Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH EVALUASI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN PAI

“Teknik Penulisan butir butir Soal Tes Uraian dan Pilihan (Obyektif)

Disusun Oleh Kelompok V :


Wenni (19329058)
Ahmad Aziz (19329070)
Andhini Desayra Rizal (19329078)
Denisa Salsabila (19329087)

Dosen Pembimbing :
Sulaiman S.Pd.I, M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT. Atas segala karunia-
Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga
senantiasa abadi, tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. dan keluarga serta para
sahabatnya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan informasi dari
sumber-sumber tertentu. Tak lupa pula kami menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dosen pembimbing Evaluasi Pembelajaran. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca maupun pendengar agar
kami dapat dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Evaluasi Pembelajaran ini memiliki
manfaat untuk teman-teman sekalian dapat memberikan inspirasi kepada kalian
semua.

Kelompok 5

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................1
Daftar Isi.............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................………..3
B. Rumusan Masalah......................................................……….….4
C. Tujuan.......................................................................………........4
BAB II PEMBAHASAN
A. Teknik penulisan butir-butir soal tes………………………..…...5
B. Penulisan butir-butir soal tes dalam berbagai bentuk….………..8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................ ……………………..14
Daftar Pustaka………………………………………….……………..15

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi menjadi hal yang penting dan harus diperhitungkan oleh pendidik
dalam menilai kemampuan peserta didik terhadap materi yang diajarkan. Penilaian
adalah kegiatan yang tidak mungkin dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan
pengajaran secara umum. Semua kegiatan pendidikan yang dilakukan harus selalu
diikuti atau disertai dengan kegiatan penilaian.  Pada hakikatnya penilaian yang
dilakukan tidak semata-mata untuk menilai hasil belajar siswa saja, melainkan juga
berbagai faktor lain, antara lain  kegiatan pengajaran yang dilakukan itu sendiri.
Tes sebagai alat pengukur hasil belajar siswa, diharapkan mampu memberikan
informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Artinya, alat tes dapat
memberikan informasi tentang siswa sesuai keadaan yang mendekati sesungguhnya.
Hal itu penting karena informasi tersebut akan dipergunakan untuk
mempertimbangkan dan kemudian memutuskan berbagai kebijakan baik yang
berkenaan dengan siswa maupun kegiatan pengajaran secara umum. Sebuah alat tes
yang baik harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, antara lain alat tes haruslah
tidak terlalu mudah atau terlalu sulit. Alat tes yang baik harus dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kelayakan, kesahihan, keterpercayaan,  dan
kepraktisan (Nurgiyantoro, 2001:98).
Format soal tes bahasa dapat berbentuk tes objektif dan tes subjektif yang salah
satu bentuknya adalah tes bentuk uraian. Jika dalam menyusun  tes objektif harus
mengikuti berbagai langkah dan prosedur yang ketat, maka sudah barang tentu untuk
menyusun tes bentuk uraian pun harus mengikuti prinsip-prinsip pengukuran yang
baik dan benar pula.
Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa pencapaian kualitas atau mutu
soal bentuk uraian itu lebih mudah dan sederhana jika dibandingkan dengan soal
berbentuk tes objektif, sebab tidak usah terlalu mengikuti berbagai  aturan
sebagaimana penyusunan soal berbentuk tes objektif.
Cara mengoreksinya juga tidak usah repot, baca saja lembar jawaban dan diberi
skor secara global, sesuai dengan perkiraan dan kepantasan. Kualitas soal tidak usah
terlalu dipikirkan, asal sudah sesuai dengan materi yang di buku pegangan, sudah
cukup. Yang menjadi pertanyaan adalah benarkah pendapat yang demikian itu? Kalau
tidak benar, lalu bagaimanakah cara yang tepat untuk memperoleh soal tes bentuk

3
uraian yang berkualitas? Uraian dalam makalah ini mencoba membahas tentang
uapaya membuat soal tes bentuk uraian yang berkualitas dan hal-hal yang berkaitan
dengannya.

B. Rumusan Masalah
1)   Bagaimanakah teknik penulisan butir-butir soal tes?
2)   Bagaimanakah penulisan butir-butir soal tes dalam berbagai bentuk?

