Anda di halaman 1dari 21

MODEL EVALUASI CIPO DAN MODEL EVALUASI DISCREPANCY

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Praktik Evaluasi Program

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Dra. Trie Hartiti Retnowati M. Pd.

Kelompok 7
Eli Meivawati NIM 16701251017
Novaliah NIM 16701251002
Taofan Ali Achmadi NIM 16701251001

PROGRAM STUDI S2 PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan atas segala rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu
tugas mata kuliah Praktik Evaluasi Program. Kami mengucapkan terimakasih
kepada Prof. Dr. Dra. Trie Hartiti Retnowati M. Pd. atas bimbingan selama
perkuliahan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman PEP
Angkatan 2016 atas bantuan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Harapan kami semoga makalah tentang “Model Evaluasi CIPO dan
Discrepancy” ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca khususnya terkait penelitian dan evaluasi pendidikan, untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 8 November 2017


Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL MAKALAH........................................................................i


KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. LATAR BELAKANG MASALAH.........................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH......................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
A. MODEL EVALUASI CIPO.....................................................................3
B. MODEL EVALUASI DISCREPANCY....................................................6

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN............................................................16


A. KESIMPULAN.......................................................................................16
B. SARAN...................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh
mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program
yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang
berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya. Oleh karena itu, dalam melakukan
evaluasi perlu mempertimbangkan model evaluasi yang akan dibuat. Dengan
demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan
didukung oleh data.
Evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta
rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan
apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.
Lebih lanjut Brikerhoff dalam Mardapi (2000) mengemukakan dalam pelaksanaan
evaluasi terdapat tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu: 1) focusing the
evaluation (penentuan fokus yang akan dievaluasi), 2) designing the evaluation
(penyusunan desain evaluasi), 3) collecting information (pengumpulan informasi),
4) analyzing and interpreting (analisis dan interpretasi informasi), 5) reporting
information (pembuatan laporan), 6) managing evaluation (pengelolaan evaluasi),
dan 7) evaluating evaluation (evaluasi untuk evaluasi). Berdasarkan pengertian
tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi, evaluator pada tahap
awal harus menentukan fokus yang akan dievaluasi dan desain/model yang akan
digunakan. Sehingga, dalam makalah ini penyaji akan menjeaskan tentang model
evaluasi CIPO dan Discrepancy.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Apa pengertian evaluasi model CIPO dan Discrepancy?
2. Apa tujuan evaluasi model CIPO dan Discrepancy?
3. Apa saja tahapan evaluasi model CIPO dan Discrepancy?

1
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk pengetian, tujuan dan tahapan-
tahapan dalam evaluasi menggunakan model CIPO dan model Discrepancy.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. MODEL EVALUASI CIPO


CIPO singkatan dari Context, Input, Process, dan Outcome (dalam
beberapa kepentingan outcome bisa didahului oleh output) yang dimodifikasi dari
model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, dan Product). Model evaluasi
CIPO juga berorientasi pada suatu keputusan (a decision oriented evaluation
approach structured), seperti halnya CIPP. Model ini bertitik tolak pada
pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan
peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu
sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja dari berbagai
dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada
deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang
dievaluasi. Stufflebeam (2000) melihat tujuan evaluasi sebagai.
1. Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai
keputusan alternatif;
2. Membantu audience untuk menilai dan mengembangkan manfaat program
pendidikan atau obyek;
3. Membantu pengembangan kebijakan dan program.
Adapun tahap-tahap pada model evaluasi CIPO adalah sebagai berikut.
1. Context
“Context evaluations assess needs, problems, and opportunities as bases for
defining goals and priorities and judging the significance of outcomes”
(Stufflebeam, 2000: 279). Evaluasi konteks merupakan penggambaran dan
spesifikasi tentang lingkungan program, kebutuhan yang belum dipenuhi,
karakteristik populasi dan sampel dari individu yang dilayani dan tujuan
program. Evaluasi konteks membantu merencanakan keputusan, menentukan
kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program.
Evaluasi konteks menurut Arikunto (2009:102) dilakukan untuk menjawab
pertanyaan (a) kebutuhan apa yang belum dipenuhi oleh kegiatan program, (b)

3
tujuan pengembangan manakah yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan, (c) tujuan manakah yang paling mudah dicapai.
2. Input

"Input evaluations assess alternative approaches to meeting needs as a means


of planning programs and allocating resources" (Stufflebeam, 2000: 279).
Evaluasi input membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber
yang ada, altematif untuk mencapai tujuan, bagaimana prosedur kerja untuk
mencapainya. Komponen evaluasi input meliputi: (a) sumber daya manusia,
(b) sarana dan peralatan pendukung, (c) dana/anggaran, dan (d) bagaimana
prosedur dan aturan yang diperlukan.

