Anda di halaman 1dari 34

EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PERENCANAAN TES

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd.
Prof. Dr. I Putu Wisna Ariawan M.Si.

Oleh :

Shandy Alviano Jufri 2323011009

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
DENPASAR
2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Perencanaan Tes”. Laporan ini merupakan salah satu hasil pelaksanaan pemikiran
sederhana sebagai wujud partisipasi penulis dalam mata kuliah dan Evaluasi
Pembelajaran Matematika. Dalam penulisan karya tulis ini, banyak pihak yang
memberi bantuan baik moril maupun material kepada penulis. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terimah kasih kepada:
1. Prof. Dr. I Made Ardana, M.Pd. selaku pendidik mata kuliah Evaluasi
Pembelajaran Matematika yang telah banyak memberikan masukan dalam
proses pembuatan makalah ini.
2. Prof. Dr. I Putu Wisna Ariawan M.Si, selaku pendidik mata kuliah Evaluasi
Pembelajaran Matematika yang telah banyak memberikan masukan dalam
proses pembuatan makalah ini.
3. Teman-teman yang telah banyak memberikan dukungan agar terselesaikannya
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh daripada sempurna. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca guna menyempurnakan
makalah ini. Namun demikian penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi
pembaca.

Tarempa, 10 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3. Tujuan.......................................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 3
2.1. Pengertian Teknik Evaluasi Tes .................................................................. 3
2.2. Fungsi Teknik Evaluasi Tes ......................................................................... 4
2.3. Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor Sebagai Obyek Evaluasi Tes ..... 4
2.3.1. Ranah Kognitif ...................................................................................... 5
2.3.2. Ranah Afektif ...................................................................................... 11
2.3.3. Ranah Psikomotorik ............................................................................ 14
2.4. Perencanaan Tes ......................................................................................... 16
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 29
4.1. Simpulan .................................................................................................... 29
4.2. Saran........................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kata Kerja Operasional Ranah Kognitif ............................................... 8
Tabel 2.2 Kata Kerja Operasional Ranah Afektif ................................................. 12
Tabel 2.3 Kata Kerja Operasional Ranah Psikomotorik ....................................... 15
Tabel 3.1 Contoh Format Tabel Spesifikasi Tes ................................................... 21
Tabel 3.2 Format Kisi – Kisi Penulisan Soal Tes ................................................. 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam pendidikan menurut Suharsimi Arikunto (2003), arti evaluasi
merupakan serangkaian kegiatan atau aktivitas yang bertujuan untuk dapat
mengukur tingkat keberhasilan pada suatu program pendidikan. Evaluasi
pembelajaran sangat penting dilaksanakan untuk mengetahui efektif atau
tidaknya suatu sistem pembelajaran yang diterapkan oleh tenaga pendidik.
Karena bila seorang pendidik tidak melaksanakn evaluasi, itu artinya tenaga
pendidik tersebut tidak ada perkembangan dalam merancang sistem
pembelajaran. Sehingga peserta didik bisa saja merasa bosan dengan sistem
belajar yang terus menerus sama.
Terdapat berbagai macam alat evaluasi baik dengan teknik tes maupun
teknik non tes yang dapat digunakan sesuai dengan tujuan dan kegunaannya.
Agar instrumen yang dibuat dapat mengukur secara tepat dan benar aspek yang
akan dievaluasi dan mencapai tujuan yang diharapkan, maka tes yang baik
harus memenuhi ciri – ciri sebagai berikut: 1) valid, yaitu apabila tes tersebut
secara tepat, benar, shahih, dan absah dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur; 2) reliabel, yakni apabila skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh
peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya secara stabil, kapan saja-dimana saja-
dan oleh siapa saja ujian itu dilaksanakan, diperiksa dan dinilai; 3) obyektif,
yaitu apabila tes disusun dan dilaksanakan “menurut apa adanya”; 4) praktis
dan ekonomis, yaitu tes hasil belajar dapat dilaksanakan dengan mudah dan
tidak memakan waktu yang panjang dan tidak memerlukan tenaga serta biaya
yang banyak.
Selain itu, terdapat prinsip – prinsip dasar tes. Pertama, tes hasil belajar
harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning out comes) yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Kedua, butir-butir soal tes hasil
belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan
pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh
performan yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit
pengajaran. Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus
dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar

1
yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri. Keempat, tes hasil belajar
harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang
diinginkan. Kelima, tes hasil belajar harus memiliki reliabiltas dan validitas
yang dapat diandalkan. Keenam, tes hasil belajar disamping harus dapat
dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan
alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar
siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.
Agar dapat membuat dan menghasilkan tes yang baik dan memenuhi ciri –
ciri dan sesuai dengan prinsip tes yang telah dipaparkan, maka sangat penting
untuk mengetahui bagaimana cara menrencanakan tes yang baik dan benar.
Untuk itu, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai langkah –
langkah perencanaan tes hasil belajar peserta didik sebelum dikonstruksi
menjadi butir – butir soal.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan rasional yang telah dipaparkan, adapun rumusan masalah yang
dapat diajukan sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana tahap-tahap dalam perencanaan tes?
1.3.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini sebagai
berikut.
1.3.1. Mengetahui tahap-tahap dalam perencanaan tes.
1.4.Manfaat Penulisan
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.4.1. Manfaat untuk Penulis
Penulis dapat manambah wawasannya dan memberikan pengalaman
dalam membuat sebuah karya tulis, serta lebih memahami mengenai
penyusunan tes dan non tes.
1.4.2. Manfaat untuk Pembaca
Pembaca dapat memahami dan mengerti penyusunan tes dan non tes,
serta bagi calon-calon pendidik dapat dijadikan sebagai bahan untuk
dapat menjadi seorang guru yang profesional.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Teknik Evaluasi Tes


Evaluasi menurut bahasa berasal dari kata evaluation, yang artinya
penilaian. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh
Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977), “Evaluation refer to the act or
process to determining the value of something”. Pernyataan tersebut memiliki
arti suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan
adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan untuk mengetahui
mutu atau hasil-hasilnya (Sudijono, 2009).
Menurut bahasa tes berasal dari bahasa Perancis Kuno yaitu testum
yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Sedangkan dalam
bahasa Inggris ditulis test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
dengan tes, ujian, atau percobaan (Sudijono, 2009).
Menurut Arikunto (dalam Aliyah 2014) menyatakan bahwa ada
beberapa istilah yang berkaitan dengan uraian di atas, yaitu istilah test,
testing, testee, tester, yang masing-masing mempunyai pengertian yang
berbeda. Test merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-
aturan yang sudah ditentukan. Testing merupakan saat pada waktu tes itu
dilaksanakan atau dapat juga dikatakan adalah saat pengambilan tes. Testee
adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Tester adalah orang yang
diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden.
Adapun pengertian tes secara istilah menurut para ahli, sebagai berikut.
a. Anne Anastasi (dalam Sudijono, 2009), menyatakan bahwa tes adalah alat
pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat
digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk
mengukur dan membandingkan keadaan psikis dan tingkah laku individu.
b. F.L. Goodenough (dalam Sudijono, 2009), menyatakan bahwa tes adalah
suatu tugas atau serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau

3
sekelompok individu, dengan maksud untuk membandingkan kecakapan
mereka, satu dengan yang lain.
c. Suharsimi Arikunto (dalam Aliyah 2014), menyatakan bahwa tes adalah
serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
d. S. Eko Putro Widoyoko (dalam Aliyah 2014), menyatakan bahwa tes
adalah sejumlah pernyataan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan
untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek
tertentu dari orang yang dikenai tes.
Dari definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa tes menurut istilah adalah
suatu alat pengumpul informasi melalui serentetan pertanyaan, perintah atau
latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang ditunjukkan kepada testee.
2.2. Fungsi Teknik Evaluasi Tes
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh teknik tes, yaitu:
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes
berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah
dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar
mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes
tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran
yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.
(Sudijono, 2009)
2.3. Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor Sebagai Obyek Evaluasi Tes
Ranah kognitif, afektif, dan psikomotor sangat erat kaitannya dan tidak
mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan evaluasi hasil belajar. Hal ini
dikarenakan dalam melaksanakan evaluasi belajar secara menyeluruh
terhadap peserta didik, baik dari segi pemahaman terhadap materi yang telah
diberikan (ranah kognitif), maupun dari segi penghayatan (ranah afektif) dan
pengalamannya (ranah psikomotor) (Sudijono, 2009). Berikut penjelasan
ketiga ranah tersebut.

4
2.3.1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak. Artinya,
segala upaya yang menyangkut aktifitas otak termasuk ke dalam ranah
kognitif. (Sudaryono, 2012). Berikut penjelasan dari masing-masing
tingkatan ranah kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom Revisi (dalam
Gunawan dan Palupi, 2008).
a. Mengingat (Remember)
Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari
memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan
maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang
berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan ini
dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh
lebih kompleks. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan
memanggil kembali (recalling). Mengenali berkaitan dengan mengetahui
pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan hal-hal yang konkret,
misalnya tanggal lahir, alamat rumah, dan usia, sedangkan memanggil
kembali (recalling) adalah proses kognitif yang membutuhkan
pengetahuan masa lampau secara cepat dan tepat.
b. Memahami/mengerti (Understand)
Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian
dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi.
Memahami/mengerti berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan
(classification) dan membandingkan (comparing). Mengklasifikasikan
akan muncul ketika seorang siswa berusaha mengenali pengetahuan yang
merupakan anggota dari kategori pengetahuan tertentu.
Mengklasifikasikan berawal dari suatu contoh atau informasi yang spesifik
kemudian ditemukan konsep dan prinsip umumnya. Membandingkan
merujuk pada identifikasi persamaan dan perbedaan dari dua atau lebih
obyek, kejadian, ide, permasalahan, atau situasi. Membandingkan
berkaitan dengan proses kognitif menemukan satu persatu ciri-ciri dari
obyek yang diperbandingkan.

5
c. Menerapkan (Apply)
Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau
mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau
menyelesaikan permasalahan. Menerapkan berkaitan dengan dimensi
pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Menerapkan meliputi
kegiatan menjalankan prosedur (executing) dan mengimplementasikan
(implementing). Menjalankan prosedur merupakan proses kognitif siswa
dalam menyelesaikan masalah dan melaksanakan percobaan di mana
siswa sudah mengetahui informasi tersebut dan mampu menetapkan
dengan pasti prosedur apa saja yang harus dilakukan.
Mengimplementasikan muncul apabila siswa memilih dan menggunakan
prosedur untuk hal-hal yang belum diketahui atau masih asing. Karena
siswa masih merasa asing dengan hal ini maka siswa perlu mengenali dan
memahami permasalahan terlebih dahulu kemudian baru menetapkan
prosedur yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Mengimplementasikan
berkaitan erat dengan dimensi proses kognitif yang lain yaitu mengerti dan
menciptakan. Menerapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai dari
siswa menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur
baku/standar yang sudah diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur sehingga
siswa benar-benar mampu melaksanakan prosedur ini dengan mudah,
kemudian berlanjut pada munculnya permasalahan-permasalahan baru
yang asing bagi siswa, sehingga siswa dituntut untuk mengenal dengan
baik permasalahan tersebut dan memilih prosedur yang tepat untuk
menyelesaikan permasalahan.
d. Menganalisis (Analyze)
Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan
memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan
dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan
tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Kemampuan menganalisis
merupakan jenis kemampuan yang banyak dituntut dari kegiatan
pembelajaran di sekolah-sekolah. Menganalisis berkaitan dengan proses
kognitif memberi atribut (attributeing) dan mengorganisasikan

6
(organizing). Memberi atribut akan muncul apabila siswa menemukan
permasalahan dan kemudian memerlukan kegiatan membangun ulang hal
yang menjadi permasalahan. Kegiatan mengarahkan siswa pada informasi-
informasi asal mula dan alasan suatu hal ditemukan dan diciptakan.
Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil
komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana unsur-unsur
ini dapat menghasilkan hubungan yang baik. Mengorganisasikan
memungkinkan siswa membangun hubungan yang sistematis dan koheren
dari potongan-potongan informasi yang diberikan. Hal pertama yang harus
dilakukan oleh siswa adalah mengidentifikasi unsur yang paling penting
dan relevan dengan permasalahan, kemudian melanjutkan dengan
membangun hubungan yang sesuai dari informasi yang telah diberikan.
e. Mengevaluasi (Evaluate)
Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian
berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya
digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria
atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh siswa. Standar ini dapat
berupa kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh
siswa. Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi
(critiquing). Mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang
tidak konsisten atau kegagalan dari suatu operasi atau produk. Jika
dikaitkan dengan proses berpikir merencanakan dan
mengimplementasikan maka mengecek akan mengarah pada penetapan
sejauh mana suatu rencana berjalan dengan baik. Mengkritisi mengarah
pada penilaian suatu produk atau operasi berdasarkan pada kriteria dan
standar eksternal. Mengkritisi berkaitan erat dengan berpikir kritis.
f. Menciptakan (Create)
Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur
secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan
mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan
mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda
dari sebelumnya. Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat

7
melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua
siswa. Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi berpikir kognitif
lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan
menganalisis siswa bekerja dengan informasi yang sudah dikenal
sebelumnya, sedangkan pada menciptakan siswa bekerja dan
menghasilkan sesuatu yang baru. Menciptakan meliputi
menggeneralisasikan (generating) dan memproduksi (producing).
Menggeneralisasikan merupakan kegiatan merepresentasikan
permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis yang diperlukan.
Menggeneralisasikan ini berkaitan dengan berpikir divergen yang
merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi mengarah pada
perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
Memproduksi berkaitan erat dengan dimensi pengetahuan yang lain yaitu
pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural,
dan pengetahuan metakognisi.
Adapun Kata Kerja Operasional (KKO) untuk ranah kognitif sebagai berikut.
Tabel 2.1 Kata Kerja Operasional Ranah Kognitif

