Anda di halaman 1dari 22

KISI-KISI DAN VALIDITAS INSTRUMEN

“Mengembangkan Kisi-Kisi dan Validitas Instrumen”

OLEH
MUTIA SARI 19177035
SARI YULIANTI 19170
YAYAT MUTIA ARDI 19177046

DOSEN PEMBIMBING:

Dr. ZULYUSRI, M.P.

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya dalam menyelesaikan makalah yang
berjudul “Mengembangkan Kisi-Kisi dan Validitas Instrumen”, sehingga dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang pengertian,
ruang lingkup dari assesmen dan evaluasi, diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang pentingnya Mengembangkan
Kisi-Kisi dan Validitas Instrumen Selaku manusia biasa, makalah ini masih jauh
dari sempurna, banyak kekurangan dan kekeliruan yang tidak disengaja. Saran
dan masukan sangat kami harapkan, dan kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam bidang pendidikan. Akhir kata,
kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Padang, Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3. Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengembangan Kisi-Kisi............................................................ 3
2.2 Pengembangan Validitas Instrumen ........................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan..................................................................................... 16
3.2 Saran........................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 17

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perencanaan suatu tes yang akan dilaksanakan pada prinsipnya sangat
diperlukan agar hasil yang diharapkan dapat dicapai. Rencana yang teliti dan
konseptual akan memberikan jaminan bahwa guru itu akan dapat mengukur
penguasaan belajar yang relevan dengan hasil belajar yang representative.
Dalam penyusunan tes, rencana itu disebut dengan kisi kisi soal ujian yang
akan memberikan bimbingan terarah kepada penyusunan tes. Kisi-kisi atau table
spesifikasi itu akan memberikan bantuan untuk menyiapkan tes sesuai dengan dan
mewakili materi yang pernah diberikan dalam proses belajar mengajar atau
kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa dalam bidang tertentu
(yang diujikan)
Kisi-kisi soal kemudian dikaitkan dengan bentuk item yang akan digunakan.
Juga dikaitkan didalamnya jenjang kemampuan yang ingin diukur. Banyak jumlah
soal pada masing-masing ruang lingkup materi itu bagi mahasiswa serta
kegunaannya didalam masyarakat setelah mereka menyelesaikan studinya nanti
Seorang pengajar yang baik perlu memiliki keterampilan untuk
mengembangkan berbagai bentuk instrumen guna mengukur ketercapaian
kompetensi siswa dalam makalah ini kami akan memfokuskan pembahasan
tentang “Pengembangan Instrumen kisi-kisi Penilaian Tes.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengembangan kisi-kisi?
2. Bagaimana pengembangan validitas instrumen?
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka tujuan dari
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan pengembangan kisi-kisi
2. Untuk menjelaskan pengembangan validitas instrumen
3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengembangan Kisi-Kisi
Kisi-kisi adalah suatu format berbentuk matriks yang memuat informasi
untuk dijadikan pedoman dalam menulis soal atau merakit soal menjadi tes.
Penyusunan kisi-kisi merupakan langkah penting yang harus dilakukan
sebelum penulisan soal. Kisi-kisi disusun berdasarkan tujuan penggunaan tes.
Dengan demikian dapat diperoleh berbagai macam kisi-kisi. Kisi-kisi tes yang
dimaksudkan untuk menyusun soal diagnosis kesukaran belajar peserta didik
berbeda dengan kisi-kisi tes yang dimaksudkan untuk menyusun soal prestasi
belajar. Kisi-kisi yang dimaksudkan untuk menyusun tes penempatan juga
berbeda dengan kisi-kisi yang dimaksudkan untuk menyusun tes kompetisi.
Kisi-kisi yang dimaksudkan untuk menyusun tes ulangan umum juga beerbeda
dengan kisi-kisi yang digunakan untuk menyusun tes ujian akhir nasional. Hal
yang harus diperhatikan adalah tidak ada satupun kisi-kisi yang dapat
digunakan untuk semua tujuan semua tes. (Surapranata, 2005 : 50)

Contoh Format Kisi-Kisi Penulisan Soal :

FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL

Jenis Sekolah : ........................... Alokasi Waktu : ......................