3. Process

"Process evaluations assess the implementation of plans to guide activities


and later to help explain outcomes" (Stufflebeam, 2000: 279). Evaluasi proses
digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan prosedur atau
rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi
untuk keputusan program dan sebagai arsip prosedur yang telah terjadi.
Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan
diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses
untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan
komponen apa yang perlu diperbaiki.

4. Outcome

Kaufman & Thomas (1980) menyampaikan bahwa outcome merupakan


dampak sosial yang dihasilkan dari proses pendidikan. Dampak sosial yang
dimaksud adalah ketika program mampu mempengaruhi perilaku dan pelaku
pendidikan. Outcome ini juga terdiri dari evaluasi hasil atau produk.

"Product evaluations identify intended and unintended outcomes both to help


keep the process on track and determine effectiveness" (Stufflebeam, 2000:
279). Evaluasi produk dilakukan penilaian untuk mengukur keberhasilan

4
dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, evaluasi
outcome digunakan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan serta
dampak yang dihasilkan oleh program secara keseluruhan. Tahapan outcome
bisa saja didahului oleh evaluasi output. Hal tersebut didasarkan pada
kebutuhan dan tujuan evaluasi yang akan dicapai. Evaluasi output adalah
penilaian terhadap keluaran yang dihasilkan oleh program. Output bisa saja
berupa produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu
kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program.
Contoh Output adalah perubahan pengetahuan, perubahan sikap, kesediaan
berperilaku dan perubahan berprilaku.

Model evaluasi CIPO memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah


sebagai berikut.

a. Mampu mengevaluasi program pendidikan secara komprehensif dan


utuh.
b. Terlalu mementingkan bagaimana proses seharusnya daripada
kenyataan di lapangan.
c. Kesannya terlalu top down dengan sifat manajerial dalam
pendekatannya.
d. Cenderung fokus pada rational management ketimbang mengakui
kompleksitas realitas empiris.

Adapun beberapa keunggulan dari model evaluasi CIPO yakni sebagai


berikut.

a. Mampu mengevaluasi program pendidikan secara komprehensif dan


utuh terlihat dari pendekatan yang holistik dalam pelaksanaan evaluasi,
bertujuan memberikan gambaran yang sangat detail dan luas terhadap
suatu proyek, mulai dari konteksnya hingga saat proses implementasi.
b. Memiliki potensi untuk bergerak di wilayah evaluasi formatif dan
sumatif, sehingga sama baiknya dalam membantu melakukan

5
perbaikan selama program berjalan, maupun memberikan informasi
final.

B. MODEL EVALUASI DISCREPANCY


1. Pengertian
Pada dasarnya semua evaluasi berawal dari kesenjangan antara
harapan dan kenyataan yang disandarkan pada krietaria evaluasi. Namun
demikian, Provus melalui model kesenjangan ini mencoba untuk
mempertajamnya dengan mengemukakan suatu model kesenjangan yang biasa
disebut Discreapancy Evaluation Model atau DEM.
Model evaluasi discrepancy dikenal dengan istilah model evaluasi
kesenjangan program yang dikembangkan oleh Malcolm Provus pada tahun
1951. Evaluasi kesenjangan program adalah sebagai suatu keadaan antara
yang diharapkan dalam rencana dengan yang dihasilkan dalam pelaksanaan
program. Model evaluasi yang menekankan pada pandangan bahwa terdapat
kesenjangan yang terjadi didalam pelaksanaan program. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standar yang sudah ditentukan
dalam program dengan kinerja (performance) dari program tersebut
(Sesmiarni, 2013: 70). Standar yang dimadsudkan disini adalah kriteria yang
ditetapkan sedangkan kinerja (performance) adalah hasil pelaksanaan
program.
Selanjutnya Provus mendefinisikan evaluasi sebagai proses dari (1)
menentukan standar program; (2) menentukan perbedaan antara kinerja
dengan standar; (3) menggunakan ketidak sesuaian sebagai bahan untuk
mengubah kinerja atau standar program. Malcolm Provus (Kaufman &
Thomas, 1980:127) menyatakan “discrepancy model is the discrepancy
between the standards set for the basic of judgment and the actual
performance of the students during and after the completion of the program”.
Model kesenjangan ini menekankan pada pandangan bahwa adanya
kesenjangan penilaian dan hasil kerja siswa dalam pelaksanaan program.