C. Tujuan
Bertolak dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui konsep dasar teknik penulisan butir-butir soal dan penulisan
butir-butir soal tes dalam berbagai bentuk.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teknik penulisan butir-butir soal tes


Teknik Penulisan Soal

Dalam penulisan soal juga harus diperhatikan beberapa urutan yaitu kita harus
memperhatikan Tujuan Tes – memperhatikan SKL – menentukan Materi –
Menentukan Kisi-kisi atau indikator – lalu baru melakukan penulisan soal- kemudian
soal di validasi – selanjutnya sola di cek kaidah penulisan soal dan dibuatlah pedoman
penskorannya. gambarnya seperti dibawah ini.

Prinsip-prinsip Penulisan Soal

Seperti dalam pembahasan sebelumnya bahwa membuat atau menulis soal


harus diperhatikan 5 faktor yaitu Valid- Reliabel- Fair-Transparan dan Autentik.

1. Valid : soal harus dapat dan pasti mengujikan materi/kompetensi yang tepat
(Measurable)
2. Reliabel : Soal harus konsisten dengan hasil pengukurannya
3. Fair : sebuah soal tidak boleh merugikan pihak tertentu. sehingga perlu ada point-
point dibawahnya yaitu:

a. Jujur (Honest) :

5
-Tingkat kesukaran soal harus sesuai dengan kemampuan peserta didik.

-Soal tidak boleh menjebak

– Materi yang diujikan harus sesuai dengan jenis tes dan bentuk soal yang digunakan

-Menetapkan penskoran dengan tepat

b. Seimbang (Balance):

– Materi yang diujikan harus sesuai dengan materi yang diajarkan

– waktu untuk mengerjakan harus sesuai dengan satandar pengerjaan soal

-Harus diurutkan soal yang mudah menuju soal sukar

Mengurutkan level kognitif dari yang rendah ke tinggi

c. Terorganisir:

– Jelas petunjuk dan perintahnya

– Layout sol jelas dan mudah dibaca

4. Transparan : artinya jelas apa yang diujikan, tugasnya dan kriteria penskorannya
5. Autentik : Hasil kerja siswa harus sesuai dengan dunia riil/nyata.

6
7
B. Penulisan butir-butir soal tes dalam berbagai bentuk
Setiap kegiatan pasti memiliki tujuan, demikian halnya dengan kegiatan
pembelajaran juga memiliki tujuan.. Tujuan pembelajaran adalah untuk meningkatkan
kualitas perilaku peserta didik, termasuk prestasi belajarnya.Untuk mengetahui
peningkatan ini, guru melakukan penilaian. Penilaian itu sendiri didefinisikan sebagai
proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil
belajar peserta didik. Agar informasi yang diperoleh tepat maka instrumen yang
digunakan harus dipersiapkan dengan baik. Menurut Tim Pusisjian (1997/1998),
langkah-langkah pengembangan suatu tes prestasi belajar adalah : (1) penentuan
tujuan tes, (2) penyusunan kisi-kisi, (3) penulisan soal, (4) penelaahan soal (review
dan revisi soal), (5) uji coba soal, termasuk analisis dan perbaikan, dan (6) perakitan
soal menjadi perangkat tes.
1. Langkah-langkah Penulisan Butir Soal
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa langkah-langkah pengembangan suatu
prestasi belajar adalah : (1) penentuan tujuan tes, (2) penyusunan kisi-kisi, (3)