Mata Pelajaran : ............................ Jumlah soal : .......................
Kurikulum : ............................
Kegunaan dan Fungsi Kisi-Kisi

Kisi-kisi tes berfungsi sebagai pedoman dalam penulisan soal dan perakitan tes.
Dengan adanya panduan ini, penulis soal dapatmenghasilkan soal-soal yang
sesuai dengan tujuan tes dan perakit tes dapat menyusun perangkat tes dengan
mudah. Dengan demikian, jika tersedia sebuah kisi-kisi yang baik, maka
penulis soal yang berbeda akan dapat menghasilkan perangkat soalyang relative
sama, baik dari tingkat kedalaman maupun cakupan materi yang ditanyakan.

Syarat Kisi-Kisi yang Baik

Dengan adanya berbagai variasi kisi-kisi yang disajikan, dapat disimpulkan


bahwa kisi-kisi harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:

a. Mewakili isu kurikulum yang akan diujikan.


b. Komponen-komponennya rinci, jelas, mudah dan mudah dipahami.
c. Soal-soalnya harus dapat dibuat sesuai dengan indicator dan bentuk soal yang
ditetapkan.
Komponen Kisi-Kisi

Komponen yang diperlukan dalam sebuah kisi-kisi sangat ditentukan oleh


tujuan tes yang hendak disusun. Komponen-komponen ini dapat dihimpun
menjadi

a. Urgensi, yaitu kompetensi dasar atau indicator yang secara teoritis, mutlak
harus dikuasai oleh peserta didik.

b. Kontinuitas, yaitu kompetensi dasar atau indicator lanjutan yang


merupakan pendalaman dari satu atau lebih kompetensi dasar atau
indikator yang sudah dipelajari sebelumnya, baik dalam jenjang yang sama
maupun antar jenjang.

c. Relevansi, maksudnya kompetensi dasar atau indicator terpilih harus


merupakan kompetensi dasar atau indicator yang diperlukan untuk
mempelajari atau memahami bidang studi lain.
5

d. Keterpakaian, kompetensi dasar dan indicator harus merupakan


kompentasi dasar dan indicator yang memiliki nilai terapan tinggi dalam
kehidupan sehari-hari.

Untuk pemilihan kompetensi dasar dan indicator, selain perlu


diperhatikan kriteria pemilihan di atas, perlu pula diperhatikan bahwa
penguasaan materi kompetensi dasar dan indikator terpilih harus dapat diukur
dengan menggunakan bentuk soal yang sudah ditetapkan. Misalnya kalau
sudah ditetapkan untuk membuat tes pilihan ganda, maka penguasaan
kompetensi dasar dan indicator yang dapat diukur dengan menggunakan pilihan
ganda. Sebaliknya kalau sudah ditetapkan untuk membuat tes uraian, maka
penguasaan kompetensi dasar atau indikator yang terpilih juga harus dapat
diukur dengan menggunakan tes uraian.

Semua kompenen kisi-kisi yang disebutkan terdahulu adalah komponen-


komponen yang diperlukan dalam pennyusunan kisi-kisi. Namun demikian,
tidak ada tuntunan atau keharusan untuk menggunakan semua komponen
tersebut. Penggunaan komponen tersebut disesuaikan dengan keperluan
berdasarkan jenis dan tujuan tes yang akan disusun. Setelah ditentukan
komponen-komponen yang perlu dimasukan ke dalam kisi-kisi, maka langkah
selanjutnya adalah memasukan semua komponen tersebut ke dalam suatu
format atau matriks.

