Disusun oleh :
Dosen pengampu :
Ciptianingsari Ayu Vitantri, M. Pd.
2019
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Bentuk Tes, Tes Objektif dan Tabel
Spesifikasi”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah penilaian hasil belajar.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang baik serta membangun dari semua pihak sangat kami harapkan untuk
perbaikan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
sehingga dapat membuka cakrawala berfikir serta memberikan setitik khasanah pengetahuan untuk
terus memajukan dunia pendidikan. Semoga Allah SWT senantiasa mendengarkan dan
mengabulkan permohonan kita. Amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 25
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek
dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolok ukur untuk
memperoleh suatu kesimpulan yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan
keputusan. Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan
informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui
kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka
terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan aturan-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat
kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation), kegiatan pengukuran
merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi. Dalam kegiatan pengukuran ini diperlukan instrumen-
instrumen berupa tes, salah satu bentuk tes tersebut adalah tes bentuk objektif.
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Mengetahui dan menjelaskan bentuk-bentuk tes.
2. Mengetahui dan menjelaskan macam-macam tes objektif.
3. Menjelaskan fungsi tabel spesifikasi.
4. Mendeskripsikan langkah-langkah pembuatan tabel spesifikasi.
5. Menjelaskan tindak lanjut pembuatan tabel spesifikasi.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk-bentuk Tes
a. Tes Subjektif
Tes subjektif pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis
tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian
kata-kata. Ciri-ciri pertanyaannya didahului kata-kata seperti: uraiakan, jelaskan,
mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan dan sebagainya.
Soal-soal bentuk esai biasanya jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah
soal dalam waktu kira0kira 90 sd 120 menit. Soal-soal esai ini menuntut kemampuan
siswa untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, menghubungan pengertian-
pengertian yang telah dimiliki.
1) Kelebihan tes subjektif
a) Mudah disiapkan dan di susun
b) Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan.
c) Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam
dalam bentuk yang bagus.
d) Memberi kesmpatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya
bahasa dan cara sendiri.
e) Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
2) Kekurang tes subjektif
a) Kadar Validitas dan Reabilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari
pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.
b) Kurang representative dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan
dites karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas).
c) Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif.
d) Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih
banyak dari penilai.
e) Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
3) Petunjuk penyusunan
2
a) Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan,
dan kalau mungkin di susun soal yang sifatnya komprehensif.
b) Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku
atau catatan.
c) Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta
pedoman penilainnya.
d) Hendaknya diusahakan agar pertanyaannya bervariasi antar “jelaskan”,
“mengapa”, “bagaimana”, “seberapa jauh”, agar dapat dikethui lebih jauh
penguasaan siswa terhadap bahan.
e) Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh
tercoba.
f) Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yangu dikendaki oleh penyusun tes.
Untuk inipertanyaan tidak boleh terlalu umum, tetapi harus spesifik.
b. Tes Objektif
Tes Objektif adalah tes yang dalam pemeriksaanya dapat dilakukan secara
objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari
tes bentuk esai.
Dalam penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih bnyak
dari pada tes esai. Tes ini berlangsung 60 menit dapat diberikan 30-40 buah soal.
1) Kelebihan tes objektif;
a) Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif
mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-
unsur subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa.
b) Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes
bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
c) Pemeriksaanya dapat diserahkan orang lain.
d) Dalam pemeriksaanya, tidak ada unsur subjektif yang memengaruhi.
2) Kekurngan tes objektif:
a) Persiapan untuk menyusunya jauh lebih sulit dari pada tes esai karena soalnya banyak
harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain.
3
b) Soal-soalnya cendereung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan
kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
c) Banyak kesmpatan untuk main untung-untungan.
d) “kerja sama” antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
3) Cara mengatasi kelemahan:
a) Kesulitan menyusun tes objektif dapat diatasi dengan jalan banyak berlatih terus-
menerus hingga betul-betul mahir.
b) Manggunakan tabel spesifikasi untuk mengatasi kelemahan nomor satu dan dua.
c) Menggunakan norma (standar) penilaian yang mengitungkan faktor tebakan
(guessing) yang bersifat spekulatif itu.
Soal soalnya berupa pernyataan pernyataan (statement). Statement tersebut ada yang benar
dan ada yang salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu
dengan melingkari huruf 8 jika pernyataan itu betul menurut pendapatnya dan melingkari huruf 5
jika pernyataannya salah.
Bentuk benar-salah ada 2 (dua) macam (dilihat dari segi mengerjakan/menjawab soal), yakni:
Dengan pembetulan (with correction), yaitu siswa diminta membetulkan bila ia memilih
jawaban yang salah.
Tanpa pembetulan (without correction), yaitu siswa hanya diminta melingkari huruf B atau
S tanpa memberikan jawaban yang betul.
4
2. Kekurangannya
a) Sering membingungkan
b) Mudah ditebak atau diduga
c) Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan dua kemungkinan benar
atau salah
d) Hanya dapat mengungkap daya ingatan dan pengenalan kembali
3. Petunjuk penyusunan
a) Tulislah B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk mempermudah
mengerjakan dan menilai (scoring)
b) Usahakan agar jumlah butir soal yang harus di jawab B sama dengan butir soal yang
harus dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya:
B-S-BS-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS
c) Hindari item yang masih bisa diperdebatkan
Contoh : B-S. Kekayaan lebih penting daripada kepandaian
d) Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku
e) Hindarilah kata-kata yang menunjukkan kecenderungan memberi saran seperti yang
dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya : semuanya, tidak selalu, tidak
pernah dan sebagainya.
S=R-W
Dengan pengertian :
S = skor yang diperoleh
R = right (jawaban yang benar)
W = wrong (jawaban yang salah)
b) Tanpa denda
5
Rumus :
S=R
Dihitung hanya yang betul (Untuk soal yang tidak dikerjakan dinilai 0)
Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian
yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan
jawaban yang telah disediakan. Atau multiple choice test terdiri atas bagian keterangan (stem) dan
bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas
satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor).
Tes bentuk pilihan ganda (PG) ini merupakan bentuk tes objektif yang paling banyak digunakan
karena banyak sekali materi yang dapat dicakup.
Bentuk bentuk soal yang digunakan di dalam Ujian Akhir Nasional maupun SNMPTN ada 4 yaitu
:
Petunjuk Pilihan,
Pada dasarnya soal berbentuk pilihan ganda ini adalah soal bentuk benar-salah juga, tetapi dalam
bentuk jamak. Tercoba (testee) diminta untuk membenarkan atau menyalahkan setiap stem dengan
tiap pilihan ganda. Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga atas empat buah, tetapi
adakalanya dapat juga lebih banyak (untuk tes yang akan diolah dengan komputer banyaknya
option diusahakan 4 buah).
Cara menulis soal di atas adalah lebih baik daripada jika pilihan jawaban disusun ke
samping. Hal demikian akan mempersukar dan menghambat jalannya pemeriksaan. Cara
mengatasinya ialah dengan menyediakan tempat tersendiri untuk menuliskan jawaban-jawaban
itu.
𝑾
𝑺=𝑹−
𝟎−𝟏
8
S = skor yang diperoleh (Row Score)
R = jawaban yang betul
W = jawaban yang salah
0 = banyaknya option
1 = bilangan tetap
b) Tanpa denda
Rumus :
S=R
2. Petunjuk – petunjuk
Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching ialah :
a) Seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya tidak lebih dari sepuluh
soal (item). Sebab pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu akan membinungkan murid.
Juga kemungkinan akan mengurangi homogenitas antara item item itu. Jika itemnya
cukup banyak, lebih baik dijadikan dua seri
b) Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak daripada jumlah soalnya (lebih
kurang 11⁄2 kali). Dengan demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang
semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid terpaksa lebih
memperunakan pikirannya
9
c) Antara item item yang tergabung dalam satu seri matching test harus merupakan
pengertian pengertian yang benar benar homogen.
Cara mengolah skor dihitung : artinya skor terakhir dihitung jawaban yang benar
S=R
saja.
2. Petunjuk penyusunan
Saran saran dalam menyusun tes bentuk isian ini adalah sebagai berikut :
a) Perlu selalu diingat bahwa tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban yang
kelihatan logis.
d) Diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan mempunyai lebh dari satu tempat kosong.
