MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Praktik Evaluasi Program
Kelompok 7
Eli Meivawati NIM 16701251017
Novaliah NIM 16701251002
Taofan Ali Achmadi NIM 16701251001
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan atas segala rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu
tugas mata kuliah Praktik Evaluasi Program. Kami mengucapkan terimakasih
kepada Prof. Dr. Dra. Trie Hartiti Retnowati M. Pd. atas bimbingan selama
perkuliahan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman PEP
Angkatan 2016 atas bantuan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Harapan kami semoga makalah tentang “Model Evaluasi CIPO dan
Discrepancy” ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca khususnya terkait penelitian dan evaluasi pendidikan, untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
A. MODEL EVALUASI CIPO.....................................................................3
B. MODEL EVALUASI DISCREPANCY....................................................6
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Apa pengertian evaluasi model CIPO dan Discrepancy?
2. Apa tujuan evaluasi model CIPO dan Discrepancy?
3. Apa saja tahapan evaluasi model CIPO dan Discrepancy?
1
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk pengetian, tujuan dan tahapan-
tahapan dalam evaluasi menggunakan model CIPO dan model Discrepancy.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
tujuan pengembangan manakah yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan, (c) tujuan manakah yang paling mudah dicapai.
2. Input
3. Process
4. Outcome
4
dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, evaluasi
outcome digunakan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan serta
dampak yang dihasilkan oleh program secara keseluruhan. Tahapan outcome
bisa saja didahului oleh evaluasi output. Hal tersebut didasarkan pada
kebutuhan dan tujuan evaluasi yang akan dicapai. Evaluasi output adalah
penilaian terhadap keluaran yang dihasilkan oleh program. Output bisa saja
berupa produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu
kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program.
Contoh Output adalah perubahan pengetahuan, perubahan sikap, kesediaan
berperilaku dan perubahan berprilaku.
5
perbaikan selama program berjalan, maupun memberikan informasi
final.
6
2. Tujuan
Model evaluasi kesenjangan atau the discrepancy evaluation model
merupakan model evaluasi yang memiliki fungsi utama untuk mengetahui
tingkat kesesuaian antara standar yang telah ditentukan dalam sebuah program
dengan implementasinya dilapangan. Widoyoko (2009:186) menjelaskan
bahwa tujuan dari model evaluasi kesenjangan (discrepancy) ialah untuk
menganalisis suatu program sehingga dapat ditentukan apakah suatu program
layak diteruskan, ditingkatkan atau sebaiknya dihentikan memntingkan
terdefinisikannya standard, performance, dan discrepancy secara rinci dan
terukur. Dengan kata lain, evaluasi program yang dilaksanakan oleh evaluator
mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen program.
Dengan adanya penjabaran kesenjangan pada setiap komponen program, maka
langkah-langkah perbaikan dapat dilakukan secara jelas.
Disisi lain menurut Provus (dalam Fernandes, 1984) model evaluasi
kesenjangan (discrepancy) bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian
antara baku (standard) yang sudah ditentukan oleh program dalam kinerja
(performance) sesungguhnya dari program tersebut. Dalam hal ini beberapa
kesenjangan yang dapat dievaluasi ialah sebagai berikut:
a) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program;
b) Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh
dengan yang benar-benar direalisasikan;
c) Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan
yang ditentukan;
d) Kesenjangan tujuan;
e) Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah; dan
f) Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten.
7
3. Langkah-langkah dalam Evaluasi Kesenjangan
Model evaluasi kesenjangan (discrepancy) memiliki beberapa langkah-
langkah atau tahapan yang harus dilalui dalam mengevaluasi kesenjangan
pelaksanaan. Sesmiarni (2013: 70) menjelaskan lima langkah
pelakasanaan evaluasi menggunakan model discrepancy dintaranya
sebagai berikut:
a) Tahap Penyusunan Desain, dalam tahap ini dilakukan kegiatan:
merumuskan tujuan program, menyiapkan murid, staf dan kelengkapan
lain, merumuskan standar dalam bentuk rumusan yang menunjuk pada
suatu yang dapat diukur, biasa di dalam langkah ini evaluator
berkonsultasi dengan pengembangan program.