Langkah- Langkah Penyusunan Tes

Dalam penysusnan sebuah tes, harus mengikuti sebuah langkah-langkah


penyusunan tes agar penyusunan tes menjadi terstruktur, berikut langkah-
langkah penyusunan tes :

a. Menentukan tujuan utama.


b. Menentukan tingkah laku yang menggambarkan konstruk yang hendak diukur
untuk menentukan domain.
c. Menyiapkan spesifikasi tes, menetapkan proporsi butir yang harus terpusat
pada setiap jenis tingkah laku yang di tentukan pada langkah 2.
d. Menyusun proposal awal butir.
6

e. Mengadakan penelaah kembali terhadap butuir-butir yang diperoleh pada


langkah 4 dan melakukan revisi bila perlu.
f. Melakukan uji coba butir pendahuluan dan melakukan bila perlu.
g. Melaksanakan uji-lapangan terhadap butir-butir hasil langkah 6 pada sampel
yang besar yang mewwakili populasi untuk siapa tes dimaksudkan
h. Menentukan ciri-ciri statistic skor butir, dan apabila perlu, sisihkan butir-butir
yang di tetapkan.
i. Merencanakan dan melaksanakan pengkajian reliabilitas dan validitas untuk
bentuk akhir tes.
j. Mengembangkan panduan pengadministrasian, penskoran dan penafsiran skor
tes (sebagai missal, siapkan table norma, prestasi standar, dan sebagainya.)
Langkah ini merupakan langkah penting karena kegagalan dalam hal ini dapat
berakibat fatal. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menuliskan soal-soal tes
yaitu:

1) Bahasanya harus sederhana dan mudah dipahami.


2) Suatu soal tidak boleh mengandung penafsiran ganda/membingungkan.
3) Cara mengenal kalimat atau meletakkan/menata kata-kata perlu diperhatikan
agar tidak ditafsirkan salah.
4) Petunjuk mengerjakan. Petunjuk ini harus dituliskan sedemikian rupa
sehingga jelas, dan siswa tidak bekerja menyimpang dri yang dikehendaki guru.
5) Untuk memperoleh sebuah tes yang standar, harus dilakukan uji coba (try out)
berkali-kali sehingga diperoleh soal-soal yang baik. Dengan mengadakan uji coba
terhadap soal-soal tes yang sudah disusun, maka akan memperoleh manfaat yaitu:
pengalaman menggunakan tes tersebut, mengetahui kesukaran bahasa, mengetahui
variasi jawaban siswa, mengetahui waktu yang dibutuhkan, dan lain-lain.
Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Penyusunan Tes Hasil Belajar

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu di cermati di dalam penyusunan tes
belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk
mata pelajaran yang telah di ajarkan, atau mengukur kemampuan dan
keterampilan peserta didik yang di harapkan, setelah mereka menyelesaikan
suatu unit pengajaran tertentu. Berikut prinsip- prinsip dasar dalam penyusunan
tes hasil belajar :
7

a. Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning
outcomes) yang di tetapkan sesuai tujuan instruksional.
b. Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif
dari populasi bahan pelajaran yang telah dijarakan,sehingga dapat dianggap
mewakili seluruh perpormance yang telah di peroleh selama peserta didik
mengikuti suatu unit pelajaran.
c. Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi,
sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan
sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.
d. Tes hasil belajar harus di desain sesuai dengan kegunaannya untuk
memperoleh hasil yang diinginkan . pernyataan tersebut mengandung
makna, bahwa desain tes hasil belajar harus disusun secara relevan dengan
kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis tes.
e. Tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yag dapat di andalakan, artinya
setelah tes hasil belajar itu dilaksanakan berkali-kali terhadap subjek yang
sama hasilnya selalu sama dan relatif sama.
f. Tes hasil belajar di samping harus dapat di jadikan alat pengukur keberasilan
siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk menacari informasi yang
berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu
sendiri.
Perencanaan Tes
Tes baru akan berarti bila terdiri dari butir-butir soal yang menguji tujuan
yang penting dan mewakili ranah pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
secara representative. Untuk itu maka peranan perencanaan dalam pengujian
menjadi sangat penting. Tes tanpa rencana yang dapat dipertanggung jawabkan
dapat menjadi usaha sia-sia, bahkan mungkin akan mengganggu proses
pencapaian tujuan. Enam hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
tes :