DIMENSI KKO
MENGINGAT (C1) Menemukenali (identifikasi)
Mengetahui… misalnya: istilah, Mengingat kembali
fakta, aturan, urutan, metoda. Membaca
Menyebutkan
Melafalkan/melafazkan
Menuliskan
Menghafal
Menyusun daftar
Menggarisbawahi
Menjodohkan
Memilih
Memberi definisi
Menyatakan
Dll.
MEMAHAMI (C2) Menjelaskan
Menerjemahkan, Menafsirkan, Mengartikan
Memperkirakan, Menentukan ... Menginterpretasikan
misalnya: metode, prosedur. Menceritakan
Memahami ... misalnya: konsep, Menampilkan
kaidah, prinsip, kaitan antara, Memberi contoh
fakta, isi pokok. Merangkum

8
DIMENSI KKO
Mengartikan, Menyimpulkan
Menginterpretasikan ... misalnya: Membandingkan
tabel, grafik, bagan. Mengklasifikasikan
Menunjukkan
Menguraikan
Membedakan/Menyadur
Meramalkan
Memperkirakan
Menerangkan
Menggantikan
Menarik kesimpulan
Meringkas
Mengembangkan
Membuktikan
Dll.
MENERAPKAN (C3) Melaksanakan
Memecahkan masalah, Membuat Mengimplementasikan
bagan/grafik, Menggunakan … Menggunakan
misalnya: metoda, prosedur, Mengonsepkan
konsep, kaidah, prinsip. Menentukan
Memproseskan
Mendemonstrasikan
Menghitung
Menghubungkan
Melakukan
Membuktikan
Menghasilkan
Memperagakan
Melengkapi
Menyesuaikan
Menemukan
Dll.
MENGANALISIS (C4) Mendiferensiasikan
Mengenali kesalahan Mengorganisasikan
Memberikan ... misalnya: fakta- Mengatribusikan
fakta. Mendiagnosis
Menganalisis ... misalnya: Memerinci
struktur, bagian, hubungan. Menelaah
Mendeteksi
Mengaitkan
Memecahkan
Menguraikan
Memisahkan
Menyeleksi
Memilih
Membandingkan

9
DIMENSI KKO
Mempertentangkan
Menguraikan
Membagi
Membuat diagram
Mendistribusikan
Menganalisis
Memilah-milah
Menerima pendapat
Dll.
MENGEVALUASI (C5) Mengecek
Menilai berdasarkan norma Mengkritik
internal ... misalnya: hasil karya, Membuktikan
mutu karangan, dll. Mempertahankan
Memvalidasi
Mendukung
Memproyeksikan
Memperbandingkan
Menyimpulkan
Mengkritik
Menilai
Mengevaluasi
Memberi saran
Memberi argumentasi
Menafsirkan
Merekomendasi
Memutuskan
Dll.
MENCIPTAKAN (C6) Membangun
Menghasilkan ... misalnya: Merencanakan
klasifikasi, karangan, teori. Memproduksi
Menyusun .... misalnya: laporan, Mengkombinasikan
rencana, skema, program, Merangcang
proposal . Merekonstruksi
Membuat
Menciptakan
Mengabstraksi
Mengkategorikan
Mengkombinasikan
Mengarang
Merancang
Menciptakan
Mendesain
Menyusun kembali
Merangkaikan
Menyimpulkan
Membuat pola

10
2.3.2. Ranah Afektif
Taksonomi untuk daerah afektif awalnya dikembangkan oleh David R.
Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku Taxonomy of Educational
Objectives: Affectives Domain. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan
dengan sikap dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta
didik dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap mata
pelajaran, kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran, dan penghargaan atau
rasa hormatnya terhadap guru, dan sebagainya. Ranah afektif ini oleh
Krathwohl (1974) dan kawan-kawan ditaksonomi ke dalam lima jenjang,
yaitu:
a. Receiving (menerima)
Receiving maksudnya kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan
dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala,
dan lain - lain. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia
menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka. Contoh hasil belajar
afektif jenjang receiving, misalnya pesera didik menyadari bahwa disiplin
wajib ditegakkan, sifat malas harus dihindari.
b. Responding (menanggapi)
Responding mengandung arti adanya partisipasi. Jadi, kemampuan
menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam kejadian tertentu dan
membuat reaksi terhadap kejadian tersebut. Jenjang ini setingkat lebih
tinggi dari jenjang receiving. Contohnya peserta didik tumbuh hasratnya
untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih banyak lagi tentang
matematika.
c. Valuing (menilai/menghargai)
Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau
penyesalan. Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar, peserta didik
tidak hanya menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep, yaitu baik atau buruk. Contohnya
hasil belajar afektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat

11
dari pesera didik untuk disiplin, baik di sekolah, di rumah, maupun di
masyarakat.
d. Organization (mengorganisasikan)
Organization (mengorganisasikan) artinya mempertemukan perbedaan
nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal. Mengatur atau
mengorganisasikan termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai
lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contohnya
peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang dicanangkan
oleh presiden.
e. Characterization by a Value or Value Complex Organization
(karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai)
Maksudnya adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol
tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga
membentuk karakteriktik. Contohnya, peserta didik menjadikan perintah
Tuhan sebagai pegangan hidup dalam hal yang menyangkut kedisiplinan.
(Sudijono, 2009)
Adapun Kata Kerja Operasional (KKO) untuk ranah afektif sebagai berikut.
Tabel 2.2 Kata Kerja Operasional Ranah Afektif

DIMENSI KKO
MENERIMA (A1) Menanyakan
Menunjukkan … misalnya: Memilih
kesadaran, kemauan, perhatian. Mengikuti
Mengakui ......, misalnya: Menjawab
perbedaan, kepentingan. Melanjutkan
Memberi
Menyatakan
Menempatkan
Dll.
MERESPON (A2) Melaksanakan
Mematuhi ... misalnya.: peraturan, Membantu
tuntutan, perintah. Menawarkan diri
Berperan aktif ... misalnya: di Menyambut
laboratorium, dalam diskusi, Menolong
dalam kelompok, dalam Mendatangi
organisasi, dalam kegiatan. Melaporkan