Misalnya:
10
…………..adalah ibukota Inodnesia (kurang baik).
a) Kelompok yang akan tes kecil, dan tes itu tidak akan digunakan berulang-ulang.
b) Tester (guru) ingin menggunakan berbagai cara untuk mengetahui kemampuan siswa
dalam bentuk tertulis.
c) Guru ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap-sikap siswa daripada hasil yang
telah dicapai.
Tabel spesifikasi dapat disebut juga sebagai grid, kisi-kisi atau blue-print. Wujudnya
adalah sebuah tabel yang memuat tentang perperincian materi dan tingkah laku beserta proporsi
yang dikehendaki oleh penilai. Tiap kotak diisi dengan bilangan yang menunjukkan jumlah soal.
11
1 (P) (A)
Bagian I ….. ….. ….. …..
Bagian II ….. ….. ….. …..
Bagian n
(terakhir) ….. ….. ….. …..
Jumlah
Dari contoh diatas hanya dicantumkan 3 aspek, karena yang banyak digunakan hanya 3
aspek ini (Ingatan, Pemahaman, Aplikasi).
Tabel spesifikasi mempunyai kolom dan baris, sehingga tampak hubungan antara materi
dengan aspek tergambar dalam indicator. Sebenarnya penyusun tes bukan hanya mengingat
hubungan antara dua hal tersebut tetapi empat hal, yaitu hubungan antara materi, indicator,
kegiatan belajar, dan evaluasi.
Keempat hal, yaitu materi, indicator, kegiatan belajar, dan evaluasi merupakan kaitan yang
erat sekali. Dengan mengenal materi yang akan diajarkan, kita akan tahu bagaimana sifat materi
tersebut, misanya fakta, konsep, atau hubungan antarkonsep. Apabila materinya berupa fakta, tentu
indikatornya menyangkut ingatan. Kegiatan belajarnya informasi dan evaluasi dapat uraian, isian
singkat, benar-salah, atau pilihan ganda.
Dalam program satuan pelajaran yang dikembangkan oleh Pemantapan Kerja Guru (PKG)
dapat diketahui dengan jelas hubungan antara empat komponen tersebut. Dimana urutannya
sebagai berikut: indikator, materi, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Memang dalam
mengajar harus diketahui terlebih dahulu apa yang akan dicapai. Kemudian ditentukan materi
penunjangnya. Apa yang akan disajikan di atas mengikuti kebiasaan yang ada dalam praktik.
Karena yang tersedia di hadapan guru adalah materi yang tercakup dalam buku, maka barulah dari
materi tersebut dirumuskan indikatornya, tentu saja hal tersebut kurang benar, tetapi mudah
dilakukan.
Kebiasaan yang salah dan tidak boleh lagi diteruskan adalah dari materi disusun soalnya,
baru kemudian dirumuskan indikatornya. Sebagai contoh hubungan antara indicator, materi,
kegiatan belajar-mengajar dan evaluasi adalah sebagai berikut:
12
Materi : 4.2.2 Percepatan benda
KBM : Informasi dan tanya jawab percepatan
Evaluasi : 4.2.2 Sebuah benda yang mula-mula diam, massanya 5 kg dan menerima dua
buah gaya yang berlawanan dan sama besar masing-masing 10 newton.
Maka percepatannya ialah:
A. O m/dt2
B. 0,5 m/dt2
C. 2 m/dt2
D. 4 m/dt2
1. Mendaftar pokok-pokok materi yang akan diteskan kemudian memberikan bobot untuk
masing-masing pokok materi.
Contoh:
1) Pengertian (2)
13
2. Memindahkan pokok-pokok materi kedalam tabel dan mengubah indeks menjadi
persentase.
Contoh:
3. Merinci banyaknya butir soal untuk tiap-tiap pokok materi dan angka ini dituliskan pada
kolom paling kanan.
Caranya adalah dengan membagi jumlah butir soal menjadi (disini 50 butir) menjadi 4
bagian berdasarkan imbangan bobot yang tertera sebagai persentase.
Angka 50 ditentukan oleh guru berdasarkan alokasi waktu yang disediakan dan bentuk soal
yang akan diberikan. Dalam hal tersebut diperlukan kebijaksanaan guru untuk
memperkirakan banyaknya butir soal agar tidak terlalu sedikit maupun terlalu banyak.