1. Pengambilan sample dan pemilihan butir soal


2. Tipe tes yang akan digunakan
3. Aspek yang akan diujikan
4. Format butir soal
8

5. Jumlah butir soal


6. Distribusi tingkat kesukaran butir soal.
Pengambilan sample dan pemilihan butir soal
Tes hasil belajar ( achievemen te) haruslah disusun atas butir-butir soal
yang terpilih, yang secara akademik dapat dipertanggung-jawabkan sebagai
sample yang representatif dari ilmu atau bidang studi yang diuji dengan
perangkat tes tersebut. Proses pemilihan atau sampling butir soal itu tidak
mungkin dapat dilakukan secara acak (random). Hanya seorang ahli dalam
bidang studi yang tahu secara lebih baik apakah butir-butir soal itu cukup
respresentatif atau tidak. Pemilihan itu dilakukan atas dasar pertimbangan
pentingnya konsep, generalisasi, dalil, atau teori yang diuji dalam hubungannya
dengan peranannya terhadap bidang studi tersebut secara keseluruhan. Karena
itu tidak mungkin pemilihan itu dilakukan oleh awam dalam bidang studi
tersebut.

Untuk memperoleh butir-butir yang mewakili keseluruhan konsep yang


penting dalam suatu bidang studi, biasanya bidang studi itu dipilah-pilah
menjadi beberapa pokok bahasan (major content areasi) dan sub pokok bahasan
(specific content areas). Tentu saja tidak perlu ada jumlah butir soal yang sama
untuk setiap pokok bahasan. Jumlah soal dalam setiap pokok bahasan atau sub-
pokok bahasan hendaknya sebanding dengan luas dan pentingnya pokok
bahasan atau sub-pokok bahasan tersebut. Sebagai pedoman tentang tingkat
kepentingan dari kontribusinya terhadap keseluruhan bidang studi itu atau,
untuk mudahnya, keluasan pembahasan pokok bahasan dan atau subpokok
bahasan atau suatu subpokok bahasan itu. Tidak ada batasan jumlah butir soal
untuk satu pokok bahasan atau suatu subpokok bahasan.

Tipe tes yang digunakan

Ebel dan frisble membagi tiga tipe soal : (1) esai, (2) objektif, dan (3)
problem matemattika. Disamping itu masih juga dikenal soal-soal penampilan
dan soal lisan. Ada keslahfahaman yang umum terjadi dikalangan pengguna
tes, yaitu anggapan yang menyatakan suatu tipe tes lebih baik dari tipe tes
lainnya dalam mengukur ranah kognitif tertentu. Berbagai penelitian telah
9

menunjukkan perbedaan yang berarti dalam mengukur level ranah kognitif


yang sama. Soal esai yang baik dapat mengukur ranah kognitif yang manapun
seperti yang dapat rangking subyek yang tidak berbeda.

Pemilihan tipe tes yang akan digunakan lebih banyak ditentukan oleh
kemampuan dan waktu yang tersedia pada penusunan tes dari pada kemampuan
peserta tes aspek yang ingin diukur.

Aspek kemampuan yang diuji

Setiap bidang studi mempunyai penekanan kemampuan yang berbeda-


beda. Karena itu aspek yang diujipun haruslah yang berbeda pula. Disinilah
aspek ranah kognitif yang mana yang akan diuji harus sinkron dengan
kemampuan yang ditentukan oleh tujuan pendidikan yang telah dirumuskan
terlebih dahulu. Dalam hubungan inilah kita mengenal adanya 6 tingkatan
kemempuan yang diuji, yaitu lazim siberi simbol C1, C2, C3, C4, C5, dan C6.
Disamping itu tentu juga harus diperhatikan kemampuan dari ranah lain seperti
afektif dan psikomotor. Jumlah soal untuk setiap ranah atau untuk setiap level
dalam ranah kognitif juga tiak perlu sama. Pada umumnya tes hasil belajar
lebih berorentasi kepada pengetahuan, pemahaman dan aplikasi, sedangkan
kemampuan yang disebut terdahulu. Hal ini tentu saja berarti bahwa jumlah
soal yang mewakili tiga level yang pertama diharapkan lebih banayk dari
jumlah soal untuk tiga level berikutnya.

