Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

ILMU POLITIK DAN HUKUM

Dosen Pengampu: Rapita Aprilia, S.Pd., M.Pd.

Disusun
Oleh:

M. Saiful Azmi
Yuna Deswika
Hayatul Fina
Meliza

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SAMUDRA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehadirat-
Nya yang melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah berjudul “Ilmu Politik dan Hukum” dibuat untuk memenuhi salah
satu tugas Mata Kuliah Ilmu Pengetahuan Sosial. Selain itu pembuatan makalah
ini juga bermaksud untuk mengembangkan pengetahuan para pembaca.
Saya menyadari makalah yang saya tulis ini jauh dari kata sempurna untuk
itu dengan kerendahan hati saya memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan maupun penyampaian informasi. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun saya nantikan supaya saya dapat menyusun makalah dengan lebih
baik lagi untuk kedepannya.

Langsa, 11 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Pengertian Politik Hukum ......................................................................3
B. Pengertian Politik Hukum Nasional .......................................................4
C. Tujuan Politik Hukum Nasional .............................................................4
D. Hubungan Hukum dan Politik.................................................................5
E. Pengaruh Politik Dalam Pembentukan Hukum Nasional........................6
F. Hukum dan Kekuasaan............................................................................7
BAB III PENUTUP................................................................................................11
A. Kesimpulan............................................................................................11
B. Saran......................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk
merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan
sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Pendidikan juga merupakan
investasi masa depan bangsa. Setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan yang layak dan tanpa diskriminasi. Hak pendidikan ini juga berlaku
kepada orang berkebutuhan khusus atau penyandang cacat atau yang biasa disebut
difabel.
Difabel adalah istilah untuk orang yang berkebutuhan khusus.
Masyarakat sering memandang rendah terhadap difabel. Sikap negatif masyarakat
membawa dampak kesulitan fisik dan psikologis bagi kaum difabel. Secara
psikologis, kaum difabel harus menanggung beban rasa rendah diri. Secara fisik,
mereka menerima perlakuan yang kurang wajar, misalnya hambatan dalam
belajar, penyesuaian dalam kehidupan mayarakat, mencari pekerjaan,
aksesibilitas, dan sebagainya. Sebenarnya Hak- hak kaum difabel ini di atur dalam
undang undang Republik Indonesia. Seperti di undang-undang no 4 tahun 1997
tentang Penyandang Cacat secara tegas berbunyi "barang siapa yang tidak
menyediakan aksesibilitas atau tidak memberikan kesempatan dan perlakuan yang
sama bagi difabel sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan dikenakan sanksi administrasi".
Selama ini, pendidikan nasional kita masih belum banyak memberikan
perhatian serius kepada kaum difabel. Kaum difabel adalah mereka yang
mempunyai kemampuan berbeda, tidak seperti biasa. Sekali lagi, mereka
bukanlah orang cacat, melainkan berkemampuan berbeda. Sayang sekali,
kemampuan mereka yang berbeda ini kerap dianggap keganjilan, sehingga negara
juga memberikan pelayanan pendidikan yang masih ganjil.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 5 Ayat 1 dan 2
menyebutkan bahwa:

1
“Ayat satu menyebutkan bahwa, setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ayat dua
menyebutkan bahwa, warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.”

Pasal 11 ayat 1 dan 2 tentang hak dan kewajiban pemerintah dan


pemerintah daerah sebagai berikut:
“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu
bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.
“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia 7-15 tahun”.

