Anda di halaman 1dari 28

MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Program


Pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Dosen Pengampu: Dr. Asyraf Suryadin, M.Pd.

Oleh:
Kelompok 5

Novitawati (170141273)
Mila Rosita (170141290)
Sella (170141286)
Haznah Dwiana (170141279)
Ferina Desiria (170141272)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANGKA BELITUNG
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. atas Rahmat dan Hidayah-
Nya. shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta para
sahabat yang telah memperjuangkan Islam, sehingga kita bisa merasakan
indahnya Iman dan menjadi Ihsan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah evaluasi
program. Kami sebagai penulis menyadari bahwa penyelesaian makalah ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Asyraf Suryadin, M.Pd., selaku Ketua Universitas Muhammadiyah
Bangka Belitung
2. Bapak Romadhon, S.T, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar.
3. Bapak Dr. Asyraf Suryadin, M.Pd., selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
Evaluasi Program
4. Seluruh dosen dan civitas akademika Universitas Muhammadiyah Bangka
Belitung
5. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu proses penyelesaian makalah.
Kami menyadari berbagai kelemahan dan kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
Ilmu Pendidikan, khususnya di Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung.
Akhir kata, saran dan kritik yang membangun, kami harapkan demi perbaikan dan
pengembangan makalah ini.

Pangkalanbaru, 30 Oktober 2020

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB III MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM................................... 1
A. Pengertian Model Evaluasi Program.................................................. 1
B. Berbagai Model Evaluasi Program..................................................... 3
C. Ketepatan Penentuan Evaluasi Program............................................ 3
D. Tugas...................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 25

iii
BAB V
MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM

A. Pengertian Model Evaluasi Program


Sebelum kita mengetahui pengertian model evaluasi program, kita harus
tau dulu pengertian dari model itu apa. Secara umum model diartikan sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu
kegiatan. Dalam pengertian lain, model juga diartikan sebagai barang atau benda
sesungguhnya, seperti “globe” yang merupakan model dari bumi tempat kita
hidup.
Menurut Sarliaji Cayaray (2014: 01) Model adalah representasi dari suatu
objek, benda, atau ide-ide dalam bentuk yang disederhanakan dari kondisi atau
fenomena alam. Model berisi informasi- informasi tentang suatu fenomena yang
dibuat dengan tujuan untuk mempelajari fenomena sistem yang sebenarnya. Mills,
berpedapat bahwa “ modeladalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual
yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak
berdasarkan model itu,”. Model merupakan interprestasi terhadap hasil observasi
dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan model merupakan suatu
objek yang kita jadikan sebagai pedoman untuk melakukan suatu kegiatan
tersebut.
Menurut Sulthon (2006: 272) Istilah evaluasi menujuk pada suatu proses
untuk menentukan nilai dari stu kegiatan tertentu. Evaluasi berarti penentuan
sampai seberapa jauh sesuatu berharga, bermutu, atau bernilai. Menurut Darodjat
Wahyudhiana (2015: 3) Evaluasi merupakan membandingkan apa yang telah
dicapai dari suatu program dengan apa yang seharusnya dicapai berdasarkan
standar/kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Arifin dalam Asrul dkk
(2015: 03) Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan
untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka mengambil suatu keputusan.

1
2

Berdasarkan penyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi


merupakan sesuatu yang menentukan apa yang kita lakukan tersebut beharga atau
bernilai tidak berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Model evaluasi
merupakan desain evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli evaluasi, yang
biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap evaluasinya. Menurut
Arikunto & Jabar dalam Darodjat dan Wahyudhiana (2015: 04) meskipun terdapat
perbedaan pendapat tentang model-model evaluasi, namun maksudnya sama yaitu
kegiatan pengumpulan data yang berkaitan dengan objek yang dievaluasi sebagai
bahan bagi pengambilan keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu
program.
Secara umum Menurut Nurhanifah (2016: 48) pengertian program adalah
penjabaran dari suatu rencana, dalam hal ini program merupakan bagian dari
perencanaan dan sering pula diartikan bahwa program adalah kerangka dasar dari
pelaksanaan suatu kegiatan. Sedangkan Menurut Muhaimin dkk (2009: 349)
Program merupakan pernyataan yang berisi kesimpulan dari beberapa harapan
atau tujuan yang saling bergantung dan saling terkait, untuk mencapai suatu
sasaran yang sama.Biasanya suatu program mencakup seluruh kegiatan yang
berada di bawah unit administrasi yang sama, atau sasaran-sasaran yang saling
bergantung dan saling melengkapi, yang semuanya harus dilaksanakan secara
bersamaan atau berurutan.
Sedangkan menurut Zainal Arifin (2010: 4) Program adalah rencana atau
rancangan kegiatan yang akan dilakukan. Program adalah suatu unit atau kesatuan
kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan,
berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu
organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Program bukan hanya kegiatan
tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat tetapi merupakan
kegiatan yang berkesinambungan
Berdasarkan penyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
program adalah suatu rancangan kegiatan yang kita lakukan. Jadi dapat dipahami
bahwa model evaluasi program adalah aktivitas yang sistematis tentang sesuatu
yang beharga dan bernilai dari suatu objeksuatu rangkaian kegiatan yang
3

dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan programdan


dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan
yang direncanakan 

B. Berbagai Model Evaluasi Program


Dalam ilmu evaluasi program pendidikan, ada banyak yang bisa
digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Meskipun antara satu dengan
lainnya berbeda, namun maksudnya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan
data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi, yang tujuannya
menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut
suatu program. Model-model evaluasi ada yang dikategorikan berdasarkan yang
menemukan dan yang mengembangkannya, serta ada juga yang diberi sebutan
sesuai dengan sifat kerjanya. Dalam hal ini Stephen Isaac (1986, dalam Fernandes
1984) mengatakan bahwa model-model tersebut diberi nama sesuai dengan fokus
atau penekanannya. Lebih jauh Isaac membedakan adanya empat hal yang
digunakan untuk membedakan ragam model evaluasi, yaitu (1) berorientasi pada
tujuan program –good oriented, (2) berorientasi pada keputusan – decision
oriented, (3) berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya –
transactional oriented, dan (4) berorientasi pada pengaruh dan tampak program –
research oriented.
Ada beberapa ahli evaluasi program yang dikenal sebagai penemu modal
evaluasi program adalah Stufflebeam., Metfessel, Michael Scriven, Stake, dan
Glaser. Kaufman dan Thomas membedakan model evaluasi menjadi delapan
yaitu:
1. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.
2. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
3. Counter Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
4. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
5. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi
dilakukan.
6. CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebean.
4