Format butir soal

Baik tes objektif maupun tes esai mengenal berbagai format biasa.
Misalnya, dalam tes objektif, acapkali dipilih format A (pilihan ganda biasa),
format B (pilihan ganda analisis hubungan antar hal), format C (pilihan ganda
analisis kasus), atau format D (pilihan ganda kompleks) dan E (pilihan ganda
yang menggunakan diagram, gambar, garis, atau tabel). Berbagai penelitian
juga telah menunjukan bahwa berbagai format butir soal ini tidak menunjukan
perbedaan efektifitas yang berarti untuk mengukur berbagai level ranah
kognitif, asalkan dikonstruksikan sama baiknya. Bahkan format butir soal B-S
pun dapat mengukur level ranah kognitif yang tinggi, asalkan dikonstruksinya
10

secara cermat oleh ahli bidang studi dan ahli konstuksi tes. Perbedaab antar
format butir soal tersebut tidak terletak pada efektifitasnya mengukur level
kemampuan, tetapi lebih banyak pada penekanannya ( dalah hal peserta tes
kurang mengusasai bahan tes dites).

Jumlah butir soal

Jumlah butir soal tentu saja ada ketentuan yang asli. Tetapi yang harus
diingat ialah jumlah butir soal berhubungan alngsung dengan reabilitas tes dan
reprensi isi bidang studi yang dites, makin besar jumlah butir soal yang
digunakan dalam suatu tes maka kemungkinan akan makin tinggi reabilitasnya,
baik dalam arti stabilitas maupun internal konsistensinya. Dilihat dari segi
jumlah inilah maka tes objektif mempunyai kekuatan yang lebih dari tes esai.
Karena tugas yang harus diselesaikan dalam tes objektif itu sangat singkat,
maka kemungkinan untuk menggunakan jumlah butir soal yang besar menjadi
lebih besar pula. Sedangkan tes esai tidak memungkinkan menggunakan
jumlah item yang banyak. Dengan demikian representasi bidang studi dan
reabilitas tes objektif akan lebih baik dari tes esai.

Jumlah butir soal itu haruslah direncanakan:

a. Jumlah keseluruhan
b. Jumlah untuk setiap pokok bahasa/ topic/ conten area
c. Jumlah untuk setiap format
d. Jumlahj untuk tiap katehori tingkat kesukaran
e. Jumlah untuk setiap level ranah kognitif
Tentu saja dalam menentukan jumlah ini harus mempertimbangkan waktu
yang tersedia, biaya yang ada, kompleksitas tugas yang dituntut oleh tes, dan
waktu ujian diadakan.

Distribusi Tingkat Kesukaran

Pada umumnya semua ahli kontruksi tes sependapat bahwa tes yang
terbaik adalah tes yang mempunyai tingkat kesukaran di sekitar 0,50. Makin
dekat ketitik itu makin mampu tes itu membedakan antara kelompok yang
belajar dan kelompok yang kurang belajar. Tetap tentu saja itu bukanlah satu-
11

satunya pertimbangan untuk mentukan distribusi tingkat kesukaran. Penentuan


harus lebih mengarah kepada yang mempunyai tingkat kesukaran yang lebih
tinggi. Tetapi yang harus diingat adalah tes yang terlalu sukar atau terlalu
mudah tidak akan memberi informasi yang baik.

