan kisi-kisi merupakan langkah penting yang harus
dilakukan sebelum penulisan soal. Kisi-kisi disusun berdasarkan tujuan
penggunaan tes. Kisi-kisi tes berfungsi sebagai pedoman dalam penulisan soal
dan perakitan tes. Dengan adanya panduan ini, penulis soal dapatmenghasilkan
soal-soal yang sesuai dengan tujuan tes dan perakit tes dapat menyusun
perangkat tes dengan mudah. Dengan demikian, jika tersedia sebuah kisi-kisi

21
yang baik, maka penulis soal yang berbeda akan dapat menghasilkan perangkat
soalyang relative sama, baik dari tingkat kedalaman maupun cakupan materi
yang ditanyakan, Komponen- komponen yang biasa digunakan dalam
penyusunan kisi-kisi tes prestasi belajar adalah sebagai berikut: Jenis
sekolah/jenjang sekolah,Mata pelajaran,Tahun ajaran, Kurikulum yang diacu,
Alokasi waktu, Jumlah soal, Bentuk Soal, Standar kompetensi, Kompetensi
dasar, Indikator, Bahan kelas, Jumlah soal, Nomor urut soal, Bentuk soal.
Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal
tersebut tergolong mudah atau sukar. Tingkat kesukaran adalah bilangan yang
menunjukan sukar atau mudahnya sesuatu soal. Daya pembeda soal adalah
kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan
tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah

B. Saran

Dengan makalah ini pembaca diharapkan dapat memahami pembahasan


tentang Perencanaan dalam Penyusunan Tes. Saya menyadari makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karenanya diharapkan masukan atau
kritik/saran yang membangun sehingga saya dapat membuat karya yang lebih
baik dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat menambah
keilmuan serta wawasan para pembaca tentang Perencanaan dalam
Penyusunan Tes.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: bumi


aksara. h. 213

Arikunto, Suharsimi. 1999.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: bumi


aksara. h. 207

Penyusunan.pdf. 2023 . Tersedia di Felib.unikom.ac.id (Diakses tanggal 13


Maret 2023)

Syrapranata Sumarna. 2005. Panduan Penulisan Tes Tertulis Inplementasi


Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Purwanto Ngalim.(2009). Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaaraan.


Cet.I Bandung: Remaja Rosda Karya.

23

Anda mungkin juga menyukai