b) Tahap Penetapan Kelengkapan Program, melihat apakah kelengkapan
yang tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan atau belum. Dalam
tahap ini dilakukan kegiatan: meninjau kembali penetapan standar,
meninjau program yang sedang berjalan, dan meneliti kesenjangan
antara yang direncanakan dengan yang sudah dicapai.
c) Tahap Proses (Process), dalam tahap ketiga dari evaluasi kesenjangan
ini adalah mengadakan evaluasi, tujuan tujuan manakah yang sudah
dicapai. Tahap ini juga disebut tahap “mengumpulkan data dari
pelaksanaan program”.
d) Tahap Pengukuran Tujuan (Product), yakni tahap mengadakan analisis
data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh. Pertanyaan yang
diajukan dalam tahap ini adalah .apakah
program sudah mencapai tujuan terminalnya?”
e) Tahap Pembandingan (Programe Comparison), yakni tahap
membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua penemuan
kesenjangan untuk disajikan kepada para pengambil keputusan, agar
mereka dapat memutuskan kelanjutan dari program tersebut. Adapun
kemungkinannya dalam pengambilan keputusan adalah (1)
8
Menghentikan program; (2) Mengganti atau merevisi; (3) Meneruskan;
dan (4) Memodifikasi tujuannya.
9 Mengidentifikasi
Menjaring data mengenai ketimpangan antara
kinerja program kinerja dengan standar
Gambar 1. Langkah-langkah Model Evaluasi Kesenjangan
Sumber: Wirawan (2011: 106)
Sementara itu Fitzpatrick, Sanders, & Worthen (2011: 156)
mengungkapkan bahwa Provus melihat evaluasi sebagai sebuah proses yang
terdiri dari: (a) perumusan standar atau acuan, (b) penentuan kesenjangan
antara kinerja dari sebuah program di lapangan dengan standar kinerja yang
telah ditetapkan, dan (c) penggunaan informasi tentang kesenjangan untuk
membuat keputusan apakah program yang dievaluasi tersebut perlu
ditingkatkan, dipertahakan, atau diakhiri. Berbeda dengan Wirawan, beberapa
tahapan yang perlu diperhatikan dalam menggunakan evaluasi model
kesenjangan ini menurut Fitzpatrick et al. (2011: 156) ialah terdapat 4 tahapan
utama dan 1 tahapan optional dalam model evaluasi Discrepancy, yaitu
sebagai berikut:
a) Program Desain
Berdasarkan tehnik analisis system, program desain adalah sebuah
standar untuk mendefinisikan maksud dari sebuah program dengan
menjelaskan input yang diharapkan, proses, dan output dan pengangkutan
hubungan timbal balik. Dengan kata lain, apa yang akan masuk ke program
(orang, sumber daya, dll), apa kegiatan dan operasi akan berlangsung di
dalamnya, dan perubahan apa atau produk apa yang harus muncul, itu harus
ditentukan atau didesain terlebih dahulu.
b) Pemasangan (Installation)
Program yang telah ditetapkan, kemudian diinstal atau dipasang sesuai
dengan rancangan yang ditetapkan. Rancangan program digunakan sebagai
standar untuk mempertimbangkan langkah-langkah pelaksanaan program.
c) Proses (Process)
10
Pada tahap ini evaluator melihat apakah perilaku atau hasil sementara
berubah sesuai dengan yang diharapkan. Evaluasi difokuskan pada usaha
untuk memperoleh informasi tentang kemajuan pada peserta program.
d) Produk (Product)
Setelah evaluasi instalasi dan evaluasi proses, yang penting selanjutnya
adalah meningkatkan dan menstabilkan program agar dapat berkembang.