7. Discrepany Model, yang dikembangkan oleh Provus.

Tidak semua model yang disebutkan diatas dibahas pada bab ini, tetapi
hanya model-model yang banyak dikenal serta digunakan saja. Adapun beberapa
di antara model-model dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Goal Oriented Evaluation Gold
Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018:
41) Goal oriented evaluation model ini merupakan model yang muncul paling
awal. Yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari
program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, mencek seberapa jauh
tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program. Model
ini dikembangkan oleh Tyler.
2. Goal free Evaluation Model
Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018:
41) Model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini dapat
dikatakan berlawanan dengan model yang pertama yang dikembangkan oleh
Tyler. Jika dalam model yang dikembangkannya oleh Tyler, evaluator terus-
menerus memantau tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat sejauh mana
tujuan tersebut sudah dapat dicapai, dalam model goal free evaluation
(evaluasi lepas dari tujuan) justru menoleh dari tujuan. Menurut Michael
Scriven, dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu
memperhatikan apa yang terjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan
dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan
mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif
(yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (yang sebetulnya
memang tidak diharapkan.
Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan karena ada
kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika
masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan,
tetapi evaluator lupa memerhatikan seberapa jauh masing-masing penampilan
5

tersebut mendukung penampilan akhir yang diharapkan oleh tujuan umum


maka akhirnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak manfaatnya.
Dari uraiaan ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “evaluasi
lepas dari tujuan” dalam model ini bukannya lepas sama sekali dari tujuan,
tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan
tujuan umum yang akan dicapai oleh program, bukan secara rinci per
kelompok.
3. Formatif-Summatif Evaluation Model.
Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018:
42) selain model “evaluasi lepas dari tujuan”. Michael Scriven juga
mengambangkan model lain, yaitu model formatif-sumatif. Model ini
menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi
yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (disebut evaluasi
formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (disebut evaluasi
sumatif).
Berbeda dengan model yang pertama dikembangkan, model yang kedua
ini ketika melaksanakan evaluasi, evaluator tidak dapat melepaskan diri dari
tujuan. Tujuan evaluasi formatif memang berbeda dengan tujuan evaluasi
sumatif. Dengan demikian, model yang dikemukakan oleh Michael Scriven
ini menunjuk tentang “apa, kapan, dan tujuan’ evaluasi tersebut dilaksanakan.
Para evaluator pendidikan, termasuk guru-guru yang mempunyai tugas
evaluasi, tentu sudah mengenal dengan baik apa yang dimaksud dengan
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Hampir setiap bulan gru-guru
melaksanakan evaluasi formatif dalam bentuk ulangan harian. Evaluasi
tersebut dilaksanakan untuk mengetahui sampai seberapa tinggi tingkat
keberhasilan atau ketercapaian tujuan untuk masing-masing pokok bahsan.
Dikarenakan luas atau sempitnya materi yang tercakup di dalam pokok
bahasan setiap mata pelajaran tidak sama, maka berapa kali untuk masing-
masing mata pelajaran.
Evaluasi formatif secara prinsip merupakan evaluasi yang dilaksanakan
ketika program masih berlangsung atau ketika program masih dekat dengan
6

permulaan kegiatan. Tujuan evaluasi formatif tersebut adalah mengetahui


seberapa jauh program yang dirancang dapat belangsung, sekalipun
mengidentidikasi hambatan. Dengan diketahuinya hambatann dan hal-hal
yang menyebabakn program tidak lancar, pengambil keputusan secara dini
dapat mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan
program.
Evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir. Tujuan dari
evaluasi sumatif adalah untuk mengukur ketercapaian program. Fungsi
evaluasi sumatif dalam evaluasi program pembelajaran dimaksudkan sebagai
sarana untuk mengetahui posisi atau kedudukan individu didalam
kelompoknya. Mengingat bahwa objek sasaran dan wajtu pelaksanaan
berbeda antara evaluasi formatif dan sumatif maka lingkup sasaran yang
dievaluasi juga berbeda. Pembicaraan tentang hal ini secara luas dan
mendalam akan dikaji di bagian selanjutya.
4. Countenance Evaluation Model
Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018:
43) Model ini dikembangkan oleh Stake. Menurut ulasan tambahan yang
diberikan oleh Fernandes (1984), model Stake menekankan pada adanya
pelaksanaan dua hal pokok; yaitu (1) deskripsi (description) dan (2)
pertimbangan (judgment); serta membedakan adanya tiga tahap dalam
evaluasi program, yaitu (1) anteseden (antecedents/context), (2) transaksi
(transaction/process), dan (3) keluaran (ouput-outcomes). Oleh Stake, model
evaluasi yang diajukan dalam bentuk diagram, menggambarkan deskripsi dan
tahapan seperti berikut.
Tiga hal yang dituliskan di antara dua diagram, menunjukkan objel atau
sasaran evaluasi. Dalam setiap program yang dievaluasi, evaluator harus
mampu mengidentifikasi tiga hal, yaitu (1) anteseden-yang diartikan sebagai
konteks, transaksi-yang diartikan sebagai proses-, dan (3) outcoems-yang
diartikan sebagai hasil. Selanjutnya, kedua matriks yang digambarkan sebagai
deskripsi dan pertimbangan, menunjukkan langkah-langkah yang terjadi
selama proses evaluasi.
7