12
DIMENSI KKO
Menyumbangkan
Menyesuaikan diri
Berlatih
Menampilkan
Membawakan
Mendiskusikan
Menyatakan setuju
Mempraktekkan
Dll.
MENGHARGAI (A3) Menunjukkan
Menerima suatu nilai, Melaksanakan
menyukai, menyepakati. Menyatakan pendapat
Menghargai ... misalnya: karya Mengambil prakarsa
seni, sumbangan ilmu, pendapt, Mengikuti
gagasan dan saran Memilih
Ikut serta
Menggabungkan diri
Mengundang
Mengusulkan
Membedakan
Membimbing
Membenarkan
Menolak
Mengajak
Dll.
MENGORGANISASIKAN (A4) Merumuskan
Membentuk sistem nilai. Berpegang pada
Menangkap relasi antar nilai. Mengintegrasikan
Bertanggungjawab. Menghubungkan
Mengintegrasikan nilai. Mengaitkan
Menyusun
Mengubah
Melengkapi
Menyempurnakan
Menyesuaikan
Menyamakan
Mengatur
Memperbandingkan
Mempertahankan
Memodifikasi
Mengorganisasi
Mengkoordinir
Merangkai
Dll.
Bertindak
Menyatakan

13
DIMENSI KKO
KARAKTERISASI MENURUT Memperhatikan
NILAI (A5) Melayani
Menunjukkan ... misalnya: Membuktikan
kepercayaan diri, disiplin Menunjukkan
pribadi, kesadaran moral. Bertahan
Mempertimbangkan. Mempertimbangkan
Melibatkan diri. Mempersoalkan
Dll.

2.3.3. Ranah Psikomotorik


Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman
belajar tertentu. Aspek psikomotorik manusia pada dasarnya merupakan
aspek keterampilan dalam mempraktekkan sebuah konsep yang telah
dipahami dan dihayati. Menurut R.H. Dave (dalam Fitriyana, 2017), bahwa
aspek psikomotor manusia ini terdiri dari tujuan perilaku sebagai berikut.
a. Imitasi (meniru)
Mengamati dan memolakan perilaku seperti yang pernah dilakukan orang
lain. Kinerja dapat berkualitas rendah. Contoh: menyalin karya seni,
melaksanakan suatu keterampilan sambil melihat demonstrasi.
b. Manipulasi
Mampu melaksanaka tindakan tertentu dengan mengingat atau mengikuti
perintah/prosedur. Contoh: mampu melakukan keterampilannya sendiri
setelah membaca suatu pelajaran atau memperoleh pelajaran.
c. Presisi
Menghaluskan, menjadi lebih tepat. Melakukan suatu keterampilan
dengan ketepatan yang tinggi. Contoh: mengerjakan dan mengerjakan
ulang sesuatu. Melaksanakan keterampilan atau suatu tugas dengan tanpa
bantuan. Mendemonstrasikan suatu tugas di hadapan pemula.
d. Artikulasi
Mengoordinasikan dan mengadaptasikan sederetan kegiatan untuk meraih
keselarasan dan konsistensi internal. Contoh: mengombinasikan sederetan
keterampilan untuk menghasilkan suatu vidio yang melibatkan musik,
drama, warna, suara, dan lain-lain.

14
e. Naturalisasi
Menguasai kinerja tinngkat tinggi sehingga terjadi alamiah tanpa harus
berpikir lebih jauh tentang hal tersebut. Contoh: manuver sebuah mobil
dalam suatu area parkir yang sudah penuh.
Adapun Kata Kerja Operasioanal (KKO) dari ranah psikomotorik adalah:
Tabel 2.3 Kata Kerja Operasional Ranah Psikomotorik

DIMENSI KKO
MENIRU (P1) Menyalin
Menafsirkan rangsangan Mengikuti
(stimulus). Kepekaan terhadap Mereplikasi
rangsangan. Mengulangi
Mematuhi
Membedakan
Mempersiapkan
Menirukan
Menunjukkan
Dll.
MANIPULASI (P2) Membuat kembali
Menyiapkan diri secara Membangun
fisik. Melakukan,
Melaksanakan,
Menerapkan
Mengawali
Bereaksi
Mempersiapkan
Memprakarsai
Menanggapi
Mempertunjukkan
Menggunakan
Menerapkan
Dll.
PRESISI (P3) Menunjukkan
Berkonsentrasi untuk Melengkapi
menghasilkan ketepatan Menunjukkan,
Menyempurnakan
Mengkalibrasi
Mengendalikan
Mempraktekkan
Memainkan
Mengerjakan
Membuat
Mencoba’
Memposisikan
Dll.

15
DIMENSI KKO
ARTIKULASI (P4) Membangun
Mengkaikan berbagai Mengatasi
ketrampilan. Bekerja Menggabungkan
berdasarkan pola Koordinat,
Mengintegrasikan
Beradaptasi
Mengembangkan
Merumuskan,
Memodifikasi
Memasang
Membongkar
Merangkaikan
Menggabungkan
Mempolakan
Dll.
NATURALISASI (P5) Mendesain
Menghasilkan karya cipta. Menentukan
Melakukan sesuatu dengan Mengelola
ketepatan tinggi Menciptakan
Membangun
Membuat
Menciptamenghasilkan
karya
Mengoperasikan
Melakukan
Melaksananakan
Mengerjakan
Menggunakan
Memainkan
Mengatasi
Menyelesaikan, dan lain-lain

2.4. Perencanaan Tes


Perencanaan Tes adalah adalah proses merencanakan strategi menguji
kemampuan belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan
mengidentifikasi dan menetapkan tujuan, materi yang diuji, dan cara
mengukurnya. Meskipun dibutuhkan perencanaan yang lebih rumit dan rinci,
bukan berarti bahwa tes buatan guru dapat dibuat dengan tergesa-gesa tanpa
perencanaan apa pun. Tes yang baik tidak terjadi begitu saja. Dibutuhkan
perencanaan yang matang sehingga tujuan pembelajaran, strategi pengajaran,
materi tekstual, dan prosedur evaluatif semuanya dapat terencana dengan baik
dan tersampaikan kepada murid.

16
Namun pada prakteknya di lapangan, salah satu kesalahan yang sering
terjadi adalah guru mempersiapkan tes dengan perencanaan yang tidak
memadai. Sering kali, guru merasa cukup mempersiapkan tes 1 atau 2 minggu
sebelum ujian tersebut dilaksanakan, dan pada prakteknya mereka
membiarkannya sampai detik terakhir dan akhirnya terburu-buru dalam
menyiapkan tes tersebut. Hal ini tentu sangat disayangkan, karena tes yang
dihasilkan mungkin mengandung kesalahan dan melenceng dari tujuan yang
diinginkan, misal item soalnya ambigu, tidak dapat dinilai, atau bahkan materi
soal terlalu sulit. Tidak realistis untuk mengharapkan guru kelas mampu
menyiapkan 50 soal tes yang berkualitas jika dia mulai memikirkan tesnya
hanya beberapa hari sebelum dijadwalkan. Solusi terhadap masalah ini terletak
pada perencanaan yang memadai dan pemikiran penulisan item tes dalam
jangka waktu yang cukup dan tidak tergesa-gesa. Idealnya, setiap tes harus
ditinjau secara kritis oleh guru lain untuk meminimalkan kekurangan tersebut.
Hal ini tidak berarti perencanaan yang matang secara mutlak akan
menghilangkan kekurangan-kekurangan tersebut, tetapi apabila sejak awal
perencanaan tes tidak memadai dan kurang hati-hati, dapat diyakini bahwa
bobot tes tersebut tidak akan terlalu baik.
Mehrens, W.A., & Lehmann, I.J. (1973) dalam bukunya menguraikan
beberapa pertanyaan yang perlu dijawab oleh guru pada tahap perencanaan tes,
pertanyaan tersebut diantaranya adalah :

1. Apa tujuan dari tes tersebut?


2. Pengetahuan, Skill, atau Sikap apa yang ingin di ukur?
3. Sudahkah prestasi belajar yang diinginkan di-identifikasi dengan baik?
4. Sudahkah tabel spesifikasi tes disiapkan?
5. Apakah soal ujian sesuai dengan prestasi belajar yang diujikan?
6. Format tes seperti apa yang digunakan?
7. Berapa lama waktu tes?
8. Bagaimana tingkat kesulitan tes yang akan diujikan?
9. Bagaimana tingkat diskriminasi/daya beda soal tes yang akan diujikan?