Dalam hubungan dengan distribusi tingkat kesukaran ini juga harus


diperhatikan bahwa tes yang mempunyai tingkat kesukaran rendah sebaiknya
diletakan di awal tes dalam yang tinggi pada akhir perangkap tes ketentuan ini
tidaklah menunjukan perbedaan yang berarti pada “ power tes “. Perbedaan itu
lebih bersifat memberi motif untuk lebih terdorong mengerjakan seluruh butir
soal dua kelompok, yaitu kelompok identitas dan kelompok matriks. Kelompok
identitas dicantumkan dibagian atas matriks, sedangkan kelompok matriks
dicantumkan dalam kolom-kolom yang sesuai dengan tujuan tes. Komponen-
komponen yang biasa digunakan dalam penyusunan kisi-kisi tes prestasi belajar
adalah sebagai berikut:

1. Jenis sekolah/jenjang sekolah.


2. Mata pelajaran.
3. Tahun ajaran.
4. Kurikulum yang diacu.
5. Alokasi waktu.
6. Jumlah soal.
7. Bentuk Soal.
8. Standar kompetensi.
9. Kompetensi dasar.
10. Indikator.
11. Bahan kelas.
12. Jumlah soal.
13. Nomor urut soal.
14. Bentuk soal.
Idealnya semua kompetensi dasar dan indicator yang ada dalam
kurikulum, yang tentunya telah dilakukan proses pembelajaran, diujikan di
kelas. Namun demikian, dari berbagai komponen tersebut di atas, khusus untuk
tes ulangan umum, tes kenaikan kelas, ujian sekolah dasar, ataupun ujian akhir
12

nasional komponen kompetensi dasar dan indikator merupakan salah satu


komponen yang perlu dipilih secara mendalam. Hal ini dikarenakan
menyangkut pemilihan yang akan diujikan. Pemilihan ini dilakukan karena
didalam suatu tes, tidak mungkin semua kompetensi dasar dan indikato yang
terdapat dalam kurikulum dapat diujikan dalam waktu singkat. Oleh karena itu,
perlu dipilih kompetensi dasar dan indicator yang penting-penting saja.
Pemilihan kompetensi dasar ini dilakukan dengan memperhatikan kriteria
sebagai berikut:

2.2. Pengembangan Validitas Instrumen

Suatu instrumen dikatakan valid bila instrumen terebut dapat dengan tepat
mengukur apa yang hendak di ukur. Sehingga dapat dikatakan bahwa validitas
berhubungan dengan “ketepatan” dengan alat ukur. Dengan istrumen yang valid
akan menghasilkan data yang valid pula. Istilah valid sukar untuk dicari
penggantinya, sebagian peneliti ada yang menyebutknya dengan “sahih”, “tepat”,
dan juga “cermat”. Secara garis besar validitas instrumen dibedakan menjadi dua
yaitu, validitas internal (internal validity) dan validitas eksternal (eksternal
validity).

1. Validitas Internal (Internal Validity)

Validitas internal berkaitan dengan kriteria yang berasal dari dalam suatu
instrumen penelitian, seperti tampilan instrumen, isi dan juga kemampuan
instrumen dalam mengukur. Validitas internal disebut juga dengan Validitas
Rasional, yang berarti validitas untuk sebuah instrumen penelitian menunjuk pada
kondisi yang memenuhi syarat valid berdasarkan pada hasil penalaran atau
rasionalitas. Instrumen dikatakan mempunyai validitas Internal bila instrumen
tersebut kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional telah mencerminkan
apa yanga diukur. Validitas internal dibagi menjadi dua, yaitu validitas isi
(Content Validity) dan Validitas Konstruk (Construct Validity).
a. Validitas isi (Content Validity)
Validitas ini harus dimiliki oleh instrumen yang mengukur hasil belajar
biasanya berbentuk tes. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi bila bisa
13