Matriks pertama, yaitu deskripsi, berkaitan atau menyangkut dua hal


ang menunjukkan posisi sesuatu (yang menjadi sasaran evaluasi), yaitu apa
maksud tujuan yang diharapkan oleh program, dan pengamatan/akibat, atau
apa yang sesungguhnya terjadi atau apa yang betul-betul terjadi. Selanjutnya
evaluator mengikuti matriks kedua, yang menunjukkan langkah
pertimbangan, yang dalam langkah tersebut mengacu pada standar.
Menurut Stake, ketika evaluator tengah mempertimbangkan program
pendidikan, mereka mau tidak mau harus melakukan dua perbandingan, yaitu
1. Membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang
terjadi di program lain, dengan objek sasaran yang sama;
2. Membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang
diperuntukkan bagi program yang bersangkutan, didasarkan pada tujuan
yang akan dicapai.
Bertitik tolak dari penjelasan Fernandes terhadap objek dan cara kerja
model tersebut, penulis memberikan nama pada model yang dikemukakan oleh
Stake ini dengan nama bahasa Indonesia, yaitu model dekripsi-pertimbangan.

5. CSE-UCLA Evaluasi Model


Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018:
44) CSE-UCLA terdiri dari dua singkatan, yaitu CSE dan UCLA. CSE
merupakan singkatan dari University of California in Los Angeles. Ciri dari
model CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi,
yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak.
Fernandes (1984) memberikan penjelasan tentang model CSE-UCLA
menjadi empat tahap, yaitu (1) needs assessment, (2) program planning, (3)
formative evaluation, dan (4) summative evaluation.
Keterangan:
a. CSE Model: Needs Assessment.
Dalam tahap ini evaluator memusatkan perhatian pada penentuan
masalah.
8

Pertanyaan yang di ajukan:


1) Hal-hal apa yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan
keberadaan program?
2) Kebutuhan apakah yang terpenuhi sehubungan dengan adanya
pelaksanaan program ini?
3) Tujuan jangka panjang apakah yang dapat dapat dicapai melalui
program ini?

b. CSE Model Program Planning


Dalam tahap kedua CSE model ini Evaluator mengumpulkan data yang
terkait langsung dengan pembelajaran dan mengarah pada pemenuhan
kebutuhan yang telah diidentifikasi pada tahap kesatu. Dalam tahap
perencanaan ini program PBM dievaluasi dengan cermat untuk mengetahui
apakah rencana pembelajaran telah disusun berdasarkan hasil anlisis
kebutuhan.
c. CSE Model: Formative Evaluation
Dalam tahap ketiga ini evaluator memusatkan perhatian pada
keterlaksanaan program. Dengan demikian, evaluator diharpkan betul-betul
terlibat dalam program karena harus mengumpulkan data dan berbagai
informasi dari pengembang program.
d. CSE Model: Summative Evaluation
Dalam tahap keempat, yaitu evaluasi sumatif, para evaluator diharapkan
dapat mengumpulkan semua data tentang hasil dan dampak dari program.
Melalui evaluasi sumatif ini, diharapkan dapat diketahui apakah tujuan yang
dirumuskan untuk program sudah tercapai, dan jika belum dicari bagian mana
yang belum dan apa penyebabnya.

6. CIPP Evaluation Model


Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018:
45) Model evaluasi merupakan model yang paling banyak dikenal dan
diterapkan oleh para evaluator, sehingga uraian yang diberikan relative
9

panjang dibandingkan dengan mode-model lainnya. Model CIIP ini


dikembangkan oleh Stuflebeam, dkk. (1967) di Ohio State University. CIPP
yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu
Context evaluation : evaluasi teehadap konteks
Input evaluation : evaluasi terhadap masukkan
Process evaluation : evaluasi terhadap proses
Product evaluation : evaluasi terhadap hasil
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut
merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lainadalah koponen dari proses
sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model
evaluasi yang memandang program yang dievaluasi yang memandang
program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Jika tim evaluator sudah
menentukan model CIPP sebgai model yang akan digunkan untuk
mengevaluasi program yang ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus
menganalisis program tersebut berdsarkan komponen-komponennya.
Seorang ahli evaluasi dari University of Washington bernama Gilbert
Sax (1980) memberikan arahan kepada evaluator tentang bagaimana
mempelajrai tiap-tiap komponen yang ada dalam setiap program yang
dievaluasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Model ini sekarang
disempurnakan dengan satu komponen O, singkatan dari outcome (s)
sehingga menjadi model CIPPO.
Model CIPP hanya berhenti pada mengukur output (product),
sedangkan CIPPO sampai pada implementasi dari product. Sebagai contoh,
jika product berhenti pada lulusan, sedangkan outcome (s) sampai bagaimana
kiprah lulusan tersebut di masyarakat, dan untuk product pabrik, bukan hanya
mengandalkan kualitas barang, tetapi kepada kepuasan konsumen.
a. Evaluasi Konteks
Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018:
46) evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan
lingkungan,kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang
dilayani, dan tujuan proyek, contoh pengajuan pertanyaan, untuk evaluasi
10

diarahkan pada program makanan tambahan anak sekolah (PMTAS).