6
2. Tujuan
Model evaluasi kesenjangan atau the discrepancy evaluation model
merupakan model evaluasi yang memiliki fungsi utama untuk mengetahui
tingkat kesesuaian antara standar yang telah ditentukan dalam sebuah program
dengan implementasinya dilapangan. Widoyoko (2009:186) menjelaskan
bahwa tujuan dari model evaluasi kesenjangan (discrepancy) ialah untuk
menganalisis suatu program sehingga dapat ditentukan apakah suatu program
layak diteruskan, ditingkatkan atau sebaiknya dihentikan memntingkan
terdefinisikannya standard, performance, dan discrepancy secara rinci dan
terukur. Dengan kata lain, evaluasi program yang dilaksanakan oleh evaluator
mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen program.
Dengan adanya penjabaran kesenjangan pada setiap komponen program, maka
langkah-langkah perbaikan dapat dilakukan secara jelas.
Disisi lain menurut Provus (dalam Fernandes, 1984) model evaluasi
kesenjangan (discrepancy) bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian
antara baku (standard) yang sudah ditentukan oleh program dalam kinerja
(performance) sesungguhnya dari program tersebut. Dalam hal ini beberapa
kesenjangan yang dapat dievaluasi ialah sebagai berikut:
a) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program;
b) Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh
dengan yang benar-benar direalisasikan;
c) Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan
yang ditentukan;
d) Kesenjangan tujuan;
e) Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah; dan
f) Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten.

7
3. Langkah-langkah dalam Evaluasi Kesenjangan
Model evaluasi kesenjangan (discrepancy) memiliki beberapa langkah-
langkah atau tahapan yang harus dilalui dalam mengevaluasi kesenjangan
pelaksanaan. Sesmiarni (2013: 70) menjelaskan lima langkah
pelakasanaan evaluasi menggunakan model discrepancy dintaranya
sebagai berikut:
a) Tahap Penyusunan Desain, dalam tahap ini dilakukan kegiatan:
merumuskan tujuan program, menyiapkan murid, staf dan kelengkapan
lain, merumuskan standar dalam bentuk rumusan yang menunjuk pada
suatu yang dapat diukur, biasa di dalam langkah ini evaluator
berkonsultasi dengan pengembangan program.
b) Tahap Penetapan Kelengkapan Program, melihat apakah kelengkapan
yang tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan atau belum. Dalam
tahap ini dilakukan kegiatan: meninjau kembali penetapan standar,
meninjau program yang sedang berjalan, dan meneliti kesenjangan
antara yang direncanakan dengan yang sudah dicapai.
c) Tahap Proses (Process), dalam tahap ketiga dari evaluasi kesenjangan
ini adalah mengadakan evaluasi, tujuan tujuan manakah yang sudah
dicapai. Tahap ini juga disebut tahap “mengumpulkan data dari
pelaksanaan program”.
d) Tahap Pengukuran Tujuan (Product), yakni tahap mengadakan analisis
data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh. Pertanyaan yang
diajukan dalam tahap ini adalah .apakah
program sudah mencapai tujuan terminalnya?”
e) Tahap Pembandingan (Programe Comparison), yakni tahap
membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua penemuan
kesenjangan untuk disajikan kepada para pengambil keputusan, agar
mereka dapat memutuskan kelanjutan dari program tersebut. Adapun
kemungkinannya dalam pengambilan keputusan adalah (1)