2) Bentuk soal
14
Untuk langkah-langkah selanjutnya, terdapat langkah khusus, tergantung dari homogenitas atau
heterogenitas (keragaman) materi yang diteskan.
Yang dimaksud dengan “seragam” disini adalah antara pokok materi yang satu dengan
pokok Mteri yang lain mempunyai kesamaan dalam imbangan aspek tingkah laku.
Misalnya 50% untuk ingatan, 30% untuk pemahaman, dan 20% untuk aplikasi. Apabila
demikian, maka angka persentase dapat dituliskan pada kolom, dibawah kata-kata
“Ingatan”, “Pemahaman”, dan “Aplikasi”. Selanjutnya banyak butir soal untuk setiap sel
(kotak kecil) diperoleh dengan cara menghitung persentase dari banyaknya soal bagi tiap
pokok materi yang sudah tertulis di kolom paling kanan. Perlu diperhatikan bahwa angka
yang diperoleh untuk setiap sel merupakan pembulatan dari perhitungan dengan cara
mereka-reka atau menggeser-gesernya sehingga jumlah ke samping dan ke bawah
diperoleh angka benar.
Contoh:
Untuk mengisi/menentukan banyak butir soal untuk iap sel dilakukan sebagai berikut:
15
50
Sel A = 100 × 7 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 3,5 (4 soal)
30
Sel B = 100 × 7 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 2,1 (2 soal)
20
Sel C = 100 × 7 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 1,4 (1 soal)
Untuk mengisi sel-sel yang lain, dilakukan dengan cara yang sama.
Catatan:
Di samping cara yang diajukan ini, yakni menentukan jumlah butir soal untuk tiap-tiap
pokok materi, ada lagi cara lain yang diambil orang, yakni mulai dari pengisian sel-sel kemudian
baru diperoleh jumlah soal tiap pokok materi.
Contoh:
Misalnya berdasarkan waktu yang telah ditentukan, diperkirakan akan disusun 40 buah
butir soal. Maka tiap sel diperoleh imbangan jumlah sebagai berikut:
50 40
Sel A = 100 × 100 × 40 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 8 𝑠𝑜𝑎𝑙
30 40
Sel B = 100 × 100 × 40 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 4,8 𝑠𝑜𝑎𝑙 (dibulatkan 5 soal)
16
20 40
Sel A = 100 × 100 × 40 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 3,2 𝑠𝑜𝑎𝑙 (dibulatkan 3 soal)
Demikian seterusnyasetelah dihitung dengan cara yang sama, terdapatlah angka-angka yang
menggambarkan banyaknya soal seperti tercantum pada tiap aspek. Sesudah itu dijumlahkan ke
kanan maupun ke bawah sehingga terdapat jumlah soal untuk setiap bagian/pokok materi maupun
untuk setiap aspek tingkah laku.
Untuk membuat tabel spesifikasi pokok-pokok materi yang tidak seragam, tidak perlu
mencantumkan angka persenatse imbangan tingkah laku di kepala kolom. Pemberian imbangan
dilakukan tiap pokok materi didasarkan atas banyaknya soal untuk pokok materi yang
bersangkutan.
Contoh:
17
(I) (P) (A) (100%)
Bab 1 (A) (B) (C)
10
(25%)
Bab 2 (D) (E) (F)
16
(40%)
Bab 3 (G) (H) (I)
14
(35%)
Jumlah
40
(100%)
Maka imbangan aspek tingkah laku, tidak dapat dituliskan pada kepala kolom. Penentuan
angka yang menunjukkan banyaknya butir soal pada tiap sel, ditentukan perbab.
Contoh:
60
Sel A = 100 × 10 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 6 soal
30
Sel B = 100 × 10 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 3 soal
10
Sel C = 100 × 10 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 1 soal
Untuk bab 2, ingatan 20%, pemahaman 50%, untuk aplikasi 30%, maka:
20
Sel D = 100 × 16 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 3 soal
50
Sel E = 100 × 16 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 8 soal
18
30
Sel F = 100 × 16 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 5 soal
Untuk bab 3, ingatan 20%, prmahaman 20%, untuk aplikasi 60%, maka:
20
Sel G = 100 × 14 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 3 soal
20
Sel H = 100 × 14 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 3 soal
60
Sel I = 100 × 14 𝑠𝑜𝑎𝑙 = 8 soal
Dengan pengetahuan 2 cara atau bahkan 3 cara, maka pada waktu akan membuat tabel
spesifikasi pertama-tama harus diadakan perkiraan apakah materi-materi yang akan diteskan
merupakan materi yang homogen atau bukan.