mengukur kompetensi yang dikembangkan beserta indikator dan materi


pembelajarannya. Untuk menguji validitasnya dapat dilakukan dengan cara
membandingkan instrumen penelitian yang dibuat dengan materi pelajaran yang
telah dipelajari. Dalam mengembangkan instrumen tes dapat memakai spesifikasi
domain isi tes, yang menjelaskan isi secara rinci dengan spesifikasi cakupan isi
dan tipe butir soal. Validitas ini berkaitan dengan pertanyaan ” sejauh mana butir
tes mencakup keseluruhan indikator kompetensi yang dikembangkan dan materi
atau bahan yang ingin diukur.
Menurut Djemari (2008:19-20) validitas isi sering dijelaskan melalui
validitas tampang dan validitas logis.
1) Validitas Tampang
Validitas tampang didapatkan melalui pemeriksaan terhadap butir-butir tes
untuk membuat kesimpulan bahwa tes tersebut mengukur aspek yang
relevan. Dasar penyimpulannya lebih banyak didasarkan pada akal sehat.
2) Validitas Logis
Validitas logis disebut juga validitas pencuplikan (sampling validity), yang
mana menuntut batasan yang seksama terhadap kawasan perilaku yang
diukur dan suatu desain logis yang bisa mencakup bagian kawasan
perilaku yang diukur. Salah satu cara untuk menunjukkan bukti validitas
logis yaitu dengn membuat spesifikasi tes untuk menunjukkan tuntutan
bukti validitas.

b. Valitias Konstruk (Construct Validity)


Validitas konstruk mengacu pada sejauh mana suatu instrumen penelitian
mengukur konsep dari suatu teori, yaitu yang menjadi dasar penyusunan
instrumen. Definisi atau konsep yang diukur berasal dari teori yang dipakai dalam
penelitian itu sendiri. Sehingga harus ada pembahasan mengenai teori tentang
variabel yang akan diukur yang menjadi dasar penentuan konstruk suatu
instrumen. Berdasarkan teori tentang variabel tersebut baru kemudian dirumuskan
konseptual dan definisi operasional, yang selanjutnya ditentukan indikator yang
akan diukur.
14

Suatu instruemn dikatakan mempunyai validitas konstruk bila terdapat


keterkaitan antara butir instrumen dengan indikator, definisi operaional dan
konsep teori tentang variabel peneltian yang diukur. Untuk menguji validitas
konstruk bisa menggunakan pendapat para ahli (expert judgment). Para ahli akan
memberikan keputusan apakah instrumen tersebut bisa sipakai tanpa perbaikan,
ada perbaikan, dan mungkin dirombak total. Menurut Sugono (2007:177) jumlah
tenaga ahli yang dibutuhkan minimal tiga orang dan biasanya mereka telah
bergelar doktor sesuai dengan ruang lingkup yang diteliti.

2. Validitas Eksternal

Validitas Eksternal (esternal validity) dikenal juga validitas empiris


(empiricial validity). Pada validitas eksternal berdasarkan pada kriteria yang ada
dari luar isntrumen yaitu berdasarkan pada fakta empiris atau pengalaman.
Kriterian yang dipakai sebagai pembanding instrumen yaitu sesuatu yang sudah
tersedian dan sesuatu yang masih belum tersedia akan tetapi terjadi diwaktu yang
akan datang. Instrumen yang sesuai dengan kriteria yang sudah ada dikenal
dengan validitas kesejajaran (concurrent validity), sedangan instrumen yang
sesuai dengan kriteria yang diprediksi akan terjadi disebut dengan valditas
prediksi (predictive validity).
a. Validitas Kesejajaran (concurrent validity)
Suatu instrumen dikatakan mempunyai validitas kesejajaran bisa hasilnya
sesuai dengan kriteria yang sudah ada, yang mana mempunyai kesejajaran
dengan kriteria yang sudah ada. Kriteria yang sudah ada dapat berupa
instrumen lain yang mengukur hal yang sama dan sudah diakui validitasnya,
misalnya berupa tes terstandar. Akan tetapi juga dapat dibandingkan dengan
catatan-catatan yang ada di lapangan. Validitas ini dapat digunakan untuk
mengukur validitas instrumen bentuk tes maupun non tes.

