Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KAPITA SELECTA

“PENDIDIKAN LUAR BIASA PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI”

Dosen Pengampu :

ULYA AINUR ROFI’AH, M.MPd.

Kelompok 06 :

1. Nia Khubul Insan Nia (192503017)


2. Nur Atik (192503012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA

TUBAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pendidikan Luar Biasa Pada Pendidikan
Anak Usia Dini” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Kapita Selecta”. Selain itu
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang pendidikan luar biasa bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Ulya Ainur Rofi’ah, M.MPd selaku
dosen pengampu matkul kapita selecta. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makah ini.

Tuban, 09 November 2022

Penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................iv
A. Latar Belakang.............................................................................................................iv
B. Rumusan Masalah........................................................................................................iv
C. Tujuan..........................................................................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................1
A. Hak Anak......................................................................................................................1
B. Anak Berkebutuhan Khusus.........................................................................................2
C. Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini.............................................................................3
D. Implementasi Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini......................................................5
BAB III PENUTUP...................................................................................................................7
A. Kesimpulan...................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................9

BAB I

III
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hak anak merupakan bagian dari hak asai manusia yang wajib dijamin, dipenuhi,
dan dilindungi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, Negara, dan pemerintah. Hak anak
yang wajib dipenuhi salah satunya adalah hak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran. Anak berkebutuhan khusus pada anak usia dini pun berhak mendapatkan
layanan pendidikan. Anak-anak berkebutuhan khususyang ada dimasyarakat belum
semuanya mendapatkan layanan pendidikan secara merata. Hal ini disebabkan karena
keberadaan pendidikan anak usia dini belummemberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhannya.
Untuk memberikan pelayanan anak berkebutuhan khusus pada anak usia dini,
maka pendidikan anak usia dini (PAUD) yang sudah ada seharusnya dapat melayani dan
menerima anak berkebutuhan khusus. Pelayanan pendidikan anak usia dini yang
memberikan pelayanan bersama-sama antar anak yang tidak mengalami hambatan dan
anak berkebutuhan khusus dinamakan pendidikan anak usia dini inklusif.
Pendidikan inklusif merupakan system pendidikan yang menyertakan semua anak
secara bersama-sama dalam satu tempat untuk proses pembelajaran dengan
penyelenggara pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak secara
bersama-sama dalam proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan
sesuai dengan kebutuhan individu anak tanpa membedakan anak dari latar belakang,
kemampuan ekonomi, status politik, bahasa, geografis, jenis kelamin, perbedaan kondisi
fisik atau mental, agama atau kepercayaan, status social, ras, maupun suku budaya.
Implementasi pendidikan inklusif pada lembaga pendidikan anak usia dini.
Pendidikan inklusif pada anak usia dini diawali dengan mengakomondasi kebutuhan
anak, mengidentifikasi kebutuhan khusus pada anak, serta meratakan potensi
perkembangan dan hambatan anak saat ini maupun dimasa mendatang (masa depan).
Pendidikan inklusif selalu mengedepankan aspek kesetaraan bagi anak berkebutuhan
khusus untuk memperoleh layanan pendidikan.
Praktek system pendidikan inklusif yang di implementasikan pada satuan
pendidikan anak usia dini masih menimbulkan banyak persoalan, diantaranya
pelaksanaan pendidikan inklusif yang ternyata masih tidak inklusif. Persoalan tenaga
pendidik, kurikulum pendidikan inklusif, juga sarana prasarana pendukung pada lembaga

IV
pendidikan anak usia dini belum mumpuni. Pendidikan inklusif harus melibatkan guru,
orang tua dan lingkungan pembelajaran. Implementasi pendidikan inklusif senantiasa
berpedoman pada tujuan pembelajaran inklusif yaitu memberikan akses agar peserta
didik, anak berkebutuhan khusus memperoleh layanan pendidikan yang maksimal sesuai
dengan kebutuhannya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengertian Hak Anak?
2. Macam-macam Anak Berkebutuhan Khusus?
3. Apa Definisi Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini?
4. Bagaimana Implementasi Pendidikan Inklusif pada PAUD?