Jelas dari daftar diatas, pertimbangan utama dalam perencanaan tes adalah
“MENENTUKAN APA YANG AKAN DIUKUR DAN
MENDESKRIPSIKAN NYA DENGAN ISTILAH YANG TEPAT”
sehingga soal tes dapat tersusun dengan baik dan dapat memunculkan
prestasi belajar yang diinginkan.

17
BAB III
PEMBAHASAN

Langkah – Langkah Perencanaan Tes


Tes akan menjadi berarti apabila tes tersebut terdiri dari butir-butir soal yang
menguji tujuan yang penting dan mewakili ranah pengetahuan, kemampuan, dan
ketrampilan secara representatif. Oleh karenanya, perencanaan dalam pengujian
memegang peranan yang penting. Tanpa perencanaan yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan tes tersebut dapat menjadi sia-sia, bahkan mungkin akan
mengganggu proses pencapaian tujuan. Langkah – langkah dalam penyusunan
instrumen tes untuk menghasilkan tes yang baik adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan Tujuan Tes
Langkah paling dasar sebelum melakukan perencanaan tes adalah
menentukan tujuan dari tes, Suatu tes dilaksanakan tentu pada dasarnya memiliki
tujuan yang dicapai, tujuan tersebut dapat berupa untuk:
a) Menilai pemahaman terhadap pengetahuan atau keterampilan murid di akhir
pembelajaran.
b) Monitoring kemajuan belajar dari waktu ke waktu.
c) Menetapkan peringkat hasil prestasi belajar,
d) Mendiagnosis kesulitan belajar siswa,
e) Mengevaluasi metode pembelajaran guru,
f) Memeriksa efektivitas dari kurikulum pembelajaran,
g) Menanamkan budaya belajar,
h) Memberi motivasi ke siswa
Tujuan tes yang disebutkan diatas tidak saling lepas satu dengan lainnya,
ada kalanya sebuah tes dapat digunakan untuk beberapa tujuan. Contohnya
sebuah tes formatif dapat digunakan untuk mendiagnosis kekuatan dan
kelemahan pemahaman siswa, memberikan peringkat dan mengevaluasi strategi
pembelajaran. Meskipun sebuah tes dapat digunakan untuk berbagai keperluan,
bukan berarti seorang guru tidak perlu menentukan penggunaan hasil tes nya dan
berharap tes yang dilakukan secara random secara otomatis akan mememenuhi
tujuan dan prestasi belajar yang diinginkan.

18
Seorang guru harus merencanakan tujuan tes yang diinginkan nya terlebih
dahulu karena efektivitas sebuah tes dengan setiap tujuan tersebut akan berbeda
satu dengan lainnya. Penting bagi guru untuk mengetahui manfaat utama dari hasil
tes yang akan dilakukan. sehingga mereka mampu menyiapkan tes yang terbaik
sesuai dengan prestasi belajar yang diinginkan.
Dalam menentukan tujuan tes hendaknya memperhatikan kesesuaian antara
tujuan khusus tes dengan tujuan umum dari sebuah program yang lebih besar seperti
misalnya program pembelajaran. Contohnya yaitu proporsi tingkat kesukaran butir
soal untuk tes untuk program pembelajaran berbeda dengan tes untuk seleksi.
Tujuan yang akan dicapai sangat erat kaitannya dengan tes yang dilaksanakan
sehingga diharapkan butir tes dari tes yang digunakan mencerminkan pencapaian
serelevan mungkin.
b. Analisis Kurikulum (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar)
Tahap analisis kurikulum dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan bobot
dari suatu pokok bahasan yang akan menjadi dasar dalam menentukan jumlah item
tes atau butir tes untuk soal objektif atau bobot soal untuk bentuk uraian dalam
membuat kisi-kisi tes. Penentuan bobot untuk setiap pokok bahasan dilakukan atas
dasar jumlah waktu pertemuan yang tecantum dalam kurikulum atau Garis-Garis
Besar Program Pengajaran (GBPP) atau RPP.
Standar Kompetensi mata pelajaran adalah deskripsi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai setelah siswa mempelajari mata
pelajaran tertentu pada jenjang pendidikan tertentu pula. Kompetensi Dasar adalah
pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk
menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang telah
ditetapkan, oleh karena itulah maka kompetensi dasar merupakan penjabaran dari
standar kompetensi.
c. Menentukan Indikator
Indikator pada dasarnya adalah suatu ciri-ciri perilaku yang khas dari sebuah
kompetensi atau perilaku yang akan diukur oleh suatu alat. Untuk merumuskan
indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan,
indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang
baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Syarat indikator yang baik:

19
1) Menggunakan kata kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat,
2) Menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih
kata kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan,
3) Dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal pilihan ganda).
(Purnomo, 2012)
Untuk penggunaan tes diperlukan penentuan materi penting sebagai
pendukung kompetensi dasar. Syaratnya adalah materi yang diujikan harus
mempertimbangkan urgensi (wajib dikuasai peserta didik), kontinuitas
(merupakan materi lanjutan), relevansi (bermanfaat terhadap mata pelajaran
lain), dan keterpakaian dalam kehidupan sehari‐hari tinggi (UKRK). Langkah
selanjutnya adalah menentukan jenis tes dengan menanyakan apakah materi
tersebut tepat diujikan secara tertulis/lisan. Bila jawabannya tepat, maka materi
yang bersangkutan tepat diujikan dengan bentuk soal apa, pilihan ganda atau
uraian. Bila jawabannya tidak tepat, maka jenis tes yang tepat adalah tes
perbuatan: kinerja (performance), penugasan (project), hasil karya (product),
atau lainnya.
Ada dua model penulisan indikator, yaitu:
• Model pertama adalah menempatkan kondisinya di awal kalimat. Model
pertama ini digunakan untuk soal yang disertai dengan dasar pernyataan
(stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat, paragraf, gambar, denah, grafik,
kasus, atau lainnya. Contoh: Disajikan tabel statistika (kondisi awal/stimulus),
siswa dapat menentukan (KKO) mean, median, dan modus dari data tersebut.
• Model yang kedua adalah menempatkan peserta didik dan perilaku yang harus
ditampilkan di awal kalimat. Model yang kedua ini digunakan untuk soal yang
tidak disertai dengan dasar pertanyaan (stimulus). Contoh: Siswa dapat
menetukan volume kubus (tidak ada stimulus).
d. Membuat Kisi-Kisi
Kisi-kisi tes juga dikenal dengan istilah blue-print, lay-out, atau tabel
spesifikasi. Manfaat kisi-kisi adalah untuk menjamin sampel soal yang baik, dalam
arti mencakup semua pokok bahasan secara proporsional dan menghasilkan butir-
butir tes sesuai dengan tujuan tes. Agar item-item atau butir-butir tes mecakup
keseluruhan materi (pokok bahasan atau sub pokok bahasan) secara proporsional