8
penulisan soal, (4)penelaahan soal (review dan revisi soal), (5) uji coba soal, termasuk
analisis dan perbaikan, dan (6) perakitan soal menjadi perangkat tes.
a. Penentuan tujuan/penyusunan blueprint
Dalam melakukan pengetesan pasti ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan ini
dapat berupa tujuan khusus, misal untuk mengetahui penguasaan materi, tes
diagnostik, atau tes seleksi; dan tujuan umum, misal untuk mengetahui pengetahuan
umum dari sekelompok responden atau sekelompok orang. Dalam kesempatan ini,
tujuan pemberian tes adalah untuk mengetahui penguasaan peserta didik pada
kompetensi/sub kompetensi tertentu setelah diajarkan. Penguasaan ini dapat diartikan,
sejauh mana peserta didik memahami atau mungkin menganalisis materi tertentu yang
telah dibahas di ruang kelas. Dengan kata lain, pada tingkat kognitif mana mereka
menguasai materi yang telah diberikan, ditugaskan, atau dibahas, yang biasanya
direncanakan dalam bentuk blue print. Tujuan tes harus jelas agar arah dan ruang
lingkup pengembangan tes selanjutnya juga jelas.
b. Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi adalah panduan atau acuan dalam menyiapkan bahan ajar,
menyelenggarakan pembelajaran, dan mengembangkan butir-butir soal uji. Kisi-kisi
soal tes yang merupakan bagian dari silabus ini biasanya berisi standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, penilaian, waktu, dan sumber
belajar. Hal yang harus diperhatikan dalam menyusun kisi-kisi adalah indikator
jabaran dari kempetensi dasar (KD), kompetensi dasar jabaran dari standar
kompetensi (SK), standar kompetensi jabaran dari standar kompetensi lulusan mata
pelajaran (SKL-MP), dan standar kompetensi lulusan mata pelajaran jabaran dari
standar kompetensi lulusan satuan pendidikan (SKL-P), dan standar kompetensi
lulusan satuan pendidikan jabaran dari Tujuan Pendidikan NasionalKompetensi
lulusan dijabarkan ke dalam subkompetensi, selanjutnya subkompetensi dijabarkan
menjadi indikator esensial dan deskriptor. Sama halnya pada kompetensi dan
subkompetensi, kata utama dalam indikator esensial dan deskriptor juga kata kerja,
hanya saja skope nya sama atau lebih sempit dan peringkat kognitifnya sama atau
lebih rendah.
c. Penulisan butir-butir soal/tes
Penulisan butir-butir soal merupakan langkah penting dalam upaya
pengembangan alat ukur kemampuan atau tes yang baik. Penulisan soal adalah
penjabaran indikator jenis dan tingkat perilaku yang hendak diukur menjadi

9
pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan perinciannya dalam kisi-
kisi. Butir soal merupakan jabaran atau dapat juga ujud dari indikator, Dengan
demikian setiap pernyataan atau butir soal perlu dibuat sedemikian rupa sehingga
jelas apa yang ditanyakan dan jelas pula jawaban yang diminta. Mutu setiap butir soal
akan menentukan mutu soal tes secara keseluruhan. Butir-butir soal harus memiliki
tingkat penalaran tinggi atau memiliki Higher Order Thinking (HOT).
d. Telaah Soal atau Analisis Kualitatif Soal
Telaah soal atau analisis kualitatif soal adalah mengkaji secara teoritik soal tes
yang telah tersusun. Telaah ini dilakukan dengan memperhatikan tiga aspek, yaitu
aspek materi, aspek konstruksi, dan aspek bahasa.
e. Ujicoba Soal
Ujicoba soal pada dasarnya adalah upaya untuk mengetahui kualitas soal tes
berdasarkan pada empirik atau respon dari peserta tes. Hal ini dapat terwujud
manakala dilakukan analisis empirik atau analisis kuantitatif, baik menggunakan teori
klasik maupun teori modern.
f. Analisis Empirik
Untuk mengetahui kualitas butir soal, maka hasil uji coba harus dianalisis
secara empirik. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk melakukan analisis
empirik ini, yaitu: teori klasik dan teori respon. Masing-masing pendekatan ada
kelebihan dan kekurangannya. Untuk responden yang kecil (kurang dari 100) lebih
cocok menggunakan teori klasik, sebaliknya untuk responden yang besar (lebih besar
dari 200) lebih cocok menggunakan teori respon butir.
g. Perakitan Soal Tes
Agar skor tes yang diperoleh tepat dan dapat dipercaya maka soal tes harus valid
dan reliabel. Butir-butir soal perlu dirakit menjadi alat ukur yang yang terpadu. Hal-
hal yang dapat mempengaruhi validitas skor tes adalah urutan nomor soal,
pengelompokan bentuk-bentuk soal, tata letak soal, dan sebagainya. Untuk itu, ada
baiknya soal tes disajikan mulai dari butir mudah ke yang susah, pengelompokan rapi,
tata letak bagus dan tidak terpotong-potong kalimatnya, dan kemasannya menarik.
2. Penulisan Butir Soal yang HOT
Sebelum penulisan butir-butir soal dimulai, terlebih dulu perlu dicermati peringkat
kognitif atau Taksonomi Bloom yang mencakup mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi. Selanjutnya,
taksonomi ini direvisi (Anderson, L.W., dan Krathwoh, D.R , 2001), yakni evaluasi