Setelah stabilitas telah tercapai kemudian, evaluasi produk menjadi tujuan
akhir dari DEM, dengan menggunakan variabel terisolasi selama proses
evaluasi. Sebuah keuntungan dari melakukan proses dan evaluasi
produk adalah bahwa jika tujuan program akhir ini belum
terpenuhi, itu kemudian memungkinkan untuk menentukan apa
yang salah dan bukti-bukti apa yang sering ditemukan.
e) Analisis Pembiayaan (Cost-benefit Analysis)
Pada tahap ini evaluator melakukan analisis tentang biaya manfaat
dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dengan biaya yang
dikeluarkan.
11
Gambar 2. Model Evaluasi Discrepancy
(Sumber: Fernandes, 1984: 9)
Keterangan:
S : Standar (acuan)
P : Program performance (pelaksanaan program)
C : Comparison of S with P (perbandingan dari S dan P)
D : Discrepancy information resulting from C (kesenjangan
informasi yang dihasilka dari C).
T : Terminate (penghentian program)
A : Alteration of P or S (mengubah antara P atau S)
CBA : Cost Benefit Analysis (analisis biaya dan manfaat)
12
Sanders, dan Worthen, 2004: 75). Proses pembandingan setiap langkah
tersebut mengalami perputaran sebagaimana bagan di bawah ini:
13
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya disebutkan bahwa menurut
Provus, evaluasi adalah proses: (1) menyetujui berdasarkan standar (istilah
lain yang digunakan secara bergantian dengan istilah tujuan), (2) menentukan
apakah ada kesenjangan antara kinerja aspek-aspek program dengan standar
kinerja yang ditetapkan; (3) menggunakan informasi tentang kesenjangan-
kesenjangan yang ditemukan sebagai bahan untuk meningkatkan mengelola,
atau mengakhiri program atau salah satu aspek dari program tersebut.
Pendekatan Discrepancy Evaluation Model. Pendekatan ini
memperkenalkan pelaksanaan evaluasi dengan langkah-langkah yang perlu
dilakukan, meliputi: (1) Definisi, (2) Instalasi, (3) Proses, (4) Produk, (5)
Analisis Biaya-Manfaat (Cost-Benefit Analysis). Dalam tahap definisi, focus
kegiatan dilakukan untuk merumuskan tujuan, proses atau aktifitas, serta
pengalokasian sumberdaya dan partisipan untuk melakukan aktifitas dan
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Provus, program
pendidikan merupakan system dinamis yang meliputi inputs (antecedent),
proses, dan outputs (juga outcomes). Standar atau harapan-harapan yang ingin
dicapai ditentukan untk masing-masing komponen tersebut. Standar ini
merupakan tujuan program yang kemudian menjadi criteria dalam kegiatan
penilaian yang dilakukan.
Selanjutnya pada tahap instalasi, rancangan program digunakan
sebagai standar untuk mempertimbangkan langkah-langkah operasional
program. Seorang evaluator perlu mengembangkan seperangkat tes
kongruensi untuk mengidentifikasi tiap kesenjangan antara instalasi program
atau aktifitas yang diharapkan dan yang actual. Hal ini perlu untuk
meyakinkan bahwa program telah diinstal sesuai dengan rancangan yang
ditetapkan. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa banyak rancangan
program yang sama dioperasionalkan oelh guru-guru dengan aktifitas yang
berbeda-beda.
Pada tahap proses, evaluasi difokuskan pada upaya bagaimana
memperoleh data tentang kemajuan para peserta program, untuk menentukan
apakah perilakunya berubah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Jika
14
ternyata tidak, maka perlu dilakukan perubahan terhadap aktifitas-aktiaitas
yang diarahkan untuk mencapai tujuan perubahan perlaku tersebut.
Selama tahap produk, penilaian dilakukan untuk menentukan apakah
tujuan akhir program tercapai atau tidak. Provus membedakan antara dampak
terminal (immediate outcomes) dan dampak jangka panjang (long term-
outsomes). Dengan pemikiran ini ia mendorong evaluator untuk tidak hanya
mengevaluasi hasil berupa kinerja program, tetapi lebih dari itu perlu
mengadakan studi lanjut sebagai bagian dari evaluasi.