20
maka sebelum menulis butir-butir tes, terlebih dahulu harus membuat kisi-kisi
sebagai pedoman. Dengan demikian, jika tersedia sebuah kisi-kisi yang baik, maka
penulis soal yang berbeda akan dapat menghasilkan perangkat soal yang relatif
sama, baik dari tingkat kedalaman maupun cakupan materi yang ditanyakan.
Dengan adanya berbagai variasi kisi-kisi yang disajikan, kisi-kisi harus
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
1) Mewakili isu kurikulum yang akan diujikan.
2) Komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami.
3) Soal - soalnya harus dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang
ditetapkan. (Riyana, 2011)
Tabel spesifikasi atau kisi-kisi soal atau blue print adalah sebuah tabel analisis
yang didalamnya dimuat rincian materi tes dan tingkah laku beserta proporsi yang
dikehendaki oleh tester. Pada tiap petak (sel) dari tabel tersebut diisi dengan angka-
angka yang menunjukkan banyaknya butir soal yang akan dikeluarkan dalam tes
hasil belajar bentuk objektif. Tabel spesifikasi memuat informasi-informasi yang
berhubungan dengan butir-butir soal tes yang akan disusun, seperti bagian-bagian
dari materi pelajaran yang akan diukur (diteskan), taraf kompetensi yang akan
diungkap, banyaknya butir soal untuk masing-masing bagian dan keseluruhan tes,
taraf kesukaran masing-masing soal dan sebagainya.
Tabel 3.1 Contoh Format Tabel Spesifikasi Tes
Kompetensi Dasar
Pokok Jam Mengingat Memahami Menerapkan Jumlah (%) Jumlah
Materi Pelajaran (C1)* (C2)* (C3)* Soal
Bagian I
Bagian II
Bagian III
Jumlah (%)

Contohnya misalnya seorang Guru kimia Kelas XII sebuah Sekolah Menengah
Atas (SMA) pada silabusnya memiliki 5 Jam pelajaran yang akan digunakan untuk
memberikan pelajaran tentang “Unsur – Unsur Gas Mulia (VIIIA)” yang
direncanakankan akan dibagi menjadi :

21
(a) 1 jam pelajaran untuk membahas materi “sifat-sifat fisika gas mulia”,
(b) 1,5 jam pelajaran untuk membahas materi “sifat-sifat kimia gas mulia”,
(c) 0,5 jam pelajaran untuk membahas materi “cara mensistesis gas mulia”,
(d) 2 jam pelajaran digunakan untuk materi “kegunaan dari gas mulia”.
Kompetensi dasar yang ingin dikuasai adalah mengingat (C1) sebesar 20%,
memahami (C2) sebesar 30%, dan menerapkan (C3) sebesar 50%. Guru tersebut
akan mengadakan tes formatif “Gas Mulia” sebanyak 50 soal, maka Langkah-
langkah pembuatan tabel spesifikasi tes nya adalah sebagai berikut :
1. Masukan Pokok Materi yang dibahas dan Kompetensi Dasar yang
diinginkan pada tabel spesifikasi tes.
2. Masukan jumlah jam pelajaran yang dibutuhkan untuk setiap pokok materi
dan hitung persentasenya dengan rumus :
𝐽𝑎𝑚 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖 𝑖
𝑀𝑖 = 𝑥 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐽𝑎𝑚 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟𝑎𝑛
Didapatkan alokasi waktu untuk pokok bahasan “sifat fisika” adalah
1
𝑀1 = 𝑥 100%
5
𝑀1 = 20%
Dengan cara perhitungan yang sama berturut-turut didapatkan persentase
“sifat kimia” adalah 30%, “cara mensintesis” adalah 10% dan “kegunaan”
adalah 40%.
3. Apabila total soal adalah n, maka jumlah soal untuk setiap item dapat
ditentukan dengan rumus : 𝑛𝑖 = 𝑀𝑖 𝑥 𝑛
Contohnya, jumlah soal untuk Pokok Materi 1 (Sifat fisika) adalah :
𝑛1 = 20% 𝑥 50
𝑛1 = 10
Dengan cara yang sama, berturut-turut didapatkan jumlah soal untuk “sifat
kimia” sebanyak 15 soal, “cara sintesis” sebanyak 5 soal dan terakhir
“kegunaan” adalah sebanyak 20 soal.
4. Menentukan alokasi soal untuk setiap kompetensi dasar dari setiap pokok
materi dengan rumus : 𝑛𝑐𝑖 = 𝐶𝑖 𝑥 𝑛𝑖
Contohnya, jumlah soal untuk menguji “Ingatan” dari Pokok Materi 1 (Sifat
fisika) adalah :

22
𝑛11 = 20% 𝑥10 = 2 𝑠𝑜𝑎𝑙
jumlah soal untuk menguji “Penerapan” dari Pokok Materi 4 (Kegunaan)
adalah :
𝑛43 = 50% 𝑥 2 = 10 𝑠𝑜𝑎𝑙
Sehingga tabel spesifikasi tes lengkap nya dijabarkan sebagai berikut :
Kompetensi Dasar Jumlah Jumlah
Pokok Jam Mengingat Memahami Menerapkan (%) Soal
Materi Pelajaran (20%) (30%) (50%)
Sifat Fisika 1 2 3 5 20 10
Sifat Kimia 1.5 3 5 7 30 15
Cara Sintesis 0.5 1 1 3 10 5
Kegunaan 2 4 6 10 40 20
Jumlah 5 10 15 25 100 % 50

5. Alokasikan nomor untuk setiap kompetensi berdasarkan jumlah soal pada


tabel spesifikasi tes dan susun kisi – kisi tes. Kisi-kisi dapat berbentuk
format atau matriks seperti contoh berikut ini.

FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL


Jenis sekolah : ………………………
Jumlah soal : ………………………
Mata pelajaran : ………………………
Bentuk soal/tes : ....................................
Kurikulum : ………………………
Penyusun : 1. …………………
2. …………………
Alokasi waktu : ………………………
Tabel 3.2 Format Kisi – Kisi Penulisan Soal Tes
Standar Kompetensi Kls/ Materi Indikator Nomor
No. Kompetensi Dasar Smt Pokok soal Soal
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

23
e. Menentukan Format Item Tes yang Sesuai
Ada 3 macam tes yang biasa digunakan, yaitu: (1) esei, (2) objektif, dan (3)
problem matematik masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Ada berbagai format untuk tes objektif maupun esei, yaitu :
1) Tes objektif : (1) benar salah (true false), (2) menjodohkan (matching),
dan (3) pilihan ganda (multiple choice)
2) Tes esei : (1) pertanyaan uraian terbuka dan uraian tertutup, (2) jawaban
singkat (short answer), dan (3) isian (completion/fill in).
Suatu metode tes akan memberikan hasil yang kurang tepat dibandingkan
metode yang lain apabila digunakan untuk mengukur tujuan pembelajaran/
prestasi belajar tertentu. Misalnya, jika prestasi belajar yang ingin untuk
diukur adalah “siswa akan mampu mengorganisasikan ide-idenya dan
menuliskannya dengan cara yang logis dan koheren," maka kurang tepat
untuk menggunakan metode objektif yang memaksa siswa untuk memilih
jawabannya dari serangkaian kemungkinan jawaban. Dan jika prestasi
belajar yang ingin diukur adalah ingatan faktual siswa tentang “nama,
tempat, tanggal, dan peristiwa” maka tidak efisien jika menggunakan
pertanyaan esai yang panjang.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa sebuah tes dapat digunakan untuk
berbagai tujuan, tetapi efektivitas dari setiap tujuan akan berbeda satu
dengan lainnya, sehingga dalam kasus dimana tujuan pembelajaran dapat
diukur dengan format item yang berbeda, guru harus memilih format mana
yang paling mudah, tidak rumit dan yang paling efektif.
Pertimbangan – pertimbangan yang dalam memilih format tes yang tepat
adalah :
1. Tujuan Tes
Faktor terpenting yang harus dipertimbangkan adalah tujuan yang diukur lj
dari tes tersebut. Untuk mengukur ide tertulis yang diorganisasikan secara
logis dan koheren, sebaiknya menggunakan esai; untuk mengukur ide secara
langsung, metode lisan. Untuk mengukur sejauh mana pengetahuan faktual
siswa, pemahamannya terhadap prinsip-prinsip, atau kemampuannya dalam
menafsirkan, lebih tepat memilih tes objektif. karena ringkas dan cenderung

24
memiliki reliabilitas skor dan validitas konten yang lebih tinggi. Jika
tujuannya menggunakan hasil tes untuk membuat keputusan yang mengikat
untuk tujuan penilaian atau penerimaan direkomendasikan tes objektif
karena pengambilan sampel konten yang lebih besar dan penilaiannya lebih
objektif.
2. Waktu
Faktor waktu yang dimiliki oleh guru dalam mempersiapkan soal tes juga
menjadi faktor utama dalam pemilihan format tes, karena mempersiapkan 5
soal esai pasti akan lebih mudah daripada mempersiapkan 50 soal tes
objektif. Sehingga apabila guru memiliki waktu yang cukup untuk
menyusun soal objektif maka pastikan soal tersebut dipersiapkan dengan
baik akan tetapi apabila waktu yang dirasa kurang sebaiknya memilih
metode tes esai.
3. Jumlah Peserta Tes
Jika hanya ada sedikit siswa yang diuji dan jika tes tersebut tidak akan
digunakan kembali, maka tes esai atau lisan dapat digunakan. Namun jika
sejumlah besar siswa harus diuji dan/atau jika tes tersebut akan digunakan
kembali di lain waktu dengan kelompok peserta tes lain, lebih disarankan
tes objektif. Karena jauh lebih sulit mengingat 75 item soal objektif daripada
mengingat 5 atau 6 topik esai.
4. Keterampilan yang diujikan
Format tes tertentu akan lebih efektif untuk sebuah keterampilan daripada
format tes lainnya.
5. Tingkat Kesulitan yang diharapkan
Tes yang terbaik adalah tes yang mampu membedakan antara kelompok
yang baik dan kelompok yang kurang belajar, sehingga tingkat kesukaran
soal harus ditentukan (untuk seleksi, diagnostik,formatif, sumatif). Secara
umum tes format objektif akan lebih mudah dijawab daripada format esai.
6. Sarana dan Prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang juga menjadi dasar dalam
pemilihan format tes yang tepat. Apabila fasilitas pendukung terbatas maka
lebih mudah untuk menggunakan format tes esai dengan soal dibacakan

25
langsung atau dituliskan di papan tulis, atau dapat juga menggunakan tes
lisan. Tetapi apabila fasilitas penunjang seperti laptop dan printer tersedia,
maka tes objektif dapat dilakukan karena proses produksi dan penggandaan
soal dapat dilakukan dengan mudah.
7. Usia Peserta Tes
Untuk peserta tes kategori umur dewasa atau siswa jenjang sekolah atas,
format tes yang beragam dan kompleks akan membawa efek tantangan dan
menjaga motivasi tetap tinggi dalam proses belajar, akan tetapi hal ini tidak
berlaku untuk peseta tes kategori umur anak-anak dimana daya tangkap nya
masih sederhana. Format tes yang rumit akan membuat mereka bingung dan
membuat gagal nya proses belajar.
8. Keterampilan Mengajar Guru
Kemampuan individual guru sebagai pembuat tes juga mempengaruhi
pertimbangan dalam pemilihan format tes yang tepat, karena kembali lagi ke
kemampuan individu nya dalam menuliskan dan menjabarkan soal tes yang
tepat. Selain itu sebagian format akan lebih mudah dibentuk daripada format
lainnya. Sehingga penting untuk selalu melatih kemampuan menulis dan
menyusun tes dalam berbagai format, karena skill individual menulis dan
menyusun tes dapat ditingkatkan melalui latihan.
f. Membuat Instrumen
1) Penulisan Soal
Setelah kisi – kisi dalam tabel spesifikasi tersedia, dan format tes yang tepat
telah ditentukan, dilanjutkan dengan membuat butir – butir soal. Banyaknya
butir – butir soal yang harus dibuat untuk setiap bentuk soal, pokok bahasan,
dan untuk setiap aspek kemampuan yang hendak diukur harus disesuaikan
dengan yang tercantum dalam kisi – kisi.
Ada beberapa petunjuk yang harus diperhatikan dalam membuat butir –
butir soal, antara lain:
• Soal yang dibuat harus valid, yaitu mampu mengukur tercapainya
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