8
Menghentikan program; (2) Mengganti atau merevisi; (3) Meneruskan;
dan (4) Memodifikasi tujuannya.

Kunci dari evaluasi discrepancy adalah dalam hal membandingkan kinerja


(performance) dengan tujuan yang telah ditetapkan. Wirawan (2011: 106)
menjelaskan enam langkah pelaksanaan model evaluasi discrepancy yaitu:

a) Mengembangkan suatu desain dan standar-standar yang menspesifikasi


karakteristik-karakteristik implementasi ideal dari objek evaluasi.
b) Merencanakan evaluasi menggunakan model evaluasi kesenjangan.
Menentukan informasi yang diperlukan untuk membandingkan
implementasi yang sesungguhnya dengan standar yang mendefinisikan
kinerja objek evaluasi.
c) Menjaring kinerja objek evaluasi yang meliputi pelaksanaan program,
hasil-hasil kuantitatif, dan kualitatif.
d) Mengidentifikasi ketimpangan-ketimpangan (discrepancies) antara
standar-standar pelaksanaan dengan hasil-hasil pelaksanaan objek
evaluasi yang sesungguhnya dan menentukan rasio ketimpangan.
e) Menentukan penyebab ketimpangan antara standar dengan kinerja
objek evaluasi.
f) Menghilangkan ketimpangan dengan membuat perubahan-perubahan
terhadap implementasi objek evaluasi.
g) Langkah-langkah model evalusi kesenjangan di atas digambarkan
dalam Gambar 1.

Mengembangkan desain Menyusun rekomendasi


& standar program untuk menghilangkan
ketimpangan

Merencanakan evaluasi Menentukan alasan


menggunakan model penyebab ketimpangan
evaluasi kesenjangan

9 Mengidentifikasi
Menjaring data mengenai ketimpangan antara
kinerja program kinerja dengan standar
Gambar 1. Langkah-langkah Model Evaluasi Kesenjangan
Sumber: Wirawan (2011: 106)
Sementara itu Fitzpatrick, Sanders, & Worthen (2011: 156)
mengungkapkan bahwa Provus melihat evaluasi sebagai sebuah proses yang
terdiri dari: (a) perumusan standar atau acuan, (b) penentuan kesenjangan
antara kinerja dari sebuah program di lapangan dengan standar kinerja yang
telah ditetapkan, dan (c) penggunaan informasi tentang kesenjangan untuk
membuat keputusan apakah program yang dievaluasi tersebut perlu
ditingkatkan, dipertahakan, atau diakhiri. Berbeda dengan Wirawan, beberapa
tahapan yang perlu diperhatikan dalam menggunakan evaluasi model
kesenjangan ini menurut Fitzpatrick et al. (2011: 156) ialah terdapat 4 tahapan
utama dan 1 tahapan optional dalam model evaluasi Discrepancy, yaitu
sebagai berikut:
a) Program Desain
Berdasarkan tehnik analisis system, program desain adalah sebuah
standar untuk mendefinisikan maksud dari sebuah program dengan
menjelaskan input yang diharapkan, proses, dan output dan pengangkutan
hubungan timbal balik. Dengan kata lain, apa yang akan masuk ke program
(orang, sumber daya, dll), apa kegiatan dan operasi akan berlangsung di
dalamnya, dan perubahan apa atau produk apa yang harus muncul, itu harus
ditentukan atau didesain terlebih dahulu.
b) Pemasangan (Installation)
Program yang telah ditetapkan, kemudian diinstal atau dipasang sesuai
dengan rancangan yang ditetapkan. Rancangan program digunakan sebagai
standar untuk mempertimbangkan langkah-langkah pelaksanaan program.
c) Proses (Process)

10
Pada tahap ini evaluator melihat apakah perilaku atau hasil sementara
berubah sesuai dengan yang diharapkan. Evaluasi difokuskan pada usaha
untuk memperoleh informasi tentang kemajuan pada peserta program.
d) Produk (Product)
Setelah evaluasi instalasi dan evaluasi proses, yang penting selanjutnya
adalah meningkatkan dan menstabilkan program agar dapat berkembang.
Setelah stabilitas telah tercapai kemudian, evaluasi produk menjadi tujuan
akhir dari DEM, dengan menggunakan variabel terisolasi selama proses
evaluasi. Sebuah keuntungan dari melakukan proses dan evaluasi
produk adalah bahwa jika tujuan program akhir ini belum
terpenuhi, itu kemudian memungkinkan untuk menentukan apa
yang salah dan bukti-bukti apa yang sering ditemukan.
e) Analisis Pembiayaan (Cost-benefit Analysis)
Pada tahap ini evaluator melakukan analisis tentang biaya manfaat
dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dengan biaya yang
dikeluarkan.