Ada empat pertanyaan yng dapat diajukan sehubungan dengan dengan
evaluasi konteks, yaitu:
1) Kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program, misalnya
jenis makanan dan siswa yang belum menerima?
2) Tujuan pengembangan apakah yang belum dapat tercapai oleh
program, misalnya peningkatan kesehatan dan prestasi siswa karena
adanya makanan tambahan?
3) Tujuan pengembangan apakah yang dapat membantu
mengembangkan masyarakat, misalnya kesadaran orang tua untuk
memberikan makanan bergizi kepada anak-anaknya?
4) Tujuan-tujuan mana sajakah yang paling mudah dicapai, misalnya
pemerataan makanan, ketetapan penyediaan makanan?

b. Evaluasi Masukan
Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi masukan. Maksud dari
evaluasi masukkan adalah kemampuan awal siswa dan sekolah dalam
menunjang PMTAS, antara lain kemampuan sekolah dalam menyediakan
petugas yang tepat, pengatur menu yang andal, ahli kesehatan yang
berkualitas. Pernyataan-penyataan yang diajukan untuk program pendidikan
yang berkenaan dengan masukkan, anatara lain:
1) Apakah makanan yang diberikan kepada siswa berdampak jelas pada
perkembangan siswa?
2) Berapa orang siswa yang menerima dengan senang hati atas makanan
tambahan ini?
3) Bagaimana reaksi siswa terhadap pelajaran setelah menerima
makanan tambahan?
4) Seberapa tinggi kenaikan nilai siswa setelah menerima makanan
tambahan?
11

c. Evaluasi Proses
Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan
yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai
penanggung jawab program, ‘kapan” (when) kegiatan akan selesai. Dalam
model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang
dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Oleh
Stufflebeam diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses antara lain
sebagai berikut.
1) Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal?
2) Apakah staf yang terlibat di dalam pelaksanaan program akan sanggup
menangani kegiatan selama program berlangsung dari kemungkinan jika
dilanjutkan?
3) Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara
maksimal?
4) Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program
dan kemungkinan jika program dilanjutkan?

d. Evaluasi Produk atau Hasil


Evaluasi produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang meunjukkan
perubahan yang terjadi pada masukan mentah, dalam PMTAS adalah siswa
yang menerima makanan tambahan. Evaluasi produk merupakan tahap akhir
dari serangkain evaluasi program. Dalam program PMTAS, pertanyaan-
pertanyaan yang dapat diajukan, antara lain:
1) Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?
2) Pernyataan-pernyataan apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan antara
rincian proses dengan pencapaian tujuan?
3) Dalam hal-hal apakah berbagai kebutuhan siswa sudah dapat dipenuhi
selama proses pemberian makanan tambahan (misalnya varisi makanan,
banyaknya ukuran makanan, dan ketetapan waktu pemberian)?
4) Apakah dampak yang diperoleh siswa dalam waktu yang relatif panjang
dengan adanya program makanan tambahan ini?
12

7. Discrepancy Model
Discrepancy adalah istilah bahasa inggris, yang di terjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi “kesenjangan”, Model yang dikembangkan
oleh Malcom Provus ini merupakan model yang menekankan pada
pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Dari sebelas
model yang menunjuk pada langkah-langkah yang dilakukan dalam evaluasi,
sebagian lain menunjuk ada penekanan atau objek sasaran, dan ada yang
sekaligus menunjukkan sasaran dan langkah atau pentahapan. Model yang
dikembangkan oleh Malcolm Provus, menekankan pada kesenjangan yang
sebetulnya merupakan persyarataan umum bagi semua kegiatan evaluasi,
yaitu mengukur adanya perbedaan anatara yang seharusnya dicapai dengan
yang sudah rill dicapai.

C. KETEPATAN PENENTUAN MODEL EVALUASI


1. Makna Ketepatan Model Evaluasi bagi Program yamg Dievaluasi
a. Program Pemrosesan
Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018:
49), yang dimaksud dengan “program pemrosesan” adalah program yang
kegiatan pokoknya megubah bahan mentah (input) menjadi ahan jadi sebagai
hasil proses atau keluaran (output). Di bawah ini diberikan dua buah contoh
program pemrosesan: a) pembelajaran, dan b) program kepramukaan.
1) Program pembelajaran
Dalam kegiatannya adalah mengubah siswa yang belum menguasai
ilmu tertentu menjadi menguasai, terjadi dalam suatu proses transformasi
sampai lulusprogrampembelajaran dikatakan sukses apabila berhasil
menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi, yaitu menguasai ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan diri,
keluarga, dan masyarakat.
2) Program kepramukaan
Sebuah program yang kegiatan utamanya untuk mengubah siswa atau
anggota pramuka yang semula belum menguasai teori dan praktik
13

kepramukaan, menjadi mahir dan mampu melakukan tugas-tugas mulia


kepramukaan.
Ciri khusus dari program pemrosesan ini adalah adanya sesuatu yang
semula berada dalam kondisi awal sebagai masukan, kemudian diolah dan
ditransformasi menjadi suatu keluaran yang dikehendaki oleh tujuan
program.

b. Program Layanan
Program layanan (service) adalah sebuah kesatuan kegiatan yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu sehingga merasa puas
sesuai degan tujuan program. Dua contoh program yang dapat
diklasifikasikan sebagai program layanan adalah
1) Program perpustakaan
Program yang kegiatannya menguasahakan agar para pemakai bahan
koleksi (pengunjung maupun pelanggan) merasa puas karena mendapat
layanan sebaik-baiknya. Dengan kegiatan utamanya layanan kepada
pelangan maka yang menjadi komponen utama adalah pemakai bahan
koleksi.
2) Program koperasi
Kegiatan operasi adalah mengusahakan sesuatu sesuai dengan jenis
koperasi yang bersanngkutan agar dapat memuaskan pelanggan. Jika jenis
programnya koperasi simpan pinjam maka yang dimaksud dengan
pelanggan adalah anggota yang menyimpan dan anggota yang meminjam
uang. Bagi koperasijenis konsumsi, yang menjadi komponen pokoknya
adalah pelanggan yang tidak lain adalah pembeli.
Dalam program jenis layanan ini yang menjadi cirri utama adalah
adanya “raja” yang dilayani dengan mendapat layanan yang sebaik-
baiknya.
3) Program bank
Komponen dari program ini adalah lokasi yang strategis, gedung,
kenyamanan, ruangan, keramahan, pegawai, pengaturan antrean sehingga
14

menambah kelancaran proses transaksi, fasilitas transaksi yang tersedia,


dan lain-lain.jika komponen-kompoenen tadi diabaikan maka
kemungkinan para nasabah/pelanggan beralih ke bank lain (Suharsimi
Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, 2018: 50).