Apabila tabel spesifikasi sudah jadi, maka ini berarti bahwa guru sudah melakukan sesuatu
tugas betul dan aman di dalam rangkaian tugas menyusun tes. Penyusunan tes yang disertai dengan
melalui tabel spesifikasi dapat dijamin bahwa tesnya cukup mempunyai validitas isi dan validitas
tingkah laku.
Adakalanya guru memperoleh bimbingan dalam menyusun soal tes. Agar pembimbingan
dapat berlangsung secara efektif. Sebaiknya dalam mengisi sel-sel tabel spesifikasi, dituliskan
sekaligus unsur-unsur item bagi sel yang bersangkutan, misalnya sebagai berikut:
19
Bab 3 (3) (3) (8)
(35%) 27,32,26 28,33,37 29,30,31,34, 14
35,38,39,40
Jumlah 12 14 14
40
(100%)
Pada waktu ini ada kecenderungan di dalam dunia pendidikan tidak menggunakan
pendekatan aspek-aspek ini lagi, tetapi “indicator”. Kecenderungan baru tersebut tidak berarti
menyalahkan yang lama, tetapi menyempurnakannya. Demikianlah perkembangan ilmu
pengetahuan, selalu mencari kesempurnaan. Pendekatan dengan “indicator” tidak jauh berbeda
dengan pendekatan “aspek”.
Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan bentuk soal, yaitu:
20
Sehubungan pertimbangan menentukan bentuk soal sehubungan dengan waktu yang
tersedia adalah bahwa soal untuk betul-salah membutuhkan waktu lebih singkat daripada isian atau
pilihan ganda. Bentuk menjodohkan adalah bentuk yang memerlukan waktu banyak untuk
menyelesaikan. Yang perlu mendapat perhatian adalah soal bentuk uraian. Soal bentuk ini paling
banyak memakan waktu walaupun masih perlu diperinci lagi bahwa soal yang menghendaki siswa
untuk menguraikan, tentu saja lebih banyak memakan waktu dibandingkan dengan pertanyaan
“mengapa”.
Sifat materi, sangat menentukan bentuk soal tes pula. Adakalanya sebuah pokok materi
tidak dapat diukur dengan soal bentuk pilihan ganda karena sukar dicarikan alternative yang
hamper sama.
Materi yang berisikan fakta-fakta, lebih mudah dibuatkan alat pengukur bentuk isian
singkat. Materi-materi yang dapat diukur dengan soal bentuk pilihan ganda, apabila digabungkan
dapat diukur dengan soal bentuk menjodohkan.
Sebelum kita menentukan bentuk soal tes, terlebih dahulu kita harus sudah mengetahui
berapa lama alokasi waktu yang disediakan untuk mengerjakan tes. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan alokasi waktu tes adalah:
a) Untuk tes formatif dari bahan diselesaikan dalam waktu 4-5 kali pertemuan (@45 menit)
kira-kira memerlukan 15-20 menit,sedangkan untuk pelajaran yang berlangsung selama 1
jam pelajaran memerluakn waktu kira-kira 5-10 menit.
b) Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan soal bentuk objektif pilihan ganda kira-kira
1
− 1 menit untuk setiap butir tes.
2
c) Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan soal bentuk uraian tergantung dari berapa
lama siswa harus berpikir dan menuliskan jawaban.
Untuk menentukan bentuk soal ditinjau dari segi aspek berpikir adalah sebagai berikut:
a) Mendaftar fakta-fakta, istilah, definisi, istilah yang terdapat dalam seluruh materi yang
diajarkan. Kita ketahui bahwa fakta dan sebagainya ini berhubungan dengan aspek ingatan.