Senada dengan hal di atas, Fernandes (1984: 9-10) juga


mengungkapkan bahwa lima tahap yang perlu diperhatikan dalam evaluasi
yaitu (1) design stage, mencakup tujuan program serta menentukan orang-
orang yang berperan dalam pelaksanaan program; (2) installation, mencakup
usaha untuk melihat apakah program yang telah berjalan itu selaras dengan
perencanaannya; (3) process, dalam tahap ini evaluator menyelidiki apakah
tujuan telah dicapai; (4) product, mencakup kegiatan pengukuran untuk
mengetahui sudahkah program mencapai tujuan akhirnya; (5) program
comparison, yaitu membandingkan dengan program yang lain. Kelima
tahapan model evaluasi discrepancy tersebut dapat dilihat dalam gambar
berikut ini.

11
Gambar 2. Model Evaluasi Discrepancy
(Sumber: Fernandes, 1984: 9)
Keterangan:

S : Standar (acuan)
P : Program performance (pelaksanaan program)
C : Comparison of S with P (perbandingan dari S dan P)
D : Discrepancy information resulting from C (kesenjangan
informasi yang dihasilka dari C).
T : Terminate (penghentian program)
A : Alteration of P or S (mengubah antara P atau S)
CBA : Cost Benefit Analysis (analisis biaya dan manfaat)

4. Cara Melakukan Evaluasi


Pada dasarnya semua evaluasi berawal dari kesenjangan antara
harapan dan kenyataan yang disandarkan pada kriteria evaluasi. Namun
demikian, Provus melalui model kesenjangan ini mencoba untuk
mempertajamnya dengan mengemukakan suatu model kesenjangan yang biasa
disebut Discreapancy Model atau DEM.
Cara yang ditempuh untuk melakukan model evaluasi kesenjangan/
discrepancy meliputi proses a) Menyetujui standar-standar, b) Menentukan
apakah terdapat kesenjangan antara tampilan program dengan standar
pelaksanaan program yang telah ditetapkan, c) Menggunakan informasi
kesenjangan untuk menentukan sikap apakah meningkatkan, memperbaiki
atau menghentikan program atau hanya beberapa aspeknya (Fitzpatrick,

12
Sanders, dan Worthen, 2004: 75). Proses pembandingan setiap langkah
tersebut mengalami perputaran sebagaimana bagan di bawah ini:

Gambar 3. Alur Pembandingan Komponen dalam Evaluasi Kesenjangan

Gambar di atas menunjukkan bahwa S adalah standar/kriteria program,


P adalah tampilan pelaksanaan program di lapangan, C adalah pembandingan
standar/kriteria program dengan tampilan pelaksanaan program di lapangan, D
adalah informasi kesenjangan, dan A adalah perubahan tindakan program atau
standar baru program. Provus menetapkan bahwa sebuah program yang
sedang dikembangkan harus melalui empat unit evaluasi dan satu unit pilihan.
Masing-masing unit melakukan penilaian terhadap aspek 1) perancangan
program (program design), 2) pengoperasian program (program operation), 3)
hasil sementara program (program interim products), 4) hasil akhir program
(program terminal product) dan pembiayaan program (program cost) sebagai
pilihan.
Contoh penerapan implementasi model evaluasi kesenjangan, misalnya
bagi penyelenggaraan program uji kompetensi guru melalui cara-cara sebagai
berikut: (1) Identifikasi kriteria rancangan program, (2) Pengecekan terhadap
pengoperasian kriteria tersebut dengan tampilan pelaksanaan program di
lapangan, (3) Penilaian terhadap hasil sementara pelaksanaan program di
lapangan berdasarkan kriteria masukan dan kriteria pelaksanaan program, dan
(4) Penilaian hasil akhir program yang telah ditetapkan pada standar/kriteria
penyelenggaraan program.