c. Program umum
Tidak seperti pada program jenis pemograman dan layanan yang
dengan jelas dapat dikenali jenisnyakarena ada masukan (input) yang diolah
menjadi keluaran (output), dan pada program layanan ada “raja” yang
dilayani, pada program jenis ketiga justru tidak tampak apa yang menjadi ciri
utama. Oleh karena itu, program ini disebut juga dengan program umum.
Berikut ini contoh program umum.
1) Program makanan tambahan anak sekolah (PMTAS)
Sejak awal tahun Sembilan puluhan pemerintah mengaluarkan sebuah
kebijakan untuk memberikan bantuan makanan sehat kepada siswa
sekolah dasar dan dikenal dengan nama program makanan tambahan anak
sekolah (PMTAS). PMTAS ini dipandang sebagai sebuah program karena
merupakan hasil suatu kebijakan.
2) Program peringatan lustrum sekolah (PPLS)
Sebuah program yang menerapkan sebuah kebijakan. PPLS
merupakan kegiatan berjangka sangat singkat, jadi agak susah jika
dikategorikan sebagai program pemrosesan. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa PPLS bukanlah program layanan. PPLS memiliki
komponen-komponen atau factor-faktor penting, tetapi tidak ada yang
dominan (Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, 2018: 51).
Dalam bagian bab ini kita sudah mempelajari model-model yang
secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu a)
menekankan pada langkah program, b) menekankan pada komponen, c)
gabungan dari langkah dan komponen, dan d) menekankan pada
kesenjangan.
15

Dalam menentukan apakah sebuah model tepat bagi suatu jenis


program, kita perlu menganalisis masing-masing pihak yang akan
dipasnagkan. Dalam hal ini yang dipasangkan adalah program dengan
jenisnya dan model evaluasi.

2. Model Evaluasi yang Tepat untuk Program Pemrosesan


Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018: 52),
dalam pembahasan program di atas dikemukakan dua contoh pemrosesan, yaitu
pembelajaran dan kepramukaan.
a. Model goal oriented evaluation untuk program pemrosesan
Model evaluasi yang dikemukakan oleh Tlyer, yaitu goal oriented
evaluation tau evaluasi yang berorientasi pada tujuan, yaitu sebuah model
evaluasi yang menekankan peninjauan pada tujuan, yaitu sebuah model
evaluasi yang menekankan peninjauan pada tujuan sejak awal kegiatan dan
berlangsung secara berkesinambungan. Program pembelajaranyang mewakili
jenis program pemrosesan ini merupakan sebuah proses pengalihan ilmu dan
pembimbingan. Sebelum para guru memulai melakukan kegiatan mengajar,
harus membuat persiapan mengajar yang diarahkan pada pencapaian tujuan.
Para evaluator dapat mengecek apakah rencana mengajar yang dibuat oleh
guru betul-betul sudah benar, mengatakan kegiatannya pada tujuan?
Selanjutnya pembelajaran melalui langkah-langkah yang berkesinambungan.
Berdasarkan penjelasan tadi maka model evaluasi yang berorientasi
pada tujuan ini cocok diterapkan untuk mengevaluasi program yang jenisnya
pemerosesan dalam bentuk pembelajaran. Peninjauan atas keterlaksanaan
tujuan, dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
b. Model Goal Free Evaluationuntuk Program Pemrosesan
Model goal free evaluation, dapat diterjemahkan menjadi model
evaluasi bebas tujuan. Model yang dikemukakan oleh Scriven ini
menjelaskan bahwa dalam tata kerjanya tidak boleh terlalu rinci bila
menekankan evaluasi pada pencapaian tujuan. Seperti dikatakan oleh
pencetusnya, model goal free evaluation tidak berarti melupakan tujuan sama
16

sekali atau tidak memberikan batasan kepada para evaluator, bahkan


melarangnya untuk melupakan tujuan program, tetapi memberikan peringatan
agar tidak bekerja secara rinci pada tujuan khusus yang dapat menjurus pada
tujuan yang umum. Dengan peringatan tersebut evaluator boleh berpikir
tentang pencapaian tujuan. Program pembelajaran dan kepramukaan dasar
kejayaanya adalah pencapaian tujuan. Program pembelajaran dan
kepramukaan dasar kerjanya adalah pencapaian tujuan. Dikarenakan model
evaluasi bebas tujuan ini tidak menolak tata kerja berdasarkan tujuan maka
dalam mengevaluasi program pembelajaran dan kepramukaan, evaluator
dapat menggunakan model evaluasi bebas tujuan. Berdasarkan kesimpulan
dapat dipahami bahwa penggunaan model evaluasi bebas tujuan sama dengan
penggunaan model evaluasi beroroentasi pada tujuan.
c. Model Formative-Summative Evaluation untuk Program Pemrosesan
Model evaluasi formatif-sumatif yang juga dikemukakan oleh Scriven
ini mengemukakan adanya dua macam evaluasi, yaitu formatif (yang
dilakukan selama program berlangsung), dan evaluasi sumatif (yang
dilakukan sesudah program berakhir atau pada akhir pengujung program).
Program pembelajaran dan kepramukaan adalah program yang kegiatannya
memproses masukan melalui transformasi dan mengahasilkan keluaran. Kata
“memproses” sudah menunjukkan bahwa kegiatan dalam program tersebut
berkesinambungan.
Dalam memahami bentuk kegiatan yang berkesinambungan kita dapat
berpikir tentang pemenggalan beberapa kali sesuai dnegan kesatuan yang
dibentuk di dalam program. Dengan pemenggalan para evaluator dapat
melalukan evaluasi formatif keg=tika program berlangsung. Dalam program
pembelajaran, bentuk pemenggalan tertera dalam terselesaikannya pokok
bahasan setelah habis diajarkan kepda siswa. Dalam program kepramukaan,
bentuk pemenggalannya terletak pada akhir setiap jenis latihan. Untuk
evaluasi sumatif tampaknya tidak ada masalah. Setiap jenis program tentu
akan berakhir, dan pada akhir kegiatan program itulah evaluasi sumatif
dilakukan.
17

Berdasarkan penjelasan melalui dua contoh program di atas dapat


disimpulkan bahwa model evaluasi formatif-sumatif sesuai untuk
mengevaluasi program pemrosesan. Evaluasi formatif dapat dilaksanakan
pada akhir program.
d. Model DeskripsiPertimbangan untuk Program Pemrosesan
Model deskripsi pertimbangan yang dikemukakan oleh Stake ini
menekankan pada dua langkah pekerjaan evaluasi, yaitu deskripsi, kemudian
berdasarkan hasil deskripsi evaluator melakukan pertimbangan,
membandingkannya dengan kondisi yang diharapkan. Oleh Stake dijelaskan
bahwa yang dideskripsikan ada tiga hal, yaitu antecendents (konteks),
transaction (proses), dan outcomes (hasil).
Marilah kita lakukan analisis terhadap dua hal yang akan dipasangkan.
Dalam isi deskripsi yang ada pada model evaluasi, kita melihat pada deskripsi
kedua, yaitu proses. Di dalam program pemrosesan juga terdapat proses, yaitu
pengubahan masukan jadi keluaran. Dalam program pembelajaran, yang
diproses adalah siswa, yaitu dalam pembelajaran itu sendiri, sedangkan dalam
program kepramukaan yang diproses adalah pramuka, yaitu dalam berbagai
proses latihan.
Berdasarkan analisis diatas diketahui bahwa antara keduanya terdapat
persamaan, yaitu kedua-duanya terdapat proses. Dengan demikian, dapat kita
simpulkan bahwa model evaluasi deskripsi pertimbangan tampaknya cocok
digunakan untuk mengevaluasi program pemrosesan.
e. Model Evaluasi CSE-UCLA untuk Program Pemrosesan
Dalam model evaluasi CSE-UCLA terdapat empat tahapan proses,
yaitu perencanaan, proses, formatif, dan sumatif. Agar tidak mengurangi arti
penjelasan yang sudah diberikan, dapat diambil kesimpulan bahwa model
evaluasi CSE-UCLA sesuai digunakan untuk mengevaluasi program
pemrosesan. Jika dicontohkan pada program pembelajaran dan kepramukaan
maka jelaslah bahwa model CSE-UCLA dapat ditetapkan untuk
mengevaluasi kedua program tersebut.
18

f. Model Evaluasi CIPP untuk Program Pemrosesan


Model evaluasi CIPP (Context-Inouts-Process-Product) mengarahkan
objek sasaran evaluasinya pada proses dan masukan sampai hasil. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa model ini sangat tepat dan cocok
digunakan untuk mengevaluasi program pemrosesan. Demikian juga dengan
CIPPO yang dituntut akan outcome(s)-nya.
g. Model Evaluasi Kesenjangan untuk Program Pemrosesan
Model evaluasi kesenjangan dikemukakan oleh Malcolm Provus,
merupakan salah satu model yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
semua jenis program. Yang menjadi dasar dalam evaluasi program adalah
menilai kesenjangan. Dengan demikian, tanpa perlu menganalisis pihak-pihak
yang dipasangakan kita segera dapat menyimpulkan bahwa model evaluasi
kesenjangan dapat diterapkan untuk mengevaluasi program pemrosesan.

3. Model Evaluasi yang Tepat untuk Program Layanan


Berdasarkan kajian yang lalu, ada dua contoh program yang bentuk
kegiatannya melayani pelanggan dan mendapat status sebagai “raja”. Dua
program dimaksud adalah perpustakaan dan koperasi. Dalam pembahasannya
dijelaskan bahwa program layanan bukanlah program pemrosesan, meskippun
dalam kegiatannya juga berlangsung dalam proses. Dalam program layanan tidak
ada sesuatu yang berstatus masukan dan diolah dalam sebuah transformasi
sehingga menjadi keluaran. Program perpustakaan dan koperasi tidak ada yang
diproses, tetapi dilayani (Mochtar Kusuma, 2016: 55).
Model evaluasi apakah yang cocok dengan layanan? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut mari kita analisis terhadap model-model evaluasi yang sudah
kita kenal dengan cara memasangkan program dnegan pemrosesan. Kita lakukan
analisis terhadap model berorientasi pada tujuan sampai dnegan model
kesenjangan untuk program-program layanan yang dicontohkan.
a. Model Goal Oriental Evaluation untuk Program Layanan
Pada kajian awal, sudah dikemukakan tiga contoh program jenis
layanan, yaitu program perpustakaan, program koperasi, dan program bank.
19

Ketiganya memiliki komponen utama yang harus mendapat layanan istimewa


seperti “raja”. Dikatakan komponen utama karena sangat menentukan “hidup
mati”-nya program. Tepatkah jika ketiga program tersebut dievaluasi dengan
model evaluasi yang berorientasi pada tujuan?
Program perpustakaan merupakan sebuah satuan kegiatan sebagai
realisasi suatu kebijakan, yaitu sebelum mulai beroperasi, perpustakaan harus
dirancang secara matang. Model evaluasi berorientasi pada tujuan dan
dilakukan sejak awal proses kegiatan secara berkesinambungan. Pada awal
kegiatan perpustakaan, program sudah dapat mulai dievaluasi oleh evaluator
program. Sejak awal pula program sudah dapat dievaluasi seberapa jauh
program tersebut mencapai tujuan, dalam hal ini memberikan layanan sebaik-
baiknya kepada para pelanggan. Selanjutnya, evaluasi program masih tetap
dapat dilakukan kapan saja dengan menanyakan kepada para pelanggan
seberapa jauh mereka sudah dihapuskan oleh layanan perpustakaan.
Bagaimakah dengan program koperasi? Dalam program koperasi yang
menjadi komponen istimewa dan harus dilayani sebaik-baiknya adalah
pelanggan, penyimpanan, dan peminjam untuk koperasi simpan pinjam dan
pembeli untuk koperasi penjualan. Sejak hari pertama buka dan melayani
pelanggan, evaluator sudah dapat mengadakan evaluasi melalui Tanya jawab
kepada para pelanggan tentang bagaimana kualitas layanan yang diberikan
oleh petugas koperasi. Demikian secar terus-menerus, dari katu ke waktu,
evaluator dapat melakukan evaluasi secara berkesinambungan.
b. Model goal free evaluation untuk program layanan
Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018:
57) model evaluasi bebas tujuan dapat diterapkan, atau tepat digunakan untuk
program layanan sepert program perpustakaan, koperasi, dan bank.
c. Model formative-summative evaluation untuk program layanan
Model formatif dan sumantif sudah banyak dipahami oleh guru,
karena model ini dianjurkan oleh pemerintah melalui menteri pendidikan dan
termasuk dalam lingkup evaluasi pembelajaran di kelas.
20

Evaluasi formatif bertujuan untuk menentukan derajat materi siswa


pada satu proses pembelajaran. Evaluasi formatif dilakukan secara periodik
(awal, tengah, atau akhir) melalui blok atau unit-unit dalam proses belajar
mengajar. Berfungsi untuk memperbaiki proses pembelajaran maupun
strategi pengajaran yang telah diterapkan.
Evaluasi sumantif digunakan untuk menentukan keputusan para siswa
selama mengikuti proses belajar mengajar. Evaluasi sumantif dilakukan oleh
guru setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan waktu tertentu,
misalkan pada akhir proses belajar mengajar, termasuk juga akhir kuartal atau
akhir semester.
Evaluasi sumantif bertujuan untuk menentukan posisi siswa dalam
kaitannya dengan penguasaan materi pembelajaran yang telah diikuti selama
satu proses pembelajaran. Siswa yang memiliki posisi dengan hasil baik dapat
dikatakan berhasil dan direkomendasikan dapat melanjutkan kejenjang kelas
yang lebih tinggi dan sebaliknya siswa yang gagal diberi remesi atau
mengulang dikelas yang sama (Mochtar Kusuma, 2016: 77-78).
Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018:
57) evaluasi formatif dan sumantif merupakan dua jenis kegiatan evaluasi
yang dapat dikatakan merupakan cuplikan dari proses evaluasi
berkesinambungan sehingga cocok untuk program layanan.
a. Model deskripsi pertimbangan untuk program layanan
Model ini menekankan kegiatan evaluasi pada objek sasaran deskripsi
komponen program, kemudian dianalisis dengan penimbangan kriteria yang
ditentukan. Upaya untuk membandingkan deskripsi hasil evaluasi dengan
kriteria, maka dapat disimpulkan membandingkan kondisi ada dengan tujuan
program.
Model deskripsi pertimbangan yang dikemukakan oleh stake dalam
Darodjat dan Wahyudhiana (2015: 4), memenuhi persyaratan untuk
digunakan dalam mengevaluasi program layanan seperti perpustakaan dan
koperasi yang tujuan programnya jelas, dapat dievaluasi dengan model
evaluasi deskripsi-pertimbangan.
21

d. Model Bebas Tujuan


Model bebas tujuan dapat dilakukan tanpa mengetahui tujuan itu
sendiri. Oleh karena itu, evaluasi perlu menilai pengaruh nyata tentang profil
kebutuhan yang dilanjutkan dengan tindakan dalam pendidikan. Untuk
melakukan evaluasi bebas ada dua item informasi yaitu a) penilaian tentang
pengaruh nyata dan b) penilaian tentang profil kebutuhan yang hendak
dinilai.
Kelebihan model bebas tujuan diantaranya adalah pengaruh konsep
tersebut pada masyarakat, bahwa tanpa mengetahui tujuan dari kegiatan yang
telah dilakukan, seorang penilai bisa melakukan evaluasi.Sedangkan
kelemahan model bebas tujuan yaitu pertama, model bebas tujuan ini pda
umumnya gagal dalam menjawab pertanyaan penting seperti apa pengaruh
dan bagaimana mengidentifikasi pengaruh tersebut?
Kedua, tidak terlalu berhasil dalam menggambarkan bagaimana
evaluasi sebaiknya dilaksanakan. Ketiga, tidak merekomendasikan
bagaiamana menghasilkan penilaian kebutuhan, walaupun pada akhirnya
mengarah kepada penilaian kebutuhan (Mochtar Kusuma, 2016: 85).
e. Model evaluasi CIPP untuk program layanan
Model evaluasi CIPP (Context, Input, Process and Product) pertama
kali dikenalkan oleh Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi
Safruddin Abdul Jabar (2018: 57) sebagai hasil usahanya mengevaluasi
ESEA (the Elementary and Secondary Education Act) tepat dan cocok
diterapkan untuk mengevaluasi program layanan seperti halnya program
perpustakaan, koperasi dan bank.
Evaluasi model CIPP pada garis besarnya melayani empt macam
keputusan: 1) perencanaan keputusan yang memengaruhi pemilihan tujuan
umum dan tujuan khusus, 2) keputusan pembentukan yang kegiatannya
mencakup pemastian strategi optimal dan desain proses untuk mencapai
tujuan yang telah diturunkan dari keputusan perencanaan, 3) keputusan
implementasi, para evaluator mengusahakan sarana-prasarana untuk
menghasilkan dan meningkatkan pengambilan keputusan, rencana, metode,
22