10
berada pada tingkat 5, sedangkan sintesis ditiadakan diganti dengan kreasi yang
ditempatkan pada peringkat 6.
3. Syarat Soal Tes yang baik
Seperti instrumen lainnya, soal tes juga harus baik, yakni memiliki validitas dan
reliabilitas. Adapun penjelasan validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut.
a. Validitas
Validitas suatu alat ukur adalah sejauhmana alat ukur itu mampu mengukur apa
yang seharusnya diukur (Nunnally, 1978). Sementara itu, Linn dan Gronlund (1995)
menjelaskan validitas mengacu pada kecukupan dan kelayakan interpretasi yang
dibuat dari penilaian, berkenaan dengan penggunaan khusus. Sedangkan Azwar
(1996) menjelaskan suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang
tepat dan akurat sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut. Sisi lain yang
sangat penting dalam konsep validitas adalah kecermatan pengukuran, yakni
kemampuan untuk mendeteksi perbedaan-perbedaan kecil sekalipun yang ada pada
atribut yang diukurnya.Dalam pengukuran terhadap atribut psikologis, validitas sangat
sulit dicapai. Hal ini dapat difahami karena pengukuran terhadap variabel psikologis
dan sosial mengandung kesalahan yang lebih banyak daripada pengukuran variabel
yang bersifat fisik. Oleh karena sulitnya menentukan validitas yang sebenarnya, maka
yang dapat dilakukan adalah mengestimasi validitas instrumen dengan perhitungan
tertentu. Pengukuran psikologi itu mempunyai fungsi : (1) penegakan suatu hubungan
statistik dengan variabel khusus, (2) representasi isi dari sesuatu, dan (3) pengukuran
sifat-sifat psikologis. Oleh karenanya, validitas itu dapat dikelompokkan menjadi tiga
tipe, yaitu: (1) validitas kriteria, (2) validitas isi, dan (3) validitas konstruk (Nunnally,
1978, Allen & Yen, 1979, Fernandes, 1984, Woolfolk & McCane, 1984, dan
Lawrence, 1994). Validitas berdasarkan kriteria dibedakan menjadi dua, yaitu
validitas prediktif dan validitas konkuren. Fernandes (1984) mengatakan validitas
berdasarkan kriteria dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan: “How well test
performance predicts future performance (predictive validity) or estimate current
performance on some valued measure other than the test itself (concurrent validity)?”.
Hal senada juga disampaikan oleh Lawrence (1994) yang mengatakan bahwa tes
dikatakan memiliki validitas prediktif bila tes itu mampu memprediksikan
kemampuan yang akan datang. Dalam analisis validitas prediktif, performansial yang
hendak diprediksikan disebut dengan kriteria. Besar kecilnya harga estimasi validitas

11
prediktif suatu instrumen digambarkan dengan keofisien korelasi antara prediktor
dengan kriteria tersebut.Validitas isi suatu instrumen adalah sejauhmana butir-butir
dalam instrumen itu mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi
objek yang hendak diukur dan sejauh mana butir-butir itu mencerminkan ciri perilaku
yang hendak diukur (Fernandes, 1984; Nunnally, 1978). Sementara itu Lawrence
(1994) menjelaskan bahwa validitas isi itu representativitas pertanyaan terhadap
kemampuan khusus yang harus diukur.Validitas konstruk adalah validitas yang
menunjukkan sejauhmana instrumen mengungkap suatu trait atau konstruk teoretis
yang hendak diukurnya (Fernandes, 1984; Nunnally, 1978). Prosedur validasi
konstruk diawali dari suatu identifikasi dan batasan mengenai variabel yang hendak
diukur dan dinyatakan dalam bentuk konstruk logis berdasarkan teori mengenai
variabel tersebut. Dari teori ini ditarik suatu konskuensi praktis mengenai hasil
pengukuran pada kondisi tertentu, dan konskuensi inilah yang akan dibuktikan secara
empiris. Apabila hasilnya sesuai dengan harapan maka instrumen itu dianggap
memiliki validitas konstruk yang baik.Untuk tes hasil belajar, yang utama adalah
validitas isi, yakni butir-butir soal yang ditanyakan kepada peserta didik sesuai dan
mewakili kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari
sejauh mana butir-butir soal itu sesuai dengan indikator yang merupakan jbaran dari
kompetensi dasar.
b. Reliabilitas
Reliabilitas dapat diartikan sebagai keajegan atau kestabilan hasil pengukuran. Alat
ukur yang reliabel adalah alat ukur yang mampu membuahkan hasil pengukuran yang
stabil (Lawrence, 1994). Artinya suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas tinggi
manakala digunakan untuk mengukur hal yang sama pada waktu berbeda hasilnya
sama atau mendekati sama.
Reliabilitas alat ukur yang juga menunjukkan derajat kesalahan pengukuran
tidak dapat ditentukan dengan pasti, melainkan hanya dapat diestimasi. Menurut
Nunnally (1978) ada tiga cara mengestimasi reliabilitas, yaitu: (1) konsistensi internal,
(2) tes paralel, dan (3) belah dua. Dalam cara konsistensi internal tes dilakukan hanya
sekali pada sekelompok subjek kemudian dilakukan analisis atau diestimasi besarnya
reliabilitas. Secara umum rumus untuk mengestimasi reliabilitas ini dapat digunakan
rumus Koefisien Alpha. Namun apabila pilihan jawaban butir-butir pertanyaan/
pernyataan yang ada dalam instrumen/tes itu dikotomi maka dapat digunakan
persamaan KR 20.

12
Tipe tes lainnya yang sering digunakan untuk mengestimasi reliabilitas adalah tipe
tes paralel. Dalam tipe ini, tes dilakukan dua kali pada subjek yang sama namun
tesnya berbeda meskipun paralel. Seperti yang telah dijelaskan di muka jarak antara
ke dua tes ini sekitar duaminggu. Hasil kedua tes ini dikorelasikan, apabila koefisien
korelasi ini kecil berarti tes itu kurang reliabel.Selain konsistensi internal dan tes
bentuk paralel, ada cara lain untuk mengestimasi reliabilitas, yaitu belah dua. Cara ini
hanya menuntut satu kali tes untuk subjek yang sama kemudian hasilnya dibelah dua.
Idealnya pembelahan ini harus dilakukan secara random, namun adakalanya yang
menggunakan cara skor dari butir-butir pertanyaan/pernyataan bernomor ganjil
dipisahkan dengan skor dari butir-butir pertanyaan/pernyataan yang ber-nomor genap.
Skor dari kelompok ini kemudian dikorelasikan dan selanjutnya digunakan rumus
Spearman - Brown.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam melakukan analisis empirik suatu instrumen menggunakan program
ITEMAN, hal penting yang harus diperhatikan adalah jenis instrumen. Apakah
instrumen itu memiliki butir 29 dengan jawaban dikotomi (dichotomusly scored
items) atau instrumen yang memiliki butir dengan jawaban ganda (multipoint items).
Untuk instrumen yang memiliki butir dengan jawaban dikotomi tidak perlu
menentukan tipe missing data, sedangkan pada instrumen yang memiliki butir dengan
jawaban ganda (multipoint items) harus menentukan tipe missing data. Oleh
karenanya dalam melakukan analisis empirik pada instrumen yang memiliki butir
dengan jawaban ganda (multipoint items) harus lebih hati-hati. Untuk mendapatkan
instruman berkualitas tinggi memang tidak mudah. Meskipun demikian harus selalu
diupayakan, lebih-lebih bila instrumen itu akan digunakan secara meluas atau secara
nasional. Dengan instrumen yang berkualitas tinggi akan diperoleh data yang akurat
dan pada gilirannya akan dapat diambil keputusan yang tepat.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://teguhsasmitosdp1.files.wordpress.com/2010/05/butir_soal1.pdf
http://repository.ut.ac.id/7012/1/Jurnal%20vol%201%20nomor%202%20DUTA
%20PALAPA.pdf
http://staffnew.uny.ac.id/upload/130693812/penelitian/penulisan-dan-analisis-butir-
soal.pdf
Allen, M.J. & Yen, W.M. 1979. Introduction to measurement theory. Monterey, CA:
Brooks/Cole Publishing Company.
Anderson, L.W., dan Krathwoh, D.R , 2001. A Taxonomy for learning, teaching, and
assessing: A Revision of Bloom’s taxonomy of educational objectives. A Bridged
edition. New York: David Mc KeyCompany, Inc.
Bahrul Hayat. 2002. Sertifikasi, ujian akhir, dan otonomi daerah. Makalah.
Disampaikan pada Seminar Sistem ujian akhir di era otonomi, di Jakarta, 19 Mei
2002.
Bahrul Hayat. 1996. Interpretasi hasil analisis iteman. Buletin Pengujian dan penilaian
pendidikan, 2 (5) 7 – 9.
Croker, L. & Algina, J. 1986. Introduction to classical and modern test theory. New
York : Holt, Rinehard and Winston Inc.

15

Anda mungkin juga menyukai