13
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya disebutkan bahwa menurut
Provus, evaluasi adalah proses: (1) menyetujui berdasarkan standar (istilah
lain yang digunakan secara bergantian dengan istilah tujuan), (2) menentukan
apakah ada kesenjangan antara kinerja aspek-aspek program dengan standar
kinerja yang ditetapkan; (3) menggunakan informasi tentang kesenjangan-
kesenjangan yang ditemukan sebagai bahan untuk meningkatkan mengelola,
atau mengakhiri program atau salah satu aspek dari program tersebut.
Pendekatan Discrepancy Evaluation Model. Pendekatan ini
memperkenalkan pelaksanaan evaluasi dengan langkah-langkah yang perlu
dilakukan, meliputi: (1) Definisi, (2) Instalasi, (3) Proses, (4) Produk, (5)
Analisis Biaya-Manfaat (Cost-Benefit Analysis). Dalam tahap definisi, focus
kegiatan dilakukan untuk merumuskan tujuan, proses atau aktifitas, serta
pengalokasian sumberdaya dan partisipan untuk melakukan aktifitas dan
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Provus, program
pendidikan merupakan system dinamis yang meliputi inputs (antecedent),
proses, dan outputs (juga outcomes). Standar atau harapan-harapan yang ingin
dicapai ditentukan untk masing-masing komponen tersebut. Standar ini
merupakan tujuan program yang kemudian menjadi criteria dalam kegiatan
penilaian yang dilakukan.
Selanjutnya pada tahap instalasi, rancangan program digunakan
sebagai standar untuk mempertimbangkan langkah-langkah operasional
program. Seorang evaluator perlu mengembangkan seperangkat tes
kongruensi untuk mengidentifikasi tiap kesenjangan antara instalasi program
atau aktifitas yang diharapkan dan yang actual. Hal ini perlu untuk
meyakinkan bahwa program telah diinstal sesuai dengan rancangan yang
ditetapkan. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa banyak rancangan
program yang sama dioperasionalkan oelh guru-guru dengan aktifitas yang
berbeda-beda.
Pada tahap proses, evaluasi difokuskan pada upaya bagaimana
memperoleh data tentang kemajuan para peserta program, untuk menentukan
apakah perilakunya berubah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Jika

14
ternyata tidak, maka perlu dilakukan perubahan terhadap aktifitas-aktiaitas
yang diarahkan untuk mencapai tujuan perubahan perlaku tersebut.
Selama tahap produk, penilaian dilakukan untuk menentukan apakah
tujuan akhir program tercapai atau tidak. Provus membedakan antara dampak
terminal (immediate outcomes) dan dampak jangka panjang (long term-
outsomes). Dengan pemikiran ini ia mendorong evaluator untuk tidak hanya
mengevaluasi hasil berupa kinerja program, tetapi lebih dari itu perlu
mengadakan studi lanjut sebagai bagian dari evaluasi.
Tahap lainnnya yang ditawarkan Provus adalah analisis biaya-manfaat
(cost-benefit analysis), dimana hasil-hasil yang diperoleh dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis ini menjadi sangat urgen dalam
keadaan sumber daya (khususnya biaya) pembangunan pendidikan yang
sangat terbatas (limited resources).
Apapun kesenjangan yang ditemukan melalui evaluasi, Provus
menganjurkan agar pemecahan masalah dilakukan secara kooperatif antara
evaluator dengan staf pengelola program. Proses kerjasama yang dilakukan
antara lain membicarakan tentang: (1) mengapa ada kesenjangan, (2) upaya
perbaikan apa yang mungkin dilakukan, (3) upaya mana yang paling baik
dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

5. Kritik terhadap Model Evaluasi Discrepancy


Model evaluasi kesenjangan/ discrepancy ini memiliki beberapa keterbatasan
yang menjadi kritik bagi penerapannya. Seperti yang dipaparkan Worthen dan
Sanders (2004-214) sebagai berikut:
Limitations of discrepancy evaluation model: (1) Demands a
lengthy time commitment; may be expensive to carry through, (2)
Inadequate methodology for establishing standards, (3) requires
large, expert, well-articulated staff, (4) designed for completed
evaluation, (5) partial evaluation not considered.