b. Validitas Prediksi (predictive validity)


15

Suatu instrumen diaktakan memiliki validitas prediksi bila instrumen


penelitian tersebut memiliki kemampuan untuk memprediksi atau meramalkan
apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang mengenai hal yang sama.
Misalnya tes masuk perguruan tinggi, tes tersebut diperkirakan mampu
meramalkan keberhasilan calonmahasiswa dalam mengikuti kuliah di masa
yang akan datang. Calon yang lolos diperkirakan akan mampu perkuliahan di
masa yang akan datang dan begitu juga sebaliknya.

Validitas ini umumnya digunakan untuk menguji validitas dari suatu


instrumen dalam bentuk tes. Sebagai alat pembanding validitas prediksi adalah
nilai yang diperoleh setelah peserta tes mengikuti perkuliahan di perguruan
tinggi. Apabila ternyata siapa yang mempunyai nilai tes yang lebih tinggi gagal
dalam ujian semester I dibandingkan dengan yang dulu nilai tesnya rendah
maka instrumen tersebut tidak mempunyai validitas prediksi. Pengujaian
valditas prediksi membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar karena
prosedurnya yang cukup panjang dan berulang agar mendapat tes dengan
kemampuan prediktor yang baik.

BAB III
16

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan
deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Kisi-kisi adalah suatu
format (matriks) yang memuat informasi yang dapat dijadikan pedoman
untuk menulis tes atau merakit tes. Kisi-kisi berisi ruang lingkup dan isi
materi yang akan diujikan.
Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup
dan sebagai petunjuk dalam menulis soal
3.2 Saran
Saran dari penyusun makalan ini agar kiranya suatu kisi-kisi penyusunan
soal mengacu bukan hanya pada silabus dan kurikulum yang berlaku akan
tetapi melihat juga aspek lingkungan sekitar dan perilaku siswa (situasi dan
kondisi keadaan sekitar)

.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Lorin W. & Krathwohl, David R. 2010.Kerangka Landasan Untuk


Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Degeng, Nyoman S. 2013. Ilmu Pembelajaran:Klasifikasi Variabel untuk


Pengembangan Teori dan Penelitian. Bandung: Kalam Hidup

Djaali, dan Pudji, M. 2008. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:


Grasindo, 2008

Enghoff, Henrik. 2009. “What is Taxonomy”, Soil Organisms, Volume 81 (3)


2009

Juhrodin. Udin. 2006. “Revisi Taksonomi Bloom”. Dalam


https//www.academia.edu/6774013/Revisi_Taksonomi_Bloom. Diunduh 25
September 2018.
Krathwohl, David R. 2002. “A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview”,
Theory Into Practice, Volume 41, Number 4, Autum 2002. Ohio: College of
Education, The Ohio State University

Muri, Yusuf. 1998. Dasar-Dasar dan Teknik Evaluasi Pendidikan. Padang; FIP
IKIP Padang.

Prastowo, Andi. 2015. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik


Terpadui. Jakarta: Prenamedia Group.
Sagala,Syaiful.2010 . Konsep Dan Makna Pembelajaran . Bandung . Alfabeta.

Siahaan, Mika Febriani dan Mika Rahmi Rangkuti. 2017. “Taksonomi Bloom
Revisi dan Kaitannya dengan Versi Konvensional. Medan: Universitas
Pendidikan Medan.

Turmuzi, Ahmad. 2013.Mengingat dan Memahami Kembali tentang Teori


Taksonomi Bloom. Kompasiana, 5 Februari 2013

Widodo, Ari. 2006. “Revisi Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir


Soal”. Buletin Puspedik. Volume 3, (halaman 2-14).

17
18

Anda mungkin juga menyukai