26
• Soal yang dibuat harus dapat dikerjakan dengan menggunakan satu
kemampuan spesifik, tanpa dipengaruhi oleh kemampuan lain yang
tidak relevan.
• Soal harus memiliki (kunci) jawaban yang benar. Soal yang tidak
memiliki jawaban yang benar dapat berpengaruh pada mental
psikologis siswa, bahkan dapat pula berimbas kepada kurang
kredibelnya kegiatan pengukuran yang dilakukan.
• Soal yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan
dengan langkah – langkah lengkap sebelum digunakan pada tes yang
sesungguhnya (sesuai dengan jenis tes dan mata pelajaran).
• Menghindari kesalahan ketik, karena hal itu dapat memberikan
makna yang berbeda.
• Menetapkan sejak awal kemampuan yang hendak diukur untuk
setiap soal.
• Memberikan petunjuk cara mengerjakan soal secara jelas. Petunjuk
pengerjaan soal selain dituliskan di awal soal atau kelompok soal,
hendaknya juga disosialisasikan terlebih dahulu kepada siswa
dengan cara dibacakan sebelum tes berlangsung.
2) Menelaah Soal
Meskipun penyusunan soal telah dilakukan dengan kehati – hatian dan
ketelitian, tidak menutup kemungkinan akan terjadi kekeliruan, kesalahan,
atau kekurangan misalnya terkait aspek dalam pengukuran terhadap
kemampuan yang spesifik, penggunaan bahasa, atau juga kekurangan
pemberian opsi jawaban. Oleh karena itu, sebelum dilakukan tes kepada
siswa, ada baiknya dilakukan telaah soal. Menelaah soal dapat dilakukan
secara individu atau pada sejumlah sampel. Sampel uji coba harus memiliki
karakteristik yang relatif sama dengan karakteristik peserta tes yang
sebenarnya.

27
3) Analisis Hasil Tes Uji Coba dan Revisi Soal
Analisis butir soal meliputi analisis validitas, tingkat kesukaran, daya
pembeda, dan analisis pengecoh. Soal – soal yang telah valid secara empirik
kemudian dikonfirmasikan dengan kisi – kisi. Jika soal – soal yang telah
memenuhi syarat atau telah mencerminkan secara proporsional semua
materi yang akan diujikan, soal – soal tersebut selanjutnya dirakit menjadi
seperangkat tes. Tetapi, jika soal – soal yang valid belum memenuhi syarat
berdasarkan hasil konfirmasi dengan kisi – kisi dapat dilakukan perbaikan
terhadap beberapa soal yang diperlukan.
4) Merakit Soal Menjadi Tes
Butir – butir soal yang valid dan secara keseluruhan telah memenuhi syarat
validitas konten kemudian dirakit menjadi sebuah tes yang valid atau tes
final. Tes final ini dihitung reliabilitasnya dan dilaporkan menyertai tes.

28
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam bab 3 maka dari makalah ini dapat disimpulan
Langkah – langkah penyusunan instrumen tes untuk menghasilkan tes yang baik
yaitu tahap pertama, menetapkan tujuan tes misalnya berupa melihat potensi,
mengukur kecepatan, diagnostik, keperluan seleksi, kelulusan, maupun perbaikan
dalam pembelajaran. Tahap kedua yaitu menganalisis kurikulum yang mencangkup
standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan tujuan untuk menentukan bobot
dari suatu pokok bahasan yang akan menjadi dasar dalam menentukan jumlah item
tes. Tahap ketiga yaitu menentukan indikator, syarat indikator yang baik adalah
menggunakan kata kerja operasional yang tepat, menggunakan satu kata kerja
operasional untuk soal objektif dan satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal
uraian, dan dapat dibuatkan soal atau pengecohnya. Langkah keempat yaitu
membuat kisi-kisi, kisi kisi memenuhi beberapa persyaratan yaitu mewakili isu
yang akan diuraikan dan komponennya rinci dan jelas. Langkah kelima adalah
menentukan format tes yang sesuai dengan objektif dan kompetensi yang ingin
dicapai. Langkah terakhir yaitu membuat instrumen yang diawali dengan penulisan
soal, menelaah soal, menganalisis hasil tes uji coba dan revisi soal, dan merakit soal
menjadi tes.

4.2. Saran
Berdasarkan pemaparan materi dalam makalah ini, maka diharapkan pendidik
sebaiknya memperdalam dan memperluas pemahaman mengenai perancangan dan
penyusunan tes, hal ini bermanfaat untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik
memahami suatu materi, sehingga siswa lebih termotivasi untuk lebih
meningkatkan kualitas yang mereka miliki.

29
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman, Fuad. 2011. “Pengembangan Profesionalitas Guru” dalam Modul A
Pengembangan Profesionalisme Guru. UNSRI Palembang.
Aliyah, Himatul. 2014. Studi Analisis Butir-Butir Soal Objektif Berbentuk Multiple
Choice Buatan MGMP LP Ma’arif Kabupaten Kendal Pada Mata
Pelajaran Al-Qur’an Hadits Semester Gasal Siswa Kelas VIII Tahun
Pelajaran 2013/2014. Undergraduate (S1) Thesis, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan. Semarang: UIN Walisongo.
(http://eprints.walisongo.ac.id/7023/, diakses pada 01 September 2019)
Anas, Sudijono. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Fadarwati, Intan Putri. 2015. Penggunaan Teknik Evaluasi Non-Tes dan
Hambatannya Pada Penilaian Pembelajaran PKn SD Di Dabin IV
Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes. Skripsi, Fakultas Ilmu
Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
(https://lib.unnes.ac.id/20445/1/1401411386-s.pdf, diakses 01 September
2019).
Fitriyana, Dina. 2017. Pengaruh Pengembangan Materi Pembelajaran Dan
Kesiapan Belajar Terhadap Kemampuan Psikomotorik Peserta Didik
Pada Mata Pelajaran Fiqih Di Ma Nu Salafiyah Kenduren Wedung
Demak Tahun Pelajaran 2016/2017. Undergraduate (S1) Thesis. Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Kudus: STAIN Kudus.
(http://eprints.stainkudus.ac.id/1812/, diakses 03 September 2019).
Gunawan, Imam dan Anggraini Retno Palupi. 2008. Taksonomi Bloom – Revisi
Ranah Kognitif: Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran,
Dan Penilaian.
(https://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/01/revisi-taksonomi-
bloom.pdf, diakses 01 September 2019).
Purnomo, Eddy. 2012. Modul Materi Pendidikan dan Pelatihan Profesional Guru
(PPG) (Online).
(https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=
4&ved=2ahUKEwiXntjxp7fkAhWKpY8KHWLiC3MQFjADegQIBhAC
&url=http%3A%2F%2Fstaff.unila.ac.id%2Fngadimunhd%2Ffiles%2F20
13%2F07%2FModul-Assesmen-
PLPG2012Final.docx&usg=AOvVaw3_UWkx9O_wZr1kUKWynK7N,
diakses pada 30 Agustus 2019)
Riyana, Cepy. 2011. Komponen – Komponen Pembelajaran (Online).
(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1962090
61986011-
AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Komponen_Pembelajaran.pdf,
diakses pada 30 Agustus 2019)
Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.

30

Anda mungkin juga menyukai