C. TUJUAN

1. Memahami hak-hak anak.


2. Mengetahui macam-macam anak berkebutuhan khusus.
3. Memahami pendidikan inklusif.
4. Mengetahui implementasi pendidikan inklusif pada anak usia dini.

V
BAB I

PEMBAHASAN

A. Hak Anak
Pendidikan ialah usaha secara terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potendi
yang dimilikinya untuk memiliki, pengendalian diri, akhlak mulia, kekuatan spiritual
keagamaan, kepribadian, kecerdasan, juga keterampilan yang diperlukannya, masyarakat,
nbangsa juga negara. Di era reformasi ini hamper pada setiap desa berdiri pendidikan
anak usia dini (PAUD) yang dikelola oleh departemen pendidikan dan kebudayaan,
departemen keagamaan, yayasan maupun lembaga social lainnya. Dari masa ke masa
perhatian pemerintah terhadap layanan PAUD semakin meningkat sehingga kesadaran
masyarakat untuk mengelola PAUD juga semakin banyak. Hadirnya PAUD yang
semakin berkembang ini akan memberikan pengaruh yang positif yaitu semakin banyak
anak-anak usia dini yang dapat menikmati layananPAUD sehingga anak-anak usia 0-6
tahun mengenai perkembangan dan pertumbuhan dalam UU No. 20 Th 2003 tentang
system pendidikan nasional pasal 1 ayat 4 menyatakan, “Pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Rumusan pasal ayat diatas terdapat makna bahwa semua anak usia 0-6 tahun
memiliki hak untuk mendapatkan layanan PAUD. Dalam pasal tersebut tertulis bahwa
anak usia 0-6 tahun termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan khusus juga memiliki hak yang smaa dengan anak yang lainnya sehingga
mereka berhak mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhannya. UU No. 23 Th 2003
tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa:
1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pembelajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya.
2. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.

1
Berdasarkan UU tersebut dapat disimpulkan bahwa semua anak usia 0-6 tahun
berhak mendapatkan pendidikan termasuk didalamnya terdapat anak berkebutuhan
khusus dalam pendidikan anak usia dini.
B. Anak Berkebutuhan Khusus
Mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur secaraspiritual dan materil
berdasarkan pancasila adalah tujuan pembangunan nasional. Sebab salah satu komponen
terpenting dalam masyarakat indonesia adalah hak anak. Karena anak adalah pemilik
masa kini dan masa depan bangsa, sebab ditangan merekalah diteruskannya sejarah
kehidupan manusia indonesia selanjutnya, begitu pentingnya mereka dalam rantai
kelangsungan tradisi suatu bangsa (Latif : 2013)
Tidak seorangpun menginginkan terlahir sebagai anak berkebutuhan khusus atau
cacat. Istilah anak berkebutuhan khusus secara nyata ditujukan kepada anak yang
dianggap memiliki kelainan atau penyimpangan dari kondisi rata-rata anak pada
umumnya (normal), dalam hal fisik, mental, maupun karaktesistik prilaku sosialnya.
Anak dikategorikan berkebutuhan khusus dalam aspek fisik diantaranya: kelainan dalam
indera penglihatan (tunanetra), kelainan indera pendengaran (tuna rungu), kelainan
kemampuan berbicara (tuna wicara), dan kelainan fungsi anggota tubuh (tuna daksa)
(Nandiyah: 2013)
Semua anak berhak mendapatkan pendidikan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa
setiap anak berhak untuk hidup, berkembang, tumbuh, berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, dan mendapat perlindungan dari kekerasan
serta diskriminasi. Salah satunya adalah bahwa setiap anak berhak memperoleh
pengajaran dan pendidikan dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasan sesuai dengan minat dan bakatnya (UU No. 23: Th 2002).
Di Indonesia, sistem pendidikan segregasi sudah berlangsung selama satu abad
lebih, sejak dimulainya pendidikan bagi anak tunanetra pada tahun 1901 di Bandung.
Konsep Special Education dan system pendidikan segregasi lebih melihat anak dari segi
kecacatannya (labeling) sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan. Oleh
karena itu, terjadi pembagian antara pendidikan khusus dengan pendidikan regular.
Pendidikan khusus dan pendidikan regular dianggap sama sekali berbeda.
Secara pedagogis, system pendidikan segregasi mengabaikan eksistensi anak
sebagai individu yang unik dan holistic, sementara kecacatan anak lebih ditonjolkan.
Secara psikologis, system segregasi kurang memperhatikan kebutuhan dan pembedan

2
individual. Terdapat kesan menyamakan layanan pendidikan anak berdasarkan kecacatan
yang disandangnya. Secara filosofis, system pendidikan segregasi menciptakan
pembagian masyarakat ekslusif normal dan tidak normal. Padahal sesungguhnya secara
filosofis, penyandang cacat adalh bagian dari masyarakat yang alami (David Smith:
1995)
Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan anak penyandang cacat terus
berkembang, sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pemikiran yang
berkembang saat ini, melihat persoalan pendidikan anakpenyandang cacat dari sudut
pandang yang lebih bersifat humanis, holistic, perbedaan individu, serta kebutuhan anak
menjadi pusat perhatian.dengan demikian, layanan pendidikan tidak lagi didasarkan atas
label kecacatan anak, akan tetapi didasarkan pada hambatan belajar dan kebutuhan setiap
anak. Seiring dengan ini muncullah konsep pendidikan inklusif.
Salah satu kesepakatan internasional yang mendorong terwujudnya sitem
pendidikan inklusif adalah Convertional on the Right of Persion with Disabiliteis and
Optional Protocol yang disahkan pada maret 2007. Yang mana pada pasal 24 dalam
konversi ii dijelaskan bahwa setiap Negara berkewajiban untuk menyelenggarakan
system pendidikan inklusif disetiap tingkatan pendidikan (Praptiningrum: 2010)
C. Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini
Istilah inklusif mempunyai makna yang sangat luas. Inklusif dapat dikaitkan
dengan persamaan atau kesetaraan hak individual dalam pembagian sumber-sumber
tertentu, seperti pendidikan, social, ekonimi juga politik. Aspek-aspek itu tidaklah berdiri
sendiri , melainkan berkaitan antara satu dengan lainnya. Berdasarkan pandangan Reid,
hal ini dapat dilihat bahwa istilah inklusif berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan
manusia yang didasarkan atas prinsip keadilan, persamaan, serta pengakuan atas hak
individu. Sementara apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, Peratuaran Mentri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 70 Th. 2009 disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan pendidikan inklusif adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memiliki
kelainan dan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan
atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya (Sulistyadi: 2014)
Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan
khusus belajar disekolah-sekolah terdekat di kelas bersama dengan teman sebayanya.
Lembaga pendidikan penyelenggara pendidikan inklusi adalah sekolah yang menampung
semua murid di kelas yang sama. Pendidikan inklusi merupakan hal yang baru di

3
indonesia. Pendidikan inklusi ialah sebuah pendekatan yang berusaha menyalurkan
system pendidikan dengan menghilangkan hambatanyang dapat menghalangi setiap
siswauntuk berpartisipasi penuh dlam dunia pendidikan (Mukhtar: 2003).
Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang mempersatukan layanan PLB dan
ALB di sekolah biasa. Dengan pendidikan inklusif semua anak luar biasa bisa sekolah di
sekolah terdekat serta sekolah yang menampung semua anak. Pada konsep pendidikan
luar biasa, pendidikan inklusif diatikan sebagai penggabunagn pendidikan luar biasa dan
pendidikan reguler dalam satu system pendidikan. Adapun yang dimaksud pendidikan
luar biasa merupakanpendidikan yang diselenggarakan bagi siswa luar biasa atau
berkelainan khusus dalam makna dikaruniai keunggulan (gifted and talented) maupun
berkelainan karena adanya hambatan fisik, emosi, intelektual, motorik, sensorik, dan
social (Alfian: 2013)
Direktorat pendidikan luar biasa memberikan arahan bahwa yang dimkasud dengan
inklusif merupakan keterbukaan untuk belajar bersama bagi semua peserta pendidik
tanpa kecuali. Anak yang berkebutuhan khusus yang harus mendapatkan layanan
pendidikan inklusif ialah : tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik,
menjadi korban penyalah gunaan narkoba atau zat adiktif, memiliki kelainan, tunaganda
(Rahayu: 2013).
Tujuan pendidikan inklusif menurut Undang-Undang Nomor 2 Th. 2003, Sisdiknas
Pasal 1, ayat 1: pendidikan adalh usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual, kepribadian, pengendalian diri, akhlak
mulia, keterampilan, dan kecerdasan yang diperlukan dirinya , masyarakat, bangsa, dan
Negara (Tarmansyah: 2009).
Tujuan pendidikan inklusif merupakan memberikan intervensi untuk anak
berkebutuhan khusus sedini mungkin. Tujuannya diantaranya merupakan:
1. Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak
serta untuk memaksimalkan kesempatan anak terlibat dalam aktivitas normal.
2. Jika memungkinkan, menjadi sarana mencegah terjadinya kondisi lebih parah
dalam ketidak teraturan perkembangan sehingga menjadi anak yang tidak
berkemampuan.
3. Untuk mencegah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya sebagai hasil
yang diakibatkan oleh kemampuan utamanya (Yusraini: 2013).

4
Adapun bunyi Rekomendasi Bukit Tinggi (2005) merupakan: pendidikan inklusif
dan ramah terhad anak seharusnya dipandang sebagai,
1. Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas, sekolah secara menyeluruh yang
akan menjamin bahwa strategi nasional untuk “pendidikanuntuk semua” adalah
benar0benar untuk semua.
2. Sebuah cara untukmenjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan dan
pemeliharaan yang berkualitas dai dalam komunitas temoat tinggalnya.
3. Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan
menghormati perbedaan individu (Mukhtar: 2003).
Jadi menurut beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud pendidikan inklusi ialah suatu bentuk layanan pendidikan yang disetting
untuk menerima semua peserta didik belajar secara bersama baik yang normal
maupun yang berkebutuhan khusus yang dalam system pembelajarannya baik
kurikulum, strategi, metode, media pembelajaran dimodifikasi sesuai dengan apa yang
anak butuhkan. Adapun yang dimaksudkan dengan anak berkebutuhan khusus yaitu
yang mengalami kelainan baik mental-intelektual, fisik, emosional, ataupun sosia,
serta yang memiliki bakat istimewa yang berpengaruh secara signifikan dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia
dengannya. Adapun untuk kategorinya sendiri merupakan anak tunanetra, tunarungu,
tunawicara, tunadhaksa, tunalaras, lamban belajar, memiliki gangguan motorik, autis,
menjadi korban penyalah gunaan narkoba, zat adiktif dan obat-obat terlarang,
tunaganda, berkesulitan belajar.
D. Implementasi Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini
Model sekolah inklusif yang dapat diterapkan ialah:
1. Kelas reguler (inklusi penuh) dimana anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak
normal sepanjang hari dikelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2. Kelas reguler dengan cluster merupakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama
anak normal di kelas reguler dengan kelompok yang khusus.
3. Kelas reguler dengan pull out adalah anak berkebutuhan khusus belajar dengan anak
normal dikelas reguler namun dengan waktu tertentu ditarik dari kelasreguler keruang
lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out yaitu anak berkebutuhan khusus belajar
bersama anak normal dikelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu

5
tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang lain untuk belajra dengan guru pembimbing
khusus.
5. Kelas khusus dengan berbagai pengitegrasian merupakan anak berkebutuhan khusus
belajar dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun pada kesempatan tertentu
dapat belajar dengan anak-anak nomal dikelas reguler.
6. Kelas khusus penuh, dimana anak berkebutuhan khusus belajar dalam kelas khusus
pada sekolah reguler (Indah dkk: vol.2, no. 2)
Untuk mewujudkan sekolah inklusi maka pihak sekolah harus lebih aktif,
disbanding anak maupun orang tua. Dengan demikian implementasi sekolah inklusi
dituntut mampu menyeleaikan secara aktif terhadap berbagai perbedaan individu,
sehingga anak mampu bertahan didalamnya. Konsekuensinya, jika muncul persoalan,
maka jalan keluar atas persoalan tersebut diambil alih oleh pihak sekolah melalui
system pendidikan yang berlaku (manajement, guru, kurikulum, evaluasi, dll) bukan
dikembalikan pada peserta didik (James: 1973).

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Semua anak usia 0-6 tahun berhak mendapatkan pendidikan termasuk didalamnya
terdapat anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan anak usia dini.

2. Tidak seorangpun menginginkan terlahir sebagai anak berkebutuhan khusus atau


cacat. Istilah anak berkebutuhan khusus secara nyata ditujukan kepada anak yang
dianggap memiliki kelainan atau penyimpangan dari kondisi rata-rata anak pada
umumnya (normal), dalam hal fisik, mental, maupun karaktesistik prilaku sosialnya.
Anak dikategorikan berkebutuhan khusus dalam aspek fisik diantaranya: kelainan
dalam indera penglihatan (tunanetra), kelainan indera pendengaran (tuna rungu),
kelainan kemampuan berbicara (tuna wicara), dan kelainan fungsi anggota tubuh
(tuna daksa).

3. Jadi menurut beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud pendidikan inklusi ialah suatu bentuk layanan pendidikan yang disetting
untuk menerima semua peserta didik belajar secara bersama baik yang normal
maupun yang berkebutuhan khusus yang dalam system pembelajarannya baik
kurikulum, strategi, metode, media pembelajaran dimodifikasi sesuai dengan apa yang
anak butuhkan. Adapun yang dimaksudkan dengan anak berkebutuhan khusus yaitu
yang mengalami kelainan baik mental-intelektual, fisik, emosional, ataupun sosia,
serta yang memiliki bakat istimewa yang berpengaruh secara signifikan dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia
dengannya. Adapun untuk kategorinya sendiri merupakan anak tunanetra, tunarungu,
tunawicara, tunadhaksa, tunalaras, lamban belajar, memiliki gangguan motorik, autis,
menjadi korban penyalah gunaan narkoba, zat adiktif dan obat-obat terlarang,
tunaganda, berkesulitan belajar.

4. Untuk mewujudkan sekolah inklusi maka pihak sekolah harus lebih aktif, disbanding
anak maupun orang tua. Dengan demikian implementasi sekolah inklusi dituntut
mampu menyeleaikan secara aktif terhadap berbagai perbedaan individu, sehingga
anak mampu bertahan didalamnya. Konsekuensinya, jika muncul persoalan, maka
jalan keluar atas persoalan tersebut diambil alih oleh pihak sekolah melalui system

7
pendidikan yang berlaku (manajement, guru, kurikulum, evaluasi, dll) bukan
dikembalikan pada peserta didik.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Nandiyah. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus, Jurnal Magistra, No. 86. 2013
Alfian. Pendidikan Inklusif Di Indonesia, Jurnal Edu-Bio Vol. 4. 2013
Coleman, James S. Equality Of Education. Departemen of Education Washington: DC:U.S.
Government Printing Office, 1973
Hunt, Paula Frederica. “Salamanca Statement and IDEA 2004: Possibilities of Practice for
Inklusive Edication.” International Journal of Inclusive Education 15, no. 4. 2011
Latif, Mukhtar, dkk. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: kencana Prenadamedia Group,
2013.
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Pendidikan Inklusi Bagi Peserta
Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Meniliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat
Istimewa Nomor 70 tahun 2009. Jakarta, n..d.
Permata, Indah & Rusydi, Binahayati. Pelaksanaan Sekolah Inklusi Di Indonesia, Prisiding
K S: Riset dan PKM, Vol. 2 No. 2.
Praptiningrum, N. Fenomena Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus, Jurnal Pendidikan Khusus Vol.17 No. 2. 2010
Rahayu. Sri Muji. Memenuhi Hak Anak Berkebutuhan Khusus Anak Usia Dini Melalui
Pendidikan Inklusif, Jurnal Pendidikan Anak, Vol. 2 Edisi 2. 2013
Sulistyadi, Hery Kurnia. Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Layanan Pendidikan
Inklusif Di Kabupaten Sidoarjo, Kenijakan dan Manajement Publik Vol. 4 No. 1.
2014
Tarmansyah. Pelaksanaan Pendidikan Inklusif Di SD Negri 3 Alai Padang Utara Kota
Padang, PEDAGOGI Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Vol. 9 No. 1. 2009
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta, n.d.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
Yusraini. Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Inklusif, Media Akademika, Vol. 28
No. 1. 2013

Anda mungkin juga menyukai