Undang-Undang di atas menunjukkan bahwa semua anak usia sekolah


harus memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu, serta pendidikan untuk
semua (education for all). Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak
pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal)
dalam pendidikan.
Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari bagaimana proses pendidikan
yang ada di dalamnya kemudian tertuang dalam kebijakan-kebijakan pemerintah
yang diambil dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satunya adalah anak
berkebutuhan khusus yang harus mendapat perlakuan sama dalam memperoleh
pendidikan yang layak dan bermutu. Dalam perkembangannya pendidikan anak
berkebutuhan khusus telah banyak mengalami perubahan yaitu pada awalnya
pendidikan anak berkebutuha khusus bersifat segregasi atau terpisah dari
masyarakat pada umumnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada batasan masalah diatas maka perumusan masalah yang
akan diteliti adalah bagaimana peran dalam memenuhi hak pendidikan kaum
difabel?

2
C. Tujuan
1. Mengetahui peran Pemerintah dalam pemenuhan hak kaum difabel.
2. Mengetahui sejauh mana pemenuhan hak pendidikan bagi kaum difabel
oleh Pemerintah.

D. Metode
Metode pengajaran yang umum digunakan dalam pengajaran anak
berkebutuhan khusus yaitu komunikasi, analisis tugas, intruksi langsung, prompts
dan pembelajaran kooperatif. Sangat penting bagi guru dalam memilih strategi
ataupun metode pengajaran yang efektif untuk anak berkebutuhan khusus.
Tujuannya adalah agar anak bisa mendapatkan pembelajaran yang baik dan
bermanfaat.
Dalam kegiatan belajar tidak akan lepas dari komunikasi, apabila tercipta
komunikasi yang baik antara siswa dengan guru maka akan tercipta suasana
belajar yang baik, dan sebaliknya apabila antara siswa dengan guru tercipta
komunikasi yang kurang baik, maka akan tercipta suasana belajar yang kurang
baik, karena itu metode pengajaran yang utama untuk anak berkebutuhan khusus
adalah komunikasi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyandang diartikan dengan


orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan difabel merupakan kata
bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris Different People
Are atau Different Ability merupakan manusia yang berbeda.
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan
Hak-hak Penyandang Difabel/Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang
yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka
waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya
dapat memenuhi hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan
efektif berdasarkan kesamaan hak.
Istilah “Difabel” yang pertama kali digagas oleh Mansyur Fakih dan Setya
Adi Purwanta (seorang difabel netra) bukanlah serta merta merupakan pengganti
dari istilah penyandang cacat, gagasan yang ditawarkan ini merupakan
pengistilahan yang lebih kepada ide atas perubahan konstruksi sosial memahami
difabilitas dan mencoba untuk melepaskan hubungan kausatif antara keterbatasan
fungsi (fisik atau mental), hambatan aktifitas, serta ketidakberuntungan sosial.
Menurut hemat penulis, orang difabel ialah mereka yang hidup dengan
karakteristik khusus dan memiliki perbedaan dengan orang pada umumnya
sehingga dibutuhkan pelayanan khusus agar mendapatkan hak-hak yang sama
meskipun mereka memiliki keterbatasan.
Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan
seseorang, yang mana hal ini sangat berguna di masa sekarang maupun di masa
depan. Pendidikan memberi kita pengetahuan dan informasi yang akan membuat
hidup dan perilaku kita semakin baik. Setiap manusia berhak mendapatkan
pendidikan yang layak, tidak memandang dari ras, suku, etnis, agama maupun
golongan tertentu. Hal ini telah disebutkan dalam Bab III pasal 4 ayat 10 UU RI
nomor 20 tahun 2003 yang berisi bahwa pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi

4
hak dan asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Memperoleh pendidikan seperti yang disebutkan di atas merupakan hak setiap
warga negara seperti tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1
yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan
pendidikan”. Pernyataan ini diperkuat dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem pendidikan Nasional bab IV pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga negara
memmpunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.Hak
untuk memperoleh pendidikan juga tidak dibatasi oleh hambatan yang dimiliki
oleh seseorang, sesuai UU-RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 4 dinyatakan
bahwa “ Warga negara yang memiliki hambatan fisik, mental dan intelektual atau
memiliki kecerdasan atau bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus’’.Hal tersebut juga telah ditegaskan dalam Deklarasi Salamanca yang
menyatakan bahwa selama memungkinkan seluruh anak seharusnya belajar
bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada
pada mereka.
Selain itu juga didukung oleh The World Conference on Special Needs
Education : Access and Equality , Juni 1994 di Salamanca, Spanyol yang
menyatakan bahwa semua bangsa harus memasukan pendidikan bagi anak-anak
yang berkebutuhan khusus ke dalam kebijakan pendidikannya, menjadi dasar
pelaksanaan pendidikan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan khusus yang disebutkan diatas adalah mereka yang sesuai dengan
UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 5
ayat (2), (3), dan (4) yaitu:
a. Anak yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, atau sosial
sehingga berhak memperoleh pendidikan khusus
b. Anak di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat terpencil
sehingga berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
c. Anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa sehingga berhak
memperoleh pendidikan khusus.

5
Dapat disimpulkan berdasarkan Undang-Undang diatas, bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah :
1. Anak yang memiliki kelaianan fisik, antara lain tunanetra, tunarungu, dan
tuna daksa
2. Anak dengan kelaian emosional atau mental, anak dengan gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktif, autisme
3. Anak dengan kelainan intelektual, yaitu tunagrahita.
4. Anak dengan kelainan sosial, yaitu tunalaras.
5. Anak dengan potensi cerdas istimewa dan bakat istimewa
6. Anak di daerah terpencil seperti anak rimba, suku badui dan lain lain

6
BAB III
PENUTUP

Disabilitas dan difabel merupakan istilah yang menggambarkan


keterbatasan seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu. Meski secara garis
besar sama, ada sedikit perbedaan di antara keduanya. Terkadang, salah dalam
menempatkan kata-kata tersebut dapat menimbulkan sentimen yang berbeda.
difabel adalah istilah yang lebih halus untuk menggambarkan kondisi seseorang
yang mengalami disabilitas. Difabel mengacu pada keterbatasan peran
penyandang disabilitas dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari karena
ketidakmampuan yang mereka miliki.

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami gangguan yang
signifikan baik aspek psikis, sosial, emosional, dan indrawi yang menghambat
proses pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, sehingga membutuhkan
layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaaan mereka.
Pendidikan Difabel muncul sebagai suatu layanan pendidika program pemerintah
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dimana penyelenggaraannya
dengan cara memadukan anak-anak yang berkelainan atau berkebutuhan khusus
bersama anak normal lainnya, menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga
yang bersangkutan.
Tujuan pendidikan difabel yaitu agar semua anak mendapatkan hak
pendidikan dan kedudukan yang sama tak terkecuali bagi mereka yang
berkebutuhan khusus. Sekolah reguler yang berorientasi difabel ini merupakan
alat untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah,
mencapai pendidikan bagi semua, sehingga akan memberikan pendidikan yang
efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi karena akan
menurunkan biaya bagi seluruh sistem pendidikan.

7
B. Saran
Agar menyediakan sekolah-sekolah umum yang mau dan mampu
menampung anak penyandang difabel (sekolah inklusif) dan lebih memberikan
fasilitas kepada sekolah inklusif guna menunjang pendidikan bagi siswa difabel,
karena saat ini sekolah inklusif yang telah berjalan dengan baik ternyata belum
memiliki fasilitas yang menyeluruh dengan adanya keterbatasan dana. Pemerintah
juga harus memperhatikan hak-hak anak difabel, apa yang dibutuhkan dan yang
dirasa kurang untuk fasilitas-fasilitas umum untuk para difabel juga harus
ditambah

8
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat


Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak
Penyandang Disabilitas. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 107. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5251)
Daniel P. Hallahan. 2009. Exceptional Learners: An Introduction to Special
Education. Boston : Pearson Education Inc.
Bandie Delphie. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dan Setting
Pendidikan Inklusi. Bandung: PT. Refika Aditama.
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Direktorat Pembinaan
Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai