Anda di halaman 1dari 12

SUMBER HUKUM ISLAM MUTTAFAQ FIIHI

HADIS SEBAGAI SUMBER DAN DALIL HUKUM


Dosen Pengampu:

Dr. Dahlia Haliah Ma’u, S.Ag.,M.H.I

M. Fadhly Akbar, S.HI,MH.

Disusun Oleh:

Muhammad Husein 12112085

Putri Umairoh 12112078

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan


penuliskemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepatwaktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup
untukmenyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis mengucapkan syukur
kepadaAllah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupasehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikanpembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pengantar
Fiqh dan Ushul Fiqh “Sumber Hukum Islam Muttafaq Fiihi”.

Banyak rintangan dan kesulitan yang penulis hadapi ketika


menyusunmakalah ini, namun dengan adanya beberapa referensi, akhirnya
penulis dapatmelewati dan menyelesaikan masalah ketika penyusunan makalah
ini. Olehkarena itu penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantudalam menyusun makalah ini.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurnadan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu,penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supayamakalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudianapabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Pontianak 09 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................1
C. Tujuan Masalah................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2

A. Pengertian hadist/sunnah................................................................................................2
B. Macam-macam sunnah....................................................................................................3
C. Kedudukan Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam...........................................................4
D. Fungsi Sunnah..................................................................................................................5
BAB III PENUTUPAN....................................................................................................8

A. Kesimpulan.......................................................................................................................8
B. Kritik dan Saran................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Hadits merupakan sumber ajaran Islam, yang kedua dari Al-Qur’an.
Dilihat dari sudut periwayatannya, jelas antara Hadits dan Al-Qur’an terdapat
perbedaan. Untuk Al-Qur’an semua periwayatannya berlangsung secara
mutawatir. Sedangkan periwayatan Hadits sebagian berlangsung secara
mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Sehingga mulai dari
sinilah timbul berbagai pendapat dalam menilai kualitas hadits. Sekaligus
sumber perdebatan dalam kancah ilmiah, atau bahkan dalam kancah-kancah non
ilmiah. Akibatnya bukan kesepakatan yang didapatkan, akan tetapi sebaliknya
perpecahan yang terjadi.

Oleh karena itu timbul sebuah pertanyaan apakah hadist dapat dijadikan sebuah
hujjah atau tidak..?? maka penulis mencoba membahas beberapa hal yang terkait
dengan al-hadits sebagaimana terangkum dalam rumusan masalah sebagai
berikut.

B. Rumusan Masalah
1. Definisikan Pengertian Hadist?
2. Sebutkan dan jelaskan macam-macam hadis!
3. Apa kedudukan hadist?
4. Jelaskan fungsi hadist!

C. Tujuan Masalah
Agar mahasiswa mampu memaparkan tentang al-hadist sebagai sumber dan
dalil hukum.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian hadist/sunnah
Kata sunah "‫ "سنة‬berasal dari bahasa Arab yang terbentuk dari kata - ‫سن‬
‫ يسن‬secara Bahasa artinya jalan atau cara. Dalam Alquran kata sunah disebut
sebanyak 16 kali, yang tersebar dalam beberapa surah yang mengandung arti
kebiasaan yang berlaku dan jalan yang diikuti1, seperti firman Allah .

‫قد خلت من قبلكم سنن فسيروا في األرض فانظروا كيف كان عاقبة المكذبين‬

Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunah-sunah Allah; karena itu


berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang
orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. Ali 'Imrân (3): 137)2

Secara istilah definisi sunah menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, adalah


pengejawantahan perilaku menurut contoh Rasulullah yang merujuk pada hadis
(perbuatan yang terus menerus dilakukan sehingga menjadi semacam tradisi)3,

Sementara ahli ishul mendefinisikan sunah secara istilah sebagaimana


yang diungkapkan oleh Abu Zahrah ialah4 :

‫أقوال النبي وأفعاله وتقريراته‬

Perkataan, perbuatan, dan pengakuan Nabi

Dengan demikian segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi yang ber
hubungan dengan hukum syara', baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
taqrir beliau5. Sesuai dengan definisi di atas, al-sunah dapat dibedakan menjadi
tiga macam.

1
Sapiuddin Shiddiq, Ushul Fiqh, Jakarta:Kencana, 2011, hlm.54.
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, Bandung: CV.Diponegoro, hlm.67.
3
TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Jakarta: Bulan Bintang, 1991 hlm.24.
4
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Damaskus: Daar al-Fikr, hlm.105.
5
Munzier Suparta, Ilmu Hadist (Edisi Revisi), Jakarta: Rajawali Press, 2008, hlm.4.

2
a. Sunah qauliyah (perkataan) ialah sabda yang beliau sampaikan dalam
ber aneka tujuan dan kejadian.
b. Sunah filiyah (perbuatan) ialah segala tindakan Rasulullah SAW.
sebagai Rasul.
c. Sunah taqririyah (persertujuan) ialah perkataan dan perbuatan
sebagian sahabat yang telah disetujui Rasulullah, secara diam-diam
atau tidak dibantahnya atau disetujui dengan pujian baik

B. Macam-macam sunnah
Sunah menurut pengertian ahli ushul sebagaimana disebutkan di atas
terbagi kepada tiga macam.

Pertama, sunah qauliyah , yaitu ucapan Nabi yang didengar oleh sahabat
beliau dan disampaikannya kepada orang lain. Umpamanya sahabat
menyampaikan bahwa ia mendengar Nabi bersabda, "Siapa yang tidak shalat
karena tertidur atau karena ia lupa, hendaklah ia mengerjakan shalat itu ketika ia
telah ingat."

Kedua, sunnah fi'liyah yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi


Muhammad SAW yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian
disampaikannya kepada orang lain dengan ucapannya. Umpamanya sahabat
berkata, "Saya melihat Nabi Muhammad SAW. melakukan shalat sunat dua
raka'at sesudah shalat zuhur."

Ketiga, sunah taqririyah , yaitu perbuatan seseorang sahabat atau


ucapannya yang dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak
ditanggapi atau dicegah oleh Nabi. Diamnya Nabi itu disampaikan oleh sahabat
yang menyaksikan kepada orang lain dengan ucapannya. seorang sahabat
memakan daging dhab di depan Nabi. Nabi mengetahui apa yang dimakan oleh
sahabat itu, tetapi Nabi tidak melarang atau menyatakan keberatan atas
perbuatan itu. Kisah tersebut disampaikan oleh sahabat yang mengetahuinya

3
dengan ucapannya, "Saya melihat seorang sahabat memakan daging dhab di
dekat Nabi. Nabi mengetahui, tetapi Nabi tidak melarang perbuatan itu."

Menurut Hasbi, sunnah dan hadits itu mempunyai dua sifat yaitu :

1. Penetapan hukum (tasyri’)


2. Pedoman untuk menetapkan suatu hukum (digunakan untuk memenuhi
hajat manusia kepada hukum dan tata aturan hidup, baik untuk
kepentingan pribadi maupun kepentingan pergaulan hidup masyarakat.

C. Kedudukan Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam


Sunah merupakan salah satu sumber hukum dalam Islam. Para ulama
juga telah sepakat bahwa dasar hukum Islam adalah Alquran dan sunah. Dari
segi urutan tingkatan dasar Islam ini sunah menjadi dasar hukum Islam
(Tashri'iyyah) kedua setelah Alquran6. Hal ini dapat dimaklumi karena beberapa
alasan sebagai berikut:
1. Fungsi sunah sebagai penjelas terhadap Alquran.
Sunah berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap
Alquran. tentunya pihak penjelas diberikan peringkat kedua setelah
pihak yang dijelaskan. Teks Alquran sebagai pokok asal, sedangkan
sunah sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun karenanya. Dengan
demikian, segala uraian dalam sunah berasal dari Alquran Alquran
mengandung segala permasalahan secara paripurna dan lengkap, baik
menyangkut masalah duniawi maupun ukhrawi, tidak ada suatu
masalah yang tertinggal. Seba gaimana firman Allah SWT. dalam Al-
An'am ayat 38.
‫ما فرطنا في الكتاب من شيء‬
Tiadalah Kami alpakan sesuatumen dalam Al-Kitab (QS. Al
An'am (6) 38)7

6
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, Jakarta: Amzah,2011, hlm.22.
7
Departemen Agama RI, op., cit. hlm. 132.

4
Kandungan hukum dalam Alquran sangatlah sempurna tidak
mening galkan sesuatu, tetapi ada kalanya penjelasannya secara global
maka perlu dijelaskan rinci dengan surah.

2. Mayoritas sunah relatif kebenarannya (zanniy ath-thubut)


Seluruh umat Islam juga telah sepakat bahwa Alquran seluruhnya
diriwa yatkan secara mutawutir (para periwayat secara kolektif dalam
segala ting katan). Jadi, ia memberi faedah absolut kebenarannya dari
Nabi, kemudian diantaranya ada yang memberi petunjuk makna
secara tegas dan pasti (qat'i ad-dilalah) dan secara relatif petunjuknya
(zanni ad-dilalah)8.

D. Fungsi Sunnah
Dalam uraian tentang Al-Qur'an telah dijelaskan bahwa seba gian besar
ayat-ayat hukum dalam Al-Qur'an adalah dalam bentuk garis besar yang secara
amaliah-belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari sunah. Dengan
demikian, fungsi sunah yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur'an. Hal ini
telah sesuai dengan. penjelasan Allah dalam surat an-Nahl (16): 64:

ِ ‫ك ْال ِكتَا‬
ْ ْ‫ب اِاَّل لِتُبَيِّنَ لَهُ ُم الَّ ِذي‬
٦٤-‫ (النحل‬-‫اختَلَفُوْ افِ ْي ِه‬ َ ‫َو َما َأ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي‬

Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) ini, melainkan


agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan
itu.9

Dengan demikian, bila Al-Qur'an disebut sebagai sumber asli bagi


hukum fiqh, maka sunah disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai
bayani dalam hubungannya dengan Al-qur’an , ia menjalankan fungsi sebagai
berikut:

8
Abdul Majid Khon, op., cit. hlm. 23.
9
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana 2014, hlm 242

5
1. Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-
Qur’an atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits
hanya seperti mengulangi apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an.
Umpanya Firman Allah dalam surat Al-Baqarah :110 yang artinya :

“ Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat “ ayat itu dikuatkan


oleh sabda Nabi yang artinya :

“ Islam itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada
tuhan selain Allah dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat.

2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-


Qur’an dalam hal :
a. Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
b. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari
garis besar.
c. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara
umum
d. Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-
Qur’an

Contoh menjelaskan arti kata dalam Al-Qur’an umpamanya kata


shalat yang masih samar artinya, karena dapat saja shalat itu berarti
do’a sebagaimana yang biasa dipahami secara umum waktu itu.
Kemudian Nabi melakukan serangkaian perbuatan, yang terdiri dari
ucapan dan pebuatan secara jelas yang dimulai dari takbiratul
ihram dan berakhir dengan salam. Sesudah itu Nabi bersabda :inilah
shalat itu, kerjakanlah shalat sebagimana kamu melihat saya
mengerjakan shalat.

3. Menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak


terdapat dalam Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Hadits

6
menetapkan sendiri hukumyang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an.
Fungsi hadits dalam bentuk ini disebut itsbat. Sebenarnya bila
diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa yang ditetapkan hadits
itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang disinggung
Al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Al-Qur’an secara
terbatas. Umpamanya Allah SWT mengharamkan memakan bangkai,
darah, dan daging babi. Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat
dikatakan sebagai hhukum baru yang ditetapkan oleh Nabi, karena
memang apa yang diharamkan Nabi ini secara jelas tidak terdapat
dalam Al-Qur’an. Tetapi kalau dipahami lebih lanjut larangan Nabi itu
hanyalah sebagai penjelasan terhadap larangan Al-Qur’anlah
memakan sesuatu yang kotor.

7
BAB III

PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan bahwa:

1. Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu


yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu
sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang
kepada orang lain.
2. Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah
SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini
adalah penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.
3. Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber
atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati
serta mengikat untuk semua umat Islam.
4. Fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an
5. Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah
berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-
hukum dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan
di atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk
diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang
digariskan.

B. Kritik dan Saran


Dalam penyusunan makalah ini ,penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang perlu di tambah dan diperbaiki.untuk itu penulis mengharap
partisipasi dari para pembaca dalam hal membantu menyempurnakan makalah
ini.penulis berharap dengan hadirnya makalah ini akan memberikan sebuah
perubahan khususnya dunia Pendidikan.

8
DAFTAR PUSTAKA
Sapiuddin Shiddiq, Ushul Fiqh, Jakarta:Kencana, 2011.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, Bandung: CV.Diponegoro.
TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Jakarta: Bulan Bintang,
1991.
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Damaskus: Daar al-Fikr.
Munzier Suparta, Ilmu Hadist (Edisi Revisi), Jakarta: Rajawali Press, 2008.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana 2014

Anda mungkin juga menyukai