Tahap lainnnya yang ditawarkan Provus adalah analisis biaya-manfaat
(cost-benefit analysis), dimana hasil-hasil yang diperoleh dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis ini menjadi sangat urgen dalam
keadaan sumber daya (khususnya biaya) pembangunan pendidikan yang
sangat terbatas (limited resources).
Apapun kesenjangan yang ditemukan melalui evaluasi, Provus
menganjurkan agar pemecahan masalah dilakukan secara kooperatif antara
evaluator dengan staf pengelola program. Proses kerjasama yang dilakukan
antara lain membicarakan tentang: (1) mengapa ada kesenjangan, (2) upaya
perbaikan apa yang mungkin dilakukan, (3) upaya mana yang paling baik
dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
15
komitmen dalam waktu yang panjang (2) metodologi yang tidak memadai
untuk menetapkan standar, (3) membutuhkan large, expert, well-articulated
staff, (4) dirancang untuk evaluasi secara utuh; evaluasi parsial tidak
dipertimbangkan.
Berdasarkan hal tersebut, kritik yang dapat disampaikan terhadap
evaluasi ini berfokus utama pada bagian penetapan standar. Beberapa program
terkadang tidak memiliki standar pencapaian yang jelas, umumnya pencapaian
tujuan suatu program dirumuskan secara deskriptif saja. Untuk itu, dibutuhkan
staf yang dalam hal ini dimaksudkan penyelenggara atau penanggung jawab
program yang large, expert, well-articulated. Hal-hal tersebut apabila tidak
mampu dipenuhi, dapat menjadi “bumerang” tersendiri dalam pelaksanaan
evaluasi yang menggunakan model evaluasi discrepancy dimana perbandingan
hasil evaluasi berdasarkan pada standar atau tujuan dengan realita yang terjadi
di lapangan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Model evaluasi CIPO merupakan modifikasi dari model evaluasi
CIPP. Model evaluasi CIPO berorientasi pada suatu keputusan (a decision
oriented evaluation approach structured). Langkah-langkah model evaluasi
CIPO terdiri dari Evaluasi Context, Evaluasi Input, Evaluasi Process, dan
Evaluasi Outcome. Dalam beberapa keperluan dan tujuan tertentu, tahap
outcome bisa didahului oleh tahap output. Kekurangan dari model evaluasi
CIPO adalah memerlukan waktu yang lama dan memerlukan unit biaya
evaluasi yang cukup besar, namun disisi lain model evaluasi CIPO mampu
mengevaluasi program pendidikan secara komprehensif dan utuh.
16
Model evaluasi discrapency merupakan evaluasi kesenjangan yang
dilihat sebagai suatu keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan
yang dihasilkan dalam pelaksanaan program. Model evaluasi yang
menekankan pada pandangan bahwa terdapat kesenjangan yang terjadi
didalam pelaksanaan program. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kesesuaian antara standar yang sudah ditentukan dalam program dengan
kinerja (performance) dari program tersebut. Kelemahan dari model ini adalah
waktu yang panjang, metodologi yang tidak memadai untuk menetapkan
standar, membutuhkan large, expert, well-articulated staff, dan evaluasi
parsial tidak dipertimbangkan.
B. SARAN
Penggunaan model evaluasi pada dasarnya bisa dimodifikasi sesuai
dengan tujuan dan kebutuhan evaluasi. Hal tersebut didasarkan pada evaluasi
tidak untuk menemukan teori, dalil, atau menarik kesimpulan umum
(generalisasi), sehingga penggunaan model evaluasi bersifat dinamis dan
fleksibel tergantung siapa dan untuk apa model tersebut digunakan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Kaufman, R., & Thomas, S. (1980). Evaluation without fear. New York: New
Viewpoints.
Wirawan. (2011). Evaluasi: Teori, model, standar, aplikasi, dan profesi. Jakarta:
Rajawali Pers.
18