Hal ini menunjukkan bahwa beberapa keterbatasan yang ada dalam


model evaluasi discrepancy yang dikembangkan Provus ini yaitu (1) menuntut

15
komitmen dalam waktu yang panjang (2) metodologi yang tidak memadai
untuk menetapkan standar, (3) membutuhkan large, expert, well-articulated
staff, (4) dirancang untuk evaluasi secara utuh; evaluasi parsial tidak
dipertimbangkan.
Berdasarkan hal tersebut, kritik yang dapat disampaikan terhadap
evaluasi ini berfokus utama pada bagian penetapan standar. Beberapa program
terkadang tidak memiliki standar pencapaian yang jelas, umumnya pencapaian
tujuan suatu program dirumuskan secara deskriptif saja. Untuk itu, dibutuhkan
staf yang dalam hal ini dimaksudkan penyelenggara atau penanggung jawab
program yang large, expert, well-articulated. Hal-hal tersebut apabila tidak
mampu dipenuhi, dapat menjadi “bumerang” tersendiri dalam pelaksanaan
evaluasi yang menggunakan model evaluasi discrepancy dimana perbandingan
hasil evaluasi berdasarkan pada standar atau tujuan dengan realita yang terjadi
di lapangan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Model evaluasi CIPO merupakan modifikasi dari model evaluasi
CIPP. Model evaluasi CIPO berorientasi pada suatu keputusan (a decision
oriented evaluation approach structured). Langkah-langkah model evaluasi
CIPO terdiri dari Evaluasi Context, Evaluasi Input, Evaluasi Process, dan
Evaluasi Outcome. Dalam beberapa keperluan dan tujuan tertentu, tahap
outcome bisa didahului oleh tahap output. Kekurangan dari model evaluasi
CIPO adalah memerlukan waktu yang lama dan memerlukan unit biaya
evaluasi yang cukup besar, namun disisi lain model evaluasi CIPO mampu
mengevaluasi program pendidikan secara komprehensif dan utuh.

16
Model evaluasi discrapency merupakan evaluasi kesenjangan yang
dilihat sebagai suatu keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan
yang dihasilkan dalam pelaksanaan program. Model evaluasi yang
menekankan pada pandangan bahwa terdapat kesenjangan yang terjadi
didalam pelaksanaan program. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kesesuaian antara standar yang sudah ditentukan dalam program dengan
kinerja (performance) dari program tersebut. Kelemahan dari model ini adalah
waktu yang panjang, metodologi yang tidak memadai untuk menetapkan
standar, membutuhkan large, expert, well-articulated staff, dan evaluasi
parsial tidak dipertimbangkan.

B. SARAN
Penggunaan model evaluasi pada dasarnya bisa dimodifikasi sesuai
dengan tujuan dan kebutuhan evaluasi. Hal tersebut didasarkan pada evaluasi
tidak untuk menemukan teori, dalil, atau menarik kesimpulan umum
(generalisasi), sehingga penggunaan model evaluasi bersifat dinamis dan
fleksibel tergantung siapa dan untuk apa model tersebut digunakan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. dan Safrudin, C. (2009). Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman


Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara

Fernandes, H.J.X. (1984). Evaluating of educational program. Jakarta: National


Education Planning, Evaluation and Curriculum Development.

Fitzpatrick, J. L., Sanders, J. R., & Worthen, B. R. (2011). Program evaluation


alternative approaches and practical guidlines (4th ed.). Upper Saddle River:
Pearson Education.

Fitzpatrick, J.L, James R Sanders, and Blaine R. Worthen. (2004). Program


Evaluation: Alternative Approaches Practical Guidelines. San Fransisco:
Pearson Education, Inc.

Kaufman, R., & Thomas, S. (1980). Evaluation without fear. New York: New
Viewpoints.

Sesmiarni, Z. (2013). Model Evaluasi Program Pembelajaran. Lampung: Aura


Publishing.

Stufflebeam, D.L., Madaus, G.F., & Kellaghan, T. (2000). Evaluation models


viewpoints on educational and human services evaluations, second edition.
New York: Kluwer Academic Publisher

Tayibnapis, F., Y. (2000). Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta.

Widoyoko, Eko P. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi


Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wirawan. (2011). Evaluasi: Teori, model, standar, aplikasi, dan profesi. Jakarta:
Rajawali Pers.

18

Anda mungkin juga menyukai