dan strategi yang hendak dipilih, 4) keputusan pemutaran, jika suatu program
itu diteruskan, lalu dimodifikasi dan berhenti secara total atas dasar kriteria
yang ada (Mochtar Kusuma, 2016: 87).
Model CIPP hanya tepat untuk program pemrosesan. Keempat kata
yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi,
yaitu komponen dan proses sebuah program kegiatan.
1) Evaluasi Konteks (Context Evaluation) Banyak rumusan evaluasi
konteks yang dinyatakan oleh para ahli evaluasi, di antaranya adalah Sax.
Ia menjelaskan bahwa evaluasi konteks adalah kegiatan pengumpulan
informasi untuk menentukan tujuan, mendefinisikan lingkungan yang
relevan.
2) Evaluasi Masukan (Input Evaluation) orientasi utama evaluasi input
adalah menentukan cara bagaimana tujuan program dicapai Evaluasi
masukan dapat membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-
sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi
untuk mencapai tujuan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
Komponen evaluasi masukan meliputi: (a) sumber daya manusia (b)
sarana dan peralatan pendukung, (c) dana/anggaran, dan (d) berbagai
prosedur dan aturan yang diperlukan.
3) Evaluasi Proses (Process Evaluation) evaluasi proses adalah: mengecek
pelaksanaan suatu rencana/program. Tujuannya adalah untuk
memberikan feedback bagi manajer dan staf tentang seberapa aktivitas
program yang berjalan sesuai dengan jadwal, dan menggunakan sumber-
sumber yang tersedia secara efisien, memberikan bimbingan untuk
memodifikasi rencana agar sesuai dengan yang dibutuhkan,
mengevaluasi secara berkala seberapa besar yang terlibat dalam aktifitas
program dapat menerima dan melaksanakan peran atau tugasnya
Evaluasi proses digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi
rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap
implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program, dan
sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses
23

meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan


dalam praktik pelaksanaan program.
4) Evaluasi Hasil (Product Evaluation) evaluasi produk merupakan
penilaian yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan dalam
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Data yang dihasilkan akan
sangat menentukan apakah program diteruskan, dimodifikasi atau
dihentikan. Model CIPP saat ini disempurnakan dengan satu komponen
O, singkatan dari outcome, sehingga menjadi model CIPPO. Bila model
CIPP berhenti pada mengukur output, sedangkan CIPPO sampai pada
implementasi dari output (Darodjat dan Wahyudhiana, 2015: 5-9)

f. Model ahli atau connoisseurship


Menurut Mochtar Kusuma (2016: 88) model ahli digunakan untuk
pengumpulan data, analisis, penafsiran atau interprestasi data yang
berlangsung didalam pikiran di pembuat keputusan. Model ahli memiliki
kelemahan yang menonjol yaitu bahwa model connoisseurship gagal
memberikan petunjuk operasional bagi para evaluator yang hendak mengikuti
konsep tersebut secara mendalam. Model connoisseurship merupakan sebutan
yang terlalu tinggi dan cenderung mengarah pada elitis di mana para ahli
kurang mampu memberikan dukungan secara nyata.

4. Model evaluasi yang tepat untuk program umum


Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2018: 59)
program pemrosesan dan layanan merupakan dua jeni program yang memiliki
kekhususan. Program pemrosesan memiliki kekhususan berupa sesuatu yang
diproses sampai menjadi keluaran. Dari hasil analisis ketepatan penggunaan
model untuk program jenis pemrosesan dan layanan terbukti bahwa semua model
evaluasi dapat digunakan untuk mengevaluasi semua jenis program, baik
pemrosesan maupun layanan.
Model evaluasi cocok untuk semua jenis program umum maka kita perlu
menganalisis contoh program umum yaitu PMTAS dan PPLS dengan model
24

evaluasi seperti layanan dan pemrosesan. Dapat disimpulkan (1) model goal
oriented evaluation, (2) model goal free evaluation, (3) model formative-
summative evaluation, (4) model evaluasi deskripsi pertimbangan, (5) model
evaluasi CSE-UCLA, (6) Model CIPP dan (7) model evaluasi kesenjangan semua
cocok dan dapat digunakan untuk mengevaluasi semua program umum.

D. Tugas
Kerjakan soal berikut dengan baik dan benar!
1. Apa yang dimaksud dengan model evaluasi program?
2. Sebutkan model-model evaluasi program?
3. Sebutkan pengertian dari evaluasi lepas dari tujuan?
4. Jelaskan tujuan dari model evaluasi formatif-sumantif ?
5. Jelaskan dua perbandingan program pendidikan menurut stake?
6. Coba kalian jelaskan kepanjangan dari setiap huruf CIPP tersebut?
7. Sebutkan macam-macam model evaluasi yang tepat untuk program
pemprosesan?
8. Bagaimana penerapan model goal oriental evaluation untuk program
layanan?
9. Apa perbedaan antara program perpustakaan dengan program koperasi?
10. Apakah syarat umum dari kegiatan evaluasi program?
DAFTAR PUSTAKA

Darodjat dan Wahyudhiana. 2015. ‘Model Evaluasi Program Pendidikan’. Jurnal


penelitian pendidikan, XIV (1), hal. 2-28.

Mochtar Kusuma. 2016. Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Parama Ilmu.

Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar. 2018. Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sulthon. 2006. Manajemen Pondok Pesantren dalam Perspektif Global.


Yogyakarta: PRESS Sindo.

Asrul. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Medan: Citapustaka Media

Cayaray, Sarliaji. 2014. Model Layanan Sekolah Luar Biasa. Universitas


Pendidikan Indonesia

Muhaimin, dkk. 2009. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Kencana.


Arifin, Zainal. 2010. Evaluasi Program. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia

Nurhanifah. 2016. Landasan Teoritis Tentang Implementasi Program Kegiatan


Harian Siswa Dalam Pembentukan Karakter Disiplin Siswa. Universitas
Bandung Islam.

25

Anda mungkin juga menyukai