21
b) Mendaftar setiap konsep yang tercakup dalam seluruh materi. Konsep ini diukur
penguasaannya berdasarkan aspek pemahaman siswa.
c) Mencari hubungan antara dua atau beberapa konsep yang ada. Hubungan konsep ini
berhubungan dengan aspek pemahaman tetapi dapat juga aplikasi.
e) Memilih hubungan antara beberapa konsep dalam penerapan ke dalam permasalahan yang
lebih luas. Kasus permasalahan yang luas dapat diangkat sebagai pokok untuk menyusun
soal bentuk analisis, sintesis, atau evaluasi.
Yang baru saja diterangkan adalah bentuk-bentuk soal ditinjau dari aspek yang diukur.
Untuk menentukan bentuk soal ditinjau dari segi konstuksi soal, yaitu bentuk onjektif dan uraian,
maka dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Memilih fakta-fakta tunggal seperti tahun, nama, atau istilah. Hal-hal seperti ini merupakan
bagian yang paling tepat untuk dijadikan butir soal bentuk benar-salah (B-S) ataupun isian
singkat.
c) Memilih konsep-konsep yang agak kompleks sifatnya, untuk dijadikan soal bentuk uraian.
Dengan pertimbangan butir soal ditinjau dari aspek yang diukur dan bentuknya, kita akan
tahu bahwa antara keduanya terdapat perkaitan. Bentuk “hubungan antarhal” tidak tepat digunakan
untuk mengukur aspek ingatan, tetapi aspek pemahaman ke atas.
Menuliskan soal-soal tes adalah langkah terakhir dari penyusunan tes. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menuliskan soal-soal tes sebagai berikut:
22
a) Bahasanya harus sederhana dan mudah dipahami. Perlu diingat sekali lagi bahwa kesalahan
dalam memilih kalimat dapat berakibat tidak validnya sebuah tes. Untuk mengukur
pencapaian atau prestasi belajar, factor Bahasa tidak boleh menjadikan hambatan
penyelesaian soal.
c) Cara memenggal kalimat atau meletakkan kata-kata perlu diperhatikan agar tidak
ditafsirkan salah. Dalam matematika misalnya, penulisan pangkat maupun indeks harus
diusahakan pada tempat yang semestinya.
d) Petunjuk mengerjakan. Petunjuk mengerjakan tiap kelompok soal merupakan hal yang
penting dan tidak boleh diabaikan. Petunjuk ini harus dituliskan sedemikian rupa sehingga
jelas, dan siswa tidak bekerja menyimpang dari yang dihendaki oleh guru.
Catatan:
Untuk memperoleh sebuah tes yang terstandar, harus dilakukan uji coba berkali-kali sehingga
diperoleh soal-soal yang baik. Dengan mengadakan uji coba terhadap soal-soal tes yang sudah
disusun, paling tidak dapat ditarik manfaat-manfaat sebagai berikut:
Uji coba yang sesungguhnya dilakukan oleh para penyusun tes tersandar sehingga kondisi
bagi tes tersebut sudah diketahui dengan pasti. Hal ini tidak berarti bahwa bagi guru tidak
dimungkinkan melaksanakan uji coba. Sebetulnya kondisi tes yang menyangkut keadaan siswa
dan suasana kelas, sudah dikenal oleh guru, terutama oleh guru yang mengajar suatu tingkat kelas
berturut-turut beberapa tahun. Masukan siswa yang dihadapi sudah dikenal. Rata-rata kepandaian
anak sudah dapat diperkirakan sebelumnya.
23
Tes merupakan suatu alat untuk mengukur sesuatu. Evaluasi selalu harus sejalan dengan
materi yang diajarkan. Semakin ke tingkat atas pendidikannya, aspek yang diukur mengarah ke
kognitif tingkat tinggi.
Berhubung setiap bidang studi memiliki sifat dan karakteristik sendiri-sendiri maka
persentase yang menggambarkan aspek yang diungkap tidak mungkin diseragamkan. Berikut ini
disajikan satu tabel yang menggambarkan alokasi persen setiap aspek untuk berbagai bidang studi:
24
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berikut beberapa hal yang dapat kami simpulkan dari pembahasan diatas.
A. Bentuk-bentuk Tes
1) Tes Subjektif
2) Tes Objektif
B. Macam-macam Tes
1) Tes Benar-salah
3) Menjodohkan
4) Tes Isian
Untuk menjaga agar tes yang kita susun tidak menyimpang dari materi serta aspek tingkah
laku yang akan dicakup dalam tes